Bab I, Ii, Iii, Iv, V
Bab I, Ii, Iii, Iv, V
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
yang mengikat setiap anggota masyarakat agar tidak terjadi kejahatan dan
1
Soeparto, Pitono,dkk, Etik Dan Hukum Dibidang Kesehatan, Surabaya: Airlangga University, 2008, hal
129
1
Demikian pula bagi pasien, sebagai anggota masyarakat tentunya
ceroboh. Oleh karena itu, bila memang seorang tenaga kesehatan terbukti
perlu dikaji pula apakah ada pidana yang dapat diberlakukan kepada
profesi ini2.
dikenakan pidana”3.
2
Isfandyarie,Anny, Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Jakarta: Prestasi Pustaka,
2005, hal 46-47
3
Ibid Hal.48
2
pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau
kesehatan terlihat jelas masih sangat kurang. Akan tetapi bisa dikatakan
Negara manapun yang berada di dunia ini, baik negara yang sedang
4
Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir, Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Kedokteran EGC,
1999, hal 87
5
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
6
Penjelasan Umum atas Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pada
huruf (b)
3
didirikannya sarana-sarana kesehatan, tidak hanya di kota-kota tetapi
sampai ke desa-desa.
harapkan, Satu demi satu terdapat beberapa contoh kasus yang terjadi
terjadi konflik antara pelanggan dengan pelaku usaha yang dianggap telah
jasa/barang, baik kerugian harta benda atau cedera atau bisa juga
kematian.
Pada era global dewasa ini, tenaga medik merupakan salah satu
berarti apa-apa. Oleh sebab itu tidaklah salah jika kemudian dikatakan
4
bahwa hasil suatu upaya medik penuh dengan ketidakpastian
Ibu dan janin yang dalam hal ini sebagai pasien, harus dipandang
sebagai subyek yang memiliki pengaruh besar atas hasil akhir layanan
7
Sutrisno.1991.Analisis Butir Untuk Instrumen.Yogyakarta
8
Bahder Johan Nasution , 2005. Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta : Rineka
Cipta.
5
untuk jangka waktu tertentu atau hukuman lain sesuai dengan kesalahan
datang dari pasien itu sendiri. Hal ini juga disebabkan perubahan norma
hidup dalam masyarakat, yang meliputi norma agama, norma hukum dan
norma etik yaitu berupa sopan santun, adat istiadat dan lain-lain. Jangan
sangat erat. Yang perlu dipelihara dan dibina sebaik mungkin, sehingga
6
Banyak persoalan malpraktek, atas kesadaran hukum pasien
kesehatannya9.
bagi ibu atau wanita hamil untuk dapat memberikan bimbingan, nasehat
masyarakat umum atau dengan kata lain tidak terbatas pada ibu atau
wanita hamil saja, apabila tidak terdapat dokter atau tenaga kesehatan
lain.
terutama bagi ibu atau wanita hamil untuk dapat memberikan bimbingan,
9
Isfandyarie,Anny, op.cit., hal 22
7
pasca melahirkan. Bidan juga dapat memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat umum atau dengan kata lain tidak terbatas pada ibu
atau wanita hamil saja, apabila tidak terdapat dokter atau tenaga
tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut bidan dapat
2009.
8
yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak
9
gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah
terjadi malpraktek.
bagi pasien, tetapi juga bagi bidan agar dapat menyusun dan
10
selaku individu yang membutuhkan pertolongan untuk mengatasi keluhan
benar dari pasien tersebut agar dapat memudahkan bagi dokter dalam
diagnosis, terapi, dan tahapan lain yang diperlukan oleh pasien. Dengan
manusia ke arah tujuan deklarasi Health for All dan perlindungan secara
11
khusus terhadap pasien (receiver) untuk mendapatkan pelayanan
masalah malpraktik.
12
etik atau pelanggaran hukum positif yang berlaku sehingga akibatnya
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
13
D. MANFAAT PENELITIAN
bidan.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan Kesehatan
yakni:11
1.
2. Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau
pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan
yang paling depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat pada
saat mereka mengalami gangguan kesehatan atau kecelakaan.
3. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary
health care), adalah rumah sakit tempat masyarakat mendapatkan
perawatan lebih lanjut.
upaya peningkatan kesehatan masyarakat kearah yang lebih baik lagi dan
15
meedis ini merupakan hukum yang mengikat para pihak yang berprofesi di
medis.12
hukum antara lain rumah sakit. Ini berarti bahwa rumah sakit tidak dapat
terbagi dua yakni Publik dan Privat, di mana rumah sakit publik dikelola
oleh pemerintah dan rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum
12
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta: Rineka
Cipta, 2005, hal. 43.
13
Ibid. hal. 19
16
upaya itu dilakukan oleh lembaga-lembaga yang memberikan pengobatan
kepada seseorang yang sakit, dalam hal ini adalah rumah sakit. 14
radiology, terapi kerja, terapi fisik, laboratorium, ahli gizi dan petugas
14
Sri Praptianingsih, Op. Cit. Hal.19.
15
Ibid. hal. 30
17
Standar pelayanan rumah sakit berkaitan dengan kemampuan
kemampuan rumah sakit untuk menangani, wajib bagi rumah sakit untuk
suatu perbuatan yang dapat dipidana. Selain istilah tindak pidana, ada
18
3. Bersifat melawan hukum17
sebagai konsekuensi adanya asas legalitas dalam hukum pidana 19. Asas
hukum yang telah ada dan berlaku bagi terdakwa sebelum orang dapat
Asas legalitas ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, yang berbunyi :
undang-undang)
17
Masruchin Ruba’i (I), Asas-asas Hukudengan FH Unibraw, Malang, 2001, hal. 21
18
Masruchin Ruba’i (II),IKIP Malang, 1997, hal. 1
19
Masruchin Ruba’I (II),Op Cit
20
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2000
19
Konsekuensi dari hukum pidana harus tertulis adalah :
dalam Undang-undang21.
meringankan terdakwa”22.
dijadikan tindak pidana aduan, maka berlaku aturan tindak pidana aduan
yang secara konkrit lebih ringan karena bila tidak ada pengaduan si
pelaku tidak dapat dituntut berdasarkan peraturan yang baru tersebut 23.
20
a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
kalau perbuatan itu belum dinyatakan dalam suatu aturan
Undang-Undang
b. untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh dilakukan
analogi (kiyas)
c. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut
kedokteran juga harus dipisahkan apakah masuk dalam delik dolus atau
delik culpa.
25
Moeljatno, op.cit., hal. 171
21
demikian kesalahan yang berbentuk kealpaan pada hakekatnya adalah
hukum.
hukum27.
26
Ibid., hal. 199
27
Moeljatno, op.cit., hal 201
28
Ibid., hal. 202
22
keadaan-keadaan tertentu. Perbuatan yang dilakukan terdakwa
seharusnya mengacu pada ukuran-ukuran yang berlaku pada
masyarakat tempat terdakwa berasal.
2. Langemayer menyatakan bahwa penghati-hati berkaitan dengan
standar tertentu yang berlaku dalam pekerjaan petindak ataupun
berkaitan dengan keahliannya29.
kelakuannya.
yang harus dipenuhi, yaitu keadaan psikis pelaku dan sikap tindaknya
lingkungan pelaku.
29
Moeljatno, op.cit., hal 204
30
Harjo Wisnoewardono (I), Fungsi Medical record sebagai Alat Pertanggungjawaban Pidana Dokter
terhdap Tuntutan Malpraktik, Arena Hukum No. 17, FH Inbraw, Malang, Juli 2002, hal. 163
23
Menurut Wiradharma, kealpaan memiliki gradasi sebagai berikut :
van Toelichting (MvT) dijelaskan bahwa kealpaan dapat terjadi jika pelaku:
31
Danny Wiradharma, Penuntun Kuliah Kedokteran dan Hukum Kesehatan., Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 1999, hal. 101
24
2. Kekurangan pengalaman (Onvoldoende Ervaring)
welfare, Social Policy yang bersendi Human Right sebagai asas universal32.
kodifikasi hukum pidana atau kodifikasi hukum perdata dan bukan pula
kesehatan manusia menuju ke arah tujuan deklarasi “Health for All” dan
kesehatan.
32
Nusye KL Jayanti.2009.Penyelesaian hukum dalam malpraktik Kedokteran.yogyakarta
33
Ibid. Hal 14
25
Hukum kesehatan eksistensinya masih sangat relatif baru
merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut
sangat luas dan kompleks36. Hal ini sejalan dengan pengerian kesehatan
34
Amir Ilyas.2010.Hukum Korporasi Rumah Sakit.Yogyakarta
35
J.Guwandi,2005,Hukum Medik (Medical Law),Balai Penerbit FKUI,Jakarta
36
dr.Bahder Johan.2013.Hukum Kesehatan,Jakarta
26
physical, mental, and social, well being and not merely the absence of
desease or infirmity37.
serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat, sudah barang tentu
1. Dirut RSU di Bekasi, dr. HU bersama stafnya dr. Htt dari UGD
diperiksa Polres Bekasi berkaitan dengan tewasnya AS (19
Tahun) setelah menjalani operasi. Kedua dokter tersebut diduga
melakukan malpraktik. Sebelumnya AS sudah dua minggu
dirawar di rumah sakit tersebut akibat luka parah karena bacokan
di sekujur tubuhnya.dr. htt dipersalahkan karena tidak melapor
kepada kepolisisan atas kematian AS untuk dilakukan autopsi
seperti yang diatur dalam KUHP, tetapi langsung diserahkan
kepada keluarga untuk dimakamkan. Dugaan keluarga, AS
meninggal akibat operasi.
2. Kasus Dr.Sty dari Pati yang melakukan diagnosis dan terapi
pasien (korban), dianggap secara hukum melakukan kelalaian
atau kesalahan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan tinggi.
Sebaliknya menurut dasar ilmu hukum dalam menentukan
“ukuran lalai”, dr.sty dianggap tidak terbukti melakukan kesalahan
tersebut sehingga dibebaskan oleh putusan Mahkamah Agung.
37
Koeswadji.1992
38
Nusye KL Jayanti.2009.Penyelesaian hukum dalam malpraktik Kedokteran.yogyakarta
27
Akibat putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi maka dr.sty
liability)40.
39
ibid
40
ibid
28
Tugas pelayanan kesehatan yang menuju pada masyarakat
2. Bidan
manusia.
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu dalam kurun waktu masa
29
1. Mengembangkan pelayanan kepada masyarakat.
2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program
pendidikan yang ditujukan untuk maksud profesi yang
bersangkutan.
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.
4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai
dengan kode etik yang berlaku.
5. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas
pelayanan yang diberikan.
6. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam
menjalankan profesinya.
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa
meningkaaatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat oleh anggotanya.
jawabnya sendiri serta memberikan asuhan pada bayi yang baru lahir.
tugas penting dalam pendidikan dan konseling tidak hanya untuk klien,
antenal, persiapan menjadi orang tua dan meluas ke bidang tertentu dari
3. Etik Kebidanan
merupakan paduan dari istilah mores of community dan ethos of the people
30
yang dapat diartikan dengan kesopanan suatu masyarakat dan akhlak
mempunyai dua sisi di mana satu sama lain saling terkait dan saling
atau yang dikenal dengan istilah medical ethics, yaitu menyangkut masalah
pemerintah. Kedua, etik asuhan atau yang dikenal dengan sebutan ethics
41
dr.Bahder Johan.2013.Hukum Kesehatan,Jakarta
42
ibid
31
masyarakat tersebut terkandung nilai-nilai etik yang menjiwai dan memberi
arti bagi kehidupan masyarakat. Jadi, jelas terlihat baha etik termasuk salah
Jika nilai-nilai etik kedokteran itu menjiwai sikap dan perilaku dokter
nilai etik itu kemudian akan membawanya pada suatu konsekuensi tentang
dan memberi pedoman tentang mana yang dianggap baik, buruk, benar,
dan salah44.
- Unsur Etika45
1. Nilai :
fisik, seksualitas.
32
2. Norma = prinsip dasar :
relevan.
1. Etika kebijaksanaan :
2. Etika kewajiban :
1. Etika Substantif
2. Etika Prosedural :
33
1. Etika maksim (prinsip subyektif bertindak, sikap dasar hati nurani
ketika bersikap-tindak-perilaku-konkrit).
2. Etika norma-norma
membedakan legalitas-moralitas.
apa yang harus dilakukan. Pendekatan etika praktis maksudnya adalah apa
normatis lebih pada upaya untuk menyususn secara faktual apa yang
D. Praktik kebidanan
kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menangani bayi atau balita. Namun
47
ibid
34
ternyata kewenangan bidan tak hanya menyangkut hal-hal tersebut.
Pelayanan kesehatan ibu diberikan oleh bidan dari sejak masa pra
hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa
meliputi:
memerlukan dukungan dari orang lain maupun bidan. Demikian pula saat
35
masa kehamilan. Faktor minimnya pengetahuan ibu, ekonomi, sosial,
budaya sangant berpengaruh pada cara setiap ibu menjaga dan merawat
kesehatan bayi yang ia lahirkan. Sebab tak semua ibu hamil memahami
hal itu. Kondisi-kondisi seperti naiknya kadar gula darah, tekanan darah
yang akan berpengaruh pada ibu hamil dapat saja muncul di luar dugaan.
Atau misalnya pengaruh fisik dan psikis bagi ibu hamil. Layanan konseling
dan antenatal bagi ibu hamil yang diberikan bidan sangat berperan
penting.
Selanjutnya pasca melahirkan, pasien juga tak dilepas begitu saja. Sebab
masih ada masa nifas dan menyusui yang membutuhkan dukungan dari
bidan. Bidan dapat mengajarkan hal-hal seperti cara menyusui yang tepat
bagi anak, cara merawat payudara, gizi bagi ibu nifas dan sebagainya.
Layanan apa saja yang dapat diberikan bidan di bidang kesehatan ibu
36
Tidak hanya ibu yang berhak mendapat pelayana kesehatan dari
bidan. Anak juga mempunyai hak yang sama. Pelayanan kesehatan akan
diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
37
kerap menjadi penyebab kematian, namun dapat dicegah dan diobati bila
penduduk yang terjadi saat ini. Bidan dapat memberi motivasi pada pada
38
E. Standar Pelayanan dan Standar Operasional Praktik Kebidanan
Defenisi oprasional :
pimpinan.
39
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan
Defenisi operasaional :
oleh pimpinan.
di sahkan pimpinan.
registrasi.
40
Pengelola pelayanan kebidanan mempunyai program pengelolaan
efisien.
Defenisi operasional :
institusi pelayanan.
Defenisi operasional :
41
b. Ada buku inventaris peralata yang mencerminkan jumlah
yang berkualitas.
Defenisi operasional :
lain-lain.
Defenisi operasional :
42
a. Ada program pembinaan staf dan program pendidikan
secara berkesinambungan.
dengan pekerjaan.
hasil pelatihan.
Defenisi operasional :
catatan medik.
43
8. Standar VIII : Evaluasi dan pengendalian mutu.
Defenisi operasional :
pelayanan kebidanan.
kebidanan.
44
penentuan diagnosa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
dokumentasi.
Defenisi operasional :
2. Standar II : Pengkajian.
analisis.
Defenisi operasional :
reproduksi.
- Analisis data.
45
c. Data dikumpulkan dari :
- Tenaga kesehatan.
- Wawancara.
- Observasi.
- Pemeriksaan fisik.
- Pemeriksaan penunjang.
telah dikumpulkan.
Defenisi operasional :
46
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasrakan diagnosa
kebidanan.
Defenisi operasional :
5. Standar V : Tindakan.
Defenisi operasional :
evaluasi.
47
f. Seluruh tindkan kebidanan dicatat pada format yang telah
tersedia.
kesehatan.
Defenisi operasional :
melaksanakan tindakan/kegiatan.
Defenisi operasional :
48
b. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus
Defenisi operasional :
ditetapkan.
dirumuskan.
9. Standar IX : Dokumentasi.
Defenisi operasional :
manajemen kebidanan.
49
b. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan
asuhan kebidanan.
F. Malpraktik
48
M Jusus Hanafiah dan Amri Amir, 1999, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta,hlm 87.
49
Amir Ilyas dan dr.Yuyun Widaningsih,Hukum Korporasi dan Rumah Sakit,Jakarta hlm.21
50
1. Adanya unsur kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
operasional;
tenaga kesehatan:
ibunya;
infeksi berat;
51
Indonesia, “malpractice” berarti cara pengobatan yang salah. Ruang
dalamnya setiap sikap- tindak profesional ilegal atau sikap imoral 51.
salah) yaitu suatu tindakan medis yang dilakukan tidak dengan sengaja
akan tetapi di sini ada unsur kelalaian yang tidak patut dilakukan oleh
sesuatu hal yang fatal, misalnya mati, cacat 52. Menurut J. Guwandi,
50
Loc.cit.
51
Sri Ratna Suminar, hal. 170.
52
J. Guwandi, Kelalaian Medik, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, 2004, hal. 20. Bandingkan lebih
lanjut dengan Pasal 359, 360, dan 361 KUHP.
53
Ibid., hal. 21.
52
a. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan
kewajiban.
c. Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan
perundang- undangan.
standar yang ditentukan oleh profesi. Dilihat dari sudut pasien yang telah
yang rata-rata dimiliki seorang dokter menurut situasi dan kondisi di mana
54
Charles Wendell Chamahan, The Dentist and The Law, tanpa tahun, (tidak diterbitkan), Jakarta, hal. 12.
55
Veronica Komalawati, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989,
hlm. 120.
56
Ibid., hal. 13-14.
53
b. Arti khusus (dilihat dari segi pasien) malpraktik dapat terjadi dalam:
karena:
57
Adami Chazawi, Malpraktik Kedokteran, Bayumedia, Malang, 2007, hal. 8.
54
termasuk dalam arti kelalaian atau kealpaan. Selanjutnya menurut Anny
kelalaian, dan akibat yang terjadi yang disebabkan oleh tindakan medis
yang menimbulkan kerugian baik materiil maupun non materiil, atau fisik
58
Anny Isfandyarie, op.cit., hal. 111.
55
G. Kerangka Fikir
56
H. Definisi Operasional
ekonomis59.
hukum pidana60.
masyarakat61.
kesehatan62.
59
Penjelasan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Pasal 1 ayat (1).
60
Prof.H.J.J.Leenen
61
Op.Cit
62
Op.Cit
57
5. Malpraktik adalah kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh
kedokterannya66.
63
Amir ilyas dan dr.yuyun widaningsih, Hukum Korporasi Rumah Sakit, rangka education,Yogyakarta.2010
64
Dr.nasruddin DKK, Pengantar bioetika, hukum kedokteran, dan hak asasi manusia, Makassar.2010
65
Adami chazawi, Malpraktik Kedokteran, Malang.2007
66
Amir ilyas dan dr.yuyun widaningsih, Hukum Korporasi Rumah Sakit, rangka education,Yogyakarta.2010
67
ibid
58
I. Kerangka Teoritis
berpandangan bahwa69,
hukum yaitu substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Ketiga
elemen ini saling bersinergi untuk membentuk suatu sistem hukum yang
Wolfgang Friedmann, Legal Theory, Columbia University Press, NY, 1970, hal. 16.
68
69
Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, Russell Sage
Foundation, NY, 1975, hal. 14.
59
the system; the way courts of police depatements are organized, the lines
pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk
produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum
used by institutions, (or as the case may be) the real observable behavior
didefinisikan sebagai “….attitude and values that related to law and legal
system, together with those attitudes and values affecting behavior related
to law and its institutions, either positively or negatively 72. Budaya hukum
budaya hukum internal (internal legal culture). Mengenai hal ini Lawrence
60
Dalam tataran aplikatif, H.L.A. Hart menambahkan bahwa legal
system adalah “double sets of rules, the union of primary rules and
secondary rules. Primary rules are norm of behaviour, secondary rules are
constancy of the law through time, congruence between official action and
declared rule75.
menyebutkan 3 (tiga) unsur cita hukum (idee des Rechts), yaitu keadilan
74
Wolfgang Friedmann, op.cit., hal. 15.
75
Ibid., hal. 18.
76
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2009,
hlm. 92.
77
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Prenada Media Group, Jakarta, 2009,
hal. 292.
61
Menurut Radbruch sebagaimana dicatat Achmad Ali 78, ada 4
bahwa hukum didasarkan pada fakta dan bukan penilaian. Ketiga, bahwa
kekeliruan. Keempat, bahwa hukum positif itu tidak boleh sering diubah-
ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum
tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak
mengungkapkan bahwa80:
78
Ibid., hlm. 293.
79
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia-Hukum Perjanjian
Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 203.
80
Ibid, hal. 208-209.
62
termasuk juga kepercayaan akan konsistensi putusan-putusan hakim atau
kepastian hukum ialah fakta bahwa seorang individu harus dapat menilai
kelalaian. Aspek ini dari kepastian hukum memberikan jaminan bagi dapat
81
B. Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jentera (Jurnal
Hukum), “Rule of Law”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Jakarta, edisi 3
Tahun II, November 2004, hal.124.
82
Ibid, hal. 124-125.
63
c. Asas non-retroaktif perundang-undangan, sebelum mengikat
secara layak;
datanglah kepastian84.
83
Mahfud M.D., “Kepastian Hukum Tabrak Keadilan,” dalam Fajar Laksono, Ed., Hukum
Tak Kunjung Tegak: Tebaran Gagasan Otentik Prof. Dr. Mahfud MD, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2007, hal. 91.
84
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir: Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan
Hukum, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007, hal. 85.
64
Dalam pengertian yang sejalan, Maria S.W. Sumardjono
yakni86:
85
Maria S.W Sumardjono, “Kepastian Hukum dalam Pendaftaran Tanah dan Manfaatnya
Bagi Bisnis Perbankan dan Properti,” Makalah, disampaikan dalam Seminar Kebijaksanaan
Baru di Bidang Pertanahan, Dampak dan Peluang Bagi Bisnis Properti dan Perbankan, Jakarta 6
Agustus 1997, hal. 1.
86
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Chandra
Pratama, Jakarta, 1996, hal 134 -135.
65
Berdasarkan hal-hal di atas, kepastian hukum dapat dimaknai
empiris.
a.
87
Fence M. Wantu, “Peranan Hakim dalam Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan,
dan Kemanfaatan di Peradilan Perdata”, Ringkasan Disertasi, Fakultas Hukum UGM,
2011, hal. 8.
88
Erman Rajagukguk, “Judicial Review Peraturan Menteri: Penerapan Stufentheorie Hans
Kelsen”, Artikel, tanpa tahun, tanpa penerbit.
66
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
B. Jenis Penelitian
1. Sifat Penelitian
67
2. Metode Pendekatan
C. Lokasi Penelitian
Jenis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari data
1. Data Primer
2. Data Dekunder
68
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari hasil studi
yang sedang diteliti, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
data merupakan fase terpenting dalam proses penelitian. Dari data yang
diperoleh kita mendapatkan gambaran yang jelas tentang objek yang akan
diteliti, sehingga membantu kita untuk menarik suatu kesimpulan dari data
yang akan dipaparkan. Dalam penelitian ini data diperoleh melalui dua
cara, yaitu89:
1. Studi Kepustakaan
2. Studi Lapangan
89
Burhan Ashshofa.2010.Metode Penelitian Hukum.Jakarta:Rineka Cipta
69
langsung kepada pihak terkait dan pengamatan langsung
dilapangan.
secara mendalam dan terintegrasi antara yang satu dengan yang lainnya.
dalam ilmu hukum, dimana interpretasi yuridis ini, dapat menjawab segala
70
BAB IV
dilakukan dengan tepat dan secara optimal, maka seorang bidan wajib
diperhatikan.
menjalankan praktik bidan itu sendiri yang telah di atur oleh pemerintah
kewajiban yang telah ada dan seorang bidan harus memperhatikan hal
tersebut berjalan dengan optimal dan sesuai aturan yang ada. Dalam hal
ini kami selaku profesi yang behubungan langsung dengan pasien dalam
90
Wawancara : Ibu Wirda Al-Habsyi (Ketua Ikatan Bidan Indonesia Cab. Makassar)
71
Dalam hukum positif di Indonesia di atur mengenai kewenangan
bidan berupa norma-norma yang berlaku bagi profesi bidan itu sendiri
menjadi dasar hukum dalam pelayanan bidan itu sendiri, maka penulis
72
kesehatan lainnya
mudah dilakukan oleh setiap individu manapun. Oleh karena itu dalam
kualitas layanan bidn tetap terjaga dan menjadi sarana pemerintah untuk
(angka kematian bayi) dan AKI (angka kematian ibu). Standar asuhan
kebidanan melingkupi asuhan kepada Ibu hamil, Ibu bersalin, nifas dan
masa antara asuhan pada bayi, asuhan pada anak balita sehat dan
91
Ringgi Suryani&Rosmauli, Prinsip-prinsip dasar praktik lebidanan, Dunia cerdas. Jakarta,2014 hal. 120
73
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan disebutkan standar asuhan
tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai wewenang dan ruang lingkup
kehamilan normal.
74
6. Memberikan asuhan kebidanan pada klien pada masa nifas
dan menopause.
melibatkan keluarga.
tugas kerja sama atau kolaborasi dengan pihak lain seperti klien atau
75
yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
rujukan.
kegawatdaruratan.
76
3. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan
keluarga.
keluarga.
2. BAB II Perizinan
77
7. BAB VII Penutup
hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Hak dan kewajiban itu diatur
peraturan perundang-undangan
7. Mematuhi standar
kematian.
78
1. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
standar.
hanya cukup hanya didukung dengan kualitas SDM bidan, namun juga
yang berlaku.
79
BAB V
Bagian Keenam
Kesehatan Reproduksi
Pasal 71
meliputi:
dan
rehabilitatif.
Pasal 72
80
a) menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang
agama.
agama.
dipertanggungjawabkan.
Pasal 73
Pasal 74
81
1) Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifatpromotif,
undangan.
Pasal 75
berdasarkan:
atau
82
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
Pasal 76
dilakukan:
Pasal 77
83
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) danayat (3) yang tidak
Bagian Ketujuh
Keluarga Berencana
Pasal 78
BAB VII
Bagian Kesatu
Pasal 126
84
1) Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu
Pasal 127
berasal;
Pemerintah.
85
Pasal 128
Pasal 129
rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara
eksklusif.
Pasal 130
anak.
Pasal 131
86
1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan
Pasal 132
undangan.
87
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis imunisasi dasar
Menteri.
Pasal 133
1) Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar dari segala
kesehatannya.
Pasal 134
kriteria tersebut.
undangan.
88
Bagian Kedua
Kesehatan Remaja
Pasal 136
sehat.
masyarakat.
Pasal 137
89
sesuai dengan pertimbangan moral nilai agama dan berdasarkan
Kesehatan
pasal 61 bahwa:
90
harus melaksanakan upaya terbaik untuk kepentingan Penerima
Pelayanan Kesehatan dengan tidak menjanjikan hasil.
Dalam penjelasannya:
Pemalsuan Surat
Pasal 263
1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau
yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat
tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika
pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan
surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika
pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
91
Pasal 304
Membuka rahasia
Pasal 322
1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang
maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan
itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Pasal 347
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun
Pasal 348
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga
dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan dilakukan.
92
Pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan
Pasal 531
Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang
menghadapi maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan
padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang
lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan pidana
kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
Pelanggaran kesusilaan
Pasal 534
Barangsiapa secara terang-terangan mempertunjukkan sesuatu sarana
untuk mencegah kehamilan maupun secara terang-terangan atau tanpa
diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan
menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana
atau perantaraan (diensten) yang demikian itu, diancam dengan pidana
kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak tiga
ribu rupiah.
Pasal 535
Barangsiapa secara terang-terangan mempertunjukkan sesuatu sarana
untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau
tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan
menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana
atau perantaraan (diensten) yang demikian itu, diancam dengan pidana
kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
Mal praktik
Pasal 344
Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum
penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Aborsi
Melakukan Aborsi Tanpa Indikasi Medis
Pasal 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruh supaya diobati, dengan memberitahukan atau menimbulkan
harapan bahwa dengan pengobatan itu kandungannya dapat
93
digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau
bila dia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pekerjaannya, maka haknya untuk melakukan pekerjaan itu dapat
dicabut.
Kesehatan, melalui bidan itu sendiri, dan melalui pihak pihak yang terkait
meliputi:
promosi kesehatan.
Misalnya:
memberikan :
94
Penyuluhan kesehatan sesuai kebutuhan masyarakat
Peningkatan gizi
Rekreasi
Pendidikan seks
kesehatan/penyakit.
Misalnya:
kunjungan rumah
balita
95
Pemberian Vitamin A, Yodium melalui posyandu,
menyusui
penyakit).
seoptimal mungkin.
Misalnya:
96
Dukungan penyembuhan, perawatan (seperti : PMO kasus
kemampuannya.
Misalnya:
97
TBC, cacat fisik dan lainnya, dilakukan melalui kegiatan-
kegiatan:
(fisioterapi).
Upayanya
melahirkan tanpa ada suatu hal yang tidak diharapkan untuk terjadi
Dalam hal ini, bidan sebaiknya tidak menjanjikan atau memberi garansi
98
pasiennya termasuk dalam perjanjian upaya (inspanningsverbintenis)
upaya adalah kedua belah pihak yang berjanji berdaya upaya secara
diperjanjikan.
92
Ohoiwutun, Triana Y.A, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, Malang:Bayumedia1997, hal 13
93
Ibid.
94
Sofyan, Mustika,dkk, op.cit, hal 96
99
Tindakan Medis (Informed Consent) adalah suatu dialog antara bidan
dengan pasien atau walinya yang didasari akal dan pikiran yang sehat
adalah95:
100
pasien, misalnya pasien menjadi cacat atau bahkan meninggal, sang
Indonesia No.585/MENKES/Per/IX/1989.
Medis
97
Ohoiwutun, Triana Y.A, op.cit, hal 20
98
Ibid Hal. 25
101
Rekam medis ini sangat berguna, terutama untuk menentukan
Profesi.
Atau Dokter
senior atau dokter, atau dengan kata lain kepada orang yang menurut
yang harus dilakukan oleh bidan dalam menangai pasiennya. Hal ini
pasiennya.
Masyarakat Sekitarnya.
atau klien dari bidan tersebut. Menjalin komunikasi yang baik dengan
102
tidak saja sebagai pemberi pelayanan kesehatan, akan tetapi sering
bidan sang klien atau pasien merasa nyaman sehingga dapat memberi
dikurangi dari semula bila terjalin komunikasi dan informasi yang baik
103
Pada saat ini telah banyak bermunculan lembaga pendidikan
masyarakat.
bidan. Karena hal ini juga dapat merusak citra bidan di mata
masyarakat.
104
C. Faktor penghambat pelayanan kesehatan maksimal oleh bidan
kepada masyarakat
alasan malpraktek yang dilakukan oleh bidan. Akan tetapi banyak pula
pengadilan. Atau dengan kata lain tidak dapat dibuktikan secara hukum
proses pembuktiannya.
kesehatan.
105
sehingga mengakibatkan orang lain terluka atau bahkan meninggal.
tersebut dapat berasal dari pihak bidan maupun pihak pasien itu sendiri.
b. Cara pemeriksaan
c. Usia
106
3) Sulit untuk menentukan kemampuan rata-rata seorang bidan
rata seorang tenaga kesehatan sangatlah sulit, karena banyak faktor yang
canggih.
107
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
hukum kesehatan.
108
b. Sulitnya untuk membuktikan kesalahan bidan.
B. Saran
undangan.
109
yang pemerintah siapkan bagi tenaga bidan bahkan yang baru
110
DAFTAR PUSTAKA
111
Ruba’i,Masruchin “Asas-asas Hukum Pidana”, Penerbit UM PRESS
bekerjasama dengan FH Unibraw, Malang, 2001
Perundang-undangan:
112
Sumber lainnya:
http://agungrakhmawan.wordpress.com/2009/06/20/malpraktek-dalam-
pelayanan-kesehatan/, Agung Rakhmawan, Malpraktek Dalam Pelayanan
Kesehatan, diakses pada tanggal 6 Januari 2015 pada Pukul 22.10 WITA
http://ibusitimahmudah.blogspot.com/2014/08/pengertian-upaya-
kesehatan-promotif-preventif-kuratif-rehabilitatif-dan-contohnya.html,
Pengertian upaya kesehatan promotif,preventif,kuratif,dan rehabilitatif. Di
akses pada tanggal 4 mei 2015 jam 20.10
113