Anda di halaman 1dari 12

Buaya

88 bahasa
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Sunting
 Sunting sumber
 Lihat riwayat

Perkakas













Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Buaya

Periode Eosen – Kini, 55–0 jtyl 

PreЄ

K
Pg

Crocodylidae 

Taksonomi

Kerajaan Animalia

Filum Chordata

Kelas Reptilia

Ordo Crocodilia

Superfamili Crocodyloidea

Famili Crocodylidae 
Cuvier, 1807

Subfamili

 Crocodylinae

 †Mekosuchinae

 Tomistominae?

Distribusi
 l
 b
 s

Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi


seluruh spesies anggota famili Crocodylidae, termasuk pula buaya
sepit (Tomistoma schlegelii). Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara
longgar untuk menyebut ‘buaya’ aligator, kaiman dan gavial; yakni kerabat-kerabat
buaya yang berlainan suku.
Buaya umumnya menghuni habitat perairan
tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya. Namun, ada pula yang
hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-
hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang
juga memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya
merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak
zaman dinosaurus.
Dikenal pula beberapa nama daerah untuk menyebut buaya, seperti
misalnya buhaya (Sd.); buhaya (bjn); baya atau bajul (Jw.); bicokok (Btw.), bekatak,
atau buaya katak untuk menyebut buaya bertubuh kecil gemuk; senyulong, buaya
jolong-jolong (Mly.), atau buaya julung-julung untuk menyebut buaya ikan; buaya
pandan, yakni buaya yang berwarna kehijauan; buaya tembaga, buaya yang
berwarna kuning kecoklatan; dan lain-lain.
Dalam bahasa Inggris buaya dikenal sebagai crocodile. Nama ini berasal dari
penyebutan orang Yunani terhadap buaya yang mereka saksikan di
Sungai Nil, krokodilos; kata bentukan yang berakar dari kata kroko, yang berarti
‘batu kerikil’, dan deilos yang berarti ‘cacing’ atau ‘orang’. Mereka menyebutnya
‘cacing bebatuan’ karena mengamati kebiasaan buaya berjemur di tepian sungai
yang berbatu-batu.

Biologi dan perilaku[sunting | sunting sumber]

Buaya seperti halnya dinosaurus yang memiliki


tulang-tulang iga yang termodifikasi menjadi gastralia.
Di luar bentuknya yang purba, buaya sesungguhnya merupakan hewan melata yang
kompleks. Tak seperti lazimnya reptil, buaya memiliki jantung beruang empat, sekat
rongga badan (diafragma) dan cerebral cortex. Pada sisi lain, morfologi luarnya
memperlihatkan dengan jelas cara hidup pemangsa akuatik. Tubuhnya yang
"streamline" memungkinkannya untuk berenang cepat. Buaya melipat kakinya ke
belakang melekat pada tubuhnya, untuk mengurangi hambatan air dan
memungkinkannya menambah kecepatan pada saat berenang. Jari-jari kaki
belakangnya berselaput renang, yang meskipun tak digunakan sebagai pendorong
ketika berenang cepat, selaput ini amat berguna tatkala ia harus mendadak berbalik
atau melakukan gerakan tiba-tiba di air, atau untuk memulai berenang. Kaki
berselaput juga merupakan keuntungan manakala buaya perlu bergerak atau
berjalan di air dangkal.
Buaya dapat bergerak dengan sangat cepat pada jarak pendek, bahkan juga di luar
air. Binatang ini memiliki rahang yang sangat kuat, yang dapat menggigit dengan
kekuatan luar biasa, menjadikannya sebagai hewan dengan kekuatan gigitan yang
paling besar. Tekanan gigitan buaya ini tak kurang dari 5.000 psi (pounds per
square inch; setara dengan 315 kg/cm²);[1] bandingkan dengan kekuatan
gigitan anjing rottweiler yang hanya 335 psi, hiu putih raksasa sebesar 400 psi,
atau dubuk (hyena) sekitar 800 – 1.000 psi. Gigi-gigi buaya runcing dan tajam, amat
berguna untuk memegangi mangsanya. Buaya menyerang mangsanya dengan cara
menerkam sekaligus menggigit mangsanya itu, kemudian menariknya dengan kuat
dan tiba-tiba ke air. Oleh sebab itu otot-otot di sekitar rahangnya berkembang
sedemikian baik sehingga dapat mengatup dengan amat kuat. Mulut yang telah
mengatup demikian juga amat sukar dibuka, serupa dengan gigitan tokek. Akan
tetapi sebaliknya, otot-otot yang berfungsi untuk membuka mulut buaya amat lemah.
Para peneliti buaya cukup melilitkan pita perekat besar (lakban) beberapa kali atau
mengikatkan tali karet ban dalam di ujung moncong yang menutup, untuk
menjaganya agar mulut itu tetap mengatup sementara dilakukan pengamatan dan
pengukuran, atau manakala ingin mengangkut binatang itu dengan aman. Cakar dan
kuku buaya pun kuat dan tajam, akan tetapi lehernya amat kaku sehingga buaya
tidak begitu mudah menyerang ke samping atau ke belakang.
Buaya memangsa ikan, burung, mamalia, dan kadang-kadang juga buaya lain yang
lebih kecil bahkan bangkai buaya dewasa. Reptil ini merupakan pemangsa
penyergap; ia menunggu mangsanya hewan darat atau ikan mendekat, lalu
menerkamnya dengan tiba-tiba. Sebagai hewan yang berdarah dingin, predator ini
dapat bertahan cukup lama tanpa makanan, dan jarang benar-benar perlu bergerak
untuk memburu mangsanya. Meskipun tampaknya lamban, buaya merupakan
pemangsa puncak di lingkungannya, dan beberapa jenisnya teramati pernah
menyerang dan membunuh ikan hiu.[2] Perkecualiannya adalah burung cerek Mesir,
yang dikenal memiliki hubungan simbiotik dengan buaya. Konon, burung ini biasa
memakan hewan-hewan parasit dan sisa daging yang berdiam di mulut buaya, dan
untuk itu sang raja sungai membuka mulutnya lebar-lebar serta membiarkan si cerek
masuk untuk membersihkannya.
Selain memakan daging, 13 dari 23 spesies buaya kini diketahui juga
memakan buah. Pada sebuah analisis rutin yang dilakukan terhadap buaya Amerika
(Alligator mississippiensis) yang tinggal di Taman Nasional Everglades, Florida, para
peneliti dari US Fish and Wildlife Service menemukan sebuah "kolam apel" di dalam
perut buaya. Tahun 2012, seorang peneliti dari Asia Tenggara juga melihat seekor
buaya siam melahap semangka.[3]
Patung Saint Theodore of Amasea menginjak seekor
buaya (Venesia, Italia).
Pada musim kawin dan bertelur buaya dapat menjadi sangat agresif dan mudah
menyerang manusia atau hewan lain yang mendekat. Di musim bertelur buaya amat
buas menjaga sarang dan telur-telurnya. Induk buaya betina umumnya menyimpan
telur-telurnya dengan dibenamkan di bawah gundukan tanah atau pasir bercampur
dengan serasah dedaunan. Induk tersebut kemudian menungguinya dari jarak
sekitar 2 meter.
Embrio buaya tak memiliki kromosom seksual, yakni kromosom yang menentukan
jenis kelamin anak yang akan ditetaskan. Jadi tak sebagaimana manusia, jenis
kelamin buaya tak ditentukan secara genetik. Alih-alih, jenis kelamin ini ditentukan
oleh suhu pengeraman atau suhu sarang tempat telur ditetaskan. Pada buaya
muara, suhu sekitar 31,6°C akan menghasilkan hewan jantan, sedikit lebih rendah
atau lebih tinggi dari angka itu akan menghasilkan buaya betina. Masa pengeraman
telur adalah sekitar 80 hari, tergantung pada suhu rata-rata sarang. [4]
Buaya ditengarai memiliki insting untuk kembali ke tempat tinggalnya semula
(homing instinct).[5][6] Tiga ekor buaya yang ganas di Australia Utara telah dipindahkan
ke lokasinya yang baru, sejauh 400 km, dengan menggunakan helikopter. Akan
tetapi dalam tiga minggu hewan-hewan ini diketahui telah tiba kembali di tempat
asalnya. Kejadian ini terpantau melalui alat pelacak yang dipasang pada tubuh reptil
tersebut.
Menurut pengetahuan sekarang, buaya memiliki kekerabatan yang lebih erat
dengan burung dan dinosaurus, dibandingkan dengan kebanyakan reptil umumnya.
Tiga kelompok yang pertama itu, ditambah dengan kelompok pterosaurus,
digolongkan menjadi grup besar Archosauria (='reptil yang menguasai'[7]).[8]
Umur[sunting | sunting sumber]

Bayi buaya berusaha keluar dari cangkang telur


di Kebun Binatang Mangkang Semarang.
Tidak ada cara yang meyakinkan untuk menghitung umur buaya, selain dengan
mengetahui waktu penetasannya dahulu, meskipun ada beberapa teknik yang telah
dikembangkan. Metode yang paling umum digunakan untuk menaksir umur hewan
ini ialah dengan menghitung lingkaran tumbuh pada tulang dan gigi. Tiap-tiap lapis
lingkaran menggambarkan adanya perubahan pada laju pertumbuhan, yang
mungkin disebabkan oleh perubahan musim kemarau dan hujan yang berulang
setiap tahun.[4] Dengan tetap mengingat peluang ketidaktepatan metode ini, buaya
yang tertua kemungkinan adalah spesies yang terbesar. Buaya muara (C. porosus)
diperkirakan dapat hidup rata-rata hingga 70 tahun, dengan sedikit individu yang
terbukti dapat melebihi umur 100 tahun. Salah satu buaya tertua yang tercatat, mati
di kebun binatang Rusia pada usia sekitar 115 tahun.[4]
Seekor buaya air tawar jantan yang dipelihara di Kebun
Binatang Australia diperkirakan berumur 130 tahun. Hewan ini diselamatkan Bob
Irwin dan Steve Irwin dari alam liar setelah ditembak dua kali oleh pemburu. Akibat
tembakan senjata itu, buaya tersebut (yang kini dijuluki sebagai "Mr. Freshy")
kehilangan mata kanannya.[9]
Ukurannya[sunting | sunting sumber]
Ukuran tubuh buaya sangat bervariasi dari jenis ke jenis, mulai dari buaya
kerdil hingga buaya muara raksasa. Spesies bertubuh besar dapat tumbuh lebih
panjang dari 5 m dan memiliki berat melebihi 1.200 kg. Walaupun demikian, bayi-
bayi buaya hanya berukuran sekitar 20 cm tatkala menetas dari telur. Spesies buaya
terbesar adalah buaya muara, yang hidup di wilayah Asia Tenggara hingga ke
Australia utara.
Ukuran terbesar buaya muara hingga kini masih diperdebatkan. Buaya terbesar
yang pernah tercatat adalah seekor buaya muara raksasa sepanjang 8,6 m, yang
tertembak oleh seorang guru sekolah di Australia. [2] Sedangkan buaya terbesar yang
masih hidup adalah seekor buaya muara sepanjang 7,1 m di Suaka Margasatwa
Bhitarkanika, Orissa, India. Pada bulan Juni 2006, rekornya dicatat pada The
Guinness Book of World Records.[10]
Dua catatan lain yang tepercaya mengenai ukuran buaya terbesar adalah rekor dua
ekor buaya sepanjang 6,2 m. Buaya yang pertama ditembak di Sungai Mary,
Northern Territory, Australia pada 1974 oleh seorang pemburu gelap, yang
kemudian diukur oleh seorang petugas kehutanan. Sedangkan buaya yang kedua
dibunuh di Sungai Fly, Papua Nugini. Ukuran buaya kedua ini sebetulnya diperoleh
dari kulit, yang diukur oleh Jerome Montague, seorang peneliti margasatwa. Dan
karena ukuran kulit selalu lebih kecil (menyusut) dari ukuran hewan aslinya,
dipercaya bahwa buaya kedua ini sedikitnya berukuran 10 cm lebih panjang ketika
hidup.

Penangkaran buaya Samutprakarn di Bangkok.


Buaya terbesar yang pernah dipelihara di penangkaran adalah seekor blasteran
buaya muara dengan buaya Siam yang diberi nama Yai (Th.: ใหญ่, berarti besar)
(menetas pada 10 Juni 1972) di Kebun Penangkaran Buaya Samutprakarn yang
terkenal di Thailand. Binatang melata ini memiliki panjang tubuh hingga 6 m dan
berat mencapai 1.114,27 kg.
Buaya raksasa peliharaan yang lain adalah seekor buaya muara yang bernama
Gomek. Hewan ini ditangkap oleh George Craig di Papua Nugini dan kemudian
dijual ke St. Augustine Alligator Farm di Florida, Amerika. Buaya ini mati karena
penyakit jantung pada Februari 1997 dalam usia yang cukup tua. Menurut catatan
penangkaran tersebut, ketika mati Gomek memiliki panjang 5,5 m dan mungkin
berusia antara 70–80 tahun.
Buaya Bhitarkanika yang terbesar diperkirakan sepanjang 7,62 m. Dugaan ini
diperoleh para ahli berdasarkan ukuran sebuah tengkorak buaya yang disimpan oleh
keluarga Kerajaan Kanika. Buaya tersebut kemungkinan ditembak mati di dekat
Dhamara sekitar tahun 1926 dan kemudian tengkoraknya diawetkan oleh Raja
Kanika ketika itu. Dugaan panjang di atas didapat melalui perhitungan, dengan
mengingat bahwa panjang tengkorak buaya sekitar sepertujuh panjang total
badannya.

Taksonomi dan penyebaran[sunting | sunting sumber]

Buaya Amerika di La Manzalina,Meksiko


Kebanyakan buaya tergolong ke dalam genus Crocodylus. Dua marga lain yang
masih hidup anggota suku Crocodylia ini adalah Osteolaemus dan Tomistoma,
masing-masingnya bersifat monotipik.

 Anak suku Mekosuchinae (punah)
 Anak suku Crocodylinae
o Marga Euthecodon (punah)
o Marga Rimasuchus (punah, sebelumnya Crocodylus lloydi)
o Marga Osteolaemus
 Buaya kerdil, Osteolaemus tetraspis (para ahli berbeda pendapat apakah
spesies ini sebetulnya terdiri dari dua spesies. Kebanyakan
berpandangan bahwa buaya kerdil adalah satu spesies dengan dua anak
jenis (subspesies): O. tetraspis tetraspis & O. t. osborni)

Buaya Kerdil
o Marga Crocodylus
 Crocodylus acutus, buaya Amerika Buaya
Amerika
 Crocodylus cataphractus, Buaya moncong-ramping (kajian DNA terbaru
menyarankan bahwa spesies ini mungkin lebih tepat digolongkan ke

dalam marga tersendiri, Mecistops) Buaya


Moncong Ramping

 Crocodylus intermedius , buaya Orinoco Buaya


Orinoco
 Crocodylus johnsoni, buaya air-tawar Australia

Buaya Air Tawar Australia


 Crocodylus mindorensis, buaya Filipina
 Crocodylus moreletii , buaya Meksiko
 Crocodylus niloticus, buaya Nil atau buaya Afrika (anak
jenis Madagaskar kadang-kadang dinamai buaya hitam)

Buaya Nil
 Crocodylus novaeguineae, buaya Irian Buaya
Irian
 Crocodylus palustris, buaya India atau buaya rawa

Buaya India

 Crocodylus porosus , buaya air asin Buaya


Air Asin

 Crocodylus rhombifer , buaya Kuba Buaya Kuba


 Crocodylus siamensis, buaya Siam atau buaya air-tawar Asia

Buaya Siam
 Anak suku Tomistominae (kajian terbaru mendapatkan bahwa kelompok ini
sesungguhnya lebih dekat berkerabat dengan gavial, suku Gavialidae)
o Marga Kentisuchus (punah)
o Marga Gavialosuchus (punah)
o Marga Paratomistoma (punah)
o Marga Thecachampsa (punah)
o Marga Rhamphosuchus (punah)
o Marga Tomistoma
 Tomistoma schlegelii, buaya senyulong atau gavial Malaya
 Tomistoma lusitanica (punah)
 Tomistoma cairense (punah)
 Tomistoma machikanense (punah, spesies kala Pleistosen dari Jepang)
Buaya di Indonesia[sunting | sunting sumber]
Sejauh ini diketahui sekitar tujuh spesies (atau subspesies) buaya yang ditemukan di
Indonesia,[11] yakni:

 Buaya sejati
o Buaya irian (C. novaeguineae)
o Buaya air asin (C. porosus)
o Buaya kalimantan (C. raninus)
o Buaya air tawar atau Buaya Siam (C. siamensis)
o Buaya sahul (Crocodylus sp.nov.), dan
 Bukan buaya sejati
o Buaya sepit (Tomistoma schlegelii)
o †Gavial bengawan solo (Gavialis bengawanicus). Sudah punah, fosilnya
ditemukan oleh Eugène Dubois di sungai Bengawan Solo tahun 1908. [12]
Keberadaan buaya mindoro di Indonesia (yakni di Sulawesi timur dan tenggara) baru
dilaporkan semenjak 1996. Buaya kalimantan (diketahui dari Kalimantan
Barat dan Selatan) statusnya masih diperdebatkan, mengingat jenis ini serupa
bentuk dan habitatnya dengan buaya air tawar, namun dengan beberapa ciri lain
yang membedakannya. Demikian pula status buaya Sahul, yang selama ini
dianggap identik dengan buaya irian. Buaya Sahul menyebar terbatas di sebelah
selatan Papua, sementara buaya irian di sebelah utara pegunungan tengah. [11]
Kerabat dekat[sunting | sunting sumber]
Aligator dan kaiman (caiman atau cayman) adalah kerabat dekat buaya yang
termasuk suku Alligatoridae. Aligator memiliki tubuh mirip buaya, yang kadang-
kadang dikelirukan satu sama lain. Bedanya, aligator memiliki moncong yang
cenderung lebar ujungnya, bentuk huruf U apabila dilihat dari atas; sedangkan
buaya bermoncong lebih sempit meruncing, bentuk huruf V. Gigi ke-4 di rahang
bawah buaya berukuran besar dan muncul di sisi luar rahang atas manakala
moncongnya terkatup. Gigi-gigi rahang bawah aligator tersembunyi oleh bibir
atasnya manakala moncongnya terkatup.
Gavial alias buaya julung-julung adalah jenis buaya lain lagi yang tergolong suku
Gavialidae. Buaya ini memiliki tubuh yang gemuk, namun dengan moncong yang
panjang dan kurus, bukan tak mirip dengan kepala ikan julung-julung. Buaya ini juga
disebut buaya ikan, karena memang makanan utamanya adalah ikan. Selain itu
gavial juga hampir sepenuhnya akuatik, dan hanya sesekali naik ke darat untuk
berjemur. Crocodylidae, Alligatoridae dan Gavialidae tergolong ke dalam bangsa
(ordo) Crocodilia.
Beberapa kerabat buaya yang telah punah, anggota kelompok yang lebih besar lagi,
yakni Crocodylomorpha, yang bersifat herbivora.

Buaya dan manusia[sunting | sunting sumber]


Serangan buaya[sunting | sunting sumber]
Jenis-jenis buaya bertubuh besar dapat sangat berbahaya bagi manusia. Buaya
muara dan buaya Nil adalah yang paling berbahaya, membunuh ratusan orang tiap
tahun di berbagai daerah di Asia Tenggara dan Afrika. Buaya rawa dan mungkin
pula kaiman hitam yang terancam punah, juga amat berbahaya. Aligator
Amerika kurang agresif dan jarang menyerang manusia apabila tak diganggu.
Peristiwa serangan buaya yang paling banyak memakan jiwa kemungkinan adalah
yang terjadi di Burma, 19 Februari 1945, semasa Perang Pulau Ramree. Sejumlah
900 orang tentara Kekaisaran Jepang, dalam upayanya untuk mundur dan
bergabung dengan pasukan infantri yang lebih besar, telah menyeberangi rawa-
rawa bakau sepanjang 10 mil yang dihuni buaya-buaya muara. Duapuluh tentara
akhirnya tertawan hidup-hidup oleh pasukan Inggris, dan hampir 500 orang lagi
diketahui telah melarikan diri dari Pulau Ramree. Banyak tentara selebihnya yang
tewas dimangsa oleh buaya, meskipun senjata tentara Inggris pun tak pelak lagi
turut berperan menewaskan pasukan yang malang itu. Di samping nyamuk, buaya
tercatat sebagai hewan yang paling banyak menyebabkan kematian pada tahun
2001.[13]
Kulit buaya[sunting | sunting sumber]

Dompet kulit buaya diproduksi dari Bangkok Crocodile


Farm.
Meskipun buaya hidup ditakuti orang, namun produk-produk dari kulitnya banyak
disukai dan berharga tinggi. Kulit buaya diolah untuk dijadikan aneka barang
kerajinan kulit seperti dompet, tas, topi, ikat pinggang, sepatu dan lain-
lain. Indonesia mengekspor cukup banyak kulit buaya, sekitar 15.228 potong pada
tahun 2002, dengan negara-negara tujuan ekspor di antaranya
ke Singapura, Jepang, Korea, Italia, dan beberapa negara lainnya. Empat
perlimanya adalah dari kulit buaya Irian, dan sekitar 90% di antaranya dihasilkan dari
penangkaran buaya.[14]
Daging buaya juga dimakan di beberapa negara seperti
di Australia, Etiopia, Thailand, Afrika Selatan, Kuba, dan juga di sebagian tempat di
Indonesia dan Amerika Serikat.
Konservasi[sunting | sunting sumber]
Mengingat banyak populasinya yang terus menurun dan menuju kepunahan, banyak
jenis buaya di berbagai negara yang dimasukkan ke dalam status dilindungi. Empat
jenis buaya yang ada di Indonesia, yakni Crocodylus novaeguineae (buaya Irian); C.
porosus (buaya muara); C. siamensis (buaya Siam); dan Tomistoma
schlegelii (buaya sinyulong) telah dilindungi oleh undang-undang. [15]
Untuk mengurangi tekanan terhadap populasi buaya di alam, berbagai upaya
penangkaran telah dikembangkan. Buaya muara dan buaya Nil adalah jenis-jenis
yang paling banyak ditangkarkan. Penangkaran buaya muara cenderung meningkat,
terutama di Australia. Di Indonesia pun telah banyak dilakukan upaya penangkaran
buaya ini, meskipun masih setengah bergantung ke alam, mengingat stok buaya
yang dipelihara masih mengandalkan pemungutan telurnya dari alam, untuk
kemudian ditetaskan dan dibesarkan di penangkaran.

Anda mungkin juga menyukai

  • Hujan
    Hujan
    Dokumen15 halaman
    Hujan
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat
  • Hutan
    Hutan
    Dokumen9 halaman
    Hutan
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat
  • Gajah
    Gajah
    Dokumen12 halaman
    Gajah
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat
  • Kadal
    Kadal
    Dokumen5 halaman
    Kadal
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat
  • Anjing Domestik
    Anjing Domestik
    Dokumen6 halaman
    Anjing Domestik
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat
  • Kerajaan Islam
    Kerajaan Islam
    Dokumen2 halaman
    Kerajaan Islam
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat
  • Ou Tube
    Ou Tube
    Dokumen7 halaman
    Ou Tube
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat
  • Koala
    Koala
    Dokumen2 halaman
    Koala
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat
  • Rumah Sakit
    Rumah Sakit
    Dokumen5 halaman
    Rumah Sakit
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat
  • ARTEFAK
    ARTEFAK
    Dokumen1 halaman
    ARTEFAK
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat
  • Panti Asuhan
    Panti Asuhan
    Dokumen2 halaman
    Panti Asuhan
    KLINIK ST ELISABETH
    Belum ada peringkat