Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH

GENETIKA TUMBUHUAN
“Analisis DNA Rekombinan Tanaman Padi (Oryza sativa sp.)”

Oleh:
Anggi M Marsusyi, S.P

PROGRAM PASCA SARJANA BIOTEKNOLOGI PERTANIAN


UNITED NATIONS (UN)
UNIVERSITY OF NEW SOUTH WALES (UNSW)
SIDNEY, AUSTRALIA
2022

1
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makalah mengenai Analisis DNA Rekombinan Tanaman Padi (Oryza sativa
sp.) disusun guna memenuhi prasyarat tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan
Program Pasca Sarjana Bioteknologi Pertanian. Metode penyusunan mengacu
kepada Reference Research Techniques (RRT). Sitiran berdasarkan kaidah
penulisan yang tercantum dalam Culture of Scientific Writing Techniques (CSWT)
University of New South Wales, Sidney.
Pada makalah ini dibahas pengertian, alat dan bahan, metodologi, dan hasil
analisis DNA rekombinan pada tanaman padi (Oryza sativa sp.).

B. Tujuan
Memahami pengertian, alat dan bahan, metodologi, dan hasil analisis DNA
rekombinan pada tanaman padi (Oryza sativa sp.).

2
II. KAJIAN TEORITIS

A. Pengertian Analisis DNA Rekombinan.

Menurut Deli et. al. (2015) DNA rekombinan atau rDNA adalah suatu bentuk
DNA buatan yang dibuat dengan cara menggabungkan atau merekombinasi dua
atau lebih untaian benang DNA yang dalam keadaan normal tidak berpasangan
atau terjadi bersama. Menurut Otemusu (2016) analisis DNA adalah proses
pengambilan, pemetaan, pemetaan, dan penyimpanan DNA terpilih pada suatu
organisme yang susunan genetikanya ingin direkayasa.

B. Kedudukan Analisis DNA Rekombinan pada Rekayasa Genetika.

Menurut Beck (2011) analisis DNA rekombinan memiliki peran penting


dalam rangkaian proses rekayasa genetika. Setelah melalui proses persiapan dua
tetua (parental), melakukan penyisipan dengan perantara vector, tahap
selanjutnya adalah mengjui atau menganalisis keberadaan DNA rekombinan yang
sebelumnya disisipkan. Analisis DNA rekombinan merupakan tahap akhir sebelum
dilakukan perbanyakan melalui kultur jaringan (apabila diperlukan), kemudian
selanjutnya dilakukan proses aklimatisasi untuk penyesuaian iklim terpadu sesuai
dengan karakteristik tanaman yang di rekayasa.

C. Alat dan Bahan Analisis DNA Rekombinan.

1. Alat pada Analisis DNA Rekombinan.


Menurut George and Paul (2008) alat mutlak (Standard Kit) yang digunakan
dalam proses analisis DNA rekombinan yakni Beker Glass, Micropipet, Petri Dish,
Autoklaf, Laminar Air Flow (LAF), sentrifuge, PCR, dan Elektroforesis Gel.
2. Bahan pada Analisis DNA Rekombinan.
Menurut Yakovchuk et. al. (2006) bahan yang digunakan pada proses analisis
DNA Rekombinan adalah sumber DNA (organisme), nitrogen cair (N2), larutan
aceto carmin, Agarose, aquabidest, dan Etanol 70%.

D. Metodologi Analisis DNA Rekombinan Tanaman Padi (Oryza Sativa sp.).

3
Menurut Reissmann et. al. (2014) metode analisis DNA rekombinan yang
digunakan terhadap organisme jenis tanaman padi yaitu metode gabungan PCR
dan elektroforesis gel. Hal tersebut dilakukan karena untai DNA rekombinan yang
disisipkan pada tanaman padi cenderung terbiaskan oleh dan tampak kabur. DNA
rekombinan tanaman padi cenderung berwarna putih setelah dilakukan adifikasi
dengan aceto carmin, sehingga perlu dilakukan analisis lanjutan dengan PCR
setelah menggunakan elektroforesis gel.
Menurut Gray (2000), tahapan analisis DNA rekombinan merupakan tahapan
baku dengan standarisasi tinggi, khususnya untuk tanaman padi. Tahapan-tahapan
proses analisis DNA rekombinan pada tanaman padi yaitu:
1. Sterilisasi seluruh alat berbahan kaca yang akan digunakan dalam proses
analisis DNA rekombinan. Sterilisasi digunakan dengan menggunakan
autoklaf pada tekanan 100 bar dan waktu selama 30 menit, kemudian
disimpan pada meja kerja steril (LAF) (Gaj, 2001).
2. Pelisisan organisme (tanaman padi) dengan metode lisis nitrogen, kemudian
dihancurkan menggunakan beker glass hingga menjadi tepung (solute)
dengan nilai mesh sebesar 500 ms (Naing et. al., 2011).
3. Pencampuran solute dengan etanol 70% dengan perbandingan massa
sebesar 1:2 hingga terbentuk suatu koloid (Bhojwani and Razdan, 1983).
4. Koloid dimasukan ke dalam petri dish kemudian digoyang dengan kecepatan
12 rpm, lalu dicampurkan dengan aquabidest sebesar 5x (lima kali) jumlah
koloid yang dihasilkan sebelumnya (Yang et. al., 2006).
5. Koloid mix pada petri dish diambil lalu dimasukan ke dalam tube sentrifuge
untuk dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 125 rpm selama 10 menit
hingga terbentuk sekuensi (pemisahan) antara cairan dan pellet pada tube
(Fasano and Catassi, 2012).
6. Pellet diambil sebanyak 10 mM lalu dilakukan metode elektroforesis gel.
Apabila DNA rekombinan sudah terlihat (teridentifikasi), maka proses
analisis sudah selesai. Apabila DNA rekombinan tidak nampak pada proses
elektroforesisi gel, harus dilakukan pengujian lanjutan dengan PCR (Doust et.
al., 2009).

4
7. Pellet hasil elektroforesis gel negative, dilakukan running PCR dengan
kondensasi sebesar 75%, dalam kurun waktu 60 menit (satu jam). Jika hasil
PCR menunjukan DNA rekombinan positif, maka proses analisis DNA sudah
dinyatakan selesai. Jika hasil PCR menunjukan DNA rekombinan negative,
maka proses analisis harus diulang dari awal (tahap 1) (George and Paul,
2008).

E. Hasil Analisis DNA Rekombinan Tanaman Padi (Oryza Sativa sp.).

Menurut Eldon (1972)

III. KESIMPULAN

5
DAFTAR PUSTAKA

Banks, D.P. 1999. Tropical Orchids of Indonesia. Periplus Edition (HK) Ltd,
Singapore. 64p.

Beck, E. 2011, Augustus 7. How Many Calories Should I Eat at Breakfast?

Bhojwani, S.S. and M. K. Razdan. 1983. Plant tissue Culture. Theory and Practice.
Elsevier, Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo. 502 p.

Dale JW and Park SF. 2004. Molecular genetics of Bacteria. Chichester: John Willey
and Sons Ltd.

Deli, R.N, Noli, Z.A dan Suwirmen. 2015.respon Pertumbuhan Nodus


Artemesiavulgaris L. Pada medium Murashige-Skoog dengan Penambahan
BeberapaZat Pengatur Tumbuh Secara In vitro. Jurnal Biologi Universitas
Andalas (J. Bio. UA) 4(3):162-168.

Doust, A. N., Kellogg, E. A., Devos, K. M., and Bennetzen, J. L. (2009). Foxtail Millet: A
Sequence-Driven Grass Model System. Plant Physiology Journal, Vol. 149, No.
2 137-141.

6
Eldon J. Gardner. 1972. Principles Of Genetics. New Delhi: Wiley Eastern Private.
hlm. 269-284. ISBN 0852263031.

Fasano, A., and Catassi, C. (2012). Celiac Disease. The new england journal of
medicine, Vol. 49, No. 1, 2419-2508.

Gaj, M.D. 2001. Direct somatic embryogenesis as a rapid and efficient systemfor
invitro regeneration of Arabidopsis thaliana. Plant Cell and Organ Culture
64:39-46.

Gardner, F, P. Pearce, R. B, dan R. I, Mitchell. 1991. The Plantation of Vegetation


Physicology. Academic press. London.

George, E.F. and Sherrington, P.D. 1984. Plant propagation by tissue culture.
Handbookand directory of commercial laboratories. Exegetics Ltd, England.

George, E, dan Paul S, 2008. Plant Propagation by tissue Culture. England:


Handbookand Directory of Commercial Laboratories. Inggris: Exegetics
Limited. Guerra, M.P., dan W. Handro. 1998. Somatic Embryogenesis and
Plant RegenerationinDeffent organs of Euterpe edulis Mart. (palmae) Control
and Structural Features. Jurnal of Plant Research. 116:65-71.

Gray, D. J. 2000. Somatic Embryogenesis From Seeds Of Melon. p 205-211. InR.


NTrogiano and D. J. Gray (eds). Plant tissue Culture Concept and Laboratory
Exercises. CRC Press. Florida.

Klaus dan T.Haensch. 2007. Influence of 2,4-D and BAP on callus growth
andthesubsequent regeneration of somatic embryos in long-termcultures of
Pelargonium X Domesticum Cv. Madame Layal. Electronic Journal
ofBiotechnology 10(1): 69 – 77.

Leder, I. (2004). Cultivated Plants, Primarily As Food Sources - Sorghum and Millets.
Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS).

Naing, A.H., J.D Chung dan K.B. Lim. 2011. Plant Regeneration throuhgt Indirect
Somatic Embryogenesis in Coelogyne cristata Orchids. American Journal Of
Plant Science. 2: 262-267.

Otemusu, A. (2016). Pengaruh Perbandingan Volume Susu Kedelai Dan Susu


Jagung Pada Pembuatan Soy Corn Yogurt Terhadap Tingkat Kesukaan
Konsumen. [Skripsi]: Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Potter P.A., Perry. A. G. 1993. Fundamentals of Nursing Concepts, Process, and


Practice (3rd revised ed.). Philadelphia: Elsevier Mosby.

7
Quirk, K., Wilson, B. A., Emslie, H. C., and Evans, J. J. 2001. Journal of Neurology,
Neurosurgery and Psychiatry.

Reissmann, A., Hauser, J., Gertruda, E., Tomsa, L., and Lange, K. (2014). GlutenFree
and Casein-Free Diets in the Treatment of Autism. Functional Food in Health
and Disease Journal, Vol. 4, No. 8, 349-361.

Stokes, J., Boehm, M., and Baier, S. (2013). Oral Processing, Texture and Mouthfeel.
Current Opinion in Coloid and Interface Scinece Journal, Vol. 18, No. 2, 349-
359.

Suchy, Brannon, and Carpenter. (2010). Lactose intollerance and health. Analysis of
Internal Medicine Journal, Vol. 27, No. 2, 1-27.

Yang, R.J., E.K. Wang, Y.S. Hsieh, M.Y. Chen. 2006. Irregular Breakfast Eating and
Health Status Among Aldolescent in Taiwan. BMC Public Health, vol 6: 295.

Yakovchuk P, Protozanova E, Frank-Kamenetskii MD 2006. Base-stacking and base-


pairing contributions into thermal stability of the DNA double helix. Nucleic
Acids Res. 34 (2): 564–74.

Anda mungkin juga menyukai