GENETIKA TUMBUHUAN
“Analisis DNA Rekombinan Tanaman Padi (Oryza sativa sp.)”
Oleh:
Anggi M Marsusyi, S.P
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makalah mengenai Analisis DNA Rekombinan Tanaman Padi (Oryza sativa
sp.) disusun guna memenuhi prasyarat tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan
Program Pasca Sarjana Bioteknologi Pertanian. Metode penyusunan mengacu
kepada Reference Research Techniques (RRT). Sitiran berdasarkan kaidah
penulisan yang tercantum dalam Culture of Scientific Writing Techniques (CSWT)
University of New South Wales, Sidney.
Pada makalah ini dibahas pengertian, alat dan bahan, metodologi, dan hasil
analisis DNA rekombinan pada tanaman padi (Oryza sativa sp.).
B. Tujuan
Memahami pengertian, alat dan bahan, metodologi, dan hasil analisis DNA
rekombinan pada tanaman padi (Oryza sativa sp.).
2
II. KAJIAN TEORITIS
Menurut Deli et. al. (2015) DNA rekombinan atau rDNA adalah suatu bentuk
DNA buatan yang dibuat dengan cara menggabungkan atau merekombinasi dua
atau lebih untaian benang DNA yang dalam keadaan normal tidak berpasangan
atau terjadi bersama. Menurut Otemusu (2016) analisis DNA adalah proses
pengambilan, pemetaan, pemetaan, dan penyimpanan DNA terpilih pada suatu
organisme yang susunan genetikanya ingin direkayasa.
3
Menurut Reissmann et. al. (2014) metode analisis DNA rekombinan yang
digunakan terhadap organisme jenis tanaman padi yaitu metode gabungan PCR
dan elektroforesis gel. Hal tersebut dilakukan karena untai DNA rekombinan yang
disisipkan pada tanaman padi cenderung terbiaskan oleh dan tampak kabur. DNA
rekombinan tanaman padi cenderung berwarna putih setelah dilakukan adifikasi
dengan aceto carmin, sehingga perlu dilakukan analisis lanjutan dengan PCR
setelah menggunakan elektroforesis gel.
Menurut Gray (2000), tahapan analisis DNA rekombinan merupakan tahapan
baku dengan standarisasi tinggi, khususnya untuk tanaman padi. Tahapan-tahapan
proses analisis DNA rekombinan pada tanaman padi yaitu:
1. Sterilisasi seluruh alat berbahan kaca yang akan digunakan dalam proses
analisis DNA rekombinan. Sterilisasi digunakan dengan menggunakan
autoklaf pada tekanan 100 bar dan waktu selama 30 menit, kemudian
disimpan pada meja kerja steril (LAF) (Gaj, 2001).
2. Pelisisan organisme (tanaman padi) dengan metode lisis nitrogen, kemudian
dihancurkan menggunakan beker glass hingga menjadi tepung (solute)
dengan nilai mesh sebesar 500 ms (Naing et. al., 2011).
3. Pencampuran solute dengan etanol 70% dengan perbandingan massa
sebesar 1:2 hingga terbentuk suatu koloid (Bhojwani and Razdan, 1983).
4. Koloid dimasukan ke dalam petri dish kemudian digoyang dengan kecepatan
12 rpm, lalu dicampurkan dengan aquabidest sebesar 5x (lima kali) jumlah
koloid yang dihasilkan sebelumnya (Yang et. al., 2006).
5. Koloid mix pada petri dish diambil lalu dimasukan ke dalam tube sentrifuge
untuk dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 125 rpm selama 10 menit
hingga terbentuk sekuensi (pemisahan) antara cairan dan pellet pada tube
(Fasano and Catassi, 2012).
6. Pellet diambil sebanyak 10 mM lalu dilakukan metode elektroforesis gel.
Apabila DNA rekombinan sudah terlihat (teridentifikasi), maka proses
analisis sudah selesai. Apabila DNA rekombinan tidak nampak pada proses
elektroforesisi gel, harus dilakukan pengujian lanjutan dengan PCR (Doust et.
al., 2009).
4
7. Pellet hasil elektroforesis gel negative, dilakukan running PCR dengan
kondensasi sebesar 75%, dalam kurun waktu 60 menit (satu jam). Jika hasil
PCR menunjukan DNA rekombinan positif, maka proses analisis DNA sudah
dinyatakan selesai. Jika hasil PCR menunjukan DNA rekombinan negative,
maka proses analisis harus diulang dari awal (tahap 1) (George and Paul,
2008).
III. KESIMPULAN
5
DAFTAR PUSTAKA
Banks, D.P. 1999. Tropical Orchids of Indonesia. Periplus Edition (HK) Ltd,
Singapore. 64p.
Bhojwani, S.S. and M. K. Razdan. 1983. Plant tissue Culture. Theory and Practice.
Elsevier, Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo. 502 p.
Dale JW and Park SF. 2004. Molecular genetics of Bacteria. Chichester: John Willey
and Sons Ltd.
Doust, A. N., Kellogg, E. A., Devos, K. M., and Bennetzen, J. L. (2009). Foxtail Millet: A
Sequence-Driven Grass Model System. Plant Physiology Journal, Vol. 149, No.
2 137-141.
6
Eldon J. Gardner. 1972. Principles Of Genetics. New Delhi: Wiley Eastern Private.
hlm. 269-284. ISBN 0852263031.
Fasano, A., and Catassi, C. (2012). Celiac Disease. The new england journal of
medicine, Vol. 49, No. 1, 2419-2508.
Gaj, M.D. 2001. Direct somatic embryogenesis as a rapid and efficient systemfor
invitro regeneration of Arabidopsis thaliana. Plant Cell and Organ Culture
64:39-46.
George, E.F. and Sherrington, P.D. 1984. Plant propagation by tissue culture.
Handbookand directory of commercial laboratories. Exegetics Ltd, England.
Klaus dan T.Haensch. 2007. Influence of 2,4-D and BAP on callus growth
andthesubsequent regeneration of somatic embryos in long-termcultures of
Pelargonium X Domesticum Cv. Madame Layal. Electronic Journal
ofBiotechnology 10(1): 69 – 77.
Leder, I. (2004). Cultivated Plants, Primarily As Food Sources - Sorghum and Millets.
Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS).
Naing, A.H., J.D Chung dan K.B. Lim. 2011. Plant Regeneration throuhgt Indirect
Somatic Embryogenesis in Coelogyne cristata Orchids. American Journal Of
Plant Science. 2: 262-267.
7
Quirk, K., Wilson, B. A., Emslie, H. C., and Evans, J. J. 2001. Journal of Neurology,
Neurosurgery and Psychiatry.
Reissmann, A., Hauser, J., Gertruda, E., Tomsa, L., and Lange, K. (2014). GlutenFree
and Casein-Free Diets in the Treatment of Autism. Functional Food in Health
and Disease Journal, Vol. 4, No. 8, 349-361.
Stokes, J., Boehm, M., and Baier, S. (2013). Oral Processing, Texture and Mouthfeel.
Current Opinion in Coloid and Interface Scinece Journal, Vol. 18, No. 2, 349-
359.
Suchy, Brannon, and Carpenter. (2010). Lactose intollerance and health. Analysis of
Internal Medicine Journal, Vol. 27, No. 2, 1-27.
Yang, R.J., E.K. Wang, Y.S. Hsieh, M.Y. Chen. 2006. Irregular Breakfast Eating and
Health Status Among Aldolescent in Taiwan. BMC Public Health, vol 6: 295.