Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia mempunyai lahan gambut yang cukup luas, 10,8 % atau sekitar

20,6 juta hektar luas daratan Indonesia merupakan lahan gambut. Terdapat empat

pulau dengan luas daerah gambut yang besar yaitu Sumatra sebanyak 35 % diikuti

oleh Kalimantan sebanyak 32%, Papua sebanyak 30% dan Sulawesi sebanyak 3%.

Lahan rawa gambut merupakan lahan rawa yang banyak mengandung tanah

gambut atau didominasi oleh tanah gambut (Tim Sintesis Kebijakan, 2008). Lahan

ini memiliki potensi untuk dijadikan sebagai budidaya semusim dan tanaman

tahunan serta mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi kehidupan dan

penghidupan manusia (Tim Sintesis Kebijakan, 2008, Yulia et al, 2015).

Provinsi Kalimantan selatan mempunyai daerah perairan yang cukup luas,

yang terbanyak merupakan lahan rawa gambut. Kondisi tersebut membuat

sebagian besar air di Kalimantan bersumber dari air rawa. Air rawa adalah air

yang tersebar luas pada daerah rawa dan dataran rendah khususnya pada daerah

Sumatra dan Kalimantan, yang memiliki karakterisitik pH nya yang rendah yaitu

3-5 (Rosihan et al, 2015). Air rawa gambut memiliki kandungan organik yang

tinggi, mempunyai warna dengan intensitas yang tinggi (kecoklatan sampai

merah) (Dadan dan Nyoman, 2013).

Tingginya keasaman air gambut disebabkan oleh tingginya kandungan

asam organik yaitu asam humat dan asam fulvat (Yulia et al, 2015). Kandungan

bahan organik tersebut juga dapat menimbulkan bau akibat dari penguraian

1
mikroorganisme, dan dapat menimbulkan toksik bila diolah dengan menggunakan

klorin (Ino et al, 2016). Air gambut dalam segi kuantitas mempunyai potensial

dapat digunakan menjadi sumber air untuk dimanfaatkan oleh manusia untuk

kebutuhan sehari-hari, namun dalam aspek kualitas, kesehatan maupun estetika air

gambut tidak layak digunakan untuk aktivitas manusia karena tidak memenuhi

standar air bersih sesuai dengan PP 82 tahun 2001 (Yulia et al, 2015). Masyarakat

di Kalimantan selatan masih banyak menggunakan air gambut yang mempunyai

pH rendah sebagai sumber air bersih baik untuk sumber air minum ataupun

sebagai air untuk berkumur dan menyikat gigi (Phradina et al, 2016). Kondisi

asam inilah yang mempunyai peran dalam proses rusaknya gigi, penggunaan air

yang asam atau dengan pH rendah untuk berkumur ataupun sikat gigi dapat

menyebabkan turunnya kekerasan permukaan enamel gigi atau demineralisasi gigi

(Maria dan Jorge, 2003).

Kondisi asam dapat menyebabkan demineralisasi dari gigi (Firda et al,

2016). Demineralisasi gigi merupakan kondisi dimana pH larutan sekitar

permukaan enamel lebih rendah dari 5,5 (Rosihan et al, 2015). Asam penyebab

demineralisasi dapat berasal dari air yang dikonsumsi ataupun berasal dari bakteri

(Ensanya et al, 2016). Kondisi asam yang terus menerus menyebabkan enamel

secara perlahan larut dan membuat gigi berlubang (Rosihan et al, 2015). Gigi

yang terdemineralisasi oleh asam lebih mudah terjadi erosi dan sulit untuk

diperbaiki. Struktur gigi yang sebelumnya telah terdemineralisasi oleh air asam

lebih mudah terkena karies (Ensanya et al, 2016).

2
Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2001 menunjukkan bahwa 52%

anak Indonesia mengalami karies yang tidak diobati atau karies aktif, 46%

memiliki kalkulus, dan DMF-T indeks 5,3. Perilaku memiliki peran penting

untuk mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Peran penting dalam

perilaku adalah pengetahuan, sikap dan tindakan . Pengetahuan dan sikap

merupakan hasil dari indera dan peran penting dari satu tindakan. Meningkatkan

pengetahuan dan sikap akan meningkatkan kesadaran kesehatan.

Barito Kuala merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan

Selatan. Menurut Riskesdas Kalimantan Selatan tahun 2013, Barito Kuala

merupakan kabupaten yang permasalahan gigi dan mulutnya cukup tinggi, yaitu

sebesar (48,6%) dan menerima perawatan/pengobatan dari tenaga medis gigi

paling sedikit hanya (12,7%). Desa Bagus di Kabupaten Barito Kuala merupakan

desa yang berada dipinggiran sungai barito yang memiliki jumlah masyarakat

sebanyak 100 orang. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai Gambaran indeks DMF-T pada masyarakat di

Desa Bagus Kabupaten Barito Kuala karena diketahui dikabupaten tersebut

kesehatan gigi dan mulutnya rendah dibandingkan kabupaten lain, sehingga perlu

dilakukan upaya untuk mengendalikan tingkat kesehatan gigi dan mulut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah di atas, maka dapat dirumuskan

masalah yaitu bagaimana gambaran indeks DMF-T pada masyarakat di Desa

Bagus Kabupaten Barito Kuala?

3
1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk

mengetahui gambaran indeks DMF-T pada masyarakat di Desa Bagus Kabupaten

Barito Kuala.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Mengetahui indeks decay pada masyarakat di Desa Bagus Kabupaten

Barito Kuala.

2. Mengetahui indeks missing pada masyarakat di Desa Bagus Kabupaten

Barito Kuala.

3. Mengetahui indeks filling pada masyarakat di Desa Bagus Kabupaten

Barito Kuala.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Untuk mengetahui indeks DMF-T pada masyarakat di Desa Bagus

Kabupaten Barito Kuala.

1.4.2. Manfaat Praktis

4
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

masyarakat di desa Bagus Kabupaten Barito Kuala untuk memperbaiki kesehatan

gigi dan mulut.

1.4.3. Manfaat Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya kesehatan

gigi dan mulut

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Air Gambut

Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan manusia.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan air dengan kebutuhan

yang berbeda-beda di setiap tempat maupun lingkungannya. Pemenuhan

kebutuhan air bersih sudah menjadi masalah yang sangat umum dan belum diatasi

terutama di daerah-daerah pedesaan dan terpencil. Pemenuhan kebutuhan air

bersih harus sesuai persyaratan kualitas air bersih yang distandarkan oleh

Departemen Kesehatan RI melalui Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990

( Usmanet al, 2014).

Air bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan

kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.

Meskipun alam telah menyediakan air dalam jumlah yang cukup, tetapi

pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas telah mengubah tatanan dan

keseimbangan air di alam. Sebagian besar air yang tersedia tidak lagi layak

dikonsumsi secara langsung dan memerlukan pengolahan supaya air dari alam

layak dan sehat untuk dikonsumsi. Salah satu air yang tersedia di alam adalah air

gambut. Di Kota Pekanbaru banyak ditemukan air gambut yang belum

dimanfaatkan dan diolah menjadi air bersih yang layak untuk dikonsumsi

( Usmanet al, 2014).

6
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah rawa

maupun dataran rendah. Air gambut secara umum tidak memenuhi persyaratan

kualitas air bersih yang telah distandarkan. Air gambut bisa menjadi air bersih

yang layak dikonsumsi apabila telah melalui pengolahan yang tepat. Pengolahan

air gambut menjadi air bersih yang umum dilakukan masyarakat biasanya dengan

metode flokulasi, koagulasi dan sedimentasi. Air gambut mengandung senyawa

organik terlarut yang menyebabkan air menjadi berwarna dan bersifat asam.

Senyawa organik tersebut adalah asam humus yang terdiri dari asam humat, asam

sulvat, dan humin ( Usmanet al, 2014). Senyawa tersebut merupakan zat pewarna

hasil pelarutan humus yang terdapat di tanah gambut. Asam humat mempunyai

berat molekul yang tinggi dan berwarna coklat hingga hitam. Asam fulvat adalah

bagian dari zat humat yang memilki sifat larut di dalam air, baik dalam suasana

asam maupun suasana basa. Asam fulvat memiliki warna kuning emas hingga

kuning coklat. Sedangkan humin merupakan bagian dari zat humat yang tidak

larut di dalam air dan memilki warna hitam (Hamzani et al, 2017).

2.2 Karakteristik Air Gambut


2.2.1 Nilai pH
Parameter pH dari air minum yang masih diizinkan oleh Permenkes RI

No.416/Menkes/PER/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih adalah

dalam rentang 6,5-9,0. Nilai pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman

atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. Nilai pH normal

memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki

sifat basa sedangkan nilai pH < 7 menunjukkan sifat asam. Nilai pH 0

7
menunjukkan derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat

kebasaan tertinggi. Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas

lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila

keasamannya rendah. Air gambut mempunyai pH yang bersifat asam (pH 3,7-5,3)

( Usman et al, 2014).

2.2.2 Warna
Warna adalah salah satu parameter fisik wajib yang ditetapkan oleh

Permenkes RI No.416/Menkes/PER/IX/1990. Pada Kepmenkes RI No. 416 Tahun

1990 menyatakan bahwa batas maksimal warna air bersih maksimal 50 skala

TCU. Dalam analisis warna, alat yang digunakan adalah spektrofotometer. Air

gambut mempunyai warna coklat tua sampai kehitaman (124-850 PtCo). Warna

pada air gambut disebabkan karena adanya partikel koloid organik yang

merupakan hasil dekomposisi dari tanaman( Usmanet al, 2014).

2.2.3 Kekeruhan

Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan

anorganik yang terkandung di dalam air seperti lumpur dan bahan-bahan yang

berasal dari buangan. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi

tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-

partikel kecil tersuspensi lainnya. Dari segi estetika, kekeruhan di dalam air

dihubungkan dengan kemungkinan pencemaran oleh air buangan. Kekeruhan

sering diukur dengan menggunakan metode Nephelometric. Satuan kekeruhan

yang diukur dengan menggunakan Nephelometric adalah NTU (Nephelometric

Turbidity Unit). Permenkes RI No.416/Menkes/ PER/IX/1990 menetapkan

8
standar kualitas air bersih untuk kekeruhan yaitu 25 dalam satuan NTU. Pada air

gambut kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah ( Usmanet al,

2014).

2.2.4 Kandungan Organik KMNO4

Air gambut mempunyai kadar organik tinggi (138-1560 mg/lt KMnO4).

Zat organik adalah zat yang banyak mengandung unsur karbon. Contohnya antara

lain benzen, chloroform, detergen, methoxychlor, dan pentachlorophenol. Dengan

adanya kandungan zat organik di dalam air berarti air tersebut sudah tercemar,

terkontaminasi rembesan dari limbah dan tidak aman sebagai sumber air bersih

dan minum. Parameter ini memiliki batasan maksimal 10 mg/liter berdasarkan

Permenkes RI No.416/Menkes/ PER/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air

( Usmanet al, 2014).

2.3 Karies

Karies gigi adalah kerusakan secara lokal pada jaringan keras gigi yang

dapat diidentifikasi sebagai hilangnya ion mineral secara kronis pada enamel di

mahkota atau permukaan akar gigi yang sebagian besar distimulasi oleh

keberadaan sejumlah bakteri. Karies gigi merupakan penyakit multifaktoral.

Penyebab utama terjadinya karies gigi adalah adanya mikrooganisme berupa

bakteri yang dapat mengubah karbohidrat untuk memproduksi asam. Faktor lain

seperti faktor nutrisi, aliran saliva, kebersihan rongga mulut yang buruk, dan

status sosial yang rendah juga dapat menyebabkan terjadinya karies gigi (Dewi et

al, 2017).

9
Karies adalah penyakit infeksi yang disebabkan pembentukan plak

kariogenik pada permukaan gigi yang menyebabkan demineralisasi pada gigi

(demineralisasi email terjadi pada pH 5,5 atau lebih) (Megananda et

al,2010).Karies menghasilkan kerusakan lokal dan penghancuran jaringan

kalsifikasi. Penting untuk dipahami bahwa kavitas pada gigi (kerusakan

permukaan gigi sehingga terbentuk lubang) adalah tanda-tanda infeksi bakteri

(Theodore et al, 2002).

2.3.1 Faktor Resiko Terjadinya Karies

Risiko karies adalah kemungkinan berkembangnya karies pada individu

atau terjadinya perubahan status kesehatan yang mendukung terjadinya karies

pada suatu periode tertentu. Risiko karies bervariasi pada setiap individu

tergantung pada keseimbangan faktor pencetus dan penghambat terjadinya karies.

Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies,

penggunaan flour, oral hygiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan, umur, jenis

kelamin, dan social ekonomi (Pintauli et al, 2008; Angela,2005).

2.3.2 Etiologi Karies

Ada yang membedakan faktor etiologi atau penyebab karies atas faktor

penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada

permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak

langsung mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu

kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian

proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu.Karies gigi disebabkan oleh

10
empat faktor penting yang saling berhubungan, yaitu plak, bakteri, kerentanan

permukaan gigi (host), dan waktu(Pintauli et al, 2008).

2.4 Pencatatan dan Pengukuran Indeks Karies

Perhitungan indeks DMF-T dilakukan dengan cara memberi kode pada

masing-masing elemen gigi sesuai dengan hasil pemeriksaan. Beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam pemberian kode DMF-T, yaitu:1. Kode D (Decay):

untuk gigi berlubang. 2. Kode M (Missing): untuk gigi yang telah dicabut atau

gigi tinggal sisa akar. 3. Kode F (Filling): untuk gigi yang sudah

ditumpat/ditambal(Dewi et al, 2017).

a. Kategori D (Decayed):

 Apabila jaringan email gigi permanen mengalami dekalsifikasi, dengan ujung

sonde yang terasa menyangkut pada kavitas

 Karies dengan kavitas besar yang melibatkan dentin

 Karies mencapai jaringan pulpa baik dengan kondisi vital maupun nonvital,

karies terhenti,

 Karies pada gigi permanen walaupun gigi tersebut terdapat restorasi.

b. Kategori M (Missing):

 Apabila gigi tetap telah dilakukan pencabutan atau tanggal karena karies,

 Gigi permanen yang diindikasikan untuk pencabutan seperti mahkota gigi

yang sudah hancur atau terdapat sisa akar.

c. Kategori F (Filling):

11
 Apabila gigi permanen tersebut telah ditumpat atau direstorasi secara tetap

maupun sementara(Radiah et al, 2013).

Adapun klasifikasi tingkat keparahan karies gigi dikategorikan menjadi

lima katagori, yaitu:

1. Tingkat keparahan sangat rendah dengan nilai DMF-T sebesar            

    0,0 –1,1

2. Tingkat keparahan rendah dengan nilai DMF-T sebesar 1,2 -2,6

3. Tingkat keparahan sedang dengan nilai DMF-T sebesar 2,7 – 4,4

4. Tingkat keparahan tinggi dengan nilai DMF-T sebesar 4,5 – 6,5

5. Tingkat keparahan sangat tinggi dengan nilai DMF-T sebesar >6,6(Suratri et al,

2017).

12
2.5 Kerangka Teori

Pengetahuan Parameter
Kimiawi Air
Perilaku Sungai Barito
Penilaian Indeks
1. pH DMF-T Masyarakat
Tingkat Kesadaran Desa Bagus
2. Fluor
Kabupaten Barito
Pelayanan Kesehatan 3. Kalsium Kuala

Lingkungan

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Barito Kuala merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan

Selatan. Menurut Riskesdas Kalimantan Selatan tahun 2013, Barito Kuala

merupakan kabupaten yang permasalahan gigi dan mulutnya cukup tinggi,

yaitu sebesar (48,6%) dan menerima perawatan/pengobatan dari tenaga medis

gigi paling sedikit hanya (12,7%). Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

13
kesehatan gigi dan mulut masyarakat Desa Bagus Kanupaten Barito Kuala,

diantaranya adalah tingkat pengetahuan, Perilaku, tingkat kesadaran, pelayanan

kesehatan dan lingkungan. Faktor lingkungan diataranya adalah pH air sungai

Barito, tingkat fluor dan kalsium air sungai Barito. Kondisi lingkungan sangat

berpengaruh untuk kesehatan gigi dan mulut. Untuk mengetahui kesehatan gigi

dan mulut masyarakat Desa Bagus Kabupaten Barito Kuala maka dilakukan

pemeriksaan karies dengan indeks DMF-T seperti pada bagan diatas.

14
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Air Sungai Barito

Parameter Indeks DMF-T Faktor Lain


Kimiawi
1. Sangat rendah 1. Pengetahuan
1. pH 2. Perilaku
2. Rendah
2. Fluor 3. Tingkat
3. Sedang kesadaran
3. Kalsium 4. Pelayanan
4. Tinggi
kesehatan
5. Sangat tinggi 5. Lingkungan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

15
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif observasional

yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

gambaran tentang suatu masalah kesehatan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui

gambaran indeks DMFT masyarakat desa bagus.

Rancangan penelitian ini menggunakan cross-sectional. Penelitian akan

dilakukan hanya pada satu waktu, tiap subjek diobservasi hanya satu kali saja dan

tidak ada pengulangan

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat desa Bagus di Marabahan.

Jumlah yang akan dijadikan sampel sebanyak 100 orang.

4.2.2 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara random

sampling yaitu pemilihan sampel dilakukan secara acak.

Kriteria inklusi:

1. Masyarakat desa Bagus Marabahan.

16
2. Usia antara 20-60 th.

3. Bersedia menjadi objek penelitian

4. Kesehatan umum baik.

Kriteria eksklusi:

1. Masyarakat yang memiliki penyakit sistemik

2. Tidak bersedia menjadi responden atau menolak informed consent.

4.2.3 Besar Sampel (Sample Size)

Besar sampel dihitung menggunakan rumus Taro Yamane/Slovin. Rumus

Taro Yamane/Slovin digunakan untuk mendapatkan sampel yang sedikit namun

dapat mewakili keseluruhan populasi. Adapun cara perhitungan untuk besar

sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

N 100
n= 2 = 2 = 80 = 80 responden
1+ N . e 1+ 100(0,05)

Keterangan:

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

e2 = Presisi (ditetapkan 5% dengan tingkat kepercayaan 95%)

4.3 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah gambaran DMFT masyarakat

desa bagus.

4.3.1 Definisi Operasional

17
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur
Operasional
DMFT DMF-T mer Perhitungan Indeks Ordinal
upakan indeks katagori DMF- DMFT
untuk T berdasarkan
mengukur WHO dengan
keadaan klinis kriteria:
karies gigi pada Sangat rendah
rongga mulut (skor 0,0 - 1,1)
seseorang Rendah (skor
dengan cara 1,2 -2,6)
menghitung Sedang (skor
keadaan 2,7 – 4,4)
decay, Tinggi (skor 4,5
filling, dan gigi - 6,5)
yang Sangat tinggi
hilang atau (skor 6,6< )
sudah dicabut.

Masyarakat Observasi Kuisioner Nominal


desa Bagus
Marabahan Masyarakat
yang memiliki
usia antara 20-
60 th

4.4 Alat dan Bahan Penelitian

18
1. Alat:

A. Sonde digunakan untuk memeriksa keadaan plak pada permukaan gigi

yang sudah diaplikasikan disclosing, dan digunakan dalam mengukur

kedalaman kavitas pada indeks DMF-T.

B. Kaca mulut digunakan untuk melihat keadaan kavitas pada rongga

mulut, dan untuk meretrak bagian bukal.

C. Pinset digunakan untuk mengambil bahan-bahan kecil seperti kapas.

D. Neirbeikan digunakan untuk meletakkan alat dan bahan yang akan

digunakan saat penelitian

2. Bahan:

A. Kapas digunakan untuk membersihkan dan menstrerilkan alat

diagnostik, serta digunakan untuk mengaplikasikan disclosing diseluruh

permukaan gigi.

B. Handscoon digunakan untuk melindungi diri dari saliva pasien.

C. Lembar informed consent digunakan untuk menyatakan bahwa subyek

bersedia dalam mengikuti penelitian ini.

D. Lembar form pemeriksaan DMF-T

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.5.1 Lokasi Penelitian

Desa Bagus, Kecamatan Marabahan, Kabupaten Barito Kuala,

Kalimantan Selatan.

4.5.2 Waktu Penelitian

19
Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan November

– Desember 2018.

4.6 Prosedur Penelitian

1. Peneliti mengurus surat izin kepada pihak terkait untuk melakukan

penelitian di Balai Desa Bagus di Kabupaten Barito Kuala.

2. Peneliti datang ketempat penelitian untuk melakukan pemilihan sampel

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan.

3. Sampel yang terpilih (responden) diberikan penjelasan prosedur penelitian

serta memberikan persetujuan dalam bentuk informed consent.

4. melakukan pembagian kuesioner dan pemeriksaan karies dengan formulir

indeks DMF-T, alat yang digunakan dalam penelitian sudah

dilakukan sterilisasi terlebih dahulu dengan bahan sterilisasi dan setiap alat

yang digunakan hanya untuk satu responden pada saat dilakukan

pemeriksaan.

5. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dihitung.

20
4.7 Alur Penelitian

Menentukan lokasi
Penelitian

Meminta Izin
Penelitian

Menyiapkan Alat
dan Bahan

Menjelaskan maksud dan tujuan


penelitian kepada subyek dan
meminta persetujuan

Pemeriksaan DMF-T

Pengelolaan dan
Penghitungan Data

Hasil

Gambar : Bagan Alur Penelitian


4.8 Cara Analisis Data

Data yang diperoleh dilakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-

smirnov

dan dilakukan uji homogenitas dengan uji Levene’s Test. Jika data yang telah diuji

terdistribusi normal dan homogen maka kemudian data akan dilakukan uji

parametrik uji korelasi Pearson (Pearson Product Moment/PPM), dan apabila

21
hasil

data yang telah diuji tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji non-paramatrik

uji Spearman’s.

22
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil penelitian

Penelitian yang berjudul Gambaran Indeks DMF-T Pada Masyarakat Di

Desa Bagus Kabupaten Barito Kuala telah dilaksanakan pada bulan November

hingga Desember 2018. Subjek Penelitian diambil dari masyarakat desa Bagus

yang berusia 20-60 tahun. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 80 orang.

5.1.1 Data pengetahuan kesehatan gigi dan mulut

Data hasil pengukuran tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut

masyarakat desa Bagus adalah sebagai berikut:

Frekuensi menyikat gigi


45

40

35

30

25

20

15

10

Tidak pernah 2-6 kali seminggu 1 kali sehari 2 kali sehari

a. Frekuensi menyikat gigi masyarakat

23
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar masyarakat

desa Bagus tidak pernah menyikat giginya yaitu dengan jumlah 40 orang

(50%). Masyarakat yang menyikat giginya sebanyak 2-6 kali seminggu adalah

sebanyak 24 orang (30%). Masyarakat yang menyikat gigi 1 kali sehari adalah

sebanyak 10 orang (12,5%). Masyarakat yang menyikat gigi 2 kali sehari

adalah sebanyak 6 orang (7,5%).

b. Waktu menyikat gigi

Waktu menyikat gigi


25

20

15

10

Pagi sesudah mandi Pagi sesudah makan dan malam sebelum tidur
malam sebelum tidur

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar

masyarakat desa Bagus menyikat giginya pagi sesudah mandi yaitu

dengan jumlah 20 orang (50%). Masyarakat yang menyikat giginya pagi

sesudah makan dan malam sebelum tidur adalah sebanyak 2 orang (5%).

24
Masyarakat yang menyikat giginya malam sebelum tidur adalah sebanyak

18 orang (45%).

c. Alat untuk menyikat gigi

Alat menyikat gigi


25

20

15

10

Tanpa sikat gigi Sikat gigi Lainnya

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar

masyarakat desa Bagus menyikat giginya pagi dengan menggunakan sikat

gigi yaitu sebesar 23 orang (57,5%). Masyarakat yang menyikat tanpa

sikat gigi (jari tangan) yaitu sebesar 10 orang (25%). Masyrakat yang

menyikat giginya dengan bantuan alat lain yaitu sebesar 7 orang (17,5%).

25
d. Pasta untuk sikat gigi

Pasta untuk sikat gigi


25

20

15

10

Ya Tidak

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar masyarakat

desa Bagus menyikat giginya tanpa menggunakan pasta gigi yaitu sebesar 30

orang (75%). Masyarakat yang menyikat gigi dengan pasta gigi yaitu sebesar 10

orang (25%).

5.1.2 Data perilaku masyarakat terhadap kesehatan gigi dan mulut

Data hasil pengukuran perilaku masyarakat desa Bagus terhadap kesehatan

gigi dan mulut adalah sebagai berikut:

26
a. Konsumsi makanan lengket

Konsumsi makanan lengket


70

60

50

40

30

20

10

Ya Tidak

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar masyarakat

desa Bagus mengkonsumsi makanan lengket yaitu sebesar 65 orang (81,25%).

Masyarakat yang tidak mengkonsumsi makanan lengket sebesar 15 orang

(18,75%).

27
b. Konsumsi makanan manis

Konsumsi makanan manis


80

70

60

50

40

30

20

10

Ya Tidak

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar masyarakat

desa Bagus mengkonsumsi makanan manis yaitu sebesar 70 orang (87,5%).

Masyarakat yang tidak mengkonsumsi makanan manis sebesar 10 orang (12,5%).

28
c. Konsumsi sayur dan buah

Konsumsi sayur dan buah


50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Ya Tidak

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar masyarakat

desa Bagus tidak mengkonsumsi sayur dan buah yaitu sebesar 45 orang (56,25%).

Masyarakat yang mengkonsumsi sayur yaitu sebesar 35 orang (43,75%).

5.1.3 Data kondisi lingkungan di sekitar masyarakat terhadap kesehatan gigi dan

mulut

Data hasil pengukuran kondisi lingkungan masyarakat desa Bagus

terhadap kesehatan gigi dan mulut adalah sebagai berikut:

29
a. Konsumsi air sungai

Konsumsi air sungai


90

80

70

60

50

40

30

20

10

Ya Tidak

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa seluruh masyarakat desa Bagus

mengkonsumsi air sungai untuk keperluan minum yaitu sebesar 80 orang (100%).

30
b. Air yang digunakan untuk sikat gigi

Air yang digunakan untuk sikat gigi


90

80

70

60

50

40

30

20

10

Air sungai Air PDAM Lainnya

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa seluruh masyarakat desa Bagus

menggunakan air sungai untuk keperluan sikat gigi yaitu sebesar 80 orang

(100%).

31
5.1.4 Data tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan gigi dan mulut

Data hasil pengukuran tingkat kesadaran masyarakat desa Bagus terhadap

kesehatan gigi dan mulut adalah sebagai berikut:

a. Perilaku saat sakit gigi

Perilaku saat sakit gigi


90

80

70

60

50

40

30

20

10

Minum obat Ke dokter gigi Dibiarkan saja

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar masyarakat

desa Bagus akan membiarkan saja sakit giginya yaitu sebesar 60 orang (75%).

Masyarakat yang minum obat saat sakit gigi yaitu sebesar 20 orang (25%).

Masyarakat yang pergi ke dokter gigi saat sakit gigi yaitu sebesar 0 orang (0%).

32
Terdapatnya dokter gigi
90

80 Pergi ke dokter gigi


70
90

60
80

50
70

40
60

30
50

20
40

10
30

0
20

10 Ya Tidak
0

Ya Tidak

b. Pergi ke dokter gigi

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa seluruh masyarakat desa Bagus

tidak pernah pergi ke dokter gigi (100%).

5.1.5 Data tingkat pelayanan kesehatan gigi dan mulut

Data hasil pengukuran tingkat pelayanan kesehatan gigi dan mulut

masyarakat desa Bagus terhadap kesehatan gigi dan mulut adalah sebagai berikut:

a.

33
Terdapatnya dokter gigi

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa tidak terdapat dokter gigi di

desa Bagus yaitu dengan data responden yang menjawab tidak sebesar 80 orang

(100%).

5.2 Indeks DMF-T

Indeks DMF-T dihitung dengan cara:

Jumlah D+ M + F
DMF−T =
Jumlah orang yang diperiksa

Katagori DMF-T menurut WHO:

0,0 – 1,1 = Sangat Rendah

1,2 – 2,6 = Rendah

2,7 – 4,4 = Sedang

4,5 – 6,5 = Tinggi

6,6 <… = Sangat Tinggi

5.2.1 Hasil pemeriksaan indeks DMF-T masyarakat desa Bagus

34
Hasil pemeriksaan DMF
700

600

500
Decay
400 Missing
Filling
300

200

100

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa hasil pemeriksaan DMF-T

masyarakat desa Bagus antara lain: 1. Terdata decay sejumlah 578 gigi, 2. Terdata

missing sejumlah 267 gigi, 3. Terdata filling sejumlah 120 gigi. Sampel yang

dipakai sebanyak 80 orang. Sehingga dapat dijumlahkan ada sebanyak 965 gigi

yang terdata dalam pemeriksaan DMF-T.

Berikut penghitungan DMF-T dari masyarakat desa Bagus

Jumlah D+ M + F
DMF−T =
Jumlah orang yang diperiksa

965
DMF−T =
80

DMF−T =12

Pada katagori indeks DMF-T menurut WHO disebutkan bahwa jika skor

indeks DMF-T adalah >6,6 disebut sangat tinggi atau sangat buruk, ini berarti

35
indeks DMF-T masyarakat desa Bagus berada dalam katagori sangat tinggi atau

sangat buruk dengan sko 12.

36
BAB VI

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pemeriksaan DMF-T berdasarkan table dan diagram

diatas didapatkan bahwa hasil pemeriksaan DMF-T masyarakat desa Bagus

Kabupaten Barito Kuala. Dari sampel sebanyak 80 orang didapatkan decay

sejumlah 304 gigi, missing sejumlah 50 gigi dan filling sejumlah 105 gigi.

Penilaian indeks DMF-T masyarakat desa Bagus kabupaten barito Kuala

adalah 5,73. Pada kategori indeks DMF-T menurut WHO disebutkan bahwa jika

skor indeks DMFT adalah 4,5-6,5 termasuk dalam kategori tinggi. Oleh sebab itu,

dapat disimpulkan bahwa indeks DMF-T masyarakat desa Bagus Kabupaten

Barito Kuala dalam kategori tinggi.

Tingkat pengetahuan memiliki peran yang penting dalam menjaga

kebersihan mulut. Secara tidak langsung, pengetahuan juga mempengaruhi

kesadaran dan perilaku individu dalam memelihara kebersihan rongga mulutnya.

Dari hasil penelitian, didapatkan masyarakat desa bagus mayoritasnya menyikat

gigi kurang dari dua kali sehari, yang mana frekuensi tersebut masih dibawah

ideal. Hal ini dibuktikan pada pertanyaan no 1 frekuensi menyikat gigi dalam satu

hari, sebanyak 52,5% menjawab 1 kali sehari dan sebanyak 47,5% menjawab sika

gigi setelah mandi di pagi hari.

Disamping faktor pengetahuan, faktor perilaku juga tidak kalah penting.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan sebanyak 72,5%

37
masyarakat desa bagus suka mengkonsumsi makanan lengket dan sebanyak 75%

suka mengkonsumsi makanan manis.

Dari segi kesadaran, masyarakat desa bagus masih kurang maksimal dalam

hal memeriksakan gigi ke dokter gigi. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang

meunjukkan bahwa sebanyak 77,5% masyarakat desa bagus tidak pernah ke

dokter gigi dan 50% menjawab jika sakit gigi tetap dibiarkan saja dan tidak

dirawat.

Dari segi pelayan kesehatan gigi dan mulut, sebanyak 100% responden

menjawab bahwa disekitar daerah rumahnya tidak ada praktek dokter gigi dan

pelayanan kesehatan gigi lainnya.

Dilihat dari faktor lingkungan, sebanyak 77,5% responden menjawab

bahwa masih menggunakan air sungai untuk diminum dan 65% masih

menggunakan air sungai untuk menyikat giginya.

38
BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

1. Distribusi rata-rata pengetahuan, sikap, dan tindakan responden daerah Desa

Bagus Kabupaten Barito Kuala termasuk kategori rendah.

2. Distribusi rata-rata responden daerah Desa Bagus Kabupaten Barito Kuala

mengkonsumsi makanan manis dan lengket.

3. Distribusi rata-rata responden daerah Desa Bagus Kabupaten Barito Kuala

mengkonsumisi air sungai untuk diminum dan untuk sikat gigi.

4. Distribusi rata-rata indeks DMF-T responden daerah Desa Bagus Kabupaten

Barito Kuala termasuk kategori rendah.

5. Terdapat indeks DMF-T masyarakat di Desa Bagus Kabupaten Barito Kuala

berada dalam kategori sangat tinggi atau sangat buruk dengan skor 12

7.2 Saran

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap populasi yang lebih luas.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran indeks DMF-T pada

masyarakat di Desa Bagus Kabupaten Barito Kuala.

3. Dilakukan upaya peningkatan pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada

masyarakat di Desa Bagus Kabupaten Barito Kuala.

4. Dilakukan penyuluhan dan pemeriksaan gigi pada masyarakat di Desa Bagus

Kabupaten Barito Kuala guna peningkatan status kesehatan gigi dan mulut.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar M. Pengaruh Penyediaan Air Minum Tehadap Kejadiaan Karies


Gigi Usia 12-65 Tahun Di Provinsi Kep. Bangka Belitung Dan Tenggara
Barat. Advance Analysis Riskesdes ; 2007: Hal 1032.
2. Ashari, Frengki. Variasi Ketebalan Lapisan Dan Ukuran Butiran
Medipenyaringan Pada Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut.
Tugas Akhir. Teknik Sipil Universitas Riau. 2012.
3. Basuni, Cholil, Deby Kania Tri Putri. Gambaran Indeks Kebersihan Mulut
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat Di Desa Guntung Ujung
Kabupaten Banjar. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi.2014 ; 2(1) : 18-23.
4. Burt, Octiara E, Roesnawi Y. Karies Gigi, Oral Hygiene Dan Kebiasaan
Membersihkan Gigi Pada Anak-Anak Panti Karya Punggal Di Binjai.
Jurnal Kedoktaeran Gigi Usu. Dentika. 2008; 6(1):18-23.
5. Dewi Ro, Herwanda, Novita Cf. Gambaran Status Karies Gigi (Indeks
Dmf-T) Pada Pasien Thalasemia Beta Mayor Di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Journal Caninus Denstistry.
2017;2(2): 71 – 77.
6. Hamzani S, Raharja M, As Za. Proses Netralisasi Ph Pada Air Gambut Di
Desa Sawahan Kecamatan Cerbon Kabupaten Barito Kuala. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 2017;14(2): 459-466.
7. Jotlely FB, Vonny NS. Wowor, Gunawan PN.Gambaran Status Karies
Berdasarkan Indeks Dmf-T Dan Indeks Pufa Pada Orang Papua Di
Asrama Cendrawasih Kota Manado. Jurnal E Gigi (Eg). 2017; 5(2): 43-48.
8. Kusnaedi. Mengolah Air Gambut Dan Air Kotor Untuk Air Minum.
Penerbit Swadaya; 2012.
9. Maulidta, Wahyuningsih, Dan Hastuti Sri. Hubungan Kebiasaan
Menggosok Gigi Dan Konsumsi Makanan Jajanan Kariogenik Dengan
Kejadian Karies Gigi Pada Anak Usia Prasekolah Di Taman Kanak-Kanak
Pondok Beringin Semarang. Jurnal Ilmu Dan Tek. Kesehatan (Jitk).2010;
1(1):1-7.

40
10. Megananda Putri H, Herijulianti E, Nurjannah N, Ed: Lilian Juwono. Ilmu
Pencegahan Penyakit Jaringan Keras Dan Jaringan Pendukung Gigi.
Jakarta: Egc. 2010; P.154-179.
11. Peraturan Menteri Kesehatan No.492/Menkes/Per/Iv/2010 Tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
12. Rohimi A, Widodo, Rosihan Adhani .Hubungan Perilaku Kesehatan Gigi
Dan Mulut Dengan Indeks Karies Dmf-T Dan Sic. dentin Jurnal
Kedokteran Gigi.2018; 2(1):51-57.

41

Anda mungkin juga menyukai