Jl. Kramat Jaya No.1B, RT.009/RW.014, Kelurahan Lagoa, Kecamatan Koja Jakarta Utara, 14270 Email : kp.keluargamulia@gmail.com BAB I DEFINISI 1. Pengertian Penyuntikan yang aman adalah penyuntikan yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip penyuntikan yang benar, mulai saat penyuntikan obat/vaksin hingga penanganan alat-alat bekas pakai, sehingga aman untuk petugas dan pasien dari terjadinya reisko cedera dan terinfeksi. Praktek menyuntik yang aman adalah suatu tindakan insersi yang dilaksanakan oleh dokter atau perawat kepada pasien dengan menjaga keamanan pasien dan dokter atau perawat yang melakukan insersi. Sekarang sudah banyak Klinik yang menerapkan SOP Praktek Menyuntik Aman yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi dari peralatan terapi atau injeksi, melindungi dokter atau perawat dalam melakukan insersi agar tidak terjadi kecelakaan kerja, untuk mencegah daan mengendalikan infeksi di KUKM dengan meningkatkan kewaspadaan standar. Praktek menyuntik harus dilaksanakan oleh dokter atau perawat yang telah memiliki kompetensi. a. Injeksi adalah suatu prosedur memasukkan obat kedalam tubuh baik melalui vena, muskulus maupun subcutan dengan menggunakan jarum suntik b. Steril adalah sutu kondisi bebas semua mikroorganisme (bacteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospore bacterial c. Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme kedalam tubuh yang dapat menimbulkan manifestasi maupun tidak d. Intravena adalah suatu prosedur memasukkan obat melalui pembuluh darah vena e. Subcutan adalah suatu prosedur memasukkan obat dibawah kulit f. Ampul adalah wadah genlas bening dengan bagian leher menyempit, berisi obat dosis tunggal dalam bentuk cair g. Vial adalah wadah berisi obat dosis tunggal atau multi dosis dalam cairan dan/atau kering dengan penutup karet diatasnya. 2. Tujuan Mencegah cedera dan penyebaran penyakit infeksi pada pasien maupun petugas Kesehatan dan menurunkan atau meminimalkan angka kejadian infeksi (lokal) atau sistemik BAB II RUANG LINGKUP 1. Panduan ini di terapkan kepada semua pasien rawat jalan yang akan melakukan tindakan injeksi. 2. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan dan analis) yang akan melakukan tindakan injeksi kepada pasien yang berada di area klinik seperti rawat jalan Jarum suntik merupakan salah satu dari limbah medis tajam. Semua hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium merupakan limbah medis. Limbah Medis dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, meliputi : 1. Limbah benda tajam, adalah materi padat yang memiliki sudut kurang dari 90 derajat, dapat menyebabkan luka iris atau tusuk, misalnya : Jarum suntik; Kaca sediaan (preparat glass); Infus set; Ampul/vial obat, dll. 2. Limbah infeksius, adalah limbah yang diduga mengandung patogen (bakteri, virus, parasit, dan jamur) dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada penjamu yang rentan, misalnya : Kultur dan stok agen infeksius dari aktifitas laboratorium; Limbah hasil operasi atau otopsi dari pasien yang menderita penyakit menular; Limbah pasien yang menderita penyakit menular dari bagian isolasi; Alat atau materi lain yang tersentuh orang sakit. 3. Limbah Patologis, adalah limbah yang berasal dari jaringan tubuh manusia, misalnya : organ tubuh, janin dan darah, muntahan, urin dan cairan tubuh yang lain. 4. Limbah Farmasi, adalah limbah yang mengandung bahan-bahan farmasi, misalnya : mencakup produk farmasi, obat, vaksin, serum yang sudah kadaluwarsa, tumpahan obat, dll; Termasuk sarung tangan, masker, dll. 5. Limbah Kimia, adalah limbah yang mengandung zat kimia yang berasal dari aktifitas diagnostik, pemeliharaan kebersihan, dan pemberian desinfektan, misalnya : formaldehid, zat kimia fotografis, solven, dll. 6. Limbah Kemasan Bertekanan, adalah limbah medis yang berasal dari kegiatan di instansi kesehatan yang memerlukan gas, misalnya : gas dalam tabung, carteidge dan kaleng aerosol. 7. Limbah Logam Berat, adalah limbah medis yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi termasuk dalam sub kategori limbah berbahaya dan biasanya sangat toksik, misalnya : Limbah logam merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran BAB III TATALAKSANA Prosedur penyuntikan yang aman : 1. Lakukan kebersihan tangan 2. Gunakan APD sesuai indikasi (sarung tangan sekali pakai yang tidak steril) 3. Lakukan desinfeksi pada area insersi. 4. Pakai jarum yang steril, sekali pakai pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan dan terapi 5. Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Tidak diperbolehkan menggunakan jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose karena menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain. 6. Lakukan prinsip pemberian obat dengan 7 benar. 7. Lakukan insersi sesuai petunjuk pemberian (IM, IV, SC, IC) 8. Lakukan desinfeksi pada area setelah insersi 9. Setelah melakukan penyuntikan tidak dianjurkan melakukan recaping jarum bekas pakai (menutup, mematahkan, membengkokan, dll) 10. Buang spuit injeksi kedalam safety box oleh dokter atau perawat yang melakukan insersi. 11. Lepas APD 12. Lakukan Kebersihan tangan 13. Lakukan pencatatan dokumentasi pada lembar daftar pemberian terapi Rekomendasi Penyuntikan Yang Aman : 1. Menerapkan aseptic technique untuk mecegah kontaminasi alat-alat injeksi (kategori IA). 2. Tidak menggunakan semprit yang sama untuk penyuntikan lebih dari satu pasien walaupun jarum suntiknya diganti (kategori IA). 3. Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu pasien dan satu prosedur (kategori IA). 4. Gunakan cairan pelarut/flushing hanya untuk satu kali (NaCl, WFI, dll) (kategori IA). 5. Gunakan single dose untuk obat injeksi (bila memungkinkan) (kategori IB). 6. Tidak memberikan obat-obat single dose kepada lebih dari satu pasien atau mencampur obat-obat sisa dari vial/ampul untuk pemberian berikutnya (kategori IA). 7. Bila harus menggunakan obat-obat multi dose, semua alat yang akan dipergunakan harus steril (kategori IA). 8. Simpan obat-obat multi dose sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang membuat (kategori IA). 9. Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebih dari 1 pasien (kategori IB)