Anda di halaman 1dari 2

Nama : Cahyo Aji / 193141156

Kelas : PGMI 3C
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam

GENDER DAN DEMOKRASI

Isu kesetaraan gender menjadi salah satu isu terpanas dalam pemikiran Islam
kontemporer. Banyak mufasir tekstual menilai bahwa Al- Our'an memberikan lebih banyak
hak kepada laki-laki ketimbang perempuan. Pendekatan tekstual ini sangat bergantung pada
tafsir- tafsir pra-modern mengenai beberapa teks Al-Qur'an. Meski pandangan “kesetaraan
yang tidak setara” (unequal equality) ini bisa jadi diterima pada masa pra-modern dan
mungkin sejalan dengan konteks makro periode tersebut, para pengusung tafsir kontekstual
berpendapat bahwa konteks makro saat ini sangat berbeda dengan konteks makro pra-modern
sehingga kini diperlukan penafsiran segar atas teks-teks Al-Qur'an yang telah digunakan pada
masa pra-modern untuk menjustifikasi ketidaksetaraan kaum perempuan.
Fakta bahwa para penafsir ayat ini berada dalam konteks sosial, budaya, politik, dan
ekonomi yang memperkuat pandangan mereka bahwa perempuan tersubordinasi dari laki-laki
tampaknya menjadi penyebab utama keseragaman penafsiran. Mereka berasumsi bahwa
Tuhan menetapkan hubungan seperti ini antara laki-laki dan perempuan karena mereka
menafsirkan ayat ini melalui lensa ini. Dalam masyarakat mereka, laki-laki bertanggung
jawab atas berbagai masalah agama, politik, sosial, dan budaya. Ditambah lagi, mereka
mendominasi sektor ekonomi. Laki-laki juga anggota angkatan bersenjata dan bertugas
menjalankan negara dan tentara. Wanita, di sisi lain, biasanya melakukan tugas rumah
tangga.
Demikian juga, di dalam masyarakat mereka, berbagai kesem- patan pendidikan
sebagian besarnya adalah untuk laki-laki, meski- pun ini tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an
atau Sunnah Nabi yang menyatakan bahwa perempuan sebaiknya dilarang mengikuti
pendidikan dan, kenyataannya, ada cukup bukti yang menyatakan hal se- baliknya. Norma-
norma dan nilai-nilai sosial, politik, ekonomi, dan keagamaan masyarakat Muslim terwujud
dalam wilayah kebudayaan timur Dekat zaman dahulu yang lebih besar, yang secara umum
ber- bagi pandangan yang serupa berkenaan dengan peran dan status gen- der dalam
masyarakat. Sebagaimana bab ini tunjukkan, konteks ini bermakna, bahwa pandangan bahwa
perempuan tunduk kepada oto- ritas laki-laki telah lama tidak terbantahkan. Bahkan,
beberapa mufa- sir yang lebih jauh menyatakan bahwa perempuan adalah inferior atas laki-
laki secara intelektual dan biologis.
Namun, masyarakat Muslim mengalami transformasi besar sepanjang abad ke-21. Di
sebagian besar masyarakat Muslim, pria dan wanita sama-sama memiliki akses ke
pendidikan. Perempuan juga memiliki lebih banyak kesempatan untuk bekerja,
memungkinkan mereka untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan publik. Wanita sering
menunjukkan keunggulan atas pria di universitas, di mana pria dan wanita dapat mendaftar.
Wanita mengelola departemen pemerintah yang penting, perusahaan, bisnis, dan berbagai
institusi sosial dan budaya di banyak masyarakat Muslim. Adalah umum bagi istri untuk lebih
berpendidikan daripada suaminya dan berkontribusi secara finansial untuk kesejahteraan
keluarga dalam rumah tangga. Sulitnya menafsirkan al-Qur'an secara utuh dipengaruhi oleh
berbagai konteks makro. dan khususnya berkaitan dengan Qur'an 4:34.
Laki-laki memiliki otoritas sosial, budaya, politik, dan agama atas perempuan di
wilayah Arab pada abad ke-7 M, menurut Al-Qur’an. Akibatnya, Al-Qur’an menyatakan
bahwa laki-laki bertanggung jawab untuk mengurus keluarga. Sesuai dengan konteks sosial
mereka, masyarakat muslim generasi pertama pasti menganggap pengamatan semacam itu
wajar. Ayat seperti ini tidak mensyaratkan norma dan nilai lingkungan wahyu yang ada
sebagai titik tolak penafsiran, menurut mayoritas ulama pra-modern. Mereka menguraikan
refrein ini ketika ragu-ragu yang relevan.
Namun, jika Al-Qur’an diturunkan di era modern, solusi untuk masalah ini mungkin
akan berbeda. Bahkan pada abad ke-7 M, ketika Al-Qur’an membuat pernyataan, sangat
berhati-hati dalam mengungkapkan ajarannya. Al-Qur’an, misalnya, tidak menyatakan bahwa
semua laki-laki menikmati keuntungan yang lebih besar daripada semua perempuan. Namun,
menurut Al-Qur’an, beberapa individu lebih unggul dari yang lain: Beberapa manusia lebih
baik dari yang lain, dan sebaliknya. Umat Islam yang memahami ayat ini harus
mempertimbangkan situasi mereka saat ini. Untuk menggabungkan berbagai perspektif ulama
pra-modern tentang peran gender, serta wacana dominan tentang kesetaraan dan persamaan
hak yang menjadi bagian dari diskusi yang lebih besar tentang hak asasi manusia saat ini,
serta berbagai peluang yang tersedia laki-laki dan perempuan, tingkat kekuatan politik yang
dimiliki oleh laki-laki dan perempuan, perubahan radikal perlu dilakukan dari waktu ke
waktu. Jelas bahwa konteks makro abad ke-7 dan ke-21 tidak sama dalam banyak hal terkait
dengan peran gender. Akibatnya, setiap mufassir Alquran harus bertanya pada diri sendiri
apakah ayat-ayat Alquran yang dipahami dan dipraktikkan dalam konteks abad ke-7 Masehi
dapat diterapkan secara umum pada abad ke-21 masehi.

Anda mungkin juga menyukai