Puisi berantai 3 orang antara caleg, petani, dan maling.
Caleg: Akan aku cerdaskan bangsa, untuk Indonesia tercinta.
Namun, semuanya bisa kita lakukan jika bersama-sama. Karena…
Petani: Uang sudah dilipat di bawah meja, hingga meja pun
tak bisa melihatnya. Sudah letih menggarap sawah, hasil tak ada, pajak pun hanya mengenyangkan perut pejabat yang seperti…
Maling: Monyet, aku terbiasa disebut monyet, panjang
tangan dan sebutan indah lainnya. Nyawa menjadi pertaruhan, demi sesuap nasi untuk mengenyangkan…
Petani: Perut pejabat gendut-gendut, dalam perutnya ada
emas rakyat, ada beras petani, ada pajak para pedagang kecil. Lihatlah kami, sengsara merasakan…
Caleg: Kebahagiaan besar untuk kami, mampu
memperjuangkan hak para petani, hak kaum buruh yang terinjak-injak, hak para anak generasi bangsa. Untuk para koruptor, akan ku…
Maling: Biarkan. Walau aku disebut monyet, maling atau
apalah. Anak-anakku butuh sesuap nasi, butuh lembaran bergambar presiden Soekarno untuk pendidikannya, hanya sebatas ayam tetangga, aku bisa di…
Caleg: Hukum mati. Untuk mereka yang sudah
menggelapkan uang rakyat, mari kita… Petani: Potong. Lalu tinggal dicangkul dan terus seperti itu. Namun, pupuk kain naik harganya, adakah pejabat memikirkan nasib kami para petani? Di sini kami terseok- seok di antara tanaman padi, sementara di sana mereka…
Maling: Mencuri dengan terpaksa, maafkan aku anak-
anakku, sebenarnya tak ingin kucukupkan perutmu dengan uang haram. Apa daya, pekerjaan susah diperoleh, harga kebutuhan pokok semakin naik. Walaupun nanti aku ketahuan dan dibunuh oleh mereka yang…