Anda di halaman 1dari 13

Bab II

Model Bumi
II.1. Macam Model Bumi

Gambar II.1. https://geohazard009.files.wordpress.com/2009/12/landform.jpg


Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 6
Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

Gambar II.2. Bentuk fisik bumi yang berupa bidang lengkung

Fenomena bahwa bentuk bumi berupa bidang lengkung dengan permukaannya yang
tidak teratur serta tidak dapat dituliskan rumus matematisnya, mengakibatkan proses
hitungan posisi tidak dapat dilakukan di atasnya, meskipun pengukuran atau pengambilan
datanya dilakukan di atas permukaan bumi. Oleh karena itu besaran-besaran hasil ukuran
harus dipindahkan terlebih dulu pada suatu bidang referensi hitungan yang lebih teratur
bentuknya. Bidang tersebut merupakan suatu bidang rekaan yang bentuknya hampir
menyerupai bentuk bumi yang digunakan sebagai model geometri dari permukaan bumi
yang dinamakan model bumi. Adapun macam-macam model bumi adalah:
a. Geoid
b. Elipsoid
c. Bola
d. Bidang Datar

Gambar II.3. Model bumi

II.2. Geoid
Geoid didefinisikan sebagai salah satu bidang equipotensial gaya berat (bidang nivo)
yang berimpit dengan permukaan air laut rata-rata (mean sea level / msl). Sedang bidang
equipotensial (bidang nivo) adalah bidang yang merupakan tempat kedudukan titik-titik
yang memiliki nilai potensial gaya berat yang sama.
Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 7
Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

Di bumi ini terdapat banyak sekali bidang equipotensial gaya berat. Karena adanya
kenyataan bahwa distribusi massa bumi tidak merata yang menyebabkan adanya variasi
atau perbedaan nilai gaya berat, maka bidang-bidang nivo ini tidak saling sejajar satu sama
lain. Namun demikian, meskipun tidak saling sejajar, tetapi sifat penting yang dimiliki oleh
bidang nivo ini adalah bahwa bidang-bidang nivo ini tidak akan pernah saling berpotongan
satu sama lain, karena saling melingkupi (Gambar II.4).

Gambar II.4. Bidang nivo dan garis untung-unting (plumb line)

Gambar II.5. Lokasi ukuran di bumi fisis, di geoid dan elipsoid


Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 8
Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

II.3. Elipsoid
Elipsoid dapat digunakan sebagai bidang referensi hitungan karena bentuknya teratur
dan dapat dituliskan rumus matematisnya. Yang dimaksud elipsoid disini adalah elips yang
berotasi pada sumbu pendeknya. Sebagai bentuk bumi, geometri elipsoid ini agak melebar
sepanjang ekuator dan menggepeng (pepat) di kedua kutubnya. Hal ini disebabkan karena
perputaran bumi pada porosnya dengan gaya sentrifugal paling besar di ekuator sehingga
menyebabkan wilayah ekuator memiliki diameter yang lebih besar (Gambar II.6). Bentuk
elipsoid seperti itu juga dinamakan sebagai spheroid oblate (elipsoid yang datar pada
kutub-kutubnya). Elipsoid yang digunakan sebagai model bumi sering disebut elipsoid
referensi.

Gambar II.6. Elipsoid (spheroid) sebagai model bumi

II.3.1. Hubungan Geoid dengan Elipsoid

Gambar II. 7. Hubungan Geoid dan Elipsoid


Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 9
Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

Gambar II.7 memperlihatkan sebuah titik P terletak di atas permukaan bumi. Titik Q
adalah proyeksi titik P di atas elipsoid referensi sepanjang garis normal (n), sedangkan titik
P’adalah proyeksi titik P di atas geoid sepanjang garis arah gaya berat (g).
Jarak vertikal titik P ke Q merupakan tinggi titik P di atas permukaan bumi terhadap
bidang referensi elipsoid dinamakan tinggi normal atau tinggi geometris (h), sedangkan
jarak antara titik P ke P’ merupakan tinggi titik P di atas permukaan bumi terhadap bidang
referensi geoid dinamakan tinggi orthometris (H), sehingga: h = H + N*.

Gambar II.8. Tinggi (undulasi) geoid (N*) dan sudut defleksi vertikal

GEOID

λ
η
ξ ELIPSOID

Gambar II.9. Komponen sudut defleksi vertikal

Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 10


Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

II.3.2. Geometri Elips dan Rumus-rumus Dasar pada Elipsoid

Elips merupakan garis/busur tempat kedudukan titik-titik yang jumlah jaraknya tetap
(= 2a) terhadap dua titik (fokus) tertentu. Makin pipih elips, maka kedua titik fokus F 1 dan
F 2 makin menjauhi pusat elips O. Parameter elipsoid dinyatakan dengan besaran setengah
sumbu panjang elips (a) dan setengah sumbu pendek elips (b) serta penggepengan (f).

b
β
a
O

P
Gambar II.10. Geometri elips

Dari gambar II.10 dapat dijelaskan hal-hal berikut:


O = pusat elips
OA = OB = a = setengah sumbu panjang elips
OC = OD = b = setengah sumbu pendek elips
F1, F2 = titik fokus (titik api) elips
P = titik sembarang pada elips

Berlaku rumus: F2P + F1P = 2a (konstan)

Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 11


Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

Di bawah ini diberikan beberapa besaran fundamental elips yang lain dan rumus-
rumus dasar pada elipsoid yang penting (untuk penjabarannya dapat dilihat pada pustaka
yang diacu):

1. Penggepengan / flattening (f):


ab
f  (1)
a

2. Eksentrisitas pertama (e):


a2  b2
e 
2
 (2)
a2

3. Eksentrisitas kedua (e’):


a2  b2
e' 
2
 (3)
b2

4. Hubungan antara e dan e’:


e' 2
e2   ( 4)
1  e' 2

e2
e' 2   (5)
1  e2

5. Hubungan antara e dan f:


e2  2 f  f 2  (6)

f  1  1  e2  (7)

6. Jari-jari kelengkungan pada elipsoid:

Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 12


Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

Gambar II.11. Garis kelengkungan meridian dan vertikal utama

Gambar II.12. Jari-jari kelengkungan meridian (M) dan vertikal utama (N)

Rumus jari-jari kelengkungan meridian (M) pada lintang :


a (1  e2 )
M  (8)
( 1  e 2 Sin 2  ) 3 / 2

Rumus jari-jari kelengkungan vertikal utama (N) pada lintang :


a
N  (9)
( 1  e Sin 2  )1/ 2
2

7. Jari-jari kelengkungan rata-rata Gaussian (R):

R  MN 
a 1 e 2  
1/ 2

 (10)
1  e 2 Sin 2 

8. Panjang busur paralel (L) pada lintang  dengan beda bujur :

Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 13


Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

Gambar II.13. Panjang busur paralel

 "
L  N Cos   (11)
"
" = 206264,8062

9. Panjang busur meridian (S) dari lintang  1 sampai lintang  2 :


Pada gambar II.14, titik P1 dan P2 adalah 2 buah titik yang terletak pada satu
meridian yang sama dengan lintang geodetis  1 dan  2 .

Gambar II.14. Panjang busur meridian

 A (  2  1 ) B C
S  a (1  e 2 )   ( Sin 2 2  Sin 21 )  ( Sin 4 2  Sin 41 )
 " 2 4
D E
 ( Sin 6 2  Sin 6 1 )  ( Sin 8 2  Sin 81 )
6 8
F 
 ( Sin 10 2  Sin 101 )  (12)
10 

Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 14


Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

Dalam hal ini:

3 2 45 4 175 6 11025 8 43659 10


A  1 e  e  e  e  e 
4 64 256 16384 65536

3 2 15 4 525 6 2205 8 72765 10


B e  e  e  e  e 
4 16 512 2048 65536

15 4 105 6 2205 8 10395 10


C e  e  e  e 
64 256 4096 16384

35 6 315 8 31185 10
D e  e  e 
512 2048 131072

315 8 3465 10
E e  e 
16384 65536

693
F e10  
131072

Di Indonesia dikenal/dipakai 3 macam elipsoid referensi, yaitu Elipsoid Bessel 1841,


Geodetic Reference System 1967 (GRS '67), dan World Geodetic System 1984 (WGS '84).
Nilai besaran-besaran pokok dari ketiga elipsoid referensi di atas adalah :

Parameter BESSEL 1841 GRS '67 WGS '84

a 6377397,155 m 6378160,00 m 6378137,00 m


b 6356070,963 m 6356774,52 m 6356752,314 m
1/f 299,1528 298,247 298,25722357
e2 6,6743725.10-3 6,69461.10-3 6,69438.10-3
e'2 6,719219.10-3 6,73973.10-3 6,739497.10-3

II.3.3. Kurva pada Permukaan Elipsoid dan Garis Geodesik

Telah dijelaskan di depan, bahwa potongan (irisan) normal didefinisikan sebagai


suatu kurva yang dibentuk oleh perpotongan bidang yang memuat garis normal di sebuah
titik (bidang normal) dengan bidang elipsoid. Pada gambar II.15, 2 buah titik A dan B
terletak pada permukaan elipsoid, masing-masing dengan lintang  1 dan  2 . Pada masing-
masing titik A dan B dibuat garis normal yang masing-masing akan memotong sumbu
pendek elipsoid di titik n a dan n b .
Potongan normal dapat diilustrasikan jika sebuah theodolit diletakkan di titik A
dengan sumbu I vertikalnya dianggap berimpit dengan garis normal An a , yang kemudian
diarahkan ke titik B. Bidang vertikal yang dibentuk oleh teropong theodolit yang diputar
terhadap sumbu horisontalnya (sumbu II) akan memuat garis normal di titik amat dan titik
yang diamat. Bidang tersebut akan memotong elipsoid menurut irisan A-a-B yang disebut
potongan normal langsung dari titik A (titik amat) ke titik B (titik yang diamat).
Jika theodolit dipindahkan ke titik B, berarti arah sumbu I akan berimpit dengan garis
Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 15
Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

normal Bn b , dan selanjutnya ketika diarahkan ke titik A, maka perpotongan bidang normal
pada titik B melalui A dengan elipsoid menurut irisan B-b-A disebut potongan normal
langsung dari titik B ke titik A atau disebut pula potongan normal balik dari titik A ke B.

K Meridian Q
Meridian P

α PQ
Q
P
α QP

nP
Ekuator nQ

Gambar II.16. Pengaruh potongan normal


pada pengukuran azimuth
Gambar II.15. Potongan normal pada elipsoid

Tidak berimpitnya potongan normal dari A ke B dan dari B ke A akan menimbulkan


masalah jika arah ukuran akan digunakan untuk hitungan sudut, termasuk pengukuran
azimuth (lihat gambar II.16). Pada pengukuran sudut untuk keperluan triangulasi misalnya,
maka sudut-sudut di titik P, Q, dan R bukanlah merupakan sudut-sudut yang tertutup (lihat
gambar II.17), karena sudut-sudut terukur di titik-titik P, Q, dan R masing-masing ialah θ 1
= α PR − α PQ , θ 2 =α QP −α QR , dan θ 3 = α RQ − α RP . Untuk mengatasi hal ini perlu dicari cara
lain, yaitu dengan membuat garis geodesik yang menghubungkan ke tiga titik tersebut.

Garis geodesik antara 2 buah titik pada permukaan elipsoid adalah merupakan suatu
kurva yang mempunyai jarak terpendek antara kedua titik tersebut. Jika terletak pada
permukaan bidang datar, garis geodesik adalah garis lurus (horisontal), pada permukaan
bola merupakan busur lingkaran (bagian dari lingkaran besar / great circles), sedang pada
permukaan elipsoid merupakan suatu kurva yang mempunyai dua kelengkungan. Garis
geodesik di atas bidang lengkung adalah garis lengkung (kurva) yang mempunyai bidang
singgung di tiap-tiap titiknya yang memuat bidang normal di titik tersebut (lihat gambar
II.18).

Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 16


Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

Z
Q

θ2
Q
θ1
α’ QP P
θ3
α PQ
O R
P α PR

R
Y
X

Gambar II.17. Azimuth dan sudut suatu segitiga di atas elipsoid

Gambar II.18. Garis geodesik

Adanya pengertian potongan normal dan garis geodesik perlu diperhatikan dalam
mereduksi arah ukuran di permukaan bumi menjadi arah di atas elipsoid. Arah ukuran di
permukaan bumi adalah arah potongan normal, sedangkan arah di atas elipsoid adalah arah
garis geodesik. Untuk merubah arah potongan normal menjadi arah geodesik perlu
diberikan koreksi garis geodesik. Posisi garis geodesik terhadap potongan normal secara
Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 17
Bab II. Model Bumi – Modul Sistem Koordinat dan Hitungan Geodesi RM, 2017

pendekatan dapat dinyatakan dengan besarnya sudut yang dibentuk antara potongan
normal langsung dan potongan normal baliknya. Dari gambar II.17, besarnya sudut di titik
P yang terbentuk akibat adanya potongan normal langsung dari P ke Q dan potongan
normal langsung dari Q ke P dapat dihitung dengan rumus:

........... (13)

Sedangkan besarnya sudut antara garis geodesik dengan potongan normal langsung pada
masing-masing titik () adalah sepertiga (1/3) dari besarnya sudut antara potongan
normal langsung dan potongan normal balik pada titik yang bersangkutan (lihat gambar
II.19).

................ (14)

Gambar II.19. Sudut antara garis geodesik dengan potongan normal langsung

Departemen Teknik Geodesi FT-UGM 18

Anda mungkin juga menyukai