Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

KAJIAN TEORI

A. Trauma Pelvis
Merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
10% diantaranya disertai trauma pada alat – alat dalam rongga panggul seperti uretra, buli – buli,
rektum serta pembuluh darah.

B. Mekanisme / patofisiologi trauma pelvis


Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar atau
karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi
fraktur stress pada ramus pubis.
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas:
1.Kompresi anteroposterior
Hal ini biasanya akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan kendaraan. Ramus pubis
mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan mengalami rotasi eksterna disertai robekan
simfisis. Keadaan ini disebut sebagai open book injury.

2.Kompresi lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini terjadi apabila
ada trauma samping karena kecalakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Pada keadaan ini
ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat
strain dari sendi sakroiliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang
sama.

3.Trauma vertikal
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai fraktur ramus
pubis dan disrupsi sendi sakroiliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi apabila seseorang jatuh
dari ketinggian pada satu tungkai
4.Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas.

C. Manifestasi klinis trauma pelvis


Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat
mengenai organ – organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas
serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok
karena perdarahan yang hebat. Terdapat Anamnesis:
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
Pemeriksaan klinik:
a. Keadaan umum
- Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
- Lakukan survei kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
- Pemeriksaan nyeri: Tekanan dari samping cincin panggul, Tarikan pada cincin panggul
- Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan, pembengkakan dan deformitas
- Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan simfisis pubis
- Pemeriksaan colok dubur

D. Berdasarkan klasifikasi Tife:


Fraktur Tipe A: pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha berjalan.
Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada visera pelvis.
Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat berdiri, serta
juga tidak dapat kencing. Kadang – kadang terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat
bersifat lokal tetapi sering meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan
sangat nyeri.
E. Pemeriksaan penunjang trauma pelvis
a. Pemeriksaan radiologis:
Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan prioritas
pemeriksaan rongent posisi AP.
Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan umum
memungkinkan.
b. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
Kateterisasi
Ureterogram
Sistogram retrograd dan postvoiding
Pielogram intravena
Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal

F. Penatalaksanaan trauma pelvis


a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
- Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat, traksi,
pelvic sling
- Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikembangkan
oleh grup ASIF
Berdasarkan klasifikasi Tile:
- Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang dikombinasikan dengan
traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih nyaman dan bisa menggunakan
penopang.
- Fraktur Tipe B:
· Fraktur tipe openbook
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat tidur, kain gendongan
posterior atau korset elastis.
Jika celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring dan
menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada kedua ala ossis ilii.
· Fraktur tipe closebook
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun bisa dilakukan, akan
tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata
maka perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.
- Fraktur Tipe C
sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi kerangka yang
dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur sekurang – kurangnya 10 minggu.
Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan
satu atau lebih plat kompresi dinamis.

G. Komplikasi trauma pelvis


a. Komplikasi segera
- Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan antikoagulan
secara rutin untuk profilaktik.
- Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari bagian
tulang panggul yang tajam.
- Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra pars
membranosa.
- Trauma rektum dan vagina
- Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif sampai syok.
- Trauma pada saraf :
· Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila dalam jangka
waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
· Lesi pleksus lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal disertai
pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf.
b. Komplikasi lanjut
- Pembentukan tulang heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan lunak yang
hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan Indometacin sebagai profilaksis.
- Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma.
- Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi fraktur pada daerah
asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan,
maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan pergerakan serta
osteoartritis dikemudian hari.
- Skoliosis kompensator

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather.2009.Nursing Diagnoses : Definitions and Classification 2009-2011.USA :


Wiley-Blackwell.
Johnson, M., Mass, M., Moorhead, S., 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) second
edition. Missouri : Mosby
Dochterman, Joanne M., Bulecheck, Gloria N.2003.Nursing Intervention classification (NIC) 4 th
Edition.Missouri : Mosby.

Anda mungkin juga menyukai