Anda di halaman 1dari 4

Mengajak remaja berperan dalam pencegahan stunting

13-02-2021 Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Kalurahan Pengendalian Penduduk Dan Keluarga
Berencana Kesehatan

Latar Belakang

Stunting merupakan kondisi di mana pertumbuhan anak terganggu, ditandai dengan tubuh pendek yang
disebabkan oleh kekurangan gizi kronis. Balita stunting pada umumnya rentan terhadap penyakit,
mempunyai kecerdasan yang di bawah normal serta produktivitasnya rendah. Yang dimaksud
kekurangan gizi kronis di sini, yakni kondisi kekurangan gizi yang berlangsung lama, dari janin yang masih
ada di dalam rahim sampai bayi usia 24 bulan. Kondisi ini menyebabkan tumbuh kembang anak tidak
berlangsung secara optimal.

Di masa pandemi COVID-19, diperkirakan jumlah anak stunting dan gizi buruk di Indonesia meningkat.
Pasalnya, dengan banyaknya orang tua yang kehilangan pekerjaan, rasanya sulit untuk memenuhi
kelengkapan nutrisi buah hati mereka.

Beberapa hal yang bisa menjadi penyebab stunting pada anak, antara lain:

Kebersihan lingkungan yang kurang terjaga

Kebersihan lingkungan di sekitas anak yang kurang baik, seperti sanitasi yang buruk, dapat memicu
penyakit diare dan cacingan pada anak, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko gangguan tumbuh
kembang.

Status gizi ibu yang buruk saat hamil dan menyusui

Kekurangan gizi sejak janin dalam kandungan dan saat ibu menyusui, hal mana ini bisa berpengaruh
pada tumbuh kembang balita.

Pola MP ASI yang tidak sehat dan bergizi

Pada masa MP ASI sejak usia 6 bulan, oleh karena itu, standar makanan yang diberikan kepada bayi dan
balita harus sehat dan bergizi.

Anak jarang mengonsumsi sayur dan buah

Jarak kehamilan yang terlalu dekat

Jarak antar kehamilan yang dinilai aman adalah 18 bulan.

Usia kehamilan ibu

Ibu yang hamil pada usia di bawah 20 tahun meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anak.
Kesimpulannya, bahwa guna pencegahan stunting, hal pokok yang harus diperhatikan adalah gizi ibu
hamil dan balita harus terpenuhi, sehingga tumbuh kembang anak dapat optimal dan terwujud balita
yang sehat, balita yang mempunyai tingkat intelegensi yang baik.

Perlu kita ketahui bersama, bahwa remaja adalah calon orang tua di masa yang akan datang. Mereka-
mereka itulah yang nantinya mempunyai peran besar dalam mewujudkan generasi-generasi berkualitas
dimasa yang akan datang. Upaya yang paling tepat guna pencegahan stunting diawali dari mereka
sendiri, yakni kaum remaja.

Kurangnya pengetahuan remaja sebagai calon orang tua tentang pengasuhan 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK) dapat meningkatkan risiko anak yang dilahirkan kelak mengalami gangguan
pertumbuhan hingga stunting. Mendasari hal tersebut, sangat perlu bagi remaja untuk mendapatkan
pendidikan parenting juga pemahaman kesehatan serta pemahaman akan pentingnya
penerapan makan dengan pola gizi seimbang.

Yang tidak kalah penting adalah perencanaan keluarga. Ada beberapa hal yang perlu direncanakan oleh
remaja sebelum masuk kejenjang pernikahan, antara lain: usia ideal menikah (21 tahun bagi perempuan
dan 25 tahun bagi laki-laki), sehat baik jasmani maupun rohani, kesiapan mental, juga kesiapan
finansial/ekonomi.

Permasalahan
Hanya saja, dalam hal ini ada sejumlah masalah yang timbul terkait dengan kondisi remaja kita saat ini,
antara lain:
Sebagaian besar remaja belum menerapkan pola makan dengan gizi seimbang. Mereka lebih banyak
mengonsumsi makanan yang sifatnya instan. Buah-buahan dan sayur-sayuran jarang mereka konsumsi,
hal mana itu menyebabkan asupan vitamin dan gizi yang dibutuhkan oleh remaja tidak dapat terpenuhi.

Perencanaan keluarga oleh remaja sebelum masuk jenjang pernikahan belum semua menerapkan.
Masih ada remaja yang menikah di bawah usia ideal (peremnpuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun), yang
secara mental dan finansial belum siap, termasuk belum adanya kesiapan menjadi orang tua yang harus
bertanggung jawab mendampungi tumbuh kembang anak yang dilahirkan agar berjalan optimal.

Sebagaian besar remaja belum mendapatkan informasi secara lengkap tentang Pengasuhan 1000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK), yang dapat menjadi bekal saat menjadi orang tua dan diterapkan dalam
pengasuhan anak dan balitanya

Meningkatkan Peran Remaja untuk Pencegahan Stunting


Stunting, sampai awal tahun 2021 ini masih menjadi isu besar di Indonesia, termasuk di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Peran serta masyarakat termasuk pemerintah sangat diperlukan guna penanganan
pencegahan serta percepatan penurunannya. Dinas instansi yang berkompeten juga sangat diharapkan
mengalokasikan anggarannya untuk keperluan intervensi, baik intervensi yang bersifat spesifik maupun
sensitif. Komitmen dari propinsi, kabupaten/kota, kapanewon, sampai kalurahan sangat dibutuhkan
sebagai upaya penurunan angka stanting di Indonesia juga Daerah Istimewa Yogyakarta
alah satu kelompok yang patut dan tepat disasar agar berperan dalam pencegahan stunting adalah
remaja. Remaja merupakan kelompok potensial yang bisa dilibatkan dalam program pencegahan
stunting.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan remaja agar dapat berperan
dalam upaya pencegahan stunting, dan menurunkan kasus stunting di masa yang akan datang, antara
lain:

Perencanaan keluarga

Remaja diharapkan paham akan pentingnya perencanaan keluarga. Hal-hal yang perlu direncakan
sebelum masuk jenjang pernikahan, antara lain, ideal usia, matang secara mental, kesiapan secara
ekonomi serta sehat secara fisik. Dengan perencanaan keluarga, akan dapat menghindari pernikahan
dini/pernikahan usia anak, yang dapat menghasilkan keturunan bayi stunting. Ini sesuai tagline
BKKBN, "Berencana Itu Keren".

Pengetahuan tentang pola gizi seimbang

Dengan pengetahuan yang cukup tentang pentingnya penerapan pola gizi seimbang, pada saat remaja
menjadi orang tua maka akan paham apa yang harus dilakukan. Pemenuhan gizi seimbang pada saat
kehamilannya juga penting, karena menjamin kesehatan janin yang ada di dalam rahim. Pemberian ASI
eksklusif 6 bulan penuh yang dapat meningkatkan imunitas bayi, dan pemberian MPASI yang tepat yang
dapat memacu perkembangan otak secara optimal.

Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja (KRR)

Guna menghasilkan keturunan yang sehat dan mempunyai kecerdasan yang baik, remaja perlu paham
akan usia yang tepat untuk berreproduksi yang sehat, yaitu antara usia 21 tahun sampai 35 tahun
seorang perempuan.

Pengasuhan 1000 HPK

Pemahaman akan pengasuhan 1000 HPK perlu diketahui oleh remaja, agar remaja pada saat sudah
menjadi orang tua sudah siap untuk melakukan pengasuhan 1000 HPK. Karena, dengan penerapan
pengasuhan 1000 HPK, maka stunting akan dapat dicegah.

Selain itu, perlu ada upaya bagaimana agar penganganan dan pencegahan stunting bisa berjalan secara
efektif, dan penurunannya dapat terwujud, dengan melibatkan remaja dalam suatu wadah. Wadah PIK
Remaja dan Bina Keluarga Remaja (BKR) sarana yang tepat untuk menggandeng remaja untuk ikut
berperan dalam pencegahan stunting.

"Stunting adalah sebuah siklus. Jika calon ibu punya asupan gizi kurang sejak remaja, Ia berisiko punya
anak kurang gizi dan si anak akan mencontoh pola makan ibunya dan siklus tersebut akan terus
berlanjut".

Anda mungkin juga menyukai