Anda di halaman 1dari 16

PEDOMAN PENYELENGGARAAN

PROGRAM TB PARU DI PUSKESMAS TANAH MERAH

A. Latar belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai inventaris
bagi pemabngunan dumber daya manusia yang produktif secara social dan ekonomis. Untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut telah diselenggarakan berbagai upaya kesehatan
secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu menempatkan puskesmas sebagai penanggung jawab
penyelenggara upaya kesehatan tingkat pertama.
Puskesmas sebagai suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat, juga membina peran serta masyarakat, disamping memberikan
playanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok, mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan
masyarakat.
Salah satu upaya kegiatan pokok di puskesmas adalah program pengendalian dan pencegahan
TB Paru pada masyarakat. Upaya pengendalian Tuberkolosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung
sejak sebelum kemerdekaan. Setelah perang dunia kedua, secara terbatas melalui 20 balai
pengobatan dan 15 sanatorium yang pada umumnya berada dipulau Jawa.
Setelah perang kemerdekaan, diagnosis ditegakkan TB bedasarkan foto toraks dan pengobatan
pasien dilakukan secara rawat inap. Pada era tersebtu sebenarnya World Health Organization (WHO)
telah merekomendasikan upaya Diagnosis melalui pemeriksaan dhak langsung dan pengobatan
menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang baru saja ditemukan yaitu :INH, PAS, dan
Strptomisin serta metode pengobatan pasien dengan pila rawat jalan. Era tahun 1960-1970 menandai
diawalinya uapaya pengendalian TB secara modern dengan dibentuknya Subdid TB pada tahun
1967 dan susunannya suatu pedoman Nasional pengendalian TB. Pada era awal tersebut penata
laksanaan dilakukan melalui puskesmas dengan Rumah Sakit debagai pusat rujukan untuk penata
laksanaan kasus-kasus sulit. Pada tahun 1977 mulai diperkenalkan pengobatan jangka pendek (6
Bulan) dengan menggunakan paduan OAT yang terdiri dari INH, Rifampisin dan Ethambutol.
Beberpa kegiatan uji pendahuluan yang dilakukan menunjukkan hasil kesembuhan yang cukup
tinggi. Atas dasar keberhasilan uji tersebut mulai tahun 1995 secara Nasional strategi DOTS
diterapkan bertahap melalui puskesmas.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan untuk meningkatkan drajat kesehatan masyarakat.
2. Tujuan Khusus :
a. Meningkatkan penjaringan suspek dan penemuan kasus baru BTA +
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TBC
c. Mengurangi angka kejadian TBC di masyarakat melalui penemuan kasus secara dini
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penemuan kasus baru TBC
e. Membentuk patisipan aktif ( Toma, Toga, Kader) untuk mendukung penemuan kasus

C. Ruang Lingkup
1. Pelayan P2 TB dalam gedung
a. Pelayanan rawat jalan (konsling dan pemeriksaan suspek)
b. Pelayaanan rawat inap (asuhan keperawatan pada pasien suspek maupun BTA +)
2. Pelayanan TB Paru luar gedung
a. Follow Up pada pasien positif TB.Paru
b. Deteksi dini penyakit Tb. Paru Dimasyarakat
c. Pelacakan TB mangkir
d. Pemeriksaan kontak serumah
e. Penyuluhan TB di sekolah, kelompok masyarakat potensial, Toma, Toga, dan Kader

D. Sasaran dan Target Program


1. Sasaran Program TB Paru
Semua orang yang memiliki gejala TB dan penderita TB Paru yang masih dalam masa
pengobatan, paska pengobatan maupun pasien tersangka (suspek)
2. Target Program
1. Penemuan kasus baru 70%
2. Pemeriksaan Suspek 70%
3. Konversi 90%
4. Angka kesembuhan 85%
5. Case Notifikation Rate (CNR) 90%
E. Sumber Daya
1. Sumber Daya Manusia
Pelayanan P2TB di puskesmas dikelola/dilaksanakan oleh pemegang program TB dan
pendamping program sebanyak 2 orang terdiri dari 1 Orang Perawat PNS (S1
Keperawatan) dan 1 Orang Tenaga Perawat (D3 Keperawatan Tenaga Job)
2. Sumber Daya Sarana dan Prasarana
- Ruang Program TB Paru
- Laboratorium

F. Peran Lintas Program dan Lintas Sektor


1. Peran Lintas Program
- Promkes : Mengkoordinir pelaksanaan penyuluhan kepada sasaran masyarakat
resiko tinggi. Sebagai fasilitator/narasumber pada kegiatan kusus
(sosialisasi TB Paru pada tingkat
sekolah, Desa Siaga dll)
-Kesling : mencegah penyakit berbasis lingkungan khususnya pada masyarakat
resiko tinggi tertural TB Paru
KIA : bertanggung jawab terhadap Ibu Hamil dengan resiko TB Paru
P2P : Mengkoordinasi sub program TB Paru di Puskesmas
Perkesmas : melakukan pembinaan pada keluarga resiko tinggi baik penderita
TB+ maupun kontak serumah
Remasila : bersama-sama melakukan pembinaan pada lansia resiko tinggi TB
Paru maupun Lansia yang memiliki resoko tinggi penularan TB Paru.
UKS : Bersama-sama dengan petugas UKS melaksanakan sosilaisasi
tentang TB Paru
Laboratoriu : menentukan pemeriksaan Microscopi dalam pemeriksaan BTA
m

2. Peran Lintas Sektoral


Camat : membuat kebijakan yang terkait dengan program TB Paru sebagai upaya
peningkatan status kesehatan di wilayahnya. Menjamin tersedianya dana
Desa untuk kegiatan pelayanan Posyandu Paru Sehat, Desa Siaga Sehat
Jiwa melalui ADD. Melakukan pembinaan pada desa-desa yang
bermasalah di bidang kesehatan, berdasarkan hasil minilokakarya lintas
sectoral atau laporan langsung dari puskesmas.
Desa : Menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan rutin di Desa seperti
posyandu Paru Sehat, pemeriksaan kontak serumah dan pelacakan kasus
tersangka TB Paru ( Suspek ). Menyediakan sarana dan prasarana
termasuk kesiapan Kader di Desa, Sekolah.
Sekolah : Menpasilitasi kegiatan di Sekolah
PKK : Betanggung jawab terhadap peningkatan kapasitas Kader dalam membantu
memberikan pelayanan dan melakukan pembinaan pada keluarga resiko
tinggi TB

G. Metode dan tehnik yang digunakan


1. Metode yang digunakan :
- Pendekatan kelompok melalui pemberdayaan masyarakat atau komunitas di Desa
- Advokasi dan lobi pada penguasa Wilayah
- Penyuluhan dan konsling
- Kunjungan rumah

2. Pemanfaatan Teknologi
- Media komunikasi HP untuk melakukan komunikasi dengan Kader atau sasaran
- Memanfaatkan Komputer dengan program SITB untuk sistim pelaporan

H. Penutup
Demikian Pedoman pelayanan program TB Paru ini dibuat sebagai pedoman/acuan dalam
pelaksanaan pelayanan program TB Paru di puskesmas Tanah Merah

Tanah Merah, 02 Januari 2022


Kepala Puskesmas Tanah Merah

HJ.PETTY RISMAWATI,S.Tr.Keb,M.K.M
NIP. 19680621 198809 2 001
PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PROGRAM KESEHATAN JIWA DI PUSKESMAS LENEK

A. Latar belakang
Ganguan jiwa dan perilaku, menurut The World Health Report 2001, dialami kira-kira 25%
dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya dan lebih dari 40% diantaranya didiagnosis
secara tidak tepat sehingga menghabiskan biaya untuk pemeriksaan laboratorium dan pengobatan
yang tidak tepat. Ganguan jiwa dan perilaku dialami pada suatu ketika oelh kira-kira 10% pupulasi
orang dewasa. Dalam laporan itu dikutip juga penelitian yang menemukan bahwa 24% dari pasien
yang mengunjungi dokter pada pelayanan kesehatan dasar ternyata mengalami ganguan jiwa. Enam
puluh Sembilan persen (69%) dari pasien tersebut datang dengan keluhan-keluhan fisik dan banyak
diantaranya ternyata tidak ditemukan gangguan fisiknya.
Indonesia telah menghadapi berbagai traspormasi dan transisi di berbagai bidang yang
mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup, pola perilaku dan tata nilau kehidupuan. Dalam
bidang kesehatan terjadi transisi di berbagai bidang yang mengakibatkan terjadinya perubahan gaya
hidup, pola perilaku dan tatanilai kehidupan. Dalam bidang kesehatan terjadi transisi epidemiologis
di masyarakat dari kelompok penyakit menular ke kelopok penyakit tidak menular termasuk berbagai
jenis ganguan akibat perilaku manusia dan ganguan jiwa.
Masalah kesehatan jiwa juga menimbuklkan dampak social antara lain angka kekerasan,
criminalitas, bunuh diri, penganiyayan anak, perceraian, kenakalan remaja, penyalah gunaan zat,
HIV/AIDS, perjudian, pengangutan dll. Oelh karena itu masalah kesehatan jiwa perlu ditangani
secara serius
Dari hasil surfei kesehatan rumah tangga (SKRT Tahun 1965) yang dilakukan oeleh Balitbang
Departemen Kesehatan RI dengan menggunakan rancangan sampel dari susenas BPS terdapat 65.664
Rumah tangga menunjukkan bahwa Vrepalensi ganguan jiwa per 1000 anggota rumah tangga adalah
sbb:
 Ganguan mental Emosional (15 Tahun atau lebih): 140/1000
 Ganguan Mental Emosional (5-14 Tahun) 104/1000
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekana, dan ganguan jiwa lain yang
dapat menggangu kesehatan jiwa.
2. Tujuan Khusus :
a. Meningkatkan penemuan kasus orang dengan masalah kejiwaan secara dini di
masyarakat.
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ganguan jiwa
c. Mengurangi angka kejadian ganguan jiwa berat (ODGJ) di masyarakat melalui
penemuan kasus secara dini
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penemuan kasus ganguan jiwa
e. Membentuk patisipan aktif ( Toam, Toga, Kader) untuk mendukung penemuan kasus

C. Ruang Lingkup
1. Pelayan kesehatan jiwa dalam gedung
a. Pelayanan rawat jalan paska rawat inap di RSJ (Pemberian KIE)
b. Pelayaanan rujukan ke RSJ
2. Pelayanan Kesehatan Jiwa luar gedung
a. Pelacakan kasus jiwa
b. Kunjungan rumah kasus jiwa
c. Sosialisasi ganguan jiwa
d. Orientasi kader kesehatan jiwa

D. Sasaran dan Target Kesehatan jiwa


1. Sasaran Program Kesehatan Jiwa
Semua orang yang memiliki gejala Ganguan Jiwa baik Neurotik maupun psikotik yang masih
dalam masa pengobatan, paska pengobatan rujukan dari RSJ
2. Target Program
1. Kasus Pasung 0,01%
2. Sasaran kasus jiwa 70%
3. Target penemuan 1,2%
E. Sumber Daya
1. Sumber Daya Manusia
Pelayanan Kesehatan Jiwa di puskesmas dikelola/dilaksanakan oleh pemegang program
Kesehatan Jiwa dan pendamping program sebanyak 2 orang terdiri dari 1 Orang Perawat
PNS (S1 Keperawatan) dan 1 Orang Tenaga Perawat (D3 Keperawatan Tenaga Job)
2. Sumber Daya Sarana dan Prasarana
- Ruang Program Kesehatan Jiwa

F. Peran Lintas Program dan Lintas Sektor


1. Peran Lintas Program
Promkes : Mengkoordinir pelaksanaan penyuluhan kepada sasaran
masyarakat resiko tinggi.
Sebagai fasilitator/narasumber pada kegiatan kusus (sosialisasi
Kesehatan Jiwa pada
tingkat sekolah, Desa Siaga dll)
Kesling : mencegah ganguan jiwa khususnya pada masyarakat

KIA : bertanggung jawab terhadap Ibu Hamil dengan resiko Psikotik


pospartum

Prog.Kesehatan : Mengkoordinasi sub program Kesehatan Jiwa di Puskesmas


Khusus
Perkesmas : melakukan pembinaan pada keluarga penederita ganguan jiwa di
rumah

Remasila : bersama-sama melakukan pembinaan pada lansia dengan ganguan


Dimensia/ganguan jiwa organik.

UKS : Bersama-sama dengan petugas UKS melaksanakan sosilaisasi


tentang tanda-tanda ganguan jiwa di tingkat sekolah
2. Peran Lintas Sektoral
Camat : membuat kebijakan yang terkait dengan program Kesehatan Jiwa sebagai
upaya peningkatan status kesehatan di wilayahnya. Menjamin tersedianya
dana Desa untuk kegiatan pelayanan Kesehatan Jiwa, Desa Siaga Sehat
Jiwa melalui ADD. Melakukan pembinaan pada desa-desa yang
bermasalah di bidang kesehatan, berdasarkan hail minilokakarya lintas
sectoral atau laporan langsung dari puskesmas.
Desa : Menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan rutin di Desa seperti
Kesehatan Jiwa, pemeriksaan kontak serumah dan pelacakan kasus jiwa.
Menyediakan sarana dan prasarana termasuk kesiapan Kader di Desa,.
Sekolah : Menpasilitasi kegiatan di Sekolah tentang Kesehatan Jiwa
PKK : Betanggung jawab terhadap peningkatan kapasitas Kader dalam membantu
memberikan pelayanan dan melakukan pembinaan pada keluarga resiko
tinggi ganguan jiwa

G. Metode dan tehnik yang digunakan


1. Metode yang digunakan :
- Pendekatan kelompok melalui pemberdayaan masyarakat atau komunitas di Desa
- Advokasi dan lobi pada penguasa Wilayah
- Penyuluhan dan konsling
- Kunjungan rumah
2. Pemanfaatan Teknologi
- Media komunikasi HP untuk melakukan komunikasi dengan Kader atau sasaran
- Memanfaatkan Komputer dengan program Kesehatan Jiwa untuk sistim pelaporan.

H. Penutup
Demikian Pedoman pelayanan program Kesehatan Jiwa ini dibuat sebagai pedoman/acuan
dalam pelaksanaan pelayanan program Kesehatan Jiwa di puskesmas Tanah Merah.
Tanah Merah, Januari 2022
Kepala UPT Puskesmas Tanah Merah

HJ.PETTY RISMAWATI,S.Tr.Keb,M.K.M
NIP. 19680621 198809 2 001
PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PROGRAM P2 KUSTA DI PUSKESMAS LENEK

A. PENDAHULUAN
Penyakit kusta adalah penyakit kronik (menular menahun) yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang
kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot,
tulang dan testis.
Penyakit kusta jarang sekali ditemukan pada bayi. Angka kejadian penyakit kusta
meningkat sesuai umur dengan puncak kejadian pada umur 10-20 tahun (Depkes RI, 2006).
Penyakit kusta dapat mengenai semua umur dan terbanyak terjadi pada umur 15-29 tahun.
Serangan pertama kali pada usia di atas 70 tahun sangat jarang terjadi.
Kejadian penyakit kusta pada laki-laki lebih banyak terjadi dari pada wanita, kecuali di
Afrika, wanita lebih banyak terkena penyakit kusta dari pada laki-laki (Depkes RI, 2006).
Menurut Louhennpessy dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007) bahwa perbandingan penyakit
kusta pada penderita laki-laki dan perempuan adalah 2,3 : 1,0, artinya penderita kusta pada laki-
laki 2,3 kali lebih banyak dibandingkan penderita kusta pada perempuan. Menurut Noor dalam
Buletin Penelitian Kesehatan (2007) penderita pria lebih tinggi dari wanita dengan
perbandingannya sekitar 2 : 1.
Penderita penyakit kusta menimbulkan gejala yang jelas pada stadium lanjut dan cukup
didiagnosis dengan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan bakteriologi. Ada 3 tanda – tanda utama
yang dapat menetapkan diagnosis penyakit kusta yaitu: Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa,
penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf, dan adanya bakteri tahan asam di
dalam kerokan jaringan kulit. Pemeriksaan kerokan hanya dilakukan pada kasus yang meragukan.
Apabila ditemukan pada seseorang salah satu tanda - tanda utama seperti diatas maka orang
tersebut dinyatakan menderita kusta (Depkes, 2006).
Di Puskesmas/ Rumah sakit, penderita akan mendapatkan terapi anti kusta Multi Drug
Therapy (MDT) agar tidak menjadi sumber penularan, selain menghindari kemungkinan cacat
menjadi besar.

B. TANDA-TANDA PENYAKIT KUSTA


1. Bercak/kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh, kulit mengkilap, bercak yang
tidak gatal.
2. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut, lepuh tidak nyeri.
3. Tanda-tanda pada saraf adalah sebagai berikut: rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada
anggota badan atau muka, gangguan gerak anggota badan atau bagian muka, adanya cacat,
dan luka yang tidak mau sembuh (Depkes RI, 2006).

C. KLASISFIKASI KUSTA MENURUT WHO

Kelainan kulit dan hasil


PB MB
pemeriksaan
1.bercak (makula) mati
rasa : Kecil dan besar Kecil-kecil
a) Ukuran Uniteral atau bilateral Bilateral simetris
b) Distribusi asimetris
Kering dan kasar Halus,berkilat
c) Konsistensi Tegas Kurang tegas
d) Batas Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas,jika
e) Kehilangan rasa ada,terjadi pada yang
pada bercak sudah lanjut
Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas,jika
f) Kehilangan ada,terjadi pada yang
kemampuan sudah lanjut
berkeringat,
rambut rontok
pada bercak
2.infiltrat :
a) Kulit Tidak ada Ada,kadang-kadang tidak ada
b) Membran Tidak pernah ada Ada,kadang-kadangtidak ada
mukosa (hidung
tersumbat,
pendarahan di Central healing i. punched out lesion
hidung) (penyembuhan (lesi bentuk seperti
c) Ciri-ciri di tengah) donat)
ii. madarosis
iii. ginekomasti
iv. hidung pelana
v. suara sengau
Tidak ada Kadang-kadang ada
d) Nodulus Terjadi dini Biasanya simetris, terjadi lambat
e) Deformitas

D. PENCEGAHAN PRIMER
a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena
penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan
penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan
penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit
kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang
belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga
penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes RI, 2006)
b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti
pem’berian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan
bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta
sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta
sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di
Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi
BCG tersebut (Depkes RI, 2006).
E. PENCEGAHAN SEKUNDER
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan,
menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya
cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta
terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan
kepada orang lain (Depkes RI, 2006).

F. Tujuan
1. Tujuan umum
Menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik terhindar dari
penyakit menular terutama penyakit kusta,
2. Tujuan Khusus :
a. Meningkatkan penemuan kasus dengan kusta secara dini di masyarakat.
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta
c. Mengurangi angka kejadian penyakit kusta di masyarakat melalui penemuan kasus
secara dini
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penemuan kasus kusta
e. Membentuk patisipan aktif ( Toam, Toga, Kader) untuk mendukung penemuan kasus

G. Ruang Lingkup
1. Pelayan kesehatan jiwa dalam gedung
a. Pelayanan rawat jalan dalam penemuan kasus kusta
b. Upaya Pelayaanan rujukan yang bersipat spesialistik
2. Pelayanan kasus kusta luar gedung
a. Pelacakan kasus kusta
b. Kunjungan rumah pasien rehabilitasi kusta
c. Sosialisasi penyakit kusta
d. Orientasi kader kesehatan dalam pengenalan penyakit kusta

H. Sasaran dan Target Kesehatan Jiwa


1. Sasaran Program P2 Kusta
Semua orang yang memiliki gejala kusta yang masih dalam masa pengobatan, paska
pengobatan

2. Target Program
 CDR Kusta 100%

I. Sumber Daya
1. Sumber Daya Manusia
Pelayanan P2 Kusta di puskesmas dikelola/dilaksanakan oleh pemegang program P2 Kusta
dan pendamping program sebanyak 2 orang terdiri dari 1 Orang Perawat PNS (S1
Keperawatan) dan 1 Orang Tenaga Perawat (D3 Keperawatan Tenaga Job)
2. Sumber Daya Sarana dan Prasarana
- Ruang Program P2 Kusta

J. Peran Lintas Program dan Lintas Sektor


1. Peran Lintas Program

a. Promkes : Mengkoordinir pelaksanaan penyuluhan kepada sasaran masyarakat


resiko tinggi. fasilitator/narasumber pada kegiatan kusus (sosialisasi
Kust pada tingkat sekolah, Desa Siaga dll).
b. Kesling : mencegah penyakit Kusta yang berbasis lingkungan khususnya pada
masyarakat.
c. Prog.P2P : Mengkoordinasi sub program P2 di Puskesmas
d. Perkesmas : melakukan pembinaan pada keluarga penederita Kusta yang
direhabilitasi di rumah.
e. Remasila : bersama-sama melakukan pembinaan pada lansia yang mengalami
kusta
f. UKS : Bersama-sama dengan petugas UKS melaksanakan sosilaisasi
tentang tanda-tanda penyakit kusta di tingkat sekolah
2. Peran Lintas Sektoral
Camat : membuat kebijakan yang terkait dengan program P2 Kusta sebagai upaya
peningkatan status kesehatan di wilayahnya. Menjamin tersedianya dana
Desa untuk kegiatan pelayanan P2 Kusta, Desa Siaga Sehat Jiwa melalui
ADD. Melakukan pembinaan pada desa-desa yang bermasalah di bidang
kesehatan, berdasarkan hail minilokakarya lintas sectoral atau laporan
langsung dari puskesmas.
Desa : Menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan rutin di Desa seperti
pemeriksaan kontak serumah dan pelacakan kasus kusta. Menyediakan
sarana dan prasarana termasuk kesiapan Kader di Desa,.

Sekolah : Menpasilitasi kegiatan di Sekolah tentang sosialisasi penyakit kusta

PKK : Betanggung jawab terhadap peningkatan kapasitas Kader dalam membantu


memberikan pelayanan dan melakukan pembinaan pada keluarga resiko
tinggi penyakit kusta

K. Metode dan tehnik yang digunakan


1. Metode yang digunakan :
- Pendekatan kelompok melalui pemberdayaan masyarakat atau komunitas di Desa
- Advokasi dan lobi pada penguasa Wilayah
- Penyuluhan dan konsling
- Kunjungan rumah
2. Pemanfaatan Teknologi
- Media komunikasi HP untuk melakukan komunikasi dengan Kader atau sasaran
- Memanfaatkan Komputer dengan program P2 Kusta untuk sistim pelaporan
L. Penutup
Demikian Pedoman pelayanan program P2 Kusta ini dibuat sebagai pedoman/acuan dalam
pelaksanaan pelayanan program Kesehatan Jiwa di puskesmas Tanah Merah.

Tanah Merah, Januari 2022


Kepala UPT Puskesmas Tanah Merah

HJ.PETTY RISMAWATI,S.Tr.Keb,M.K.M
NIP. 19680621 198809 2 001

Anda mungkin juga menyukai