Askep Hiv Pada Ibu Hamil
Askep Hiv Pada Ibu Hamil
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah virus pada manusia yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu relatif lama dapat
menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrom)sedangkan AIDS sendiri
adalah sekumpulan tanda dan gejala infeksi yang berhubungan dengan penurunan sistem
kekebalan tubuh yang didapat karena infeksi HIV(Menteri et al., 2022). AIDS merupakan
suatukondisi dimana timbulnya berbagai macam gejala karena kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi sudah menurun bahkan menghilang akibat virus HIV.
Estimasi epidemiologi kasus HIV/AIDS secara global ada 37,6 juta (30,2-45,0 juta) orang
diseluruh dunia yanghidup dengan HIV pada tahun 2020 dimana sebanyak 35,9 juta (28,9
juta-43,0 juta)pada orang dewasa. Sebanyak 1,5 juta (1,1 juta-2,1 juta) pada orang yang
baru terinfeksi HIV pada tahun 2020. Sebanyak 690.000 (480.000-1 juta) orang
meninggal karena penyakit AIDS pada tahun 2020. Di Indonesia jumlah kasus HIV
positif yang dilaporkan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Estimasi jumlah orang
dengan HIV di Indonesia pada tahun 2020 sebanyak 543.100 orang dengan jumlahinfeksi
baru sebanyak 29.557 orang. Jumlah kasus baru AIDS pada tahun 2020 sebanyak 8.639
kasus dengan kasus kematian karena HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 30.137 orang
(Kementrian, 2020).Di Kabupaten Sikka HIV/AIDS bulan Januari – Agustus tahun 2023
sudah 54 kasus. Jumlah penderita HIV Januari – Agustus 2023 sebanyak 22 kasus
sedangkan AIDS 32 kasus. Kumulatif kasus dari tahun 2003 – Agustus 2023 sebanyak
1088 kasus, meninggal yang terdata 224 kasus.
Lebih dari 90 % bayi terinfeksi HIV tertular dari ibu yang HIV positif.Penularan tersebut
dapat terjadi pada masa kehamilan ,saat persalinan dan selama menyusui.Tanpa
pengobatan yang tepat dan dini separuh dari anak yang tertular HIV akan meninggal
sebelum ulang tahun yang kedua.(Dewita et al., 2016).Pencegahan penularan penyakit
HIV/AIDS dari ibu kebayi dapat dilakukan deteksi dini melalui skrining pada ibu hamil
dan mengobati ibu yang terinfeksi HIV dari pasangannya.
1
B.RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Konsep Dasar teori HIV/AIDS pada ibu hamil
2. Bagaimana Konsep Dasar Keperawatan HIV/AIDS pada ibu hamil
C.TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa itu HIV/AIDS pada ibu hamil serta penangannya
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian HIV/AIDS
b. Mengetahui etiologi dari penyakit HIV/AIDS
c. Mengetahui Stadium Klinis dari infeksi HIV/AIDS
d. Mengetahui penularan HIV/AIDS
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang HIV/AIDS
f. Mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS
g. Mengetahui komlikasi dari HIV/AIDS
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.KONSEP DASAR TEORI
1. PENGERTIAN
HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama
dapat menyebabkan AIDS (Acqiured Immuno Deficiency Syndrom),sedangkan
AIDS sendiri adalah sekumpulan tanda dan gejala infeksi yang berhubungan
dengan penurunan sistem kekebalan tubuh yang didapat karena infeksi
HIV(Menteri et al., 2022).Penderita HIV mudah terinfeksi berbagai penyakit
karena imunitas tubuh yang snagat lemah.
2. ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong retrovirus yang disebut
Human Immunodeficiency Virus).
Penyebab HIV/AIDS pada ibu hamil,antara lain;
a. Aktivitas seksual yang tidak sehat sebelum kehamilan terjadi
Hubungan seksual baik vaginal,anal atau oral dengan pasangan yang
terinfeksi dapat menjadi penyebab HIV pada ibu hamil.Ini disebabkan
oleh darah,air mani atau cairan vagina yng terinfeksi masuk ke dalam
tubuh.
b. Penggunanan jarum suntik bergantian
c. Tato menggunakan alat yang tidak steril
d. Transplantasi Organ yang dilakukan sebelum masa kehamilan
terjadi(spiritia yayasan, 2021)
3. STADIUM KLINIS INFEKSI HIV MENURUT WHO
a. Stadium I(Asimptomatik)
Tidak ada penurunan berat badan dan tidak ada gejala atau hanya
limfadenopati generalisata peresisten
b. Stadium II (Sakit Ringan)
3
1) Penurunan BB 5-10 %
2) Luka di sekitar bibir
3) Ruam kulit
4) Herpez zoster dalam 5 tahun terakhir
5) ISPA berulang misalnya sinusitis atau otitis
6) Ulcus mulut berulang
c. Stadium III (Sakit sedang)
1) Penurunan BB >10 %
2) Kandidiasis oral atau vagina
3) Oral hairy leukoplakia
4) Diare,demam yang tidak tahu penyebabnya lebih dari 1 bulan
5) Infeksi bakterial yang berat(pneumoni)
6) TB paru dalam 1 tahun
7) TB limfadenopati
8) Gingivitis/periodentitis ulseratif nekrotik akut
d. Stadium IV (Sakit berat,AIDS)
1) Sindroma wasting HIV
2) Kandidiasis esofangeal
3) Limfoma
4) Sarkoma kaposi
5) Kanker serviks invasif
6) Retinitis cytomegalovirus
7) Abses otak.toksoplasma
8) Meningitis kriptokokus
9) Ensefalopati HIV
10) Gangguan fungsi neurologis
4. PENULARAN HIV
1).Cara penularan HIV melalui alur ,sebagai berikut:
a. Cairan genital :cairan sperma dan cairan vagina
4
b. Kontaminasi darah atau jaringan seperti transfusi darah dan produknya
(plasama,trombosit),penggunaan peralatan medis yang tidak steril dan
penggunaan jarum suntik bersama,tato dan tindik tidak steril
c. Perinatal :penularan dari ibu ke janin/bayi,pennularan ke janin terjadi
saat kehamilan melalui plasenta yang terinfeksi dan pada bayi melalui
darah atau cairan genital saat persalinan dan melalui ASI pada masa
laktasi(Purnamawati, 2016)
2). Ada 3 faktor resiko penularan HIV dari ibu ke anak,yaitu sebagai berikut:
a) Faktor ibu
1) Kadar HIV dalam darah ibu(viral load)merupakan faktor
yang paling utama penularan HIV dari ibu ke anak,semakin
tinggi kadar viral load semakin besar kemungkinan
penularannya,khusunya pada saat menjelang persalinan dan
masa menyusui bayi
2) Kadar CD4 ,Ibu dengan kadar CD4 yang rendah khususnya
dengan jumlah CD4 dibawah 350sel/mm,menunjukan daya
tahan tubuh yang rendah karena banyak sel limfosit yang
pecah/rusak,kadar CD4 tidak selalu berbanding terbalik
dengan viral load,pada fase awal bisa keduanya tinggi dan
pada lanjut keduanya bisa rendah kalau penderitanya
mendapat Antiretrovirus (ARV)
3) Status gizi selama kehamilan,BB yang rendah serta
kekurangan gizi terutama protein ,vitamin dan mineral
selama kehamilan meningkatkan resiko ibu mengalami
penyakit infeksi yang dapat meningkatkan HIV dalam darah
ibu sehingga menambah resiko penularan ke bayi
4) Penyakit infeksi pada kehamilan;IMS misalnya
sifilis,malaria dan TBC berisiko mneningkatkan kadar HIV
dalam darah ibu,sehingga resiko penularan ke bayi semakin
besar
5
5) Masalah pada payudara:puting lecet,mastitis dan abses pada
payudara akan meningkatkan risikon penulran infeksi
melalui pemberian ASI
b) Faktor bayi
1) Usia dan berat badan bayi saat lahirbayi prematur atau
BBLR lebih rentan tertular HIV karena sistem organ dan
sistem kekebalan tubuh belum berkembang baik
2) Periode pemberian ASI;risiko penularan melalui
pemberian ASI tanpa pengobatan berkisar antara 5-20 %
3) Adanya luka dimulut bayi;risiko penularan lebih besar
ketika bayi diberi ASI
c) Faktor tindakan obstetri
Risiko penularan HIV dari ibu ke anak terjadi pada saat persalinan
karena tekanan pada plasenta meningkat sehingga dapat
menyebabkan terjadinya hubungan antara darah ibu dan darah
bayi,selain itu bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor-
faktor yang dapat meningkatkan terjadinya risiko penularan HIV dari
ibu ke anak pada saat persalinan adalah jenis persalinan,lamanya
persalianan,ketuban pecah lebih dari empat jam,dan tindakan
episiotomi,ekstraksi vakum dan forsep.
Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan
oleh beberapa lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi
janin dari infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan, infeksi ataupun
kerusakan pada plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta, sehingga
terjadi penularan HIV dari ibu ke anak. Penularan HIV dari ibu ke anak
pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada saat menyusui.
Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak mendapatkan penanganan PPIA
saat hamil diperkirakan sekitar 15-45%. Risiko penularan 15-30% terjadi
pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan risiko transmisi HIV
6
sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui.Apabila ibu
tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-30% dan akan
berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan anti retrovirus (ARV).
Pemberian ARV jangka pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko
penularan HIV sebesar 15-25% dan risiko penularan sebesar 5-15%
apabila ibu tidak menyusui. Akan tetapi, dengan terapi antiretroviral
jangka panjang, risiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat diturunkan
lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui secara eksklusif memiliki risiko
yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya dibandingkan dengan ibu
yang tidak menyusui. Dengan pelayanan PPIA yang baik, maka tingkat
penularan dapat diturunkan menjadi kurang dari 2%.(Sianturi et al., 2021)
5. PATOFISIOLOGI
Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV- AIDS
pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah
terinfeksi HIV. HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah,
semen dan sekret vagina. Human Immunodeficiency Virus (HIV) tergolong
retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA yang mampu menginfeksi
limfosit CD4 (Cluster Differential Four), dengan melakukan perubahan sesuai
dengan DNA inangnya. Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu
sel-sel yang mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang
peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.
Virus juga dapat menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit,
sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina,
sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk kedalam limfosit
T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya
menghancurkan sel limfosit itu sendiri Kejadian awal yang timbul setelah infeksi
HIV disebut sindrom retroviral akut atau Acute Retroviral Syndrome. Sindrom ini
diikuti oleh penurunan jumlah CD4 dan peningkatan kadar RNA HIV dalam
plasma. CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju
7
penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam
keadaan AIDS. Viral load (jumlah virus HIV dalam darah) akan cepat meningkat
pada awal infeksi dan pada fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 <
200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi oportunistik, berat badan turun
secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan
ARV, rata-rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7
tahun .
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes HIV pada ibu hamil yang paling umum adalah test antibodi HIV. Tes antibodi
HIV bertujuan mencari antibodi HIV pada sampel darah. Antibodi HIV
merupakan sejenis protein yang diproduksi tubuh untuk menanggapi infeksi virus.
HIV pada ibu hamil baru bisa benar-benar dipastikan ketika mendapat hasil positif
dari tes antibodi HIV. Tes kedua berupa tes konfirmasi HIV dilakukan untuk
memastikan bahwa orang tersebut memang benar terinfeksi oleh HIV. Jika tes
kedua juga positif, berarti positif terinfeksi HIV selama kehamilan.
Pemeriksaan HIV pada ibu hamil juga bisa mengidentifikasi keberadaan penyakit
menular seksual lainnya, seperti hepatitis C dan sifilis. Selain itu, pasangan juga
harus menjalani tes HIV.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah:
a. Pemeriksaan histologis, sitologis urin , hitung darah lengkap, feces, cairan
spina, luka, sputum, dan sekresi.
b. Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG. Tes lainnya: sinar X dada
menyatakan perkembangan filtrasi Interstisial dari PCV tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal
pneumonia interstisial;Scangallium; biopsy; branskokopi.
c. Tes Antibodi Tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), untu
menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV
d. Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali
antibodi HIV dan memastikan seropositifitas HIV. Indirect
8
immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk
memastikan seropositifitas.
e. kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi efek anti
virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral
burden).Antibody yang ditimbulkan oleh infeksi HIV terjadi sejak infeksi
berusia 2-3 bulan. Antibody ini akan masuk melalui plasenta menuju
janin.Infeksi langsung pada janin mulai sejak usia 13 minggu dengan
mekanisme yang tidak diketahui. Infeksi ini disebut sebagai infeksi
vertical karena berlangsung semasih intrauterin. Cara infeksi lainnya pada
bayi adalah saat pertolongan persalinan karena melalui jalan lahir dengan
cairannya yang penuh dengan virus HIV.
7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan HIV secara umum dilakukan lewat terapi obat antiretroviral (ARV).
Kombinasi obat ini dapat mengendalikan atau bahkan menurunkan jumlah viral
load HIV pada darah ibu hamil. Seiring waktu, kerutinan menjalani pengobatan
HIV dapat meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan infeksi.
Patuh terhadap terapi ART juga memungkinkan ibu hamil mencegah penularan
infeksi HIV pada bayi dan pasangannya. Beberapa obat anti-HIV telah dilaporkan
dapat tersalurkan dari ibu hamil ke bayi dalam kandungan melalui plasenta (juga
disebut ari-ari). Obat anti-HIV dalam tubuh bayi membantu melindunginya dari
infeksi HIV.
Tatalaksana Selanjutnya adalah :
1. Pengobatan antiretroviral
Hingga kini belum ada obat antiretroviral yang dapat menyembuhkan
infeksi HI, obat yang ada hanya dapat memperpanjang kehidupan. Obat
antiretroviral yang dipakai pada bayi/anak adalah Zidovudine. Obat
tersebut diberikan bila sudah terdapat gejala seperti infeksi oportunistik,
sepsis, gagal tumbuh, ensefalopati progresif, jumlah trombosit <
75.000/mm3 selama 2 minggu, atau terdapat penurunan status imunologis.
Pemantauan status imunologis yang dipakai adalah jumlah sel CD4 atau
9
kadar imunoglobulin < 250 mg/mm3. Jumlah sel CD4 untuk umur 6 tahun
berturut-turut adalah < 500/mm3. Pengobatan diberikan seumur hidup.
Dosis pada bayi 4 minggu adalah 3 mg/kg BB per oral setiap 6 jam, untuk
anak lebih besar 180 mg/m2; dosis dikurangi menjadi 90- 120 mg/m2
setiap 6 jam apabila terdapat tanda-tanda efek samping atau intoleransi
seperti kadar Hemoglobin dan jumlah leukosit menurun, atau adanya
gejala mual (Suradi, 2003). Untuk pencegahan terhadap kemungkinan
terjadi infeksi Pneumocystis carinii diberikan
trimethropinsulfamethoxazole dengan dosis 150 mg/m2 dibagi dalam 2
dosis selama 3 hari berturut setiap minggu. Bila terdapat
hipogammaglobulinemia (IgG<250 mg/ 83 dl) atau adanya infeksi
berulang diberikan Imunoglobulin intravena dengan dosis 400 mg/kg BB
per 4 minggu. Pengobatan sebaiknya oleh dokter anak yang telah
memperdalam tentang pengobatan AIDS pada anak
2.Pemberian makan
Telah diketahui bahwa ASI mengandung virus HIIV maka sebaiknya bayi
tidak mendapat ASI. Namun diharapkan pemberian pengganti ASI jangan
berdampak lebih buruk pada bayi. Apabila ibu memilih tidak memberikan
ASI maka ibu diajarkan memberikan makanan alternatif yang baik dengan
cara yang benar, misalnya pemberian dengan cangkir jauh lebih baik
dibandingkan dengan pemberian melalui botol. Bila ibu memilih
memberikan ASI walaupun sudah dijelaskan kemungkinan yang terjadi,
maka dianjurkan untuk memberikan ASI secara eksklusif selama 3-4 bulan
kemudian menghentikan ASI dan bayi diberikan makanan alternatif. Perlu
diusahakan agar puting jangan sampai luka karena virus HIV dapat
menular melalui luka. ASI tidak boleh diberikan bersama susu formula
karena susu formula akan menyebabkan luka di dinding usus yang
menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk
3.Imunisasi
Beberapa peneliti menyatakan bahwa bayi yang tertular HIV melalui
transmisi vertikal masih mempunyai kemampuan untuk memberi respons
10
imun terhadap vaksinasi sampai umur 1-2 tahun. Oleh karena itu di
negara-negara berkembang tetap dianjurkan untuk memberikan vaksinasi
rutin pada bayi yang terinfeksi HIV melalui transmisi vertikal. Namun
dianjurkan untuk tidak memberikan imunisasi dengan vaksin hidup
misalnya BCG, polio, dan campak. Untuk imunisasi polio OPV (oral polio
84 vaccine) dapat digantikan dengan IPV (inactivated polio vaccine) yang
bukan merupakan vaksin hidup. Imunisasi Campak juga masih dianjurkan
oleh karena akibat yang ditimbulkan oleh infeksi alamiah pada pasien ini
lebih besar daripada efek samping yang ditimbulkan oleh vaksin campak
4.Dukungan Psikologis
Bayi memerlukan kasih sayang yang kadangkadang kurang bila bayi tidak
disusukan ibunya. Perawatan anak seperti pada anak lain. Hindari jangan
sampai terluka. Bilamana sampai terluka rawat lukanya sedemikian dengan
mengusahakan agar si penolong terhindar dari penularan melalui darah.
Pakai sarung tangan dari latex dan tutup luka dengan menggunakan verban.
Darah yang tercecer di lantai dapat dibersihkan dengan larutan desinfektans.
Popok dapat direndam dengan deterjen. Perlu mendapat dukungan ibu,
sebab ibu dapat mengalami stres karena penyakitnya sendiri maupun infeksi
berulang yang diderita anaknya (Sianturi et al., 2021)
8. KOMPLIKASI
a. Oral
11
mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum
(nyeri retrosternal).
b. Neurologik
1) Wasting syndrome ,
2) Diare
3) Hepatitis.
4) Penyakit Anorektal
f. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis
seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan
pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum
12
kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan
plak yang disertai deformitas.
e. Sensorik
1) Pandangan :
2) Pendengaran :
otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis,
sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
Tanpa penanganan medis yang tepat, masing-masing dari infeksi tersebut juga
berisiko menyebabkan komplikasinya tersendiri pada kesehatan tubuh serta
kehamilan. Ambil contoh toksoplasmosis. Parasit penyebab penyakit ini dapat
menginfeksi bayi lewat plasenta sehingga menyebabkan keguguran, bayi lahir
mati (stillbirth), dan dampak buruk lainnya bagi ibu dan bayi.
Bahaya HIV pada ibu hamil dan bayinya tidak cuma itu. Ibu hamil yang
terdiagnosis positif HIV juga dapat menularkan infeksinya pada bayi di dalam
kandungan lewat plasenta. Tanpa pengobatan, seorang ibu hamil yang positif HIV
berisiko sekitar 25-30% untuk menularkan virus pada anaknya selama kehamilan.
13
PATAFLOW DIAGRAM HIV
Merusak seluler
Infeksi oportunistik
S.Pernapasan S.pencernaan
Resiko
perfusi
cerebral
14
B.KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama :
Keluhan utama ibu hami HIV/AIDS adalah Keluhan yang sehubungan
dengan kehamilannya, ibu juga mengeluh berbagai masalah sesuai
dengan stadium
1.Riwayat menstruasi
Fluor albus : banyak, gatal, berbau, warna hijau. Pada ibu dengan HIV
mudah terkena infeksi jamur yang bila mengenai organ genetal bisa
menyebabkan keputihan.
Keluhan pada trimester I,II atau III pada ibu hamil dengan HIV seperti
keluhan ibu hamil normal terkadang dijumpai keluhan berdasarkan
stadium HIV / AIDS
15
o Trimester III : sering kencing, obstipasi, sesak nafas (bila tidur
terlentang) sakit punggung, edema, varises
4.Riwayat perkawinan
Hamil dengan HIV biasanya ibu atau suami menikah lebih dari satu kali
atau mempunyai banyak pasangan
Pada ibu dengan HIV biasanya penyakit yang diderita beragam, antara lain :
demam, faringitis, limfadenopati, artalgia, myalgia, letargi, malaise, nyeri
kepala, mual, muntah, diare, anoreksia, penurunan berat badan, dapat juga
menimbulkan kelainan saraf seperti meningitis, ensefaliitis neuropati perifer
dan mielopati. Gejala-gejala dermatologi yaitu ruam
makropapulereritematosa dan ulkus makokutan
Penyakit HIV dapat diturunkan oleh orang tua ataupun ditularkan oleh suami
penderita
1. Pemeriksaan kesadaran
2. Tanda-tanda vital
Nadi: ibu hamil dengan HIV tidak ada perbedaan jumlah nandi dengan
ibu hamil normal. Pemeriksaan suhu: suhu pada ibu hamil dengan HIV
pada fase akut dan fase laten akan mengalami demam.
16
3. Pemeriksaan kepala dan leher
4.Pemeriksaan mulut:
5. Pemeriksaan dada
Ada tarikan dinding dada. Ada ronchi dan wheezing sebagai indikasi
kelainan organ pernafasan. Apabila sudah terjadi TB pulmonar dan
PCP(Pneumocystis Carinii Pneumonia) manifestasi dari HIV/AIDS. Pada
pasien HIV mulai stadium 1 terdapat limpadenopati (pembengkakan
kelenjar limfe)
6. Pemeriksaan Abdomen
Terdapat luka bekas SC apabila ibu persalinan yang lalu mengidap HIV
mencegah penularan ibu ke bayi. Pembesaran uterus terkadang tidak
sesuai dengan umur kehamilan. Hal tersebut dikarenakan adanya infeksi
HIV menyebabkan gangguan pertumbuhan pada janin.
7. Pemeriksaan kulit
Kadang ditemukan tanda-tanda dermatitis, herpes zoster, prurigo, dan
kelainan kulit lainya akibat infeksi jamur.
Pemeriksaan Ekstermitas Atas : tidak ada edema
Ekstreitas Bawah : tidak ada varises
Pada stadium 2 terlihat luka infeksi/ ulkus pada kuku.
17
3 . Pengkajian Gordon
Persepsi kesehatan Pada kasus ini klien dan keluarga tidak mengerti bahwa
seks bebas dapat menyebabkan penyakit yang berbahaya, seperti penyakit
yang sedang diderita klien.
Pada pasien HIV pola makan harus dijaga untuk menghindari terjadinya
infeksi oportinistik. Wanita dewasa memerlukan 2.500 kalori/hari, jumlah
tambahan kalori yang dibutuhkan pada ibu hamil adalah 300 kalori/hari
dengan komposisi menu seimbang. Pada pasien HIV yang mengalami
ulserasi mukosa oral terjadi gangguan pemenuhan nutrisi karena
ketidaknyamanan/sakit saat makan
c.Pola Eliminasi
BAK dalam batas normal BAB teratus setiap hari 1x Pada stadium HIV
lanjut (stadium III dan IV ) ibu dapat mengalamidiare akut
18
apatis, retardasi pesikomotor/ respon melambat. Timbul refleks tidak
normal, menurunnya kekuatan otot, gaya berjalan ataksia. Termor pada
motorik kasar/ halus, menurunnya motorik fokalis, hemiparase, kejang
hemoragi retina dan eksudat(renitis CMV)
Seberapa sering aktivitas sex yang dilakukan ibu dari suami sebelum dan
selama kehamilan. Mungkin ditemukan adanya penurunan aktivitas
seksual utamanya pada mereka yang sudah dikarenakan kondom dapat
mencegah penularan HIV
j.Pola Keyakinan
Nilai Pola keyakinan perlu dikaji oleh perawat terhadap klien agar
kebutuhan spiritual klien data dipenuhi selama proses perawatan klien di
RS. Kaji apakah ada pantangan agama dalam proses pengobatan klien.
19
2.Diagnosa Keperawatan
20
mekonium Sianosis Lakukan penghisapan
dijalan menurun lendir kurang dari 15
napas(neonatus) Frekuensi detik
Gelisah napas membaik Berikan oksigen, jika
Sianosis Pola napas perlu
Bunyi napas membaik Edukasi
menurun Anjurkan asupan
Frekuensi napas 2000 ml/hari
berubah Ajarkan batuk efektif
Pola napas
berubah Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator
2 Hipertermi b.d proses Setelah dilakukan Manajemen Hipertermi
penyakit tindakan keperawatan a. Observasi
(miss:infekai,kanker) dalam waktu 1x24 jam Identifikasi
(D0130) yang ditandai hipertermi membaik Penyebab
dengan: dengan Hipertermi
DS: KH: (Dehidrasi,
DO: Suhu tubuh normal Terpapar
Suhu tubuh diatas Kulit merah Lingungan Panas,
normal membaik Penggunaan
Kulit merah Takikardi menurun Incubator)
Takikardi Takipnea menurun Monitor Suhu
Takipnea Suhu kulit membaik Tubuh
Kulit teraba Monitor Kadar
hangat Elektrolit
Monitor Haluaran
Urine
21
Monitor
Komplikasi
Akibat
Hipertermi
b. Terapeutik
Sediakan
Lingkungan Yang
Dingin
Longgarkan Atau
Lepaskan Pakian
Basahi Dan
Kipasi
Permukaan
Tubuh
Berikan Cairan
Oral
Ganti Linen
Setiap Hari Atau
Lebih Sering Jika
Mengalami
Hyperhidrosis
(Keringat
Berlebih)
Lakukan
Pendinginan
Eksternal(Selimut
Hipotermia,
Kompres Dingin
Pada Dahi, Leher,
22
Dada, Abdomen,
Aksila)
Hindari
Pemberian
Antipiretik Atau
Aspirin
Berikan Oksigen
Jika Perlu
c. Edukasi
Anjurkan Tirah
Baring
d. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit jika
perlu
23
➢ BB menurun ➢ Napsu makan • Lakukan oral hygiene
24
• Identifikasi
kemungkinan berat
badan kurang
• Monitor adanya mual
dan muntah
• Monitor jumlah kalori
yang dikonsumsi sehari-
hari
• Monitor berat badan
• Monitor albumin,
limfosit dan elektrolit
serum Terapeutik :
• Berikan perawatan
mulut sebelum
pemberian makan, jika
perlu
• Sediakan makanan
yang tepat sesuai kondisi
pasien (mis, makanan
dengan tekstur halus,
makanan yang diblender)
• Hidangkan makanan
secara menarik
• Berikan suplemen, jika
perlu
• Berikan pujian pada
pasien / keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi :
25
• Jelaskan jenis makanan
bergizi tinggi, namun
tetap terjangkau
• Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan
4 Diare (D.0020) Eliminasi Manajemen
Berhubungan dengan fekal(L.040330) diare(1.03101) Tindakan
fisiologis(proses Setelah dilakukan Observasi
infeksi)dibuktikan intervensi keperawatan • Identifikasi penyebab
dengan selama1x24 jam maka diare
DS eliminasi fekal • Identifikasi Riwayat
• Nyeri/kram pada membaik dengan pemberian makanan
abdomen kriteria hasil : • Identifikasi gejala
DO • Defekasi lebih • Kontrol pengeluaran invaginasi
dari 3 kali dalam 24 feses • Monitor
jam • Nyeri abdomen warna,volume,
• Feses lembek atau menurun Frekwensi, dan
cair • Kram abdomen konsistensi tinja
• Frekwensi peristaltic menurun • Monitor tanda dan
meningkat • Bising • Konsistensi feses gejala hypovolemia
usus hiperakti membaik • Monitor jumlah
• Frekwensi defekasi pengeluaran diare
membaik • Monitor keamanan
• Peristaltik usus menyiapkan makanan
membai Terapeutik
• Berikan asupan cairan
oral
• Pasang jalur intravena
• Berikan cairan
intravena
26
• Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
. • Ambil sampel feses
untuk kultur Edukasi
• Anjurkan makanporsi
kecil tapi sering
• Anjurkan menghindari
makanan pembentuk
gas,pedas dan
mengandung laktosa
• Anjurkan melanjutkan
pemberian ASI
Kolaborasi i
• Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas
• Kolaborasi pemberian
obat antispasmodic
• Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses
4.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
27
5. EVALUASI
28
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
HIV/AIDS pada ibu hamil merupakan masalah serius karena bukan hanya merupakan
masalah kesehatan, tetapi juga masalah ekonomi, sosial dan lain - lain. Berdasarkan sifat
dan efeknya, sangatlah unik karena AIDS mematikan kelompok yang paling produktif
dan paling efektif secara reproduksi dalam masyarakat, yang kemudian berdampak pada
AIDS terhadap masyarakat dapat bersifat permanen atau setidaknya berjangka sangat
panjang.
AIDS secara sosial tidak terlihat (invisible) meski demikian kerusakan yang ditimbulkan
menimbulkan rasa malu dan pengucilan dari masyarakat yang kemudian akan mengiring
B.SARAN
1.Pasien
29
2.Bagi Mahasiswa
4. Bagi Institusi
30
DAFTAR PUSTAKA
Dewita, G., Barus, A. B., Yusuf, A. I., & Tjiptaningrum, A. (2016). Pendekatan
Diagnostik dan Penatalaksanaan Pada Pasien HIV-AIDS Secara Umum. J Medula
Unila, 6(1), 56–61.
Menteri, P., Republik, K., Human, P., Virus, I., Immuno-, A., Syndrome, D., Infeksi, D.
A. N., Seksual, M., Rahmat, D., Yang, T., Esa, M., Kesehatan, M., & Indonesia, R.
(2022). BERITA NEGARA. 831.
Purnamawati, D. (2016). Pendidikan Kesehatan HIV dan AIDS Bagi Tenaga Kesehatan.
In STIKes Kharisma Karawang.
Sianturi, Y., Malau, M., & Hutapea, G. (2021). Surat Penugasan Audit (Vol. 16, Issue
001). https://www.belajarakuntansionline.com/surat-penugasan-audit/
spiritia yayasan. (2021). Penyebab HIV pada Ibu Hamil, Pahami Gejala dan Cara Tepat
Mengatasinya (p. 1). https://spiritia.or.id/informasi/detail/217
Dewita, G., Barus, A. B., Yusuf, A. I., & Tjiptaningrum, A. (2016). Pendekatan
Diagnostik dan Penatalaksanaan Pada Pasien HIV-AIDS Secara Umum. J Medula
Unila, 6(1), 56–61.
Menteri, P., Republik, K., Human, P., Virus, I., Immuno-, A., Syndrome, D., Infeksi, D.
A. N., Seksual, M., Rahmat, D., Yang, T., Esa, M., Kesehatan, M., & Indonesia, R.
(2022). BERITA NEGARA. 831.
Purnamawati, D. (2016). Pendidikan Kesehatan HIV dan AIDS Bagi Tenaga Kesehatan.
In STIKes Kharisma Karawang.
Sianturi, Y., Malau, M., & Hutapea, G. (2021). Surat Penugasan Audit (Vol. 16, Issue
001). https://www.belajarakuntansionline.com/surat-penugasan-audit/
spiritia yayasan. (2021). Penyebab HIV pada Ibu Hamil, Pahami Gejala dan Cara Tepat
Mengatasinya (p. 1). https://spiritia.or.id/informasi/detail/217
PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
31
32