Praktik Pemeriksaan Fisik Pada Bayi
Praktik Pemeriksaan Fisik Pada Bayi
Pemeriksaan fisik BBL dilakukan minimal 3x yaitu: pada saat lahir; dalam 24 jam
pertama; pada waktu pulang.
1. Pemeriksaan yang pertama pada BBL harus dilakukan di kamar bersalin. Tujuannya
adalah:
a. Menilai gangguan adaptasi BBL yang memerlukan resusitasi
b. Menentukan kelainan yang perlu tindakan segera (atresia ani, atresia esofagus),
trauma lahir
c. Menentukan apakah BBL dapat rawat gabung atau ruang perawatan khusus atau
segera operasi/
2. Pemeriksaan kedua dilakukan di ruang perawatan dan dilakukan di depan ibu.
Tujuannya adalah agar kelainan yang luput dari pemeriksaan pertama dapat
ditemukan.
3. Pemeriksaan yang ketiga adalah sebelum bayi dipulangkan. Hal ini ditujukan untuk
menilai kelainan BBL yang masih ada, misal: ikterus, cephalhematom, aspirasi
pneumonia, atau infeksi nosokomial.
Prinsip pemeriksaan bayi baru lahir:
1. Persiapan : lingkungan hangat, bayi hangat, cahaya cukup
2. Melibatkan ibu dan keluarga
3. Bidan harus waspada terhadap tanda abnormal
4. Menyeluruh dan sistematis
5. Dilakukan dengan lembut
6. Dengan arah head to toe
7. Perhatikan kesimetrisan kanan dan kiri
8. Sebelum pakaian bayi dibuka periksa daerah kepala dan refleks
9. Periksa tanda-tanda vital di awal sebelum bayi menangis
10. Pemeriksaan panggul dilakukan akhir karena tidak nyaman
NO PROSEDUR TINDAKAN Pelaksanaan
Tahap Pra interaksi Ya Tidak
1 Jelaskan prosedur pada orang tua dan minta persetujuan
tindakan.
2 Periksa bayi secara sistematis dan menyeluruh.
Periksa apakah bayi dalam keadaan hangat, buka bagian
yangg akan diperiksa (jika bayi telanjang pemeriksaan
harus dibawah lampu pemancar) dan segera selimuti
kembali dengan cepat.
3 Pastikan pencahayaan baik.
4 Siapkan alat :
a. Kapas alkohol dalam tempatnya.
b. Bak instrumen
c. Handscoon
d. Tissue dalam tempatnya
e. Senter
f. Termometer
g. Stetoskop
h. Tongs patel
i. Selimut bayi
j. Bengkok
k. Timbangan bayi
l. Selimut bayi
m. Bengkok
n. Timbangan bayi
o. Pita ukur/metlin
p. Timer
q. Pengukur panjang badan
r. Buku catatan
Tahap orientasi
4 Berikan salam
5 Jaga privaci klien
Tahap Kerja
6 Cuci tangan dan memakai sarung tangan
8 Pemeriksaan Di Kamar Bersalin
a. Menilai adaptasi
a. Penilaian Awal Begitu bayi lahir, langsung dikaji
dengan cepat 3 hal dari Skor APGAR:
WARNA KULIT: Apakah warna kulit bayi
merah muda? Atau pucat/biru?
TONUS OTOT: Apakah bayi aktif atau lemas?
USAHA NAFAS: Apakah bayi menangis kuat?
Atau merintih, lemah?
Jika penilaian awal didapatkan hasil buruk (kulit
biru, bayi lemas, tidak menangis) maka SEGERA
dilakukan tindakan resusitasi.
b. Penilaian APGAR Score Dilakukan pada 1 menit,
5 menit dan 10 menit setelah lahir. NB: APGAR
Score TIDAK digunakan untuk mendiagnosa
asfiksia atau memulai resusitasi. Pengukuran pada
menit pertama, kelima dan kesepuluh hanya
dicantumkan sebagai penilaian keberhasilan
resusitasi dan ada peningkatan Skor APGAR.
Diagnosa Asfiksia dibuat dari penilaian 3 hal (di
poin a)
b. Mencari kelainan kongenital
1) Anamnesa ibu mengenai riwayat kehamilan:
konsumsi obat, infeksi virus, penyakit ibu, kelainan
bawaan
2) Memeriksa jumlah cairan ketuban
Hidramnion (>2000ml) hal ini berkaitan dengan
obstruksi (penyumbatan) usus; ibu DM, PE
Oligohidramnion (<500 ml) hal ini berkaitan
dengan kelainan ginjal
3) Memeriksa tali pusat : segar atau tidak, ada simpul
atau tidak, jumlah arteri dan vena
4) Memeriksa plasenta: pengapuran, nekrosis/infark,
bentuk dan ukuran, hal ini berkaitan dengan fungsi
plasenta, kecukupan gizi dan O2 bayi
5) Berat lahir dan kehamilan Bayi kurang bulan dan
IUGR memiliki kemungkinan lebih besar
mengalami kelainan kongenital
6) Memeriksa mulut: utuh atau ada labio-palatoschizis
7) Memeriksa kesimetrisan wajah saat menangis. Hal
ini menunjukkan ada atau tidaknya paralisis nervus
fasialis (cacat saraf wajah)
8) Melihat adakah defek tabung saraf (meningokel,
omfalokel, meningokel, spina bifida)
9) Melihat jenis kelamin
Pemeriksaan Di Ruang Rawat meliputi:
Pemeriksaan Umum
9 a. Tonus otot
b. Keaktifan Dinilai dengan melihat posisi dan gerakan
tungkai dan lengan. Pada BBL cukup bulan yang
sehat, ekstremitas dalam keadaan fleksi, dengan
gerakan tungkai serta lengan aktif dan simetris
c. Tangisan bayi Tangisan melengking ditemukan pada
kelainan neurologis, sedangkan tangisan lemah dan
merintih ditemukan pada kesulitan bernafas
11 Tanda-tanda Vital
HR, RR, Suhu (normalnya 36,5-37,5°C). Beberapa
metode pengukuran suhu:
a. Aksiler tempat pengukuran paling tepat. Pada
Hipotermi, hasil lebih tinggi daripada rektal karena
tertimbunnya brown fat di daerah ketiak
b. Rektal digunakan pada pemeriksaan fisik sekaligus
memastikan anus ada atau jika temperatur aksiler tidak
normal. Lebih traumatik dibanding aksiler.
c. Timpani (telinga) dipengaruhi suhu lingkungan
sehingga kurang akurat.
d. Kulit perabaan kulit diperlukan untuk pengukuran
cepat. Dilakukan di bagian dahi, punggung atau leher
e. Pita Pengukur Metode non-invasif, aman dan bisa
dilakukan dengan mudah
12 Ukuran Antropometri
Adalah ukuran fisik yang dapat diukur dengan alat
pengukur seperti timbangan atau pita pengukur, terdiri
dari:
a. Berat Badan
1) Kain alas atau pelindung diletakkan
2) Skala penimbangan diatur ke titik nol sebelum
penimbangan.
3) Hasil timbangan dikurangi berat alas dan
pembungkus bayi
4) BBL normal berat lahirnnya 2500-4000 gram
b. Panjang Badan
1) Bayi diletakkan di tempat yang datar
2) Panjang badan diukur dari kepala sampai tumit
dengan kaki/badan bayi diluruskan
3) Bayi aterm panjang kepala ke tumit rata-rata 45 –
53 cm
c. Lingkar Kepala
1) Lingkar kepala bayi aterm 34- 39 cm.
2) Lingkar kepala diukur dari oksiput mngelilingi
kepala, tepat di atas alis
3) Pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk
menaksir pertumbuhan otak.
d. Lingkar Dada
1) Ukuran normal 31-35 cm, pengukurnnya
dilakukan saat bernafas biasa pada tulang
xipoideus, ukur lingkar dada dari daerah dada ke
punggung kembali ke dada melalui kedua puting
susu
2) Ukuran lingkar dada biasanya 2 cm kurang dr
lingkar kepala/ kadang sama namun tidak melebihi
lingkar kepala.
e. Lingkar Lengan Atas
1) Ukuran lingkar lengan atas mencerminkan
pertumbuhan jaringan lemak dan otot.
2) Berguna untuk menilai keadaan gizi.
3) Ukuran normal LiLA saat lahir kira-kira 11 cm
13 Kulit
a. Warna
1) Normalnya BBL berwarna merah muda
2) BBL yang kulitnya berwarna merah sekali
menunjukkan kerapuhan system vasomotor
3) Akrosianosis (kebiruan pada ekstremitas)
menunjukkan bayi kedinginan
4) Sianosis (kebiruan) menunjukkan bayi kekurangan
O2
5) Kulit seperti marmer (cutis marmorata)
menunjukkan penyakit berat
6) Pewarnaan mekonium (mekonium staining) pada
verniks caseosa, kulit, kuku, dan tali pusat
ditemukan pada bayi dengan riwayat fetal distress
7) Ikterus (warna kuning) paling mudah dilihat di
daerah dahi
b. Rash, lesi, bintik2 ada atau tidak. Jika ada seperti apa
warna, bentuknya, ada cairan atau tidak
c. Vernix caseosa, lanugo ada atau tidak Vernix Caseosa:
subtansi putih yg berlemak yg disekresi oleh kelenjar
sebasea dan sel epitel yang melapisi tubuh BBL. Ini
akan menghilang sendiri beberapa hari setelah lahir,
berfungsi untuk menjaga suhu bayi. Dapat dibersihkan
dengan kapas dan minyak kelapa yg steril.
Lanugo: rambut halus yang melapisi permukaan tubuh,
sering pada kulit kepala, dahi dan muka.
d. Kelembaban, turgor kulit baik atau tidak
Kulit bayi prematur tipis, halus dan berwarna merah.
Kulit bayi lebih bulan tampak seperti kertas perkamen
dan mengelupas
e. Tanda lahir ada atau tidak. Jika ada di mana letaknya,
bentuk, warna seperti apa.
14 Kepala
a. Sutura ada molase atau tidak
b. Fontanela anterior dan posterior (bentuk, ukuran, rata,
cekung atau mencembung)
c. Tulang2 tengkorak ada fraktur atau tidak
d. Simetris atau tidak, adakah molding
e. Kaput suksedaneum, cephal hematoma ada atau tidak
15 Wajah
Adakah kelainan khas misal: Sindrom Down atau bayi
Mongol Apakah wajah simetris atau tidak ditempatnya.
15 Mata
Sklera tampak tanda perdarahan atau tidak, ada sekret atau
tidak, ukuran dan reaktivitas pupil baik atau tidak, arah
pandangan, jarak dan bentuk mata, gerak bola mata
simetris atau tidak.
Jarak antara kantus medial mata tidak boleh lebih dari 2.5
cm BBL kadang menunjukkan gerak mata berputar dan
tidak teratur (strabismus)
17 Telinga
a. Posisi dan hubungan dengan mata dan kepala Jika
ditarik garis horisontal melewati mata, seharusnya
melewati sedikit bagian atas telinga. Daun telinga yang
letaknya rendah (low set ears) terdapat pada bayi yang
mengalami sindrom tertentu (Pierre-robin). Kemiringan
telinga terhadap garis vertikal maksimal 10°.
b. Adakah daun telinga, posisi lubang, bentuk lekukan
bagaimana, tulang rawan terbentuk atau tidak. Bayi
prematur biasanya tulang rawan belum terbentuk.
18 Hidung
Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, adakah milia
(bintik keputihan yg khas terlihat di hidung, dahi dan pipi
yg menyumbat kelenjar sebasea yg belum berfungsi),
adakah pernafasan cuping atau tidak Adanya sekret yang
mukopurulen yang terkadang berdarah, hal ini
kemungkinan adanya sifilis kongenital. Adanya
pernapasan cuping hidung (gangguan pernapasan)
19 Mulut
Bentuk bibir, lihat dan raba langit2 keras (palatum durum)
dan lunak (palatum molle), tenggorokan, bentuk dan
ukuran lidah, lesi, sekret.
Daerah bibir dan palatum diraba apakah utuh atau tidak.
Ketidaksimetrisan bibir menunjukkan adanya palsi wajah.
Salivasi tidak terdapat pada bayi normal, karena grandula
saliva belum matur. Bila tdp sekret yg berlebihan mungkin
ada kelainan di esofagus.
20 Leher
Massa, pembesaran kelenjar ada atau tidak, pergerakan
leher apakah ada hambatan, kesan nyeri saat bayi
menggerakkan kepala.
21 Dada
a. Kesimetrisan saat tarikan nafas, adakah rintihan,
adakah retraksi Rintihan dan retraksi dada tidak
normal, menunjukkan gangguan nafas
b. Payudara tampak membesar atau tidak, adakah sekresi
seperti susu BBL payudara kadang membesar dan
tampak sekresi susu akibat pengaruh hormon estrogen
maternal.
c. Tulang klavikula. Ada fraktur atau tidak, dilihat dari
gerakan ekstremitas
22 Abdomen
Raba hepar, limpa, ginjal, adakah distensi, massa, hernia,
perdarahan tali pusat, jumlah arteri dan vena umbilikalis.
Jika perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia
diafragmatika. Abdomen yang membuncit kemungkinan
karena hepato-splenomegali atau tumor lainnya. Jika bayi
menangis dan muncul benjolan di perut, menunjukkan
hernia di dinding abdomen.
23 Genitalia dan Rektum
a. Lubang anus ada atau tidak
b. Meconium dan urin sudah keluar atau belum
c. Testis sudah turun ke skrotum atau belum, jumlah
skrotum 2, lubang kencing ada atau tidak, letaknya di
mana, hidrokel ada atau tidak;
d. Labia mayora menutupi labia minora, lubang vagina,
adakah sekcret atau bercak darah Pada bayi wanita,
terkadang tampak adanya sekret atau bercak darah dari
vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon ibu.
24 Ekstremitas atas
Kesimetrisan, bentuk dan ukuran, jumlah jari, ada selaput
atau tidak, tampak garis telapak tangan atau tidak
25 Ekstremitas bawah
Dislokasi kongenital, kesimetrisan, bentuk, ukuran, jumlah
jari, ada selaput atau tidak, tampak garis telapak kaki atau
tidak Tes Ortolani dan Barlow positif atau negative.
26 Punggung
Bentuk, adakah tonjolan di kulit, adakah celah, adakah
rambut abnormal
27 Pemeriksaan Sistem Syaraf (Refleks Primitif)
Tahap Terminasi
28 Bereskan alat
29 Cuci tangan
30 Catat pemeriksaan fisik normal atau ada kelainan, catat
reaksi bayi
2. Tujuan
a. Mengangkat sekresi yang menghambat (obtruksi) jalan nafas
b. Mempasilitas ventilasi pernafasan
c. Mendapat sekresi untuk tujuan diagnostic
d. Mencegah infeksi yang dapat terjadi akibat penumpukan sekresi.
No Prosedur Tindakan
Tahap Prainteraksi
1 Cek cacatan medis dan perawatan
2 Menyiapkan alat
a. Unit pengisapan dinding atau unut pengisapan yang dapat dibawa
(portable) dengan selang penghubung dan konektor Y, jika
dibutuhkan.
b. Kateter steril (kateter suction) sesuai ukuran
Neonatus 6-8 Fr
Bayi sampai 6 bulan 6-8 Fr
18 bulan 8-10 Fr
24 bulan 10 Fr
2-4 tahun 10-12 Fr
4-7 tahun 12 Fr
7-10 tahun 12 Fr
10-12 tahun 14 Fr
Dewasa 12-16 Fr
c. Air steril / air normal salin serta baskom steril (alkohol 70%, cairan
NaCl 0,9%)
d. Sarung tangan steril dan sarung tangan tidak steril
e. Kassa steril atau handuk
f. Oksigen dengan perlengkapanya
g. Stetoskop
h. Bengkok
i. Spuit steril 5cc
j. Pelumas larut cair
k. Selimut atau handuk untuk melindungi linen dan baju klein
Tahap orientasi
3 Memberikan salam
4 Menjelaskan tujuan dan prosedur
5 Menjaga privasi klien
Tahap kerja
6 Atur posisi klien senyaman mungkin
7 Kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan penghisapan.
(usahakan tidak rutin melakukan penghisapan). Jika terlalu sering dapat
menyebabkan kerusakan mukosa, perdarahan, dan bronkospasme.
8 Lakukan cuci tangan dan gunakan alat pelindung diri. Tujuanya untuk
menghindari kemungkinan terjadinya penularan penyakit melalui secret.
9 Jelaskan kepada pasien mengenai sensasi yang akan dirasakan .Jelaskan
selama penghisapan seperti nafas pendek, batuk, dan rasa tidak nyaman.
10 Check mesin penghisap, siapkan tekanan mesin suction pada level 80 –
120 mmHg. Tujuanya untuk menghindari hipoksia dan trauma mukosa
11 Siapkan tempat yang steril . Tempat yang steril mencegah komplikasi
dari bakteri dan mikroorganisme sekitar lingkungan.
12 Lakukan preoksigenasi dengan O2 100% selama 30 detik sampai 3
menit.Tujuanya untuk mencegah terjadinya hipoksemia.
13 Secara cepat dan gentle masukkan kateter, jangan lakukan suction saat
kateter sedang dimasukkan.Karena hisapan alat suction dapat
menciderai jaringan.
14 Tarik kateter 1-2 cm, dan mulai lakukan suction. Lakukan suction
secaran.intermitten, tarik kateter sambil menghisap dengan cara
memutar. Jangan pernah melakukan suction lebih dari 10 –15 detik.
Karena dalam melakukan penghisapan akan menutup jalan nafas
sementara.
15 Hiperoksigenasi selama 1-5 menit atau bila nadi dan SaO2 pasien
normal.Penuhi kebutuhan oksigen yang telah dihentikan sementara
karena tindakan suction.
16 Ulangi prosedur bila diperlukan ( maksimal 3 x suction dalam 1 waktu) .
Lebih dari 3 kali dapat menciderai jaringan karena gesekan.
17 Tindakan suction pada mulut boleh dilakukan jika diperlukan, lakukan
juga mouth care setelah tindakan suction pada mulut.Bersihkan area
mulut untuk kenyamanan klien.
18 Bereskan alat-alat
19 Cuci tangan
Tahap terminasi
20 Catat tindakan dalan dokumentasi keperawatan mengenai karakteristik
sputum (jumlah, warna, konsistensi, bau, adanya darah ) dan respon
pasien.
No Prosedur Tindakan
Tahap Prainteraksi
1 Menyiapkan lingkungan
2 Menyiapkan alat
a. Perlak atau pengalas
b. Handuk kecil
c. Meja kerja
d. Alat tulis
e. Penligth
f. KMS
g. Meja pemeriksa
Tahap orientasi
4 Memberikan salam
5 Menjelaskan tujuan dan prosedur
6 Menjaga privasi
Tahap kerja
7 Cuci tangan
8 Gunakan sarung tangan
9 Meletakkan bayi di meja pemeriksaan yang datar
10 Refleks burning
Cara : memberi rangsangan cahaya pada pupil mata bayi kearah kanan dan kiri
secara perlahan.Reaksi : pupil bayi mengikuti pergerakan sumber cahaya.
11 Refleks moro
Cara : menghentakan meja periksa, menarik kain pengalas atau memukul
tempat tidur. Reaksi : bayi akan merentangkan kedua tangan dan kakinya
kemudian menutup lagi.
12 Refleks rooting
Cara: mengusap pipi atau area disekitar mulut dengan menggunakan jari atau
putting susu.Reaksi : kepala bayi akan berusaha mencari sumber sentuhan dan
mencari putting dan berusaha membuka mulut.
13 Refleks sucking
Cara : memasukkan putting ibu atau ibu jari ke dalam mulut bayi.Reaksi : bayi
akan mengisap dengan baik.
14 Refleks swallowing
Cara : memberi minum bayi.Reaksi : bayi menelan dan umumnya menyertai
refleks mengisap tanpa menyebabkan bayi tersedak.
16 Refleks Babinski
Cara : gosok atau gores telapak kaki bayi sepanjang tepi luar dari arah tumit ke
arah atas.Reaksi : jari-jari bayi akan hiperekstensi dan berpisah seperti kipas.
17 Refleks Palmar
Cara : letakkan jari atau suatu benda pada telapak tangan bayi.Reaksi : jari-jari
akan melekuk dan menggenggam.
18 Step/walking reflex (refleks melangkah).
Cara memunculkan: bayi diberdirikan (dipegang pada kedua ketiaknya) dan
kakinya disentuhkan lantai atau meja, ia akan melakukan gerakan seperti
melangkah.
Tahap terminasi
19 Dokumentasikan tindakan
PENILAIAN IKTERIK BERDASARKAN DERAJAT KRAMER
Oleh : Pembronia Nona Fembi,S.Kep.,Ns.,M.Kep.
Ikterus dapat ada pada saat lahir atau dapat muncul pada setiap saat selama neonatus,
bergantung pada keadaan yang menyebabkannya. Ikterus biasanya mulai pada muka dan,
ketika kadar serum bertambah, turun ke abdomen dan kemudian kaki. Tekanan kulit dapat
menampakkan kemajuan anatomi ikterus (muka ~ 5 mg/dL, tengah abdomen ~ 15 mg/dL,
telapak kaki ~ 20 mg/dL) tetapi tidak dapat dijadikan tumpuan untuk memperkirakan
kadarnya di dalam darah. Ikterus pada bagian tengah-abdomen, tanda-tanda dan gejala
gejalanya merupakan faktor risiko-tinggi yang memberi kesan ikterus non-fisiologis, atau
hemolisis yang harus dievaluasi lanjut. Ikterometer atau ikterus transkutanmeter dapat
digunakan untuk menskrining bayi, tetapi kadar bilirubin serum diindikasikan pada penderita-
penderita yang ikterusnya progresif, bergejala, atau berisiko untuk mengalami hemolisi atau
sepsis. Ikterus akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit cenderung tampak kuning-
terang atau oranye, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning
kehijauan atau keruh. Perbedaan ini biasanya hanya terlihat pada ikterus berat.Bayi dapat
menjadi lesu dan nafsu makan jelek.Tanda-tanda kernik terus jarang terjadi pada hari pertama
ikterus. (Behrman dkk., 1999)
Salah satu pemeriksaan derajat ikterus pada bayi baru lahir secara klinis yang sederhana dan
mudah dengan penilaian visual menurut Kramer. Caranya adalah dengan menekankan jari
telunjuk pada tempat – tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada,
lutut, dan sebagainya. Tempat yang ditekan itu akan tampak pucat dan kuning (Triasih,
2003).
Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher, dan seterusnya. Untuk penilaian ikterus,
Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher,
dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu
pergelangan tangan dan kaki serta termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara
pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin
dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata. (Surasmi dkk., 2003)
Pembagian derajat ikterus menurut Kramer
Terapi sinar (Fototerapi)
Terapi sinar atau fototerapi dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin
dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi
dapat dipecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dahulu oleh organ hati
dan dapat dikeluarkan melalui urin dan feses sehingga kadar bilirubin menurun (Dewi, 2010;
Marmi dan Rahardjo, 2012).
Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga
menimbulkan risiko yanglebih fatal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fototerapi, yaitu :
a. Alat-alat yang diperlukan menurut Dewi (2010), antara lain : Unit terapi sinar , yaitu :
1) Lampu fluoresensi 10 buah masing-masing 20 watt dengan gelombang sinar 425-475
nm, seperti pada sinar cool white, daylight, vita kite blue, dan special blue.
2) Jarak sumber cahaya ke bayi ± 45 cm, di antaranya diberi kaca pleksi setebal 0,5 inci
untuk menahan sinar ultraviolet.
3) Lampu diganti setiap 200-400 jam.
b. Pelaksanaan pemberian terapi sinar menurut Marmi dan Rahardjo (2012), yaitu :
1) Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.
2) Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.
3) Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
mencegah kerusakan retina.Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan
kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visualpada neonatus.
4) Daerah kemaluan ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.
5) Posisi lampu diatur dengan jarak 45-50 cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan
energi yang optimal.
6) Posisi tubuh bayi diubah tiap 8 jam agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin.
7) Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37 derajat Celcius dan observasi suhu setiap
4-6 jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu matikan sementara lampunya dan bayi
diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap tinggi
hubungi dokter.
8) Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan peningkatan suhu tubuh
bayi.
9) Pada waktu memberi minum bayi dikeluarkan, dipangku, dan penutup mata dibuka.
Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
10) Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam.
11) Apabila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 % atau kurang terapi dihentikan
walaupun belum 100 jam.
12) Jika setelah pemberian terapi 100 jam bilirubin tetap tinggi atau kadar bilirubin dalam
serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam
digunakan. Selanjutnya hubungi dokter, mungkin perlu transfusi tukar.
13) Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun di bawah batas untuk dilakukan terapi
sinar atau mendekati nilai untuk dilakukan transfusi tukar.
c. Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian
fototerapi, yaitu:
1) Apabila kadar bilirubin cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat fototerapi
intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.
2) Kebutuhan cairan bayi meningkat selama pemberian terapi sinar, yaitu :
a) Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan bayi, paling tidak setiap 3 jam, tidak
perlu menambah atau mengganti ASI dengan air, dekstrosa, atau formula.
b) Apabila bayi unakan salah satu cara alternative pemberian minum. Selama
dilakukan terapi sinar, naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25 ml/kg
BB.
c) Apabila bayi mendapat cairan IV, naikkan kebutuhan hariannya 10-20 %.
d) Apabila bayi mendapat cairan IV atau diberi minum melalui pipa lambung, bayi
tidak perlu dipindahkan dari lampu terapi sinar.
e) Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi menjadi cair dan berwarna kuning.
Keadaan ini tidak membutuhkan tindakan khusus.
f) Bayi dipindahkan dari alat terapi sinar bila akan dilakukan tindakan yang tidak
memungkinkan dikerjakan di bawah lampu terapi sinar.
g) Apabila bayi mendapat terapi oksigen, matikan lampu saat memeriksa bayi untuk
mengetahui sianosis sentral.
h) Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar
bilirubin serum selama bayi dilakukan fototerapi dan selama 24 jam setelah
dihentikan.