Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AKIDAH, SYARIAH DAN AKLAK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam

Dosen Pengampu :

Sitti Karimah Sulfiah, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Achmad Fajarisman Muharrom (23381071003)

2. Siti Khotijah (23381072064)

3. Sofarin Nurul R. (23381072066)

4. Ula Hidayatul Ikhroma (23381072071)

5. Imroatul Hafifah (23381072082)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MADURA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah dengan judul “Akidah, Syariah, dan Akhlak” ini dapat tersusun hingga
selesai. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah
Pengantar Studi Islam. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempuraan makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Pamekasan, 28 Agustus 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akidah

2.2 Pengertian Syariah

2.3 Pengertian Akhlak

2.4 Hubungan Antara Akidah, Syariah dan Akhlak

2.5 Pembidangan Lainnya

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akidah, Syariah dan Akhlak memiliki peran penting dalam kehidupan serta ruang lingkup
manusia, baik dalam mendidik maupun membentuk akhlak mulia Akidah, Syariah dan
Akhlak benar-benar diperlukan dan memiliki peranan penting dalam kehidupan serta ruang
lingkup manusia, baik dalam mendidik manusia maupun membentuk akhlak mulia. Dengan
adanya akidah, Syariah dan Akhlak dapat membentuk keimanan yang bersifat teguh dan pasti
kepada Allah SWT, dengan segala kewajiban, bertauhid, dan taat kepada-Nya. Akidah,
Syariah dan Akhlak yang benar dan lurus serta terjamin dari kontaminasinya adalah hal yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW dan dijalankan oleh para sahabatnya, yang diperuntukkan
untuk semua kalangan dan memiliki satu keistimewaan yaitu mampu menanamkan jiwa dan
ruh serta kekuatan luar biasa ke dalam hati para penganutnya. Dengan menerapkan akidah,
Syariah dan Akhlak yang di ajarkan oleh Rasulullah SAW generasi pertama umat ini mampu
menaklukkan tiga imperium besar dunia dan mengantarkan masyarakatnya menuju pintu
gerbang kehidupan cosmopolitan yang besar dan disatukan dalam sebuah khilafah terbesar
sepanjang sejarah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Akidah, Syariah dan Akhlak?

2. Bagaimana hubungan Akidah, Syariah dan Akhlak?

3. Apa yang terjadi jika Dasar-Dasar Pendidikan Islam hilang?

C. Tujuan

• Memaparkan tentang Akidah, Syariah dan Akhlak

• Memaparkan perbedaan antara Akidah, Syariah, dan Akhlak

• Menjelaskan bagaimana hubungan Akidah, Syariah dan Akhlak

• Memaparkan tentang Dasar-Dasar Pendidikan Islam


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akidah

Akidah adalah iman yang teguh dan pasti tanpa ada keraguan sedikit pun bagi
orang yang meyakininya. Akidah Islam adalah keimanan yang bersifat teguh dan pasti
kepada Allah SWT, dengan segala kewajiban, bertauhid, dan taat kepada-Nya,
beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari
akhir, takdir baik dan buruk, dan mengimani seluruh apa-apa yang telah sahih tentang
prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin).

Berkaitan dengan bagaimana seseorang mempercayai (iman) kepada


kebenaran Allah yang akan menjadi landasan dalam seluruh kehidupannya. Aqidah
dan iman akan mengarahkan dan menjawab tentang hakikat kehidupan, dari mana
asalmuasalnya, apa yang harus dilakukan manusia, ke mana hidup harus diarahkan,
dan ke mana hidup ini akan berujung. Dengan demikian, aqidah adalah ruh bagi setiap
orang yang jika benar benar dijiwai dan dipegang akan membawa kehidupan yang
baik bagi manusia, di dunia dan di akhirat.

a) Ciri-Ciri Akidah

1. Ma’rifatullah

Mengenali dan mengetahui serta beriman kepada Allah SWT, nama nama-Nya
yang mulia serta sifat-sifat-Nya yang suci dari segala kekurangan. Antara cara untuk
kita meningkatkan keunggulan terhadap Allah yang ditemukan dengan bukti-bukti
yang ada di alam ini.

2. Ma’rifatur Risaalah

Mengenali Kerasulan dan mempercayai rasul-rasul yang dipilih oleh Allah


untuk menerima wahyu dan menyampaikan syariatnya serta menjadi pembimbing dan
memimpin seluruh makhluk kepada jalan yang hak dan agama Allah yang benar,
yaitu agama Islam.

3. Ma’rifatul Batsi

Mengetahui dan mempercayai tentang hari kebangkitan yaitu di mana manusia


dibangunkan dari kubur masing-masing, dikumpulkan dan dihisab segala amalan
sama ada yang baik atau yang buruk untuk menghasilkan balasan pahala atau siksaan
dan di sana juga adanya shiratal Mustaqim, surga dan neraka.

B. Pengertian Syariah
Syariah secara sederhana ialah jalan yang jelas yang ditunjukkan Allah SWT,
jalan ini berupa hukum hukum Islam berbagai dari Al-Qur’an, hadits, ijma’ dan qiyas.
Berkaitan dengan bagaimana cara seseorang berhubungan dengan Allah dan makhluk
yang lainnya. Syariah Islam begitu indah, memberikan pedoman hidup bukan hanya
di akhirat tetapi juga di dunia ini. Islam bukan hanya memerintahkan ibadah maghdoh
(ritual) tapi juga ibadah ghoiru maghdoh (umum). Syariah Islam bertujuan
menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat. Islam merupakan agama yang
komprehensif dan universal yang meliputi ibadah dan muamalah.

Diturunkannya syariah Islam ini yang dikenal dengan maqashid as-syariah


(maksud dan tujuan syariah) mempunyai 5 (lima) tujuan, kelima maqashid (tujuan)
tersebut adalah : Hifdz Ad-Din (menjaga agama), Hifdz An-Nafs (menjaga jiwa),
Hifdz Al-‘Aql (menjaga akal), Hifdz An-Nasab (menjaga keturunan) dan Hifdz Al-
Mal (menjaga harta).

C. Pengertian Akhlak

Akhlak ialah sifat-sifat yang di bawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam
jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut
akhlak mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak tercela sesuai dengan
pembinaannya.

Secara istilah, akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia,
yang melahirkan perbuatan-perbuatan yang mudah, tanpa melalui proses pemikiran,
pertimbangan atau penelitian. Jika keadaan (hal) tersebut melahirkan perbuatan yang
baik dan terpuji menurut pandangan akal dan hukum Islam, disebut akhlak yang baik.
Jika perbuatan-perbuatan yang timbul itu tidak baik, dinamakan akhlak yang buruk.

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap
aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan
akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlak al-karimah.

a) Macam-Macam Akhlak

1. Akhlak Wad’iyyah

Akhlak Wad’iyyah adalah norma yang mengajarkan kepada manusia dengan


berpedoman kepada olah pikir dan pengalaman manusia. manusia dengan
menggunakan akhlaknya berpikir dan bertindak kearah yang baik dan benar dengan
menjadikan akal sebagai rujukan dalam perbuatan kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, akhlak, ini hanya mempunyai satu macam sanksi, yaitu sanksi yang datang
dari masyarakat (sesama manusia) semata-mata

2. Akhlak Islam

Norma keagamaan adalah akhlak yang mengajarkan akhlak kepada manusia


dengan mengambil tuntunan yang telah diberikan Allah Swt. dan Rasulullah saw.
dalam Al-Qur’an dan hadis. Dengan demikian akhlak ini mempunyai dua macam
sanksi apabila dilanggar. Yang pertama adalah sanksi dari Tuhan (bersifat gaib) dan
yang kedua adalah sanksi yang datang dari masyarakat (sesama manusia).

b) Ciri-Ciri Akhlak

Kebaikannya bersifat mutlak (al-khairiyah al-mutlaqah), yaitu kebaikan yang


terkandung dalam akhlak Islam merupakan kebaikan yang murni, baik untuk individu
maupun untuk masyarakat, di dalam lingkungan, keadaan, waktu dan tempat apapun.

Kebaikannya bersifat menyeluruh (al-salah iyyah al-ammah), yaitu kebaikan


yang terkandung di dalamnya merupakan kebaikan untuk seluruh umat manusia di
segala zaman dan di semua tempat.

Tetap dan kontekstual, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya bersifat


tetap, tidak berubah oleh perubahan waktu dan tempat atau perubahan kehidupan
masyarakat.

Kewajiban yang harus dipatuhi (al-ilzam al-mustajab), yaitu kebaikan yang


terkandung dalam akhlak Islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan sehingga
ada sanksi hukum tertentu bagi orang-orang yang tidak melaksanakannya.

Pengawasan yang menyeluruh (ar-raqabah al-muhitah). Karena akhlak Islam


bersumber dari Tuhan, maka pengaruhnya lebih kuat dari akhlak ciptaan manusia,
sehingga seseorang tidak berani melanggar kecuali setelah ragu-ragu dan kemudian
akan menyesali perbuatannya untuk selanjutnya bertaubat dengan sungguhsungguh
dan tidak melakukan perbuatan yang salah lagi. Ini terjadi karena agama merupakan
pengawas yang kuat. Pengawas lainnya adalah hati nurani yang hidup yang
didasarkan pada agama dan akal sehat yang dibimbing oleh agama serta diberi
petunjuk.

D. Hubungan Antara Akidah, Syariah dan Akhlak

Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah pisahkan. Meskipun demikian,
ketiganya dapat dibedakan satu sama lain. Aqidah sebagai konsep atau sistem
keyakinan yang bermuatan elemen-elemen dasar iman, menggambarkan sumber dan
hakikat keberadaan agama. Syariah sebagai konsep atau sistem hukum berisi
peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistem nilai
etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh agama. Oleh karena
itu, ketiga kerangka dasar tersebut harus terintegrasi dalam diri seorang Muslim.
Integrasi ketiga komponen tersebut dalam ajaran Islam ibarat sebuah pohon, akarnya
adalah aqidah, sementara batang, dahan, dan daunya adalah syariah, sedangkan
buahnya adalah akhlak.

Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat
yang mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan kepada Allah
sehingga tergambar akhlak yang mulia dalam dirinya. Atas dasar hubungan ini pula
maka seorang yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah
atau iman, maka ia termasuk ke dalam kategori kafir. Seorang yang mengaku
beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah, maka ia disebut orang fasik.
Sedangkan orang yang mengaku beriman dan melaksanakan syariah tetapi tidak
dilandasi aqidah atau iman yang lurus disebut orang munafik.

Berdasar uraian di atas maka dapat dipahami, bahwa untuk bisa mewujudkan
akhlak yang terpuji bagi seorang muslim dalam kehidupannya, maka pembinaan
aqidah menjadi sangat penting untuk ditanamkan kepa-da setiap orang sejak masih
kanak-kanak. Oleh sebab itu, setiap bayi yang baru lahir disunnahkan untuk
diazankan di arah telinga kanannya, dan iqamatkan di arah telinga kirinya, hal itu
merupakan bentuk penyentuhan aqidah sejak dini.

E. Dasar-Dasar Pendidikan Islam

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, bahkan paling penting


dalam mengembangkan peradaban. Seperti halnya dengan perkembangan peradaban
Islam, dalam mencapai kejayaan umat islam tidak akan tercapai kecuali dengan
pendidikan Islam. Oleh sebab itu di dalam AlQur’an telah ditetapkan proses awal
pendidikan. Dalam sejarah telah lahir beberapa tokoh pendidikan Islam yang dapat
dijadikan rujukan dalam membentuk dan membina kepribadian sehingga tercipta
kebudayaan ummah yang kuat dan tangguh.

Pendidikan Islam secara umum adalah upaya sistematis untuk membantu anak
didik agar tumbuh berkembang melalui aktualisasi potensi diri berdasarkan kaidah-
kaidah moral Al-Qur’an, ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup (life-skill)(Nata,
2003). Akan tetapi, walaupun telah dilakukan usaha-usaha pembaharuan pendidikan
islam, namun dunia pendidikan masih saja dihadapkan pada beberapa problem.
Problem dalam aktivitas pendidikan baik dalam penyusunan konsep teoritis maupun
dalam pelaksanaan operasionalnya harus memiliki dasar kokoh. Hal ini dimaksudkan
agar yang terlingkupi dalam pendidikan mempunyai keteguhan dan keyakinan yang
tegas sehingga praktek pendidikan tidak kehilangan arah dan mudah di samping oleh
pengaruh dari luar pendidikan. Karena agama Islam adalah agama universal yang
mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, dengan
sumbernya yaitu Al-Qur’an, Sunnah, dan ijtihad. Sumber-sumber ini dalam pribadi
manusia bertujuan mewujudkan kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di
akhirat kelak serta menguatkan iman dan takwa manusia. Pendidikan islam
merupakan unsur terpenting bagi manusia untuk meningkatkan kadar keimanannya
terhadap Allah SWT, karena orang semakin banyak mengerti tentang dasar-dasar
Ilmu pendidikan Islam maka kemungkinan besar mereka akan lebih tahu dan lebih
mengerti akan terciptanya seorang hamba yang beriman. Manusia hidup dalam dunia
ini tanpa mengenal tentang dasar-dasar Ilmu pendidikan Islam, maka jelas bagi
mereka sulit untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, apa lagi menjadi hamba
yang beriman.
Dalam kamus bahasa Indonesia kata pendidikan merupakan kata jadian yang
berasal kata didik yang diberi awalan pe dan akhiran an yang berarti proses
pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan
manusia. (Nata Abudin, 2011) Di kalangan tokoh pendidikan Islam ada tiga istilah
yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, sebelum mempelajari apa itu
pendidikan. Yaitu al-Tarbiyah (pengetahuan tentang al-rabb), al-Ta’lim (ilmu teoritik,
kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang
menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), al-Ta’dib (integrasi ilmu dan iman yang
membuahkan amal).

a) Istilah Tarbiyah

Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “rabba”, “yurabbi” menjadi “tarbiyah”
yang mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik. Dalam statusnya
sebagai khalifah berarti manusia hidup di alam mendapat kuasa dari Allah untuk
mewakili dan sekaligus sebagai pelaksana dari peran dan fungsi Allah di alam(Abdul
Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2014). Dengan demikian manusia sebagai bagian dari
alam memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang bersama alam lingkungannya.
Tetapi sebagai khalifah Allah maka manusia mempunyai tugas untuk mengolah,
memelihara dan melestarikan alam dan lingkungan alam.

b) Istilah Al-Ta’lim

Secara Etimologi, Ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses


transfer ilmu pengetahuan. Hakikat ilmu pengetahuan bersumber dari Allah SWT.
Adapun proses pembelajaran (ta’lim) secara simbolis dinyatakan dalam informasi
AlQur’an ketika penciptaan Adam A.S. oleh Allah SWT. Adam menerima
pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari penciptanya. Proses
pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan konsep ta’lim yang sekaligus
menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam A.S. dengan tuhannya(Miniarti,
2013).

c) Istilah Al-Ta’dib

Menurut Al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan


Islam adalah Al-Ta’dib, konsep ini didasarkan pada Hadits Nabi yang artinya :

“Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku” (HR. Al-Askary dari


Ali r.a).

Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur ditanamkan


ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini pendidikan akan
berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang
tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya(Miniarti, 2013a).
Dari ketiga kata bahasa arab tersebut kita melihat bahwa kata tarbiyah
mempunyai pengertian yang lebih luas dan lebih cocok dipakai untuk kata pendidikan
dibandingkan dengan kata ta’dib dan ta’lim. Kata ta’lim lebih dititikberatkan kepada
pengajaran karena lebih terfokus kepada pengetahuan, kecerdasan dan keterampilan
sebagaimana ayat yang telah kita kutip di atas, sedangkan pendidikan lebih luas dari
sekadar pengajaran. Sementara itu, kata ta’dib lebih banyak mengacu kepada
pendidikan Akhlak dan budi pekerti sebagaimana yang dianut oleh para ahli
pendidikan, seperti Prof. Zakiah Daradjat dan Abdur-Rahman An-Nahlawi. Meskipun
demikian, Muhammad Naquib Al-Attas yang mengatakan bahwa kata ta’dib lebih
cocok dipakai untuk kata pendidikan karena kata ta’dib mencakup wawasan ilmu dan
amal yang merupakan esensi pendidikan Islam.

F. Sumber Pendidikan Islam

Sumber pendidikan Islam dapat diartikan semua acuan atau rujukan yang
darinya memancar ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang ditransinternalisasikan
dalam pendidikan Islam. Semua acuan yang menjadi sumber atau rujukan pendidikan
Islam tersebut telah diyakini kebenaran dan kekuatannya dalam mengantarkan
aktivitas pendidikan, dan telah teruji dari waktu ke waktu. Sumber pendidikan Islam
terkadang disebut sebagai dasar ideal pendidikan Islam.

Sumber-sumber pendidikan Islam ini selengkapnya dapat dikemukakan sebagai


berikut:

a) Al-Qur’an

Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qira’atan atau
qur’anan yang berarti bacaan, yang berarti pula mengumpulkan (al-jam’u), dan
menghimpun (al-dhammu) hurufhuruf serta kata-kata dari satu bagian ke bagian yang
lain secara teratur. Al-Qur’an adalah firman Allah yang di-nuzul-kan kepada Nabi
Muhammad yang dinukil secara mutawatir dan di pandang beribadah bagi yang
membacanya. Menurut istilah Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan
kepada Rasul-Nya, Muhammad bin Abdullah melalui pernataraan malaikat Jibril,
yang disampaikan kepada generasi berikutnya secara mutawatir (tidak diragukan),
dianggap ibadah bagi yang membacanya, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat an-Naas. Dengan definisi tersebut, maka Al-Qur’an dengan
sangat meyakinkan mengandung kebenaran, dan jauh dari kebatilan.

b) As-Sunnah

As-Sunnah diartikan sebagai sesuatu yang disandarkan (udhifa) kepada Nabi


SAW, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan (taqrir)-nya. Adapun
pengertian as-Sunnah menurut para ahli Hadits adalah sesuatu yang didapatkan dari
Nabi Muhammad SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik,
atau budi, atau biografi, baik pada masa sebelum kenabian ataupun sesudahnya(Haris,
2013).
Sunnah sebagai sumber pendidikan Islam, dapat dipahami hasil analisa
sebagaiberikut(Rozak, 2018b):

Pertama, Nabi Muhammad SAW sebagai yang memproduksi Hadits


menyatakan dirinya sebagai guru. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Ya’la, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW masuk ke sebuah masjid yang di
dalamnya ada dua kelompok. Kelompok yang satu sedang tekun menjalani ibadah
sholat, zikir dan doa, sedangkan kelompok yang satunya lagi sedang berdiskusi dan
mengkaji suatu masalah. Nabi Muhammad SAW ternyata bergabung dengan
kelompok yang sedang mengkaji masalah. Dalam kesempatan itu Nabi berkata:
Tuhan telah mengutus aku sebagai guru (ba’atsani rabbi mu’alliman).

c) Sejarah Islam

Pendidikan sebagai sebuah praktik pada hakikatnya merupakan peristiwa


sejarah, karena praktik pendidikan tersebut terekam dalam tulisan yang selanjutnya
dapat dipelajari oleh generasi selanjutnya. Di dalam sejarah terdapat informasi tentang
kemajuan dan kemunduran pendidikan di masa lalu. Kemajuan dalam bidang
pendidikan di masa lalu dapat dijadikan pelajaran dan bahan perbandingan untuk
pendidikan di masa sekarang dan yang akan datang. Adapun kemunduran pendidikan
di masa lalu dapat dijadikan bahan peringatan, agar tidak terulang kembali di masa
sekarang dan yang akan datang.

d) Pendapat Para Sahabat dan Filsuf

Sahabat adalah orang yang lahir dan hidup sezaman dengan Nabi serta
menyatakan beriman dan setia kepadanya. Para sahabat adalah orang yang pertama
kali belajar dan menimba pengetahuan dari Nabi Muhammad SAW. Adapun filsuf
adalah orang yang berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, universal, dan
spekulatif dalam rangka mengemukakan hakikat atau inti dari sesuatu (Wahyudin,
2018).

Para sahabat dan filsuf adalah orang-orang yang memiliki keinginan dan
komitmen yang kuat untuk membangun kehidupan manusia yang bermartabat.
Mereka mencurahkan segenap waktu, tenaga dan kemampuannya untuk memikirkan
dan membimbing umat manusia. Mereka memikirkan tentang hakikat manusia, alam,
ilmu pengetahuan, akhlak, kebaikan, kebahagiaan, sosial, politik, kesejahteraan umat
dan pendidikan(Jusuf Mudzakkir, 2006).

e) Hasil Pemikiran Para Ahli dalam Islam (Ijtihad)

Ijtihad berasal dari kata jahada yang berarti kesanggupan (al-wus’i), kekuatan
(althaqah) dan berat (al-masyaqqah). Menurut Asy-Saukani secara etimologi ijtihad
adalah pembicaraan mengenai pengerahan kemampuan dalam pekerjaan apa saja.
Sa’id al-Taftani memberikan arti ijtihad dengan tahmil al-juhdi (ke arah yang
membentuk kesungguhan), yaitu pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk
memperoleh apa yang dituju sampai pada batas puncaknya. Hasil ijtihad berupa
rumusan operasional tentang pendidikan Islam yang dilakukan dengan metode
deduktif atau induktif dalam melihat masalah kependidikan(Rozak, 2018a).

G. Dasar Pendidikan Islam

Dasar pendidikan Islam dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu:

a. Dasar Pokok

Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik pertama pada masa awal pertumbuhan awal
Islam telah menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan Islam disamping sunnah
beliau sendiri(Ramayulis, 2019).

b. Dasar Tambahan

Pada masa khulafaurrasyidin sumber pendidikan Islam sudah mulai mengalami


perkembangan. Selain Al-Qur’an dan sunnah juga perkataan, sikap dan perbuatan
para sahabat.

c. Dasar Operasional

1) Dasar Historis

Dasar historis adalah dasar yang memberikan andil kepada pendidikan dari
hasil pengalaman masa lalu berupa peraturan dan budaya masyarakat. Sistem
pendidikan tidaklah muncul begitu saja tetapi ia merupakan mata rantai yang
berkelanjutan dari cita-cita dan praktek pendidikan di maa lampau yang tersurat mau
pun yang tersirat.

2) Dasar Sosial

Dasar soial yaitu dasar yang memberikan kerangka budaya dimana pendidikan
itu berkembang, seperti memindahkan, memilih dan mengembangkan kebudayaan.
Dimana pendidikan bertolak atau bergerak dari kerangka kebudayaan yang ada baik
memindahkan, memilih dan mengembangkan kebudayaan itu sendiri.

3) Dasar Ekonomi

Yaitu dasar yang memberikan persfektif terhadap potensi manusia berupa


materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya yang bertanggung jawab
terhadap anggaran perbelanjaannya. Pada setiap kebijakan pendidikan haruslah
mempertimbangkan faktor ekonomis karena kondisi sosial masyarakat yang beraneka
ragam akan dapat menjadi hambatan berlangsungnya pendidikan. Untuk itu, setiap
kebijakan-kebijakan pendidikan harus mempetimbangkan faktor ekonomis.

4) Dasar Politik

Yaitu dasar yang memberi bingkai dan ideologi daar yang digunakan sebagai
tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah
dibuat. Dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan harus bertitik
tolak dari ideologi yang di anut karena hal ini merupakan dasar operasional
pendidikan.

5) Dasar Psikologis

Dasar Psikologis yaitu dasar yang memberi informasi tentang watak


pelajarpelajar, guru-guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian
dan pengukuran serta bimbingan. Keberhasilan pendidikan dalam mencapai tujuan,
harus memiliki informasi tentang watak peserta didik, pendidik, pengukuran dan
penilaian yang terbaik.

6) Dasar Fisiologis

Dasar Fisiologis yaitu dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik,
memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar
operasional lainnya. Dasar fisiologis adalah dalam rangka menentukan arah,
mengontrol serta memilih yang terbaik dari dasar-dasar operasional untuk
dilaksanakan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai