Anda di halaman 1dari 10

Nama : Dea Salsabilla

Nim : 22042202

Prodi: Ilmu Administrasi Negara

Matkul : Pengantar Sejarah Indonesia (108)

RESUME MATERI PERTEMUAN 3

1. Karakteristik Umum Zaman Hindu Budha

Karakteristik Kerajaan Hindhu-Budha di Indonesia tidak lepas dari adanya akulturasi


kebudayaan, misalnya dalam bidang sosial kerajaan Nusantara tidak sepenuhnya menerapkan
sistem kasta, Kerajaan memperbolehkan masyarakat memeluk selain agama kerajaan,
bangunan candi tidak hanya digunakan sebagai tempat peribadatan, penggunaan bahasa
sansekerta dan bahasa lokal dalam kehidupan kerajaan, serta Kerajaan digunakan pula sebagai
pusat kegiatan keagamaan.

Keberadaan Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia dalam perkembangannya juga dipengaruhi


dengan kebudayaan lokal Indonesia. Sehingga ada akulturasi anatara kebudayaan Hindu-
Budha dan kebudayaan sebelumnya. Karakteristik kerajaan Hindu-Budha di Indonesia ada
beberapa aspek, sebagai berikut :

1. Dalam bidang sosial, kerajaan bercorak Hindu biasanya mererapkan sistem sosial
berdasarkan kasta yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Namun di beberapa kerajaan
Hindu di Indonesia tidak menerapkan hal tersebut, misalnya saja di Bali yang hanya ada kasta
Brahmana serta Ksatria saja.

2. Beberapa kerajaan juga masih memperbolehkan masyarakatnya memeluk agama lain selain
agama kerajaan. Misalnya Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu, namun masih membebaskan
rakyatnya untuk memeluk agama nenek moyang, yaitu animisme dan dinamisme.

3. Bangunan Candi peninggalan Kerajaan Hindu Budha yang mempunyai fungsi tidak hanya
sebagai tempat peribadatan, tetapi dijadikan pula sebagai tempat pemakaman, gapura, patirtan,
tidak seperti di India yang murni sebagai tempat beribadah.

4. Penggunaan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya menggunakan
bahasa sansekerta dan huruf pallawa, namun juga berakulturasi dengan bahasa dan tulisan
masyarakat setempat. Bahkan berkembang aksara Hanacaraka dalam tulisan Jawa, Bali, dan
Sunda.

5. Pada masa kerajaan Hindu-Budha, kerajaan juga berfungsi sebagai pusat perkembangan
kebudayaan dan pendidikan keagamaan. Aktifitas pendidikan keagamaan di Indonesia dapat
dilihat dalam catatan perjalanan I-tsing dan Prasasti Nalanda dari Kerajaan Sriwijaya.

2. Kerajaan-kerajaan Utama Hindu-Budha


• Kutai dan Majapahit
1. Kerajaan Kutai

Sejarah Kerajaan Kutai


Kerajaan Kutai ditemukan di Muara Kaman, tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur
pada 400 Masehi. Kamu tau nggak, ternyata Kerajaan Kutai merupakan Kerajaan Hindu
pertama dan tertua di Indonesia, lho! Kerajaan ini pertama kali dipimpin oleh
raja Kudungga, dilanjutkan oleh anaknya Aswawarman dan dilanjutkan lagi
oleh Mulawarman atau sering dikenal sebagai raja terbesar di Kutai. Pada masa
pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami perubahan, dari yang awalnya
merupakan Kerajaan Hindu berubah menjadi Kesultanan Islam atau dikenal sebagai
Kerajaan Kutai Kartanegara.
Masa Kejayaan Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Mulawarman. Selain itu,
Raja Mulawarman dikenal sebagai raja yang baik, kuat, dan mampu meningkatkan
kehidupan sosial, politik, dan ekonomi Kerajaan Kutai di sektor pertanian dan
perdagangan.
Runtuhnya Kerajaan Kutai
Pada tahun 1935, setelah masa pemerintahan Raja Mulawarman berakhir, Kerajaan Kutai
dipimpin oleh Maharaja Dharma Setia. Sejak saat itu, Kerajaan Kutai dinyatakan runtuh
karena terjadi perebutan kekuasaan antara Kerajaan Kutai Martapura (pemeluk agama
Hindu) dengan Kerajaan Kutai Kartanegara (pemeluk agama Islam).
Peninggalan Kerajaan Kutai
Ada beberapa peninggalan Kerajaan Kutai yang bisa kita ketahui, diantaranya prasasti dan
yupa. Prasasti adalah tulisan yang diukir di atas batu, sedangkan Yupa adalah tugu yang
ditulis sebagai tanda peringatan. Yupa merupakan salah satu jenis prasasti yang ditulis
dengan huruf Pallawa dalam bahasa Sansekerta. Salah satu yupa yang terkenal adalah yupa
yang menjadi penanda upacara pemberian 20.000 ekor sapi pada kaum Brahmana dari Raja
Mulawarman sebagai ucapan syukur.

2. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu Buddha terbesar di Indonesia yang berdiri
pada abad ke 13 hingga abad ke 16. Wilayah kekuasaan Majapahit mencapai hampir
seluruh Nusantara. Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1293, seorang
menantu dari Kertanegara, raja terakhir Singasari.

Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan
Patih Gajah Mada pada tahun 1350 hingga 1389. Semasa pemerintahan Hayam Wuruk,
Majapahit mampu mempersatukan Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan beberapa wilayah
Filipina.

Selain menguasai Nusantara, Majapahit juga berhubungan baik dengan kerajaan lain
seperti Campa, Kamboja, Siam, Burma Selatan, Vietnam dan Cina. Kerajaan Majapahit
memiliki sumber sejarah diantaranya kitab Negarakertagama, Pararaton, prasasti serta
berita.

Sejarah Singkat Majapahit


Sejarah Kerajaan Majapahit tidak terlepas dari Kerajaan Singasari. Raden Wijaya
merupakan menantu Kertanegara, raja Kerajaan Singasari. Pada tahun 1292 M, terjadi
pemberontakan di Singasari yang dilakukan oleh Jayakatwang yang menyebabkan
runtuhnya Singasari. Pada waktu itu Raden Wijaya melarikan diri bersama Arya
Wiraraja. Raden Wijaya kemudian mendiami sebuah hutan di Trowulan yang merupakan
tanah sima pada masa Kerajaan Singasari. Wilayah ini kemudian dinamakan Majapahit.

Penamaan Majapahit didasarkan pada nama buah maja yang banyak ditemukan diwilayah
Trowulan serta memiliki rasa yang pahit. Wilayah Majapahit berkembang hingga mampu
menarik simpati penduduk Daha dan Tumapel. Niat balas dendam Raden Wijaya terbantu
lebih cepat setelah adanya pasuka Khubilai Khan yang tiba pada 1293. Setelah
mengalahkan Jaya Katwang, Raden Wijaya kemudian menyerang pasukan Mongol
dibawah Kubulaikhan. Setelah mengalahkan Mongol dan Kediri, Raden Wijaya
kemudian diangkat menjadi raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215. Setelah
diangkat sebagai raja, Raden Wijaya kemudian bergelar Kertarajasa Jayawardhana.

Pemberontakan di Majapahit

1. Pemberontakan Ranggalawe
2. Pemberontakan Lembu Sora
3. Pemberontakan Nambi
4. Pemberontakan Kuti
5. Pemberontakan Tanca
6. Pemberontakan Sadeng-Keta

Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit


Selama berjalannya Kerajaan Majapahit banyak terjadi pemberontakan. Kerajaan
Majapahit mencapai masa kejayaan ketika masa kepemimpinan Hayam Wuruk (1350-
1389 M). Masa kejayaan Majapahit tidak terlepas dari peran Gajah Mada yang berhasil
menumpas pemberontakan serta mampu menyatukan Nusantara. Sumpah Palapa yang
dicetuskan oleh Gajah Mada memiliki arti untuk menaklukkan Nusantara dibawah
Majapahit. Tercatat wilayah Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan
Filipina.
Selain memperluas wilayah, Majapahit juga menjalin hubungan dengan kerajaan
disekitar Asia Tenggara. Kejayaan Majapahit tidak terlepas dari armada laut dibawah
Mpu Nala. Berkat strategi dan kekuatan militernya Majapahit mampu menstabilkan
wilayahnya serta memperluas wilayah. Selama berjaya Kerajaan Majapahit menjadi
pusat perdagangan dengan komoditas ekspor yaitu lada, garam dan lengkeng.

Raja-raja Kerajaan Majapahit

• Raden Wijaya (1293-1309 M)


• Sri Jayanagara (1309-1328 M)
• Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350 M)
• Hayam Wuruk (1350-1389 M)
• Wikramawardhana (1389-1429 M)
• Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447 M)
• Prabu Brawijaya I (1447-1451 M)
• Prabu Brawijaya II (1451-1453 M)
• Prabu Brawijaya III (1456-1466 M)
• Prabu Brawijaya IV (1466-1468 M)
• Prabu Brawijaya V (1468 -1478 M)
• Prabu Brawijaya VI (1478-1489 M)
• Prabu Brawijaya VII (1489-1527 M)

Keruntuhan Kerajaan Majapahit


Pasca meninggalnya Gajah Mada dan Hayam Wuruk Kerajaan Majapahit mengalami
kemunduran. Hal ini diakibatkan oleh kurang cakapnya penerus Hayam Wuruk untuk
mengelola wilayah kekuasaan Majapahit. Berikut adalah faktor runtuhnya Majapahit :

• Banyak wilayah taklukkan yang melepaskan diri


• Terdapat konflik perebutan takhta
• Meletusnya Perang Paregreg
• Semakin berkembangnya pengaruh Islam di Jawa
Kerajaan Majapahit berakhir pada tahun 1527 setelah mendapatkan serangan dari
pasukan Sultan Trenggana dari Demak. Sejak saat itu wilayah kekusaan Majapahit
berpindah ke Kerajaan Demak.

Peninggalan Kerajaan Majapahit

Prasasti
Prasasti Kudadu, Prasasti Sukamerta, Prasasti Prapancasapura, Prasasti Wringin Pitu,
Prasasti Wurare, Prasasti Balawi, Prasasti Parung, Prasasti Biluluk, Prasasti Karang
Bogem, Prasasti Katiden, dan Prasasti Canggu Prasasti Jiwu.

Candi
Candi Tikus, Candi Bajang Ratu, Candi Wringin Lawang, Candi Brahu, Candi Pari,
Candi Penataran, Candi Jabung, Candi Sukuh, Candi Cetho, Candi Wringin Branjang,
Candi Surawana Candi Minak Jinggo, Candi Rimbi, Candi Kedaton, dan Candi
Sumberjati.

• Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya

Sejarah singkat Kerajaan Sriwijaya

Nama Sriwijaya diambil dari Bahasa Sansekerta, yaitu dari kata ‘Sri’ yang berarti cahaya
dan ‘Wijaya’ yang artinya kemenangan. Jadi, arti namanya adalah kemenangan yang
gemilang. Sebagai negara maritim, berdirinya Kerajaan Sriwijaya kemudian memberikan
pengaruh besar di nusantara. Kerajaan Sriwijaya diketahui berdiri pada abad ke- 7 dan
pendirinya disebut Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Pada masa kejayaannya, Sriwijaya
mengontrol perdagangan jalur utama. Selat Malaka dan daerah kekuasaannya meliputi
Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, dan sebagian Jawa. Selain
itu, kebesarannya juga dapat dilihat dari keberhasilan kerajaan itu di beberapa bidang,
seperti bidang maritim, politik, dan ekonomi. Historiografi Sriwijaya diperoleh dan
disusun dari dua macam sumber utama; catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti
batu Asia Tenggara yang telah ditemukan dan diterjemahkan. Belum banyak bukti fisik
mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai
Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh
sarjana asing.

Masa Kerajaan Sriwijaya

Raja Balaputradewa dianggap sebagai raja yang membawa Sriwijaya ke puncak


kegemilangannya pada abad ke-8 dan ke-9. Namun, pada dasarnya, kerajaan ini
mengalami masa kekuasaan yang gemilang sampai ke generasi Sri Marawijaya. Hal itu
disebabkan raja-raja setelah Sri Marawijaya sudah disibukkan dengan peperangan
melawan Jawa pada 922 M dan 1016 M. Dilanjutkan dengan melawan Kerajaan Cola
(India) pada 1017 hingga 1025 Raja Sri Sanggramawijaya berhasil ditawan. Pada masa
kekuasaan Balaputradewa sampai dengan Sri Marawijaya, Kerajaan Sriwijaya menguasai
Selat Malaka yang merupakan jalur utama perdagangan antara India dan Tiongkok. Selain
itu, seperti yang dilansir dari buku Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara karya Deni
Prasetyo, mereka berhasil memperluas kekuasaan hingga Jawa Barat, Kalimantan Barat,
Bangka, Belitung, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan. Untuk menjaga keamanan
itu, Sriwijaya membangun armada laut yang kuat. Sehingga kapal-kapal asing yang ingin
berdagang di Sriwijaya merasa aman dari gangguan perompak. Hingga lambat laun,
Sriwijaya berkembang menjadi negara maritim yang kuat.

Pusat Kerajaan Sriwijaya / Letak Kerajaan

Letak pasti kerajaan ini masih banyak diperdebatkan. Namun, pendapat yang cukup
populer adalah yang dikemukakan oleh G Coedes pada 1918 bahwa pusat Sriwijaya ada
di Palembang. Sampai dengan saat ini, Palembang masih dianggap sebagai pusat
Sriwijaya. Beberapa ahli berkesimpulan bahwa Sriwijaya yang bercorak maritim
memiliki kebiasaan untuk berpindah-pindah pusat kekuasaan. Sebab para ahli ada yang
menyimpulkan bahwa Sriwijaya berpusat di Kedah, kemudian Muara Takus, hingga
menyebut kota Jambi.

Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya


Keruntuhan kerajaan sriwijaya disebakan oleh beberapa faktor, antara lain

1. Raja yang tidak dapat memimpin dengan baik Penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya
yang pertama adalah karena setelah Raja Balaputradewa tidak ada raja lain yang mampu
memimpin dengan baik. Setelah wafatnya Raja Balaputradewa pada 835 M, Kerajaan
Sriwijaya hampir tidak menemukan lagi sosok raja yang mampu memimpin kerajaan
tersebut dengan adil dan juga bijaksana. Penyebab ini secara perlahan-lahan
menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu kepemimpinan raja yang
saat itu berkuasa, ditambah lagi adanya faktor atau kejadian lain seperti serangan dari
kerajaan lain serta terjadi suatu pemberontakan menyebabkan Kerajaan Sriwijaya
semakin terpuruk.

2. Jauhnya letak Kota Palembang dari lautan Selain karena faktor internal kerajaan, faktor
letak Kota Palembang yang semakin menjauh dari laut juag menjadi penyebab
berikutnya. Adanya proses pengendapan lumpur yang terjadi di Muara Sungai Musi,
menyebabkan proses pendangkalan dasar sungai pada Sungai Musi semakin cepat. Sungai
Musi yang dangkal menyebabkan kapal-kapal dagang yang beraktifitas tidak bisa lagi
singgah untuk melakukan transaksi ataupun kegiatan perdagangan di pusat kota. Hal ini
membuat pendapatan dari Kerajaan Sriwijaya menjadi sangat menurun. Padahal,
pendapatan dari pajak pedagang yang bertransaksi di pusat kota merupakan sumber
pendapatan paling besar bagi kerajaan Sriwijaya, dengan dana tersebut digunakan untuk
menjalankan roda pemerintahan pada saat itu.

3. Kurangnya aktivitas perdagangan Penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya selanjutnya


adalah karena kurangnya aktivitas kapal dagang yang singgah sehingga membuat
perekonomian kerajaan kian menurun dan membuat kesejahteraan masyarakat juga kian
terpuruk yang mempengaruhi hampir semua sektor kerajaan. Hal ini disebabkan oleh
semakin jauhnya Kota Palembang dari posisi laut yang menyebabkan daerah tersebut
menjadi tidak strategis lagi. Hal tersebut membuat kapal-kapal dagang lebih tertarik untuk
singgah di tempat yang lain. Hal ini sangat berdampak bagi runtuhnya kerajaan Sriwijaya,
dimana karena adanya faktor ini kegiatan perdagangan berkurang serta pendapatan
kerajaan dari hasil pajak menjadi turun ataupun berkurang.

4. Sektor militer melemah Penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang berikutnya


adalah karena melemahnya kekuatan kerajaan Sriwijaya di sektor militer. Lemahnya
sektor militer ini diakibatkan karena adanya konflik faktor internal dalam kerajaan
Sriwijaya. Melemahnya kekuatan militer ini membuat banyak wilayah yang telah
ditaklukan, satu persatu melepaskan diri. Melemahnya militer kerajaan juga membuat
kerajaan lain berani untuk menyerang Kerajaan Sriwijaya hingga membuat mereka
semakin melemah.

5. Banyak wilayah kekuasaan melepaskan diri Banyaknya wilayah kekuasaan yang


melepaskan diri menjadi penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya yang
selanjutnya. Selain karena melemahnya militer, faktor lainnya adalah banyaknya wilayah
kekuasaan dari kerajaan sriwijaya yang melepaskan diri akibat dari lemahnya
perekonomian yang disebabkan oleh menipisnya pendapatan dari pajak serta kurang
baiknya pemimpin dari kerajaan Sriwijaya. Selain itu, kekuatan militer serta kontrol dari
kerajaan sangatlah lemah sehingga wilayah-wilayah yang pada asalnya merupakan
taklukan Kerajaan Sriwijaya bergerak dan menjadi kerajaan sendiri. Salah satu kerajaan
dari salah satu wilayah Kerajaan Sriwijaya yang melepaskan diri yaitu Jambi, Klantan,
Pahang, serta Sunda. Hal itu membuat keadaan ekonomi kerajaan Sriwijaya menjadi
semakin parah, dimana biasanya kerajaan-kerajaan tersebut memberikan setoran pajak,
setelah melepaskan diri setoran pajak tersebut tidak didapatkan lagi oleh Kerajaan
Sriwijaya.

6. Pesatnya perkembangan agama Islam Penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang


selanjutnya adalah karena pesatnya perkembangan agama Islam. Pesatnya perkembangan
agama Islam terjadi di abad 12 M. Saat itu pengaruh islam semakin lama semakin
berkembang di nusantara. Pada abad 12 M tersebut juga terdapat kerajaan bercorak islam
seperti Kerajaan Aceh, Samudra Pasai, dan Malaka. Kerajaan-kerajaan tersebut sudah
mulai menguasai sebagian wilayah dari kerajaan Sriwijaya. Hal inilah yang semakin
membuat kerajaan Sriwijaya semakin tak berdaya hingga akhirnya runtuh.

7. Adanya serangan dari kerajaan lain Penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya yang
terakhir adalah karena adanya serangan serangan dari kerajaan lain yang berada di sekitar
kerajaan sriwijaya itu sendiri. Salah satu kerajaan yang menyerang kerajaan sriwijaya
terjadi pada tahun 992 M yaitu dari kerajaan Medang dan banyak lagi serangan lainnya.
Puncaknya adalah pada 1377 M, yaitu saat adanya serangan dan pendudukan yang
dilakukan oleh Kerajaan Majapahit atas seluruh wilayah Kerajaan Sriwijaya, dimana
serangan yang saat itu dipimpin oleh Adityawarman dilakukan atas perintah dari Gadjah
Mada dalam upaya untuk mewujudkan kesatuan dari nusantara.

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya / Prasasti

Di balik keruntuhan tersebut, kerajaan Sriwijaya memiliki peninggalan kerajaan. Terdapat


sejumlah peninggalan kerajaan Sriwijaya yang belum diketahui oleh orang banyak.

1. Prasasti Kedukan Bukit Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang pertama ini yaitu
Prasasti Kedukan Bukit. Prasasti tersebut ditemukan di tepi sungai Batang, Kedukan
Bukit, Kota Palembang. Pada prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya itu terdapat
angka tahun yakni 686 masehi yang ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta. Di dalam prasasti Kedukan Bukit berisi ungkapan mengenai Dapunta
Hyang yang menaiki perahu dan mengisahkan mengenai kemenangan Sriwijaya.
2. Prasasti Kota Kapur Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang kedua ini yaitu prasasti
Kota Kapur. Prasasti itu ditemukan di Pulau Bangka sebelah Barat yang isinya
mengenai kutukan untuk orang yang berani melanggar perintah dari Raja Sriwijaya.
3. Prasasti Telaga Batu Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang ketiga ini yaitu prasasti
Telaga Batu. Prasasti tersebut ditemukan di Kolam Telaga Biru, Kecamatan Ilir
Timur, Kota Palembang. Di dalam prasasti Telaga Batu berisi tentang kutukan untuk
orang-orang jahat yang berada di wilayah kerajaan Sriwijaya.
4. Prasasti Karang Berahi Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang keempat ini yaitu
prasasti Karang Berahi. Prasasti tersebut ditemukan di Desa Karang Berahi,
Merangin, Jambi. Didalam prasasti Karang Berahi isinya mengenai kutukan untuk
orang-orang jahat yang tidak setia terhadap Raja Sriwijaya.
5. Prasasti Palas Pasemah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang kelima ini yaitu
prasasti Palas Pasemah. Prasasti tersebut ditemukan di pinggir rawa Desa Palas
Pasemah, Lampung Selatan. Di dalam prasasti Palas Pasemah berhuruf Pallawa dan
berbahasa Melayu Kuno yang isinya mengenai kutukan untuk orang-orang jahat yang
tidak setia terhadap Raja Sriwijaya.
6. Prasasti Talang Tuo Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang selanjutnya ini yaitu
prasasti Talang Tuo. Di dalam prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut berisi
mengenai doa Buddha Mahayana dan kisahnya mengenai pembangunan taman dari
Sri Jayanasa.
7. Prasasti Hujung Langit Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berikutnya ini yaitu
prasasti Hujung Langit. Prasasti tersebut ditemukan di Desa Haur Kuning, Lampung.
Di dalam prasasti Hujung Langit terdapat sebuah angka tahun yakni 997 masehi.
8. Prasasti Ligor Selain prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang telah disebutkan
di atas terdapat juga peninggalan kerajaan sriwijaya lainnya yaitu prasasti
Ligor. Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut ditemukan di wilayah
Thailand sebelah Selatan oleh seorang bernama Nakhon Si Thammarat. Di dalam
prasasti Ligor berisi mengenai kisah seorang Raja Sriwijaya yang membangun
Tisamaya Caitya untuk Karaja.
9. Prasasti Leiden Tidak hanya prasasti Ligor, Talang Tuo, Hujung Langit, Palas
Pasemah, Karang Berahi, Kota Kapur, Telaga Batu, dan Kedukan Bukit saja, terdapat
juga peninggalan Kerajaan Sriwijaya lainnya yaitu prasasti Leiden. Di dalam prasasti
ini tertulis bahasa Sanskerta pada lempengan tembaganya. Serta tertulis bahasa Tamil
dalam prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut yang mengisahkan mengenai
hubungan dinasti Cola terhadap dinasti Syailendra dari Sriwijaya.
10. Candi Muara Takus Peninggalan Kerajaan Sriwijaya tidak hanya memiliki
peninggalan berupa prasastinya yang cukup banyak tetapi juga memiliki candi.
Terdapat peninggalan Kerajaan Sriwijaya berupa candi yang bernama Muara
Takus. Candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini ditemukan di Desa Muara Takus,
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Candi Muara Takus mempunyai corak Budha yang
khas dengan beberapa susunan stupa. Di dalam halaman candi ini pun terdapat candi
dengan nama Candi Bungsu, Candi Sulung, Stupa Palangka.

3. Warisan Hindu Budha dan Cina

Sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat prasejarah Nusantara telah


memiliki kebudayaan yang cukup maju. Selanjutnya, warisan dari Kerajaan Hindu dan
Buddha yang pernah ada di Nusantara membentuk berbagai inspirasi hasil karya budaya
di Nusantara. Salah satu contohnya ialah karya sastra India yang dibawa ke Indonesia,
yakni wiracarita Ramayana, Mahabarata, dan karya sastra lainnya. Adanya kedua
kitab itu juga memacu beberapa pujangga Nusantara untuk menghasilkan karyanya
sendiri, seperti Empu Dharmaja dari kerajaan Kediri yang menyusun Kitab
Smaradhahana, Empu Sedah dan Empu Panuluh dari kerajaan Kediri yang menelurkan
karya Kitab Bharatayuda, Empu Tanakung yang membuat Kirab Lubdaka, Empu
Kanwa yang memiliki karya Kitab Arjunawiwaha, Empu Triguna dengan Kitab
Kresnayana-nya, Empu Panuluh yang menulis Kitab Gatotkacasraya, Empu Tantular
yang membuat Kitab Kitab Sotasoma, dan Empu Prapanca yang masyhur dengan
magnum opusnya yang berjudul Kitab Negarakertagama. Dengan demikian, cerita dari
karya sastra yang muncul pada masa Hindu Buddha ini menjadi sumber inspirasi bagi
pewayangan Indonesia.
Selain karya sastra, sistem politik dan pemerintahan pun diperkenalkan oleh orang-
orang India dan membuat masyarakat yang pada awalnya hidup dalam kelompok-
kelompok kecil menjadi bersatu dan membentuk sebuah kekuasaan yang lebih besar
dengan pemimpin tunggal berupa seorang raja. Karena pengaruh hal ini, beberapa
kerajaan Hindu-Buddha seperti Kedatuan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit,
Tarumanegara, dan Kutai akhirnya dapat muncul di Nusantara. Tidak hanya karya
sastra dan sistem politik saja yang berkembang pada masa Hindu Buddha di
Nusantara, banyak pula hasil karya manusia masa lalu yang menandakan sejarah
berkembangnya Hindu-Buddha di Nusantara. Beberapa di antaranya ialah adanya
alat-alat dan benda sarana ritual yang salah satunya berbentuk arca yang memiliki
beberapa bentuk yang dapat dikenali dari beberapa tanda khusus (laksana), posisi atau
sikap tertentu, dan wahana atau binatang yang dianggap menjadi kendaraan
seorang dewa. Budaya China-Indonesia merujuk kepada jenis kebudayaan
peranakan Tionghoa yang berakulturasi dan/atau berasimilasi dengan kebudayaan
Indonesia, serta budaya Tionghoa yang berkembang di Indonesia. Berikut contoh
akulturasi budaya yang terjadi.

Bahasa dan Sastra


Dalam bidang bahasa dan sastra ada banyak akulturasi kata serapan. Bahkan sudah
ada sampel sastra dengan koleksi enam volume yang berjudul “Kesastraan Melayu
Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia” (Sastra Melayu Tionghoa dan Bangsa
Indonesia).

Arsitektur dan Bangunan


Contoh akulturasi dalam hal bangunan dan arsitektur adalah seperti yang ditemui di
Lasem. Pecinan dengan segala atributnya (arsitektur tempat tinggal, kelenteng)
mewarnai wajah Desa Karangturi, Kecamatan Lasem. Banyaknya arsitektur dan
tradisi China yang tampak di Lasem mendapat julukan “Tiongkok Kecil”.

Lasem memiliki banyak bangunan peribadatan berupa kelenteng, masjid, dan


vihara.

Seni Pertunjukan
Wayang Potehi adalah contoh akulturasi budaya Tionghoa Selatan menjadi salah
satu kesenian tradisional di Indonesia. Wayang Potehi berasal dari kata ‘pou’ 布
(kain), ‘te’ 袋 (kantong), dan ‘hi’ 戯 (wayang). Wayang Potehi adalah wayang
boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangannya ke dalam
kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang jenis lain.
Busana
Contoh akulturasi dalam bidang busana adalah batik yang mengalami proses
akulturasi dengan budaya lain. Salah satunya adalah budaya bangsa Tiongkok.
Batik Lasem-China menjadi bukti nyata pembauran budaya Jawa dan Tionghoa di
Rembang, khususnya Lasem, Jawa Tengah. Selain itu, baju koko juga termasuk
bentuk akulturasi budaya China di Indoensia. Pasalnya baju koko merupakan baju
model China yang kerahnya bulat tertutup dan bermodel seperti piyama, biasanya
digunakan oleh Muslim Tionghoa.

Kuliner
Salah satu hidangan paling terkenal di Indonesia yang dipengaruhi Tiongkok
adalah soto dan bakso. Bahkan nama bakso berasal dari kata bak-so (肉酥, pe̍ h-ōe-
jī: bah-so.)

Anda mungkin juga menyukai