Proposal - Andi Zulfi Anggraini - G70119116
Proposal - Andi Zulfi Anggraini - G70119116
PROPOSAL
Efek samping antidiabetika oral yang tidak diinginkan mendorong para ahli
mengembangkan sistem pengobatan tradisional untuk menurunkan kadar
glukosa darah yang relatif aman (Agoes, 1991). Berdasarkan laporan
penelitian sebelumnya (Zulfiani et al., 2013; Megawati et al., 2016), bahwa
secara empiris masyarakat suku Kaili Tara, di Desa Binangga, Kecamatan
Parigi Tengah dan Suku Kaili Ija di Desa Bora, Kecamatan Sigi Biromaru,
Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah memanfaatkan daun eboni (Diospyros
celebica Bakh) sebagai obat untuk menurunkan kadar glukosa darah
(Khaerati et al., 2020)
Obat herbal berasal dari bahan alami tumbuhan obat keluarga (TOGA) yang
saat ini menjadi pilihan gaya hidup sehat. Masyarakat cenderung memilih
pengobatan dengan memanfaatkan bahan alam karena terapi obat herbal
tidak memiliki efek samping, harganya terjangkau dan mudah untuk
didapatkan (Hamzah, 2019). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Kartini et al (2018) ekstrak daun eboni mampu menurunkan kadar glukosa
darah. Penurunan kadar glukosa darah terjadi pada ekstrak eboni dengan
dosis 500 mg/kgBB. Peningkatan efek terjadi seiring dengan peningkatan
dosis ekstrak eboni yang diberikan. Semakin tinggi dosis yang diberikan,
maka semakin besar pula efek penurunan kadar glukosa darah. Selain dapat
menurunkan kadar glukosa darah tumbuhan eboni juga memiliki kandungan
senyawa seperti flavonoid, tannin dan saponin yang memiliki aktivitas
sebagai antibakteri (Ariyanti et al., 2016)
b. Deskripsi Tanaman
Eboni (Diospyros celebica B.) adalah tanaman pohon, batang lurus
dan tegak dengan tinggi sampai dengan 40 m. Diameter batang
bagian bawah dapat mencapai 1 m, sering dengan banir (akar papan)
besar. Kulit batangnya beralur, mengelupas kecil-kecil dan berwarna
coklat hitam. Pepagannya berwarna coklat muda dan di bagian
dalamnya berwarna putih kekuning-kuningan. Daun tunggal,
tersusun berseling, berbentuk jorong memanjang, dengan ujung
meruncing, permukaan atasnya mengkilap, seperti kulit dan
berwarna hijau tua, permukaan bawahnya berbulu dan berwarna
hijau abu-abu. Bunganya mengelompok pada ketiak daun, berwarna
putih. Buahnya bulat telur, berbulu dan berwarna merah kuning
sampai coklat bila tua. Daging buahnya yang berwarna keputihan
kerap dimakan monyet, bajing atau kelelawar; yang dengan
demikian bertindak sebagai agen pemencar biji. Bijinya berbentuk
seperti baji yang memanjang, coklat kehitaman (Chen, J., at all,
2018)
c. Kandungan Kimia
Diospyros celebica Bakh mengandung golongan senyawa fenolik
metil galak (Purba, Y. R. (2019), alkaloid, flavonoid, tanin, streroid,
saponin, terpenoid dan kumarin (Ariyanti, A.,2016), dan komponen
kimia yang dapat digunakan untuk kesehatan adalah 6a, 12a-
Dihydro-6H- (1,3) dioxolo (5,6) benzofuro (3,2-c) chromen-3-ol
adalah molekul yang aktif secara biologis dengan aktivitas anti-
angiogenik. Benzene, 1,2,3-trimetoksi- 5-(2-propenil) memiliki
potensi antioksidan, antiinflamasi, efek anti-trombosis dan
hipolipidemik. 3-O-Methyl-d-glukosa memiliki sifat kekekalan
tertentu yang dapat melindungi sel B pankreas dari kerusakan
aloksan sebagai penginduksi hiperglikemia. P-Cresol berperan dalam
disfungsi endotel pada pasien uremik, dan dapat memperbaiki luka
dan mengurangi perkembangan endotel. 2-Naphthalenemethanol,
decahydro-alpha., alpha., 4a-trimethyl-8-methylene-, [2R- (alpha.,
4a alpha., 8a beta.)] - dengan khasiat obat batuk dan dahak serta
sebagai senyawa yang bersifat detoksifikasi (Chen, J., at all, 2018),
d. Khasiat
Daun eboni memiliki kandungan metabolik sekunder yang dapat
dimanfaatkan dalam bidang kesehatan karena memiliki aktivitas
biologis seperti antidiabetes, antibakteri, antijamur dan antivirus
(Boritnaban et al., 2019).
Kelenjar ini terletak di dalam rongga peritoneal (rongga perut) manusia dan terdiri
dari sel alpha dan sel betha. Masing-masing sel ini menghasilkan hormon tersendiri,
Heni dan Kusmiyati (2017), yaitu :
1. Sel Alpha, yang menghasilkan hormon Glukagon yang berperan
dalam produksi glukosa dalam darah.
2. Sel Betha, yang menghasilkan hormon insulin yang berperan dalam
menurunkan kadar glukosa dalam darah.
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal
sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai ke
lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke
duodenum (usus 12 jari). Organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian
yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin.Ada dua jaringan utama yang menyusun
pankreas yaitu :Jaringan Asini. Berfungsi untuk mensekresi getah pecernaan
dalam duodenum, dan Pulau Langerhans.Pulau Langerhans adalah kumpulan
sel berbentuk ovoid, berukuran 76×175 mm dan berdiameter 20 sampai 300
mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak ditemukan di ekor
daripada kepala dan badan pankreas. Pulau-pulau ini menyusun 1-2% berat
pankreas. Pada manusia terdapat 1-2 juta pulau. Masing-masing memiliki
pasokan darah yang besar; dan darah dari pulau Langerhans, seperti darah dari
saluran cerna tetapi tidak seperti darah dari organ endokrin lain, mengalir ke
vena hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis
bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya. Pada manusia paling
sedikit terdapat empat jenis
sel: sel A (alfa), B (beta), D (delta), dan F. Sel A mensekresikan glukagon, sel
B mensekresikan insulin, sel D mensekresikan somastostatin, dan sel F
mensekresikan polipeptida pankreas. Sel B yang merupakan sel terbanyak dan
membentuk 60-70% sel dalam pulau, umumnya terletak di bagian tengah
pulau. Sel-sel ini cenderung dikelilingi oleh sel A yang membentuk 20% dari
sel total, serta sel D dan F yang lebih jarang ditemukan. Pulau-pulau yang kaya
akan sel A secara embriologis berasal dari tonjolan pankreas dorsal, dan pulau
yang kaya akan sel F berasal dari tonjolan pankreas ventral. Kedua tonjolan ini
berasal dari tempat yang berbeda di duodenum. Granula sel B adalah paket-
paket insulin dalam sitoplasma sel. Di dalam sel B molekul insulin membentuk
polimer dan juga berikatan dengan seng. Perbedaan dalam bentuk paket
mungkin disebabkan perbedaan ukuran agregat seng atau polimer insulin.
Granula A yang mengandung glukagon berbentuk relatif seragam dari spesies
ke spesies. Sel D juga mengandung banyak granula yang relatif homogen.Sel
beta yang ada di pulau langerhans memproduksi hormon insulin yang berperan
dalam menurunkan kadar glukosa darah dan secara fisiologi memiliki peranan
yang berlawanan dengan glukosa. Insulin menurunkan kadar gula darah
dengan beberapa cara. Insulin mempercepat transportasi glukosa dari darah ke
dalam sel, khususnya serabut otot rangka glukosa masuk ke dalam sel
tergantung dari keberadaan reseptor insulin yang ada di permukaan sel target.
Insulin juga mempercepat perubahan glukosa menjadi glikogen, menurunkan
glycogenolysis dan gluconeogenesis, menstimulasi perubahan glukosa atau zat
gizi lainnya ke dalam asam lemak (lipogenesis), dan membantu menstimulasi
sintesis protein.Pengaturan sekresi insulin seperti sekresi glukagon yaitu
langsung ditentukan oleh kadar gula dalam darah dan berdasarkan dari
mekanisme umpan balik (feed back negative system) (washudi dan Hariyanto,
2016).
Gambar 1.3 : Asinus dan pulau Langerhans
(Sumber : Guyton & Hall (2006))
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis terdiri atas obat yang diminum oral dan bentuk
suntikan. Berikut adalah obat antidiabetes non-insulin umum antara lain
golongan biguanida. Biguanida adalah salah satu kelas utama obat
antidiabetes, di antaranya metformin. Metformin merupakan obat paling
umum dan menjadi lini pertama untuk penderita DM dan telah terbukti
bermanfaat dalam mengurangi angka kematian akibat DM tipe 2 karena
dapat meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan glukosa darah,
menekan risiko hipoglikemia dan kardiovaskuler serta merupakan
satusatunya agen hipoglikemik untuk meningkatkan hasil makrovaskular
(19). Sulfonilurea merupakan obat yang banyak digunakan sebagai terapi
lini kedua dalam pengobatan pasien DM tipe 2 yang tidak mengalami
obesitas berat, yang bekerja langsung pada sel pulau untuk menutup
saluran K+ yang sensitif terhadap ATP dan merangsang sekresi insulin
( Widiasari, et a. 2021)
Menurut Primadina N., et al, (2019) fase penyembuhan luka ditinjau dari
aspek mekanisme seluler :
1. Fase inflamasi awal (homeostasis)
Pada saat jaringan terluka, pembuluh darah yang terputus pada luka akan
menyebabkan pendarahan, reaksi tubuh pertama sekali adalah berusaha
menghentikan pendarahan dengan mengaktifkan faktor koagulasi intrinsik dan
ekstrinsik, yang mengarah ke agregasi platelet dan formasi clot vasokontriksi,
pengerutan ujung pembuluh darah yang putus (retraksi) dan reaksi
haemostasis. Reaksi haemostasis akan terjadi karena darah yang keluar dari
kulit yang terluka akan mengalami kontak dengan kolagen dan matriks
ekstraseluler, hal ini akan memicu pengeluaran platelet atau dikenal juga
dengan trombosit mengekspresi glikoprotein pada membran sel sehingga
trombosit tersebut dapat beragregasi menempel satu sama lain dan membentuk
massa (clotting). Pada saat yang bersamaan sebagai akibat agregasi trombosit,
pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi selama 5 sampai dengan 10
menit, akibatnya akan terjadi hipoksia, peningkatan glikolisis dan penurunan
PH yang akan direspon dengan terjadinya vasodilatasi. Lalu akan terjadi
migrasi sel leukosit dan trombosit ke jaringan luka yang telah membentuk
scaffold tadi.
2. Fase inflamasi akhir (LAGH PHASE)
Setelah hemostasis tercapai, sel radang akut serta neutrofil akan menginvasi
daerah radang dan menghancurkan semua debris dan bakteri. Dengan adanya
neutrofil maka dimulai respon keradangan yang ditandai dengan cardinal
symptoms, yaitu tumor, kalor, rubor, dolor dan functio laesa. Netrofil, limfosit
dan makrofag adalah sel yang pertama kali mencapai daerah luka. Fungsi
utamanya adalah melawan infeksi dan membersihkan debris matriks seluler
dan benda-benda asing .Agen kemotaktik seperti produk bakteri, yaitu DAMP
(Damage Associated Molecules Pattern) dan PAMP (Pathogen Spesific
Associated Molecules Pattern), complement factor, histamin, prostaglandin,
dan leukotriene. Agen ini akan ditangkap oleh reseptor TLRs (toll like
receptor) dan merangsang aktivasi jalur signalling intraseluler yaitu jalur NFκβ
dan MAPK. Pengaktifan jalur ini akan menghasilkan ekspresi gen yang terdiri
dari sitokin dan kemokin pro-inflamasi yang menstimulasi leukosit untuk
ekstravasasi keluar dari sel endotel ke matriks provisional. Leukosit akan
melepaskan bermacam-macam faktor untuk menarik sel yang akan memfagosit
debris, bakteri, dan jaringan yang rusak, serta pelepasan sitokin yang akan
memulai proliferasi jaringan. Leukosit yang terdapat pada luka di dua hari
pertama adalah neutrofil, biasanya terdeteksi pada luka dalam 24 jam sampai
dengan 36 jam setelah terjadi luka. Sel ini membuang jaringan mati dan bakteri
dengan fagositosis. Netrofil mensekresi sitokin pro inflamasi seperti TNF-α,
IL-1β, IL-6 juga mengeluarkan protease untuk mendegradasi matriks
ekstraseluler yang tersisa. Setelah melaksanakan fungsi fagositosis, neutrofil
akan difagositosis oleh makrofag atau mati. Pada hari ke tiga luka, monosit
berdiferensiasi menjadi makrofag masuk ke dalam luka melalui mediasi
monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag akan menggantikan
peran polimorfonuklear sebagai sel predominan. Platelet dan faktor-faktor
lainnya menarik monosit dari pembuluh darah. Ketika monosit mencapai lokasi
luka, maka ia akan dimatangkan menjadi makrofag.
3. Fase proliferase
Terdapat tiga fase utama pada profilasi :
a. Neoangiogenesis
Angiogenesis merupakan pertumbuhan pembuluh darah baru yang terjadi
secara alami di dalam tubuh, baik dalam kondisi sehat maupun patologi
(sakit). Pada proliferasi terjadi angiogenesis disebut juga sebagai
neovaskularisasi, yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru,
merupakan hal yang penting sekali dalam langkah-langkah penyembuhan
luka. Jaringan di mana pembentukan pembuluh darah baru. terjadi,
biasanya terlihat berwarna merah (eritem) karena terbentuknya kapiler-
kapiler di daerah itu. Selama angiogenesis, sel endotel memproduksi dan
mengeluarkan sitokin.
b. Fibroblast
Fibroblas memiliki peran yang sangat penting dalam fase ini. Fibroblas
memproduksi matriks ekstraselular yang akan mengisi kavitas luka dan
menyediakan landasan untuk migrasi keratinosit. Dengan bantuan matrix
metalloproteinase (MMP-12), fibroblas mencerna matriks fibrin dan
menggantikannya dengan glycosaminoglycan (GAG). Dengan berjalannya
waktu, matriks ekstraselular ini akan digantikan oleh kolagen tipe III yang
juga diproduksi oleh fibroblas. Kolagen ini tersusun atas 33% glisin, 25%
hidroksiprolin, dan selebihnya berupa air, glukosa, dan galaktosa.
Hidroksiprolin berasal dari residu prolin yang mengalami proses
hidroksilasi oleh enzim prolyl hydroxylase dengan bantuan vitamin C.
Hidroksiprolin hanya didapatkan pada kolagen, sehingga dapat dipakai
sebagai tolok ukur banyaknya kolagen dengan mengalikan hasilnya dengan
7,8. Selanjutnya kolagen tipe III akan digantikan oleh kolagen tipe I pada
fase maturasi. Faktor proangiogenik yang diproduksi makrofag seperti
vascular endothelial growth factor (VEGF), fibroblas growth factor (FGF)-
2, angiopoietin-1, dan thrombospondin akan menstimulasi sel endotel
membentuk neovaskular melalui proses angiogenesis.
c. Re-epitelisasi
Pada tepi luka, lapisan single layer sel keratinosit akan berproliferasi
kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan luka. Ketika
bermigrasi, keratinosit akan menjadi pipih dan panjang dan juga
membentuk tonjolan sitoplasma yang panjang. Mereka akan berikatan
dengan kolagen tipe I dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik
integrin. Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit akan mendisosiasi sel
dari matriks dermis dan membantu pergerakan dari matriks awal. Sel
keratinosit yang telah bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi sel epitel ini
akan bermigrasi di atas matriks provisional menuju ke tengah luka, bila
sel-sel epitel ini telah bertemu di tengah luka, migrasi sel akan berhenti dan
pembentukan membran basalis dimulai.
4. Fase maturase
Pada fase ini terjadi keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi kolagen
serta matriks ekstraseluler. Kolagen yang berlebihan didegradasi oleh enzim
kolagenasedan kemudian diserap. Sisanya akan mengerut sesuai tegangan yang
ada.Hasil akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang pucat, tipis, lemas, dan
mudah digerakkan dari dasarnya. Saat kadar produksi dan degradasi kolagen
mencapai keseimbangan, maka mulailah fase maturasi dari penyembuhan
jaringan luka. Fase ini dapat berlangsung hingga 1 tahun lamanya atau lebih,
tergantung dari ukuran luka dan metode penutupan luka yang dipakai. Selama
proses maturasi, kolagen tipe III yang banyak berperan saat fase proliferasi
akan menurun kadarnya secara bertahap, digantikan dengan kolagen tipe I yang
lebih kuat. Serabut-serabut kolagen ini akan disusun, dirangkai, dan dirapikan
sepanjang garis luka. Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari
proses penyembuhan. Sintesis dan degradasi kolagen dan matriks ekstraseluler
terjadi secara simultan dan biasanya terjadi keseimbangan antara kedua proses
hingga 3 minggu setelah terjadinya luka sebelum akhirnya terjadi kestabilan.
II.7 Aloksan
Aloksan adalah salah satu salah satu zat diabetogenik yang bersifat toksik
terutama terhadap sel beta pankreas dan jika. diberikan kepada hewan
percobaan maka hewan percobaan tersebut dapat menjadi diabetes.
Mekanisme kerusakan sel beta pankreas oleh aloksan diawali dengan
oksidasi gugus sulfidril dan pembentukan radikal bebas. Aloksan bereaksi
dengan dua gugus -SH yang berikatan pada bagian sisi dari protein atau
asam amino membentuk ikatan disulfida sehingga menginaktifkan protein
yang berakibat pada gangguan fungsi protein tersebut (Amani dan
Mustarichie, 2018)
Aloksan (2,4,5,6-tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrimidinetetrone) adalah
derivat pirimidin oksigen yang hadir sebagai aloksan hidrat dalam larutan
(Rohilla & Ali, 2012). Aloksan adalah senyawa kimia tidak stabil yang
berupa derivat pirimidin, dan merupakan salah satu zat yang umum yang
digunakan untuk menginduksi diabetes melitus. Aloksan memiliki efek
merusak sel β pankreas karena dapat menghasilkan radikal oksigen dalam
jumlah yang besar (Xing et al., 2015).
b. Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu Ekstrak
daun eboni (Diospyros celebica Bakh.), aquadest, alkohol 96, 70,
aloksan, air mineral, handscoon, masker, kapas, kertas perkamen, kertas
saring, aluminium foil, kertas label, Na-CMC, makanan tikus, tissue,
cotton bud, kasa steril, alkohol 70 %, ketamin, NaCl 0,9 %,
glibenklamid, nbf 10%, alcohol absolut, paraffin cair, xylol, eosin Y,
hematoksilin, foam
c. Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
hewan uji tikus putih (Rattus norvegicus).
g. Analisis Data
Data yang diperoleh berupa gambarn mikroskopik pada masing-masing
kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan Uji One Way
Anova pada tingkat kepercayaan 95 %. Dilanjutkan dengan uji Post
Hoc Duncan untuk perbedaan yang bermakna antar perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA