Anda di halaman 1dari 24

Farmakologi & Toksikologi 3

ANTIFUNGI

A P T. M U H . F A K H R U L H A R D A N I S . F A R M . , M . F A R M .
SOURCE

• Bertram G. Katzung, Susan B. Master, Anthony J. Trevor “Farmakologi Dasar & Klinik Vol. 2, Edisi
12”

• Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi V

• Research Journal
POIN PEMBAHASAN

• Etiologi penyakit & Patogenesis


• Klasifikasi
• Diagnosis
• Farmakologi klinis
• Efek Samping & Toksisitas
ETIOLOGI PENYAKIT DAN PATOGENESIS
• Infeksi Jamur dikenal sebagai Mikosis
• Berbagai jenis jamur dapat menginfeksi
manusia dan hidup dalam jaringan
ekstraseluler maupun fagosit
• Penting untuk melindungi tubuh (saluran
napas, membran mukosa nasofaring) dari
pengaruh invasi spora jamur yang
terinhalasi.
• Jamur yang masuk kedalam tubuh akan
mendapat respon imun(IgG dan IgM)
• Respon Cell Mediated Immune (CMI) –
Bersifat protektif, menekan reaktivasi
infeksi jamur.
• Sel T CD4 dan CD8 bekerja sama
mengeliminier jamur
ETIOLOGI PENYAKIT DAN PATOGENESIS
• Subset Sel T CD4, respon sel Th1
merupakan respon protektif, Th2
respon merugikan.
• CMI dapat menginduksi terbentuknya
granuloma. Granuloma terbentuk
terutama pada penyakit jamur sistemik
(koksidioidomikosis, histoplasmosis,
blastomikosis).
• Kulit yang terinfeksi akan berusaha
menghambat penyebaran infeksi dan
sembuh, menimbulkan resistensi
terhadap infeksi berikutnya.
JENIS INFEKSI JAMUR
1. Infeksi Jamur Endemik
- Infeksi yang menyerupai infeksi bakteril yang menyerang paru-paru, kulit maupun berbagai organ
lain.
- Jamur yang terinhalasi melalui saluran napas.
- Derajat beratnya infeksi tergantung intensitas paparan dan imunitas.

2. Infeksi Jamur oportunistik


- Dapat disebabkan oleh organisme semacam jamur maupun filamen jamur
- Penyebab tersering infeksi oportunistik adalah kandidiasis
- Infeksi dapat diakibatkan berbagai keadaan yang menginduksi imunosupresan.
ETIOLOGI PATOGENESIS
• Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang jaringan
yang mengandung keratin seperti stratum korneum
kulit, rambut dan kuku pada manusia dan hewan.
• Dermatofit adalah sekelompok jamur yang memiliki
kemampuan membentuk molekul yang berikatan
dengan keratin dan menggunakannya sebagai sumber
nutrisi untuk membentuk kolonisasi.
• Patogenesis dermatofitosis tergantung pada faktor
lingkungan, antara lain iklim yang panas, higiene
perseorangan, sumber penularan, penggunaan obat
obatan steroid, antibiotik dan sitostatika,
imunogenitas dan kemampuan invasi organisme,
lokasi infeksi serta respon imun dari pasien.
PENULARAN DERMATOFITOSIS

Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu :

• Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
lantai kolam renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi keradangan

• Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak langsung maupun tidak langsung melalui
bulu binatang yang terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah / tempat tidur hewan,
tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.

• Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang.
KLASIFIKASI, TIPE JAMUR

• Ada dua tipe jamur, yaitu


Yeast/ragi = tumbuh kembang
melalui sel tunggal secara aseksual
Molds = tumbuh kembang dengan
bentuk filamen panjang, melalui
produksi koloni filamentosa
multisenter
SPESIES JAMUR

Terdapat tiga genus penyebab dermatofitosis, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton,
yang dikelompokkan dalam kelas Deuteromycetes . Dari ketiga genus tersebut telah di temukan 41
spesies, terdiri dari 17 spesies Microsporum, 22 spesies Trichophyton, 2 spesies Epidermophyton .

Dari 41 spesies yang telah dikenal, 17 spesies diisolasi dari infeksi jamur pada manusia,
5 spesies Microsporum menginfeksi kulit dan rambut,
11 spesies Trichophyton meninfeksi kulit, rambut dan kuku,
1 spesies Epidermophyton menginfeksi hanya pada kulit dan jarang pada kuku.
Spesies terbanyak yang menjadi penyebab dermatofitosis di Indonesia adalah : Trichophyton rubrum
DIAGNOSIS
• Ada 4 pendekatan diagnosis laboratoris pada infeksi jamur
1. Pemeriksaan mikroskopik langsung(biopsi paru, sputum, kulit, kuku)
2. Biakan
3. DNA probe test
4. Pemeriksaan serologi
FARMAKOLOGI KLINIS
• Obat terapi bakteri tidak mempengaruhi penyakit jamur
(penisilin dan aminoglikosida dapat menghambat
pertumbuhan bakteri tetapi tidak mempengaruhi
pertumbuhan jamur)
• Obat antifungal/fungi yang efektif adalah amfoterisin B
dan Gol. Azole
• Amfoterisin mempunyai efek toksik pada ginjal
(formulasi lipid = amfoterisin B liposomal, komplek lipid
dan dispersi koloid)
• Ada 4 gol. Azole yang digunakan secara sistemik, yaitu
ketokonazol, itrakonazol, flukonazol dan varigonazol.
FARMAKOLOGI
KLINIS
• Amfoterisin B
- Amfoterisin B kurang diserap disaluran cerna
- Diekskresikan secara perlahan melalui urin dalam beberapa hari.
- Waktu paruh serum sekitar 15 hari
- Amfoterisin B bersifat selektif dalam efek fungisidalnya
- Mengikat ergosterol dan mengubah permeabilitas sel dengan membentuk pori-pori dimembran sel
(makrolid polien)
- “sesuai ikatan kimianya, amfoterisin berikatan pada lemak(ergosterol) disepanjang sisi kaya ikatan
rangkap dari strukturnya dan berhubungan dengan molekul air disepanjang sisi kaya hidrokksil.
Karakteristik amfipatik ini mempermudah pembentukan pori oleh molekul amfoterisin. Pada bagian
lipofilik mengelilingi bagian luar pori dan bagian hidrofilik melapisi bagian dalamnya. Pori ini
menyebabkan bocornya ion dan makromolekul intrasel – kematian sel”
EFEK SAMPING & TOKSISITAS
• Reaksi segera dan reaksi lambat = berkaitan dengan infus obat
Toksisitas terkait infus = sering terjadi, demam, menggigil, kejang otot, muntah, nyeri kepala dan
hipotensi.
Kerusakan ginjal, reaksi toksik paling signifikan.
Anemia(berkurangnya produksi eritropoeitin)
Kejang(penggunaan terapi intratekal)
FARMAKOLOGI KLINIS

• Golongan Azole
Azole adalah senyawa sintetik yang dapat diklasifikasikan sebagai imidazol atau triazol sesuai dengan
jumlah atom nitrogen dicincin azol beranggotakan lima.
Imidazol terdiri dari ketokonazol, mikonazol dan klotrimazol
Triazol mencakup itrakonazol, flukonazol, vorikonazol dan posakonazol
Aktivitas antijamur gol. Azole terjadi karena reduksi sintesis ergosterol oleh inhibisi enzim enzim
sitokrom p450 jamur
Imidazol memperlihatkan selektivitas toksik yang lebih rendah dibandingkan triazol sehingga insiden
interaksi obat dan efek samping obat lebih tinggi
FARMAKOLOGI
KLINIS
• Ketokonazol
Gol.obat azole pertama yang diperkenalkan
Kurang selektif untuk menghambat sitokrom p450 jamur dibandingkan dengan azole yang lebih
baru.
Ketokonazol sistemik jarang digunakan
Pemakaiannya dalam bidang dermatologi (efektif terhadap infeksi kulit yang disebabkan oleh
spesies epidermophyton, mikrosporum, dan tricophyton).
FARMAKOLOGI KLINIS

• Itrakonazol
Penyerapan obat ditingkatkan oleh makanan dan ph lambung yang rendah
Obat ini berinteraksi dengan enzim enzim mikrosom hati
Gol. Azole pilihan dalam penyakit akibat jamur dimorfik histoplasma, blastomyces
Digunakan secara luas dalam pengobatan dermatofitosis
FARMAKOLOGI KLINIS

• Flukonazol
Tingkat kelarutan air yang tinggi
Interaksi obat jarang terjadi, gol. Azole dengan efek terendah terhadap enzim enzim hati.
Memiliki indeks teraupetik yang luas diantara obat gol. Azole lainnya.
Toleransi pencernaan lebih baik.
Tersedia dalam bentuk oral dan intravena
FARMAKOLOGI
KLINIS
• Vorikonazol
Vorikonazol serupa dengan itrakonazol dalam spektrum aktivitasnya
Aktivitas yang baik terhadap Candida sp dan jamur dimorfik
Toksisitas yang pernah diamati terjadi ruam, gangguan penglihatan (30% pasien), dermatitis
Vorikonazol kurang toksik jika dibandingkan dengan amfoterisin B.
FARMAKOLOGI KLINIS

• Posakonazol
Merupakan triazol terbaru
Penyerapan meningkat jika obat diminum bersama makanan
tinggi lemak
Belum pernah dilaporkan adanya gangguan penglihatan
Posakonazol adalah anggota spektrum terluas famili azol
dengan aktivitas terhadap sebagian besar spesies kandida dan
aspergillus
Satu-satunya azol dengan aktivitas signifikan terhadap
penyebab mukormikosis.
FARMAKOLOGI KLINIS
• Obat antijamur lain
Ekinokandin
gol. Terbaru yang sedang dikembangkan
Bekerja ditingkat dinding sel jamur dengan menghambat pembentukan
beta glukan, sehingga menyebabkan rusaknya dinding sel dan kematian
jamur

Terbinafin
Obat ini digunakan untuk terapi dermatofitosis.
Seperti griseofulvin, terbinafin adalah suatu obat keratofilik.
Terbinfin bersifat fungisidal, mengganggu biosintesis ergosterol, tetapi
tidak berinteraksi dengan sistem p450
Tidak memperlihatkan interaksi obat yang signifikan
FARMAKOLOGI KLINIS

Obat antijamur sistemik oral


Griseofulfin
bersifat fungistatik, penyerapan meningkat jika obat diminum bersama dengan makanan berlemak.
Mekanisme griseofulfin ditingkat sel masih belum jelas, tetapi obat ini mengendap dikulit yang baru
terbentuk tempat akan berikatan dengan keratin, melindungi kulit dari infeksi baru.
Griseofulfin harus diberikan selama 2-6 minggu untuk infeksi kulit dan rambut agar keratin yang
terinfeksi dapat digantikan oleh struktur yang resisten
Umumnya penggunaan griseofulvin telah dgantikan oleh antijamur itrakonazol dan terbinafin.
FARMAKOLOGI KLINIS
• Terapi antijamur topikal
Nistatin
Suatu makrolid protein polien yang mirip dengan amfoterisin B
Hanya digunakan secara topikal
Jarang menyebabkan toksisitas

Azol Topikal
Klotrimazol dan mikonazol
Sering digunakan untuk kandidiasis vulvovagina
Berguna untuk infeksi dermatofita, tinea korporis , tinea pedis(kurap kaki) dan
tinea kruris
Efek sangat jarang
Juga tersedia ketokonazol bentuk topikal dan pencuci rambut yang berguna
untuk mengobati dermatitis seboroik dan pitiriasis versikolor.

Alilamin topikal
Terbinafin dan naftifin adalah alilamin yang tersedia sebagai krim topikal
Efektif untuk mengobati tinea kruris(bagian lembab) dan tinea korporis(kurap).
SEKIAN, TERIMA KASIH

• Semoga Bermanfaat,. ^.^

Anda mungkin juga menyukai