Anda di halaman 1dari 28

ANTI JAMUR

DOSEN PENGAMPU : IFORA, M. FARM.KLIN,APT


Bagas sambeja 1701044
Monic atika 1801187
Adinda yasinta amany 20011003
Amalia fitri 20011011
Andi saputra 20011015
Aprina ferantika 20011023
Arfah dewi 20011025
Ayub purnama 20011031
POINT PEMBAHASAN

01 JAMUR PENYEBAB PENYAKIT

02 INFEKSI JAMUR SISTEMIK SERTA CONTOH

03 INFEKSI JAMUR SUPERFISIAL SERTA CONTOH

04 KLASIFIKASI OBAT ANTI JAMUR

05 PENJELASAN PROFIL FARMAKOLOGI ( AMFOTERISIN B, KETOKONAZOL,


TERBINAFIN, KASPOFUNGIN )
01
JAMUR PENYEBAB
PENYAKIT
Infeksi jamur sistemik adalah infeksi jamur yang menyerang organ dalam
misalnya paru, hati, limpa, traktus gastrointestinal dan menyebar lewat aliran darah
atau getah bening. Penyakit jamur paru merupakan salah satu contoh infeksi jamur
sistemik dan dapat disebabkan oleh 2 kelompok jamur, yaitu jamur patogen
sistemik dan jamur oportunistik, dimana jamur patogensistemik merupakan jamur
yang dapat menginvasi dan berkembang pada jaringan pejamu normal tanpa
adanya predisposisi. Infeksi jamur patogen sistemik pada paru yang sering terjadi
adalah histoplasmosis yang disebabkan oleh Histoplasma capsulatum.

Kelompok jamur lainnya adalah jamur oportunistik yang artinya dalam


keadaan normal bersifat nonpatogen tetapi dapat berubah menjadi patogen bila
mekanisme pertahanan tubuh sedang terganggu. lnfeksi jamur oportunistik lebih
sering terjadi dibandingkan infeksi jamur patogen sistemik, umumnya terjadi pada
penderita defisiensi sistem pertahanan tubuh atau pasien-pasien dengan keadaan
umum yang lemah. lnfeksi jamur paru oportunistik yang sering terjadi adalah
Kandidiasis paru, Aspergilosis paru dan Kriptokokosis paru.
02
INFEKSI JAMUR
SISTEMIK SERTA
CONTOH
Infeksi jamur sistemik dimulai dari infeksi lokal atau dari
koloni jamur dalam saluran cerna atau selaput lender lain
yang kemudian menyebar ke berbagai alat tubuh lain. Infeksi
dapat juga dimulai dari paru karena jamur yang terhisap.
Jamur yang dapat menimbulkan infeksi sistemik dibagi dalam
dua kelompok patogen, ialah :
1. jamur patogen oportunistik dan

Jamur patogen oportunistik terdiri dari organisme yang kurang virulen dan
beradaptasi baik, contohnya ialah spesies Candida dan Aspergillus. Apabila
organisme ini masuk ke tubuh pejamu (hospes) dengan kondisi yang sangat lemah
atau immunocompromised, maka infeksi yang terjadi biasanya berat dan tidak
jarang mengancam jiwa. Tetapi spesies Candida biasanya juga menimbulkan
infeksi yang tidak berat.
2. jamur patogen sejati

Jamur patogen sejati hanya merupakan bagian kecil saja dari


organisme yang dapat menimbulkan infeksi pada pejamu (hospes)
tanpa adanya predisposisi tertentu, contoh Cryptococcus immitis
dan Histoplasma capsulatum. Organisme ini biasanya dapat
menyesuaikan diri untuk hidup dalam tubuh hospes.
 
03
INFEKSI JAMUR SUPERFISIAL
SERTA CONTOH
Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang
disebabkan oleh kolonisasi jamur atau ragi. Angka kejadian mikosis
superfisialis diperkirakan sekitar 20-25% populasi dunia dan
merupakan salah satu bentuk infeksi yang paling sering pada
manusia.

Mikosis superfisialis meliputi :

1. Dermatofitosis

2. Non Dermatofisis
Non-dermatofitosis adalah infeksi pada kulit
Dermatofitosis adalah infeksi jamur
biasanya terjadi pada kulit yang paling luar. Hal
dermatofita (spesies microsporum,
ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat
trichophyton, dan epidermophyton) yang
mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin
menyerang epidermis bagian superfisial
kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit
(stratum korneum), kuku dan rambut.
yang paling luar. Yang masuk ke dalam
Dermatofitosis terdiri dari :
golongan ini adalah terdiri dari :
1. tinea capitis
1. pitiriasis versikolor
2. tinea barbae
2. piedra hitam
3. tinea cruris
3. piedra putih
4. tinea pedis et manum
4. tinea nigra Palmaris
5. tinea unguium
5. otomikosis dan
6. tinea corporis.
6. kerato mikosis.
04
KLASIFIKASI OBAT ANTI
JAMUR
05
PENJELASAN PROFIL
FARMAKOLOGI (AMFOTERISIN
B, KETOKONAZOL, TERBINAFIN,
KASPOFUNGIN )
Farmakologi obat amfoterisin B dan ketokonazole

Farmakologi amphotericin B secara umum adalah sebagai antifungi yang bekerja dengan mengikat ergosterol jamur.

Farmakodinamik
Mekanisme kerja amphotericin B adalah dengan mengikat ergosterol, membentuk dan mengubah permeabilitas sel,
serta menyebabkan pembentukan saluran ion. Hal ini menyebabkan hilangnya proton dan kation monovalen, yang
menghasilkan depolarisasi dan kematian sel sesuai tingkat konsentrasi. Selain itu, amphotericin B memiliki efek
stimulasi pada sel fagosit yang juga membantu mekanisme kerja amphotericin B. Namun, amphotericin B juga
memiliki paparan yang relatif tinggi terhadap sel ginjal dan dan dapat menyebabkan nefrotoksisitas.

Farmakokinetik
Amphotericin B mengalami beberapa proses farmakokinetik meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
melalui urine. Farmakokinetik amphotericin B bervariasi tergantung dari zat pencampurnya, seperti amphotericin B
deoxycholate, amphotericin B cholesteryl sulfate complex, amphotericin B lipid kompleks, atau amphotericin B
liposomal.
 
Farmakologi ketoconazole sebagai obat golongan azol yang bekerja melemahkan struktur dan
fungsi membran sel fungi melalui mekanisme blokade sintesis ergosterol melalui inhibisi sitokrom
P-450.
 
Farmakodinamik
 
Ketoconazole adalah obat azole oral pertama yang digunakan oleh klinisi untuk mengobati infeksi
fungal. Ketoconazole bekerja dengan memblok sintesis dari ergosterol (salah satu komponen dari
membrane sel fungal) melalui inhibisi pada sitokrom P-450 pada enzim lanosterol 14α – demetilase.
[1,6] Karena enzim tersebut diinhibisi, maka lanosterol tidak dapat melakukan konversi menjadi
ergosterol pada sel membran fungal.[2] Ergosterol yang tidak dapat terbentuk dan semakin tipis
pada dinding membran sel akan menyebabkan struktur dan fungsi pada membran sel menjadi lemah.
TERBINAFINE

Terbinafine adalah obat untuk mengobati infeksi jamur pada kuku atau kulit, termasuk
kulit kepala. Beberapa kondisi akibat infeksi jamur yang bisa diobati dengan obat ini
adalah kutu air, panu, dan kurap. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan
tablet.Terbinafine bekerja dengan cara mengganggu pembentukan sterol, yang berperan
penting untuk menjaga keutuhkan membran sel jamur. Dengan begitu, dinding sel akan
melemah dan jamur akan mati.

Terbinafine termasuk ke dalam obat golongan antifungi atau antijamur. Obat ini bekerja
dengan cara melawan infeksi akibat jamur atau fungi.
CASPOFUNGIN

Caspofungin adalah salah satu obat antijamur yang termasuk kelas echinocandins. Obat ini bekerja
dengan menghentikan pertumbuhan jamur. Biasanya, obat ini diresepkan jika pasien tidak dapat
menggunakan atau tidak merespon obat antijamur lainnya seperti amfoterisin B dan itrakonazol.

Kegunaan obat Caspofungin adalah Obat Caspofungin merupakan obat golongan kelas antijamur baru
yang disebut echinocandin semisintetik yang menunjukkan aktivitasnya terhadap spesies Aspergillus
dan Candida. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis enzim β-1,3-D-glukan, yang
merupakan komponen penting dari dinding sel jamur yang tidak ada dalam sel mamalia yang dengan
demikian dapat mengganggu integritas dinding sel jamur.
Kasus 1

Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dibawa oleh ibunya ke dokter karena dia terus
menggaruk-garuk lengannya. Ibunya mengatakan bahwa ini telah berlangsung selama
beberapa hari, dan tampaknya bintik itu semakin membesar. Tidak ada orang lain di rumah
yang memiliki hal serupa. Dia tidak mengalami demam atau tanda-tanda penyakit sistemik.
Pada pemeriksaan kulitnya dokter melihat cincin melingkar berukuran kecil di lengan
kanannya yang memiliki perbatasan merah. Dokter melakukan uji goresan kalium hidroksida
(KOH) dari lesi dan ditemukan positif terdapat jamur. Dokter mendiagnosisnya dengan tinea
corporis (kurap) dan meresepkan nistatin topikal.

• Bagaimana makansime KOH sehingga bisa digunakan untuk diagnosis/identifikasi


infeksi jamur?
• Jamur jenis apa yang dapat menyebabkan tinea korporis?
• Apa saja ciri-ciri infeksi jamur dermatofit?
• Bagaimana mekanisme kerja nistatin?
• Nistatin marupakan antijamur dari golongan obat antijamur apa?
• Apa saja antijamur yang memiliki struktur dang fungsi yang sama dengan nistatin?
Bagaimana makansime KOH sehingga bisa digunakan untuk diagnosis/identifikasi
infeksi jamur?

KOH merupakan metode pemeriksaan yang mudah, cepat, dan murah dalam mendeteksi keberadaan jamur. konsentrasi
yang sering digunakan sebagai pewarnaan adalah KOH 20%. Pemeriksaan dengan KOH saja terkadang memiliki
kekurangan yaitu tidak dapat menghasilkan kontras warna yang baik, sehingga membutuhkan keterampilan yang lebih
untuk menafsirkannya. Bahan pemeriksaan diambil pada bagian tubuh yang terinfeksi yang sebelumnya sudah di swab
dengan alkohol 70% kemudian dilakukanlakukanlah teknik pengerokan atau scrapping pada lesi kulit atau kuku.
Siapkan objeck glass. Setelah itu gunakan scalpel untuk mengambil sampel dan meletakkannya pada dua objeck
glass.Lakukan pemeriksaan KOH 20% dengan cara teteskan larutan tersebut (satu tetes) diatas spesimen yang sudah
diletakkan diatas kedua objeck glass. Pada objek pertama langsung ditutup dengan kaca penutup (sudah diberi label),
sedangkan pada objeck glass kedua teteskan tinta parker blue black secara merata lalu tutup dengan kaca penutup
(sudah diberi label), diamkan sampel selama 10-15 menit dalam suhu ruang kemudian diperiksa menggunakan
mikroskop cahaya mulai dengan perbesaran awal dibawah 40x untuk melihat bentukan mikroskopis masing-masing
jamur.
Jamur jenis apa yang dapat menyebabkan tinea korporis?

Penyebab utama tinea corporis adalah infeksi jamur golongan dermatophytes, yaitu trichophyton. Jamur ini dapat
berkembang biak pada jaringan keratin, yaitu jaringan keras dan tahan air yang terdapat di kulit, rambut, atau kuku.

Apa saja ciri-ciri infeksi jamur dermatofit?

Munculnya bercak merah.

Perubahan kulit menjadi bersisik atau munculnya area kulit yang menonjol dengan pinggiran yang terlihat jelas
menyerupai cincin.

Rasa gatal pada bagian kulit yang mengalami bercak merah.

Infeksi jamur yang terjadi pada kuku menyebabkan kuku menjadi lebih mudah patah, menebal, dan berubah warna.

Pada beberapa lokasi, misalnya di kulit kepala, infeksi jamur bisa menyebabkan luka hingga mengeluarkan nanah.
Selain itu, kurap yang muncul di area janggut juga memicu munculnya bintil-bintil dengan nanah.
Bagaimana mekanisme kerja nistatin?

Mekanisme kerja Nistatin akan diikat oleh jamur. Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan
dengan sterol pada membran sel jamur terutama ergosterol. Sehingga mengakibatkan gangguan pada
permeabilitas membrane sel jamur dan mekanisme transpornya. Kompleks polien-ergostrerol yang
terjadi dapat membentuk satu pori, dan melalui pori tersebut konstituen esensial sel jamur bocor keluar
sehingga menyebabkan penghambatan pertumbuhan jamur

Nistatin merupakan anti jamur dari golongan obat anti jamur apa?

Nistatin termasuk golongan obat Antijamur golongan polyene dikenal juga sebagai obat antimikotik.
Obat ini bekerja dengan cara merusak membran sel jamur, sehingga sel tersebut akan mati. Contoh obat
antijamur polyene adalah:Nystatin dan Amphotericin B
Apa saja antijamur yang memiliki struktur dang fungsi yang sama dengan nistatin?

ANTI JAMUR YANG MEMILIKI STRUKTUR DAN FUNGSI SAMA DENGAN NISTATIN

Anti jamur yang memiliki struktur dan fungsi sama dengan nistatin adalah amfoterisin B
Amfoterisin B (Gambar 2.10) dan nistatin (Gambar 2.11) merupakan antibiotik spektrum luas
dengan sifat fungistatik dan fungisida. Amfoterisin B merupakan hasil fermentasi dari
Streptomyces nodosus, sedangkan nistatin hasil fermentasi dari Streptomyces noursei (Sheppard
and Lampiris, 2015). Kedua anti jamur ini merupakan golongan polien Mekanisme kerja golongan
polien adalah dengan membentuk ikatan yang kompleks dengan membran ergosterol jamur. Ikatan
tersebut akan meningkatkan permeabilitas membran, memungkinkan kebocoran dari berbagai
molekul kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Davies SF, Sarosi GA. Fungal Infections. In: Texbook of Respiratoty Medicine 2nd ed, Murray JF,
Nadel eds. Philadelphia: WB Sounders Co; 1994. p. 1161-244.
Ellis H. David, Opportunistic Systemic Mycosis, Clinical Mycology. New York: Gilingham Print
Ltd ;1994. p.2.
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 218-228, September 2020

Sheppard, D. and Lampiris, H.W., 2015. Antifungal Agents. In : Basic and Clinical Pharmacology. Ed
13th. Editors : Katzung, B.G. and Trevor, A.J. New York : McGraw-Hill Companies, Inc, Chapter 48,
p. 825–834.

Sweetman, S.C, 2009. Martindale The Complete Drug Reffrence. Ed.36th.USA:Pharmaceutical Press,
p. 523–551

Anda mungkin juga menyukai