Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FARMAKOLOGI

OBAT ANTI JAMUR


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah farmakologi
Dosen Pengampu:

Di susun Oleh:
Kelompok 4
1. Mugiatiningsih P1337424422198
2. Dyah Suryaningsih P1337424422206
3. Astutiningsih P1337424422207

PRODI ALIH JENJANG KEBIDANAN SEMARANG


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKES KEMENKES SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah Farmakologi yang berjudul “Obat AntiJamur”.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah farmakologi.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan
dapat bermanfaat bagi kita semua.Aamiin.

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...............................................................................................................................4
1. LATAR BELAKANG...............................................................................................................4
2. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..................................................................................................................................5
1. PENGERTIAN........................................................................................................................5
2. JENIS OBAT-OBATAN ANTIJAMUR...............................................................................5
3. INFEKSI JAMUR...................................................................................................................6
4. PROFILE INFEKSI JAMUR................................................................................................7
BAB III...............................................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................................16
1. Kesimpulan..............................................................................................................................16
2. Saran........................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Infeksi jamur terjadi pada tempat yang sedikit menerima aliran darah, seperti pada
kulit,kuku, dan rambut. Hal ini menyebabkan distribusi obat ke daerah itu sangat sulit jika
dib eri ka secara sistemik. Jamur membel atau berkembang biak lebih lambat dibandingkan
bakteri, padahal peristiwa membelah merupakan saat yang tepat bagimikroba untuk
membunuh fungi. Terjadi atau tidaknya infeksi jamur sangat ditentukanoleh peran hospest
mengingat banyak infeksi jamur bersifat oportunistik.Kebanyakan jamur sangat resisten
terhadap obat-obat antibakteri.

Hanya sedikit bahankimia yang diketahui dapat menghambat jamur pathogen pada
manusia, dan banyak di antaranya relative toksik. Kebutuhan untuk mendapat obat anti
jamur yang lebih baik ditekankan dengan sangat meningkatnya insidens infeksi jamur, baik l
okal maupunmeluas pada pasien yang kurang imun.Mengingat tempat infeksi jamur di
daerah yang vaskularisasinya (aliran darah) sangat rendah maka pemberian obat secara
topical sangat penting. Dengan demikian sang at penting adanya antifungi lokal maupun
antifungi sistemik

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan sebelumnya, maka


perumusan masalah dalam makalah adalah: Bagaimana mekanisme obat-obat anti mikroba
yang menghambat perubahan permeabitas membrane sel?
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN
Obat anti jamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit yang
disebabkan oleh jamur. Sebuah jamur adalah anggota kelompok besar eukarotik organisme
yang meliputi mikroorganisme seperti ragi dan jamur. Kadang disebut juga fungi, yang
diklasifikasikan sebagai sebuah kerajaan yang terpisah dari tanaman, hewan, dan bakteri.
Salah satu perbedaan utama adalah bahwa sel-sel jamur memiliki dinding sel yang
mengandung kitin.

Mengingat tempat infeksi jamur di daerah yang vaskularisasinya (aliran darah)


sangat rendah maka pemberian obat secara topical sangat penting. Dengan demikian sangat
penting adanya antifungi lokal maupun antifungi sistemik. Antifungi dapat diklasifikasikan
berdasarkan cara kerjanya ataupun strukrur kimiawinya. golongan polien adalah amfoterisin
B dan nistatin yang bekerja mengikat ergosterol pada dinding sel jamur.

Terikatnya ergosterol oleh polien menyebabkan membrane sel jamur bocor dan lisis.
Membran sel manusia tidak mengandung ergosterol melainkan kolesterol sehingga antifungi
golongan polien tidak dapat merusaknya. Inilah yang menyebabkan toksisitasselektif dari
antifungi.Struktur kimia polien mirip dengan ergosterol atau asam lemak penyusun
membrane sel,inilah yang menyebabkan dapat berikatan dengan dinsing sel jamur.

Jamur adalah organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti
cendawan, dan ragi. Beberapa jenis jamur dapat berkembang pada permukaan tubuh yang
bisa menyebabkan infeksi kulit, kuku, mulut atau vagina. Jamur yang paling umum
menyebabkan infeksi kulit adalah tinea. For example, tinea pedis ('athletes foot). Infeksi
umum yang ada pada mulut dan vagina disebut seriawan. Hal ini disebabkan oleh Candida.
Candida merupakan ragi yang merupakan salah satu jenis jamur. Sejumlah Candida
umumnya tinggal di kulit.

2. JENIS OBAT-OBATAN ANTIJAMUR


Ada beberapa jenis obat-obatan antijamur

a. Antijamur cream
Digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada kulit dan vagina. Antara
lain :ketoconazole, fenticonazole, miconazole, sulconazole, dan tioconazole.
b. Antijamur peroral
Amphotericin dan nystatin dalam bentuk cairan dan lozenges. Obat-obatan ini tidak
terserap melalui usus ke dalam tubuh. Obat tersebut digunakan untuk mengobati
infeksi Candida (guam) pada mulut dan tenggorokan. Itraconazole, fluconazole,
ketoconazole, dan griseofulvin dalam bentuk tablet yang diserap ke dalam tubuh.
Digunakan untuk mengobati berbagai infeksi jamur. Penggunaannya tergantung pada
jenis infeksi yang ada, contohnya:
- Terbinafine umumnya digunakan untuk mengobati infeksi kuku yang biasanya
disebabkan oleh jenis jamur tinea.
- Fluconazole umumnya digunakan untuk mengobati jamur Vaginal. Juga dapat
digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi jamur pada tubuh
c. Antijamur injeksi
Amphotericin, flucytosine, itraconazole, voriconazole dan caspofungin adalah obat-
obatan anti jamur yang sering digunakan dalam injeksi. Infeksi jamur dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
1) Infeksi Jamur Sistemik
• Amfoterisin B
• Flusitosin
• Ketokonazol
• Itakonazol
• Fluconazol
• Kalium Iodida
2) Infeksi Jamur Topikal (Dermatofit dan Mukokutan)
3. INFEKSI JAMUR
Infeksi jamur secara umum dibedakan menjadi infeksi jamur sistemik dan topical

a. Antijamur untuk infeksi sistemik: amfoterisin B, flusitosin, grup azol


(ketokonazol,flukonazol, itrakonazol), kalium iodida
b. Antijamur untuk infeksi topikal: griseofulvin, imidazol, tolnaftat, nistatin, kandisidin,
asam salisilat, asam undesilinat, haloprogin, natamisin
Antifungi dapat diklasifikasikan berdasarkan cara kerjanya ataupun strukrur kimiawinya,
yaitu golongan azol, polien, dan golongan lain.

a. Golongan Azol
Dinamakan azol karena semua anggotanya mempunyai cincin azol, azol dengan
2nitrogen (N) disebut imidazol, dan dengan 3N disebut triazol.Golongan azol juga
bekerja menghambat sintesis ergosterol. Triazol lbih baik darisegi distribusi atau efek
sampingnya lebih sedikit. Golongan azol juga merupakan antifungi berspektrum luas.
b. Golongan Polien
Amfoterisin menyebabkan neprotoksik, oleh karena itu hanya digunakan pada kasus-
kasus berta dan yang mengalami gangguan imunitas. Nistatin juga sangat toksik
makahanya digunakan untuk pemakaian topical. Walaupun dapat dipakai peroral,
nistatintidak dapat diabsorpsi. Saat dipakai peroral nistatin hanya untuk infeksi
Candidaalbican di mukosa GI dan pemberian secra lokal untuk terapi infeksi kulit dan
vagina
c. Golongan Lain
Terbinafin dan griseofulfin digunakan secara oral untuk infeksi jamur superficial dikulit,
rambut dan kuku. Hal ini menarik untuk di kaji dari segi distribusi karena keduaobat
dapat sampai ke kulit, kuku, rambut yang sangat minim vaskularisasinya. Terbinafin
bekerja menghambat sintesis ergosterol, sedangkan griseofulfin terikat dikeratin
sehingga kulit resisten terhadap infeksi jamur.
4. PROFILE INFEKSI JAMUR
a. Infeksi Jamur Sistemik
1) Amfoterisin B
Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi streptomyces nodosus.
- Mekanisme kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel jamur
sehingga membran sel bocor dan kehilangan beberapa bahan intrasel dan
menyebabkan kerusakan yang tetap pada sel. Salah satu penyebab efek toksik yang
ditimbulkan disebabkan oleh pengikatan kolesterol pada membran sel hewan dan
manusia. Resistensi terhadap amfoterisin B mungkin disebabkan oleh terjadinya
perubahan reseptor sterol pada membran sel.
- Farmakokinetik
Absorbsi : sedikit sekali diserap melalui saluran cerna.
Waktu paruh kira-kira 24-48 jam pada dosis awal yang diikuti oleh eliminasi fase
kedua dengan waktu paruh kira-kira 15 hari, sehingga kadar mantapnya akan
tercapai setelah beberapa bulan setelah pemberian.
Ekskresi : obat ini melalui ginjal berlangsung lambat sekali, hanya 3 % dari jumlah
yang diberikan.
- Efek samping
a) Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, lesu,
anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang dan penurunan faal ginjal.
b) 50% penderita yang mendapat dosis awal secara IV akan mengalami demam
dan menggigil.
c) Flebitis (-) à menambahkan heparin 1000 unit ke dalam infus.
d) Asidosis tubuler ringan dan hipokalemia sering dijumpai à pemberian kalium.
e) Efek toksik terhadap ginjal dapat ditekan bila amfoterisin B diberikan
bersama flusitosin.
- Indikasi
a) Untuk pengobatan infeksi jamur seperti koksidioidomikosis,
aspergilosis, kromoblastomikosis dan kandidosis.
b) Amfoterisin B merupakan obat terpilih untuk blastomikosis.
c) Amfoterisin B secara topikal efektif terhadap keratitis mikotik
- Sediaan
Amfoterisin B injeksi tersedia dalam vial yang mengandung 50 mg bubuk
- Dosis
a) Pada umumnya dimulai dengan dosis yang kecil (kurang dari 0,25 mg/kgBB)
yang dilarutkan dalam dekstrose 5 % dan ditingkatkan bertahap sampai 0,4-0,6
mg/kgBB sebagai dosis pemeliharaan.
b) Secara umum dosis 0,3-0,5 mg/kgBB cukup efektif untuk berbagai infeksi jamur,
pemberian dilakukan selama 6 minggu dan bila perlu dapat dilanjutkan sampai 3-
4 bulan.

2) Flusitosin adalah primidin sintetis yang telah mengalami fluorinasi


- Mekanisme kerja
Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin deaminase dan dalam
sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi menjadi 5-
Fluorourasil. Sintesis protein sel jamur terganggu akibat penghambatan langsung
sintesis DNA oleh metabolit fluorourasil
- Farmakokinetik
a) Absorbsi: diserap dengan cepat dan baik melalui saluran cerna.Pemberian
bersama makanan memperlambat penyerapan tapi jumlah yang diserap tidak
berkurang. Penyerapan juga diperlambat pada pemberian bersama suspensi
alumunium hidroksida/magnesium hidroksida dan dengan neomisin.
b) Distribusi :didistribusikan dengan baik ke seluruh jaringan dengan volume
distribusi mendekati total cairan tubuh.
c) Ekskresi : 90% flusitosin akan dikeluarkan bersama melalui filtrasi glomerulu
dalam bentuk utuh, kadar dalam urin berkisar antara 200-500µg/ml.
d) Kadar puncak dalam darah setelah pemberian per-oral dicapai 1-2 jam. Kadar ini
lebih tinggi pada penderita infusiensi ginjal.
e) Masa paruh obat ini dalam serum pada orang normal antara 2,4-4.8 jam dan
sedikit memanjang pada bayi prematur tetapi dapat sangat memanjang pada
penderita insufisiensi ginjal.
- Efek samping
a) Dapat menimbulkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia, terutama pada
penderita dengan kelainan hematologik, yang sedang mendapat pengobatan
radiasi atau obat yang menekan fungsi tulang, dan penderita dengan riwayat
pemakaian obat tersebut.
b) Mual,muntah, diare dan enterokolitis yang hebat.
c) Kira-kira 5% penderita mengalami peninggian enzim SGPT dan SGOT,
hepatomegali.
d) Terjadi sakit kepala, kebingungan, pusing, mengantuk dan halusinasi.
- Indikasi
a) Infeksi sistemik karena selain kurang toksik obat ini dapat diberikan per oral.
b) Penggunaannya sebagai obat tunggal hanya diindikasikan pada
kromoblastomikosis.
- Sediaan dan dosis
a) Flusitosin tersedia dalam bentuk kapsul 250 dan 500 mg
b) Dosis yang biasanya digunakan ialah 50-150 mg/kgBB sehari yang dibagi dalam
4 dosis

3) Ketokonazol
- Mekanisme kerja
Seperti azole jenis yang lain, ketoconazole berinterferensi dengan biosintesis
ergosterol, sehingga menyebabkan perubahan sejumlah fungsi sel yang berhubungan
dengan membran.
- Farmakokinetik
a) Absorbsi: diserap baik melalui saluran cerna dan menghasilkan kadar plasma
yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan melalui
saluran cerna akan berkurang pada penderita dengan pH lambung yang
tinggi,pada pemberian bersama antasid.
b) Distribusi: ketokonazol setelah diserap belum banyak diketahui.
c) Ekskresi: Diduga ketokonazol diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen
usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan bersama urin, semuanya
dalam bentuk metabolit yang tidak aktif.
- Efek Samping
a) Efek toksik lebih ringan daripada Amfoterisin B.
b) Mual dan muntah merupakan ESO paling sering dijumpai
c) ESO jarang: sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, parestesia, gusi
berdarah, erupsi kulit, dan trombositopenia.
- Indikasi
Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmosis paru, tulang, sendi dan jaringan
lemak.
- Kehamilan dan laktasi
Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil karena pada tikus, dosis 80
mg/kgBB/hari menimbulkan cacat pada jari hewan coba tersebut.

4) Itrakanozol
- Mekanisme Kerja
Seperti halnya azole yang lain, itraconazole berinterferensi dengan enzim yang
dipengaruhi oleh cytochrome P-450, 14(-demethylase. Interferensi ini menyebabkan
akumulasi 14-methylsterol dan menguraikan ergosterol di dalam sel-sel jamur dan
kemudian mengganti sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan membran
- Farmakokinetik
a) Itrakonazol akan diserap lebih sempurna melalui saluran cerna, bila diberikan
bersama dengan makanan. Dosis 100 mg/hari selama 15 hari akan menghasilkan
kadar puncak sebesar 0,5 µg/ml.
b) Waktu paruh eliminasi obat ini 36 jam (setelah 15 hari pemakaian).
- Sediaan dan dosis
a) Itrakonazol tersedia dalam kapsul 100 mg.
b) Untuk dermatofitosis diberikan dosis 1 x 100mg/hari selama 2-8 minggu
c) Kandidiasis vaginal diobati dengan dosis 1 x 200 mg/hari selama 3 hari.
d) Pitiriasis versikolor memerlukan dosis 1 x 200 mg/hari selama 5 hari.
e) Infeksi berat mungkin memerlukan dosis hingga 400 mg sehari.
- Efek samping
a) Kemerahan
b) Pruritus
c) Lesu
d) Pusing
e) Edema
f) Parestesia
g) 10-15% penderita mengeluh mual atau muntah tapi pengobatan tidak perlu
dihentikan
- Indikasi
Itrakonazol memberikan hasil memuaskan untuk indikasi yang sama dengan
ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis, histoplasmosis, koksidiodimikosis,
parakoksidioidomikosis, kandidiasis mulut dan tenggorokan serta tinea versikolor.

5) Flukanozol
- Farmakokinetik
a) Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi adanya
makanan ataupun keasaman lambung.
b) Kadar puncak 4-8 µg dicapai setelah beberapa kali pemberian 100 mg.
c) Waktu paruh eliminasi 25 jam sedangkan ekskresi melalui ginjal melebihi 90%
bersihan ginjal.
- Sediaan dan dosis
a) Flukonazol tersedia untuk pemakaian per oral dalam kapsul yang mengandung
50 dan 150mg.
b) Dosis yang disarankan 100-400 mg per hari.
c) Kandisiasis vaginal dapat diobati dengan dosis tunggal 150 mg.
- Efek samping
a) Gangguan saluran cerna merupakan ESO paling banyak
b) Reaksi alergi pada kulit, eosinofilia, sindrom stevensJohnson.

- Indikasi
Flukonazol dapat mencegah relaps meningitis oleh kriptokokus pada penderita AIDS
setelah pengobatan dengan Amfoterisin B. Obat ini juga efektif untuk pengobatan
kandidiasis mulut dan tenggorokan pada penderita AIDS.

6) Kalium Iodida
Kalium Iodida adalah obat terpilih untuk Cutaneous lymphatic sporotrichosis
- Efek samping
a) Mual
b) Rinitis
c) Salivasi
d) Lakrimasi
e) Rasa terbakar pada mulut dan tenggorok
f) Iritasi pada mata
g) Sialodenitis dan akne pustularis pada bagian atas bahu
- Dosis
a) Kalium iodida diberikan dengan dosis 3 kali sehari 1 ml larutan penuh (1g/ml).
b) Dosis ditingkatkan 1 ml sehari sampai maksimal 12-15 ml.
c) Penyembuhan terjadi dalam 6-8 minggu, namun terapi masih dilanjutkan sampai
sedikitnya 4 minggu setelah lesi menghilang atau tidak aktif lagi.
b. Anti jamur untuk infeksi topikal
1) Griseofulvin
Griseofulvin adalah antibiotik anti jamur yang dihasilkan oleh sejumlah spesies
Penicillium dan pertama kali diperkenalkan adalah berbentuk obat oral yang
diperuntukkan bagi pengobatan penyakit dermatophytosis.
- Mekanisme kerja
a) Griseofulvin à kelompok obat fungistatis yang mengikat protein-potein
mikrotubular dan berperan untuk menghambat mitosis sel jamur.
b) Selain itu, griseofulvin juga inhibitor (penghambat) bagi sintensis asam nukleat.
- Farmakokinetik
a) Griseofulvin kurang baik penyerapannya pada saluran cerna bagian atas karena
obat ini tidak larut dalam air.Penyerapan lebih mudah bila griseofulvin diberikan
bersama makanan berlemak
b) Dosis oral 0.5 hanya akan menghasilkan kadar puncak dalam plasma kira-kira 1
µg/ml setelah 4 jam.
c) Obat ini mengalami metabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6-
metilgriseofulvin.
d) Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang diberikan
dikeluarkan bersama urin dalam bentuk metabolit selama 5 hari.
- Efek samping
a) Leukopenia dan granulositopenia à menghilang bila terapi dilanjutkan.
b) Sakit kepala àkeluhan utama pada kira-kira 15% penderita yang biasanya hilang
sendiri sekalipun pemakaian obat dilanjutkan.
c) artralgia, neuritis perifer, demam, pandangan mengabur, insomnia, berkurangnya
kecakapan, pusing dan sinkop, pada saluran cerna dapat terjadi rasa kering mulut,
mual, muntah, diare dan flatulensi.
d) Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi fotosensitivitas, eritema multiform,
vesikula dan erupsi menyerupai morbili.
- Indikasi
Efektif untuk infeksi jamur di kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur
Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophyton.
- Sediaan dan dosis
a) Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet berisi 125 dan 500 mg dan suspesi
mengandung 125 mg/ml.
b) Pada anak griseofulvin diberikan 10 mg/kgBB/hari
c) Untuk dewasa 500-1000 mg/hari dalam dosis tunggal.
d) Hasil memuaskan akan tercapai bila dosis yang diberikan dbagi empat dan
diberikan setiap 6 jam.

2) Kontraindikasi
a) Griseofulvin bersifat kontraindikasi pada pasien penderita penyakit liver
karena obat ini menyebabkan kerusakan fungsi hati
b) Imidazol dan Triazol
c) Griseofulvin adalah antibiotik anti jamur yang dihasilkan oleh sejumlah
spesies Penicillium dan pertama kali diperkenalkan adalah berbentuk obat
oral yang diperuntukkan bagi pengobatan penyakit dermatophytosis
- Mekanisme Kerja
a) Griseofulvin à kelompok obat fungistatis yang mengikat protein-potein
mikrotubular dan berperan untuk menghambat mitosis sel jamur.
b) Selain itu, griseofulvin juga inhibitor (penghambat) bagi sintensis asam nukleat.
- Farmakokinetik
a) Griseofulvin kurang baik penyerapannya pada saluran cerna bagian atas karena
obat ini tidak larut dalam air.Penyerapan lebih mudah bila griseofulvin diberikan
bersama makanan berlemak
b) Dosis oral 0.5 hanya akan menghasilkan kadar puncak dalam plasma kira-kira 1
µg/ml setelah 4 jam.
c) Obat ini mengalami metabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6-
metilgriseofulvin.
d) Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang diberikan
dikeluarkan bersama urin dalam bentuk metabolit selama 5 hari.
- Efek samping
a) Leukopenia dan granulositopenia à menghilang bila terapi dilanjutkan.
b) Sakit kepala àkeluhan utama pada kira-kira 15% penderita yang biasanya hilang
sendiri sekalipun pemakaian obat dilanjutkan.
c) artralgia, neuritis perifer, demam, pandangan mengabur, insomnia, berkurangnya
kecakapan, pusing dan sinkop, pada saluran cerna dapat terjadi rasa kering mulut,
mual, muntah, diare dan flatulensi.
d) Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi fotosensitivitas, eritema multiform,
vesikula dan erupsi menyerupai morbili.
- Indikasi
Efektif untuk infeksi jamur di kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur
Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophyton.
- Sediaan dan dosis
a) Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet berisi 125 dan 500 mg dan suspesi
mengandung 125 mg/ml.
b) Pada anak griseofulvin diberikan 10 mg/kgBB/hari
c) Untuk dewasa 500-1000 mg/hari dalam dosis tunggal.
d) Hasil memuaskan akan tercapai bila dosis yang diberikan dibagi empat dan
diberikan setiap 6 jam
3) Mikonazol
Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatif stabil, mempunyai
spektrum ani jamur yang lebar baik terhadap jamur sistemik maupun jamur
dermatofit.
- Mekanisme Kerja
Mikonazol menghambat sintesis ergosterol yang menyebabkan permeabilitas
membran sel jamur meningkat
- Farmakokinetik
a) Daya absorbsi Miconazole melalui pengobatan oral kurang baik..
b) Miconazole sangat terikat oleh protein di dalam serum. Konsentrasi di dalam
CSF tidak begitu banyak, tetapi mampu melakukan penetrasi yang baik ke dalam
peritoneal dan cairan persendian.
c) Kurang dari 1% dosis parenteral diekskresi di dalam urin dengan komposisi yang
tidak berubah, namun 40% dari total dosis oral dieliminasi melalui kotoran
dengan komposisi yang tidak berubah pula.
d) Miconazole dimetabolisme oleh liver dan metabolitnya diekskresi di dalam usus
dan urin. Tidak satupun dari metabolit yang dihasilkan bersifat aktif
- Indikasi
Diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor, dan kandidiasis mukokutan.
- Efek samping
Berupa iritasi dan rasa terbakar dan maserasi memerlukan penghentian terapi.
- Sediaan dan dosis
Obat ini tersedia dalam bentuk krem 2% dan bedak tabur yang digunakan 2 kali
sehari selama 2-4 minggu.
- Indikasi
a) Krem 2 % untuk penggunaan intravaginal diberikan sekali sehari pada malam
hari untuk mendapatkan retensi selama 7 hari.
b) Gel 2% tersedia pula untuk kandidiasis oral.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Mengingat tempat infeksi jamur di daerah yang vaskularisasinya (aliran darah)
sangat rendah maka pemberian obat secara topical sangat penting. Dengan demikian
sangat penting adanya antifungi lokal maupun antifungi sistemik. Antifungi dapat
diklasifikasikan berdasarkan cara kerjanya ataupun strukrur kimiawinya

2. Saran
Semoga apa yang kami sampaikan bisa bermanfaat. Kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

- http://kumpulan-farmasi.blogspot.com/2010/11/anti-jamur.html
- http://www.scribd.com/doc/47866355/MAKALAH-FARMAKOLOGI-2-EDIT
- http://www.scribd.com/doc/77099215/Antimikroba
- http://ikesutiyaningsih.blogspot.com/p/pengertian-obat-anti-jamur.html

Anda mungkin juga menyukai