Anda di halaman 1dari 10

Machine Translated by Google

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan


10(4): 584-593. http://dx.doi.org/10.29244/jpsl.10.4.584-593
E-ISSN : 2460-5824
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jpsl

Penilaian pencemaran logam berat pada sedimen Sungai Citarum, Indonesia


Mutia Oktarina P.Yennya , Arief Hartonob , Syaiful Anwarb , Yumei Kangc

Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB University, Bogor-Jawa Barat 16680, Indonesia
B
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB University, Bogor-Jawa Barat 16680, Indonesia
[+628121108782]
c Fakultas Pertanian, Universitas Kochi, Kochi 783-8502, Jepang

Info Artikel: Abstrak. Logam berat dilaporkan terakumulasi pada sedimen Sungai Citarum.
Diterima: 22 - 08 - 2020
Pengukuran total logam berat mungkin tidak dapat memberikan informasi
Diterima: 07 - 12 - 2020
mengenai dimensi pencemaran secara pasti, sehingga penentuan fraksi yang
Kata kunci: berbeda menjadi sangat penting. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fraksi
Ketersediaan hayati, fraksi kimia logam berat (Cu, Ni, Cr, Pb, dan Cd) pada sedimen yang dikumpulkan di 8
kimia, penilaian risiko
lokasi Sungai Citarum. Prosedur ekstraksi berurutan digunakan untuk
Penulis yang sesuai: mengekstraksi logam berat dalam air yang larut, larut dalam asam, MnO
Arief Hartono tersumbat, terikat secara organik, FeO tersumbat, dan fraksi sisa dalam sedimen.
Departemen Ilmu Tanah dan Bioavailabilitas dan potensi tingkat risiko ekologi logam berat dievaluasi
Sumber Daya Lahan,
berdasarkan metode bioavailability factor (BF) dan risk assessment code (RAC).
Fakultas Pertanian, IPB
University, Bogor-Jawa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cu, Ni, Cr sebagian besar berada dalam
Barat bentuk residu, hal ini menunjukkan berasal dari sumber geologi. Cu memiliki
16680, Indonesia Telepon. +628121108782
bioavailabilitas yang rendah dan tidak berisiko pada seluruh sampel sedimen
Email :
Sungai Citarum. Ni dan Cr masing-masing ditemukan berisiko di 2 lokasi. Pb dan
hartono@apps.ipb.ac.id
Cd ditemukan secara dominan dalam fraksi non-residu, hal ini menunjukkan
bahwa logam tersebut berasal dari sumber antropogenik. Analisis BF dan RAC
terhadap Pb dan Cd menunjukkan adanya potensi risiko terhadap lingkungan perairan.

Cara mengutip (CSE Style Edisi ke-8 ):


Yenny MOP, Hartono A, Anwar S, Kang Y. 2020. Kajian pencemaran logam berat pada sedimen Sungai Citarum, Indonesia.
JPSL 10(4): 584-593. http://dx.doi.org/10.29244/jpsl.10.4.584-593.

PERKENALAN

DAS Citarum terletak di bagian barat Pulau Jawa, dan luas cekungannya 5.960 km2 . Total
panjang sungai utama sekitar 315 km dan mengalir dari sumber airnya dari Gunung Wayang hingga Laut Jawa di
utara. Sebagian besar wilayah DAS merupakan lahan yang sangat produktif. Lebih dari 56% wilayahnya digunakan
untuk pertanian, sedangkan sisanya ditutupi oleh hutan (27,4%), industri (7,9%), pemukiman (7,4%), tambak
(1,3%) dan penggunaan lain-lain ( 5,7%) (Bukit, 1995).
Selain memberikan manfaat yang besar, Sungai Citarum juga mempunyai kecenderungan pencemaran yang
sama besarnya. Pencemaran yang tinggi membuat Sungai Citarum dinobatkan sebagai sungai paling tercemar di
dunia versi Bank Dunia, akibat limbah beracun yang masuk ke Sungai Citarum (IDN Times, 2018). Sebagai
gambaran betapa kotornya Sungai Citarum, di beberapa tempat kita bahkan tidak bisa melihat airnya.
Permukaannya seluruhnya tertutup oleh banyak sampah, sampah, dan bangkai hewan yang mengapung di
atasnya. Logam beracun dilaporkan terakumulasi di air dan sedimen perairan Sungai Citarum. Di perairan (segmen
tengah Sungai Citarum) ditemukan beberapa logam berat seperti Cd 0,01 mg/kg, Cr 0,107 mg/kg, Zn 0,109 mg/
kg, Hg 0,00001 mg/kg, Cu 0,024 mg/kg, Pb 0,07 mg/kg dan As 0,00079 mg/kg (Septiono et al., 2016). Menurut Muhajir dkk. (200
584
Machine Translated by Google

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 10(4): 584-593

logam berat pada sedimen di hilir Sungai Citarum, Teluk Jakarta, terdiri dari Pb 14,7 mg/kg, Cd 0,041 mg/kg, Cu 16,22 mg/
kg, Zn 90,52 mg/kg, dan Ni 10,21 mg/kg.
Sedimen merupakan komponen penting dalam lingkungan perairan yang berperan sebagai penyerap polutan, oleh
karena itu penyelidikan kontaminasi pada sedimen sangatlah penting. Penelitian mengenai logam berat pada sedimen
telah banyak dilakukan (Paundanan et al., 2015; Syahminan et al., 2015). Dalam sedimen, logam berat dapat terdapat
dalam berbagai bentuk kimia. Jain (2004) mencatat bahwa setiap bentuk logam berat memiliki bioavailabilitas dan toksisitas
yang berbeda karena para aktivis lingkungan hidup sangat prihatin dengan bentuk pasti logam yang ada di lingkungan
perairan. Telah banyak penelitian mengenai fraksinasi dan bioavailabilitas logam berat dalam sedimen. Belum ada
informasi terkini mengenai tingkat pencemaran logam berat dan fraksinasi sedimen di Sungai Citarum, Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengukur dan menilai variasi spasial unsur-unsur yang dipelajari tembaga
(Cu), kromium (Cr), nikel (Ni), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) pada sedimen Sungai Citarum dan (2) Untuk mengetahui
bioavailabilitas dan potensi tingkat risiko ekologi berdasarkan metode bioavailability factor (BF) dan risk assesment code
(RAC) untuk mendukung pengelolaan pencemaran logam berat di Sungai Citarum. Ekstraksi berurutan digunakan untuk
mengevaluasi fase sedimen logam tertentu yang terkait.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi

Sampel sedimen dikumpulkan hanya dalam satu periode yaitu pada tanggal 14 hingga 18 Mei, 2018 di 8 lokasi
pengambilan sampel yang dibedakan yaitu wilayah hulu (Cisanti dan Wangisara), tengah (Koyod, Cisurug, dan Nanjung)
dan hilir (Jatiluhur, Tunggak Jati, dan Walahar) Sungai Citarum seperti terlihat pada Gambar 1. Analisis laboratorium
dilakukan pada tanah laboratorium kimia, IPB University dan Laboratorium ilmu lingkungan tanah, Kochi University, Jepang.

Gambar 1 Distribusi titik pengambilan sampel sedimen

Pengambilan Sampel Sedimen

Pada setiap lokasi, pengambilan sampel sedimen dilakukan secara komposit dari tiga titik pengambilan sampel pada
kedalaman 60 cm dari permukaan sedimen. Sampel komposit dikeringkan di udara, diayak hingga lolos 2 mm dan disimpan
untuk dianalisis.
585
Machine Translated by Google

Yenny MOP, Hartono A, Anwar S, Kang Y

Analisis Sifat Fisikokimia

Sifat fisika-kimia sedimen yang diteliti dianalisis yaitu pH, Kapasitas Tukar Kation (KTK), karbon total (TC), dan tekstur.
Metode potensiometri menggunakan elektroda kaca digunakan untuk mengukur pH sedimen. Diperkirakan KTK menggunakan
larutan Amonium asetat (NH4OAc) 1 M pada pH 7,0.
Total karbon dan tekstur sedimen yang diteliti dianalisis masing-masing menggunakan NC Analyzer dan metode pipet.

Analisis Fraksinasi Logam Berat

Bentuk kimia logam berat diperkirakan menggunakan metode ekstraksi berurutan yang dilaporkan oleh Iwasaki et al. (1997)
dengan beberapa modifikasi (Phuong et al., 2010) seperti terlihat pada Tabel 1. Supernatan dianalisis menggunakan AAS
Shimadzu AA-6800.

Tabel 1 Prosedur ekstraksi berurutan yang digunakan untuk fraksinasi logam berat
Contoh/Solusi
Pecahan Reagen Kondisi
Perbandingan

Larut dalam air (Ws) Air deionisasi 1,0 1: 5 Kocok 2 jam

Dapat Ditukar (Kecuali) mol/L CH3COONH4 (pH 7,0) 1: 10 Kocok 2 jam

Larut dalam asam (Aci) 25 g/L CH3COOH 1: 10 Kocok 6 jam


(pH 2,6)
Mn oksida tersumbat 0,1 mol/L NH2OH.HCl (pH 2,0) 1: 10 Kocok 0,5 jam
(MnO)
Terikat secara organik (OM) 0,1 mol/L Na4P2O7 1: 50 Kocok 24 jam
(pH 10)
Fe oksida tersumbat (FeO) 0,175 mol/L (NH4)2C2O4, 1: 50 Kocok 4 jam, lalu aduk
0,1 mol/L H2C2O4, sesekali dalam air
0,1 mol/L asam askorbat mendidih selama 0,5
(pH 3,1) jam
Sisa (Res) H2SO4: HNO3: HClO4 (1:5:20)

Analisis data

Total Kandungan Logam Berat

Total kandungan logam berat dihitung dengan jumlah total fraksi. Untuk menilai pencemaran lingkungan, kandungan total
logam berat dibandingkan dengan pedoman kualitas sedimen air tawar untuk logam berat.

Analisis Fraksinasi untuk Mengidentifikasi Potensi Sumber Logam Berat

Fraksinasi logam berat ditunjukkan dalam persentase relatif. Persamaannya ditunjukkan di bawah ini:

C (%) = 100

Were Cfraksi dan Ctotal merupakan konsentrasi logam berat pada setiap fraksi dan konsentrasi total logam berat dalam sedimen.

586
Machine Translated by Google

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 10(4): 584-593

Fraksinasi digunakan untuk memperkirakan sumber logam sedimen yang disumbangkan oleh aktivitas antropogenik atau
sumber geokimia. Masukan antropogenik merupakan sumber penting fraksi labil (non-residu) logam berat dalam sedimen,
sedangkan fraksi residu sebagian besar dikendalikan oleh sumber alami (Liang et al.,
2018).

Faktor Bioavailabilitas (BF) dan Kode Penilaian Risiko (RAC)

Bioavailabilitas logam berat lebih bergantung pada proporsi fraksi yang berbeda dibandingkan konsentrasi total (Yang et
al., 2017). Faktor bioavailabilitas dijelaskan oleh Bielicka-gieÿdoÿ et al. (2013).
Faktor bioavailabilitas memungkinkan penentuan unsur-unsur yang mungkin beracun dalam sedimen. BF dihitung dengan rumus
berikut:
BF =

Dimana Cbio dan Ctotal adalah konsentrasi logam berat bioavailable dan konsentrasi total logam berat dalam sedimen. Logam
berat yang tersedia secara hayati adalah logam yang diekstraksi dalam fraksi Ws, Exc, Aci, MnO, OM, dan FeO (fraksi non-
residual).
Kode penilaian risiko (RAC) dapat digunakan untuk menilai risiko dan mobilitas fraksi kimia logam berat yang tidak stabil
di sedimen. Dalam penelitian ini, kode penilaian risiko didasarkan pada nilai logam berat dalam fraksi yang larut dalam air dan
fraksi yang dapat ditukar. Menurut Basta dkk. (2005) logam berat kationik dalam bentuk yang larut dalam air dan dapat ditukar
ion tersedia bagi tanaman.

HASIL DAN DISKUSI

Sifat Fisikokimia Sedimen

Sifat fisiko-kimia sedimen seperti pH, KTK, total karbon (TC), dan sifat tekstur ditunjukkan pada Tabel 2. Karakteristik
sedimen dengan pH bervariasi dari sedikit asam hingga basa (5,73-7,45), dengan nilai tertinggi terdapat di Jatiluhur. Distribusi
keasaman (pH) di antara sedimen yang diteliti dipengaruhi oleh kandungan karbon total.

Tabel 2 Sifat fisika-kimia sedimen


Lokasi pH KTK (cmol(+)/kg) TC (g/kg) Tekstur
Cisanti 5,7 38,5 28,0 lempung liat
Wangisagara 6.9 23.8 22.1 Lempung lempung berpasir

Koyod 6.5 19.3 14.1 Lempung lempung berpasir

Cisirung 6.8 27.0 15.0 Lempung lempung berpasir

Nanjung 6.7 28.0 21.9 Lempung lempung berpasir

Jatiluhur 7.6 13.5 5.0 Lempung lempung berpasir

Walahar 7.3 28.6 8.1 Tanah liat

Tunggak Jati 7.4 31.2 10.3 Tanah liat

Semua sedimen memiliki total karbon bervariasi dari 5,04 g/kg hingga 27,97 g/kg. Cisanti, kawasan hulu, memiliki total
karbon tertinggi. Lingkungan lahan basah dan tepi sungai dicirikan oleh konsentrasi karbon organik yang tinggi dalam bentuk
detritus hewan dan tumbuhan. Persentase tanah liat yang tinggi dalam analisis tekstur biasanya diamati di sebagian besar lokasi
pengambilan sampel. Pola sebaran sifat fisikokimia sedimen merupakan hasil gabungan masukan sedimen, proses pengendapan,
dan kondisi hidrodinamik (Astuti dan Rahmanto, 2015). Dalam penelitian ini, analisis sifat fisika-kimia menunjukkan heterogenitas
sedimen yang diteliti.

587
Machine Translated by Google

Yenny MOP, Hartono A, Anwar S, Kang Y

Distribusi Total Logam Berat

Total kandungan logam berat dalam sedimen Sungai Citarum menunjukkan rentang antar unsur yang berbeda-beda
seperti terlihat pada Tabel 3. Total kandungan logam berat dalam sedimen Sungai Citarum dibandingkan dengan pedoman
kualitas sedimen air tawar untuk logam berat.

Tabel 3 Total kandungan logam berat pada sedimen yang diteliti.


Total Konten (mg/kg)
Lokasi
Cu Kr Ni hal CD
Cisanti 47.5 8.8 10.9 16.3 0,400
Wangisagara 49.8 7.5 14.2 12.3 0,196
Koyod 44.5 12.9 15.2 11.7 0,325
Cisirung 54.5 9.1 13.0 17.0 0,418
Nanjung 59.5 13.0 13.5 22.9 0,464
Jatiluhur 11.2 18.2 14.2 26.8 0,426
Walahar 18.1 10.1 13.3 29.2 0,377
Tunggak Jati 26.6 10.9 12.7 20.9 0,583
Ambang Batas (Lingkungan 35.7 37.3 18.0 35.0 0,596
Kanada 1994)
Nilai pedoman default (Australia 65 80 21 50 1.5
Inisiatif Pemerintah 2018)

Kandungan tembaga lebih tinggi ditemukan di daerah hulu dan tengah, khususnya di Cisanti yang menggambarkan
daerah Sungai Citarum yang tidak tercemar. Total kandungan Cu di Cisanti, Wangisagara, Koyod, Cisurung, dan Nanjung
berada di atas ambang batas pengaruh sedimen air tawar. Namun, konsentrasi total Cu di lokasi-lokasi tersebut tidak
melebihi nilai pedoman standar untuk nilai racun dalam sedimen. Kandungan Cr, Ni, Pb, dan Cd pada sedimen Sungai
Citarum tidak melebihi ambang batas ambang batas pengaruh dan nilai pedoman baku racun dalam sedimen.

Pengayaan logam berat melebihi nilai latar belakang masing-masing menunjukkan akumulasinya baik oleh sumber
litogenik dan/atau antropogenik. Sedimen dengan konsentrasi logam berat total yang tinggi mungkin relatif tidak berbahaya
bagi organisme jika kondisinya sedemikian rupa sehingga desorpsi atau pelarutan logam dari sedimen dibatasi. Sebaliknya,
sedimen dengan konsentrasi logam berat total yang lebih rendah dapat mempengaruhi organisme secara signifikan jika
kondisi sedimen optimal untuk pelarutan atau desorpsi.

Fraksinasi Logam Berat

Analisis fraksinasi logam berat ditunjukkan pada Gambar 2. Persentase Cu, Cr, Ni, Pb, dan Cd dalam fraksi yang larut
dalam air dan dapat ditukar hanya terjadi dalam jumlah kecil di sedimen Sungai Citarum. Cu, Cr, dan Ni sebagian besar
ditemukan dalam bentuk residu. Singh dkk. (2005) menunjukkan bahwa semakin besar persentase logam berat yang ada
dalam bentuk residu, maka semakin kecil pencemaran pada zona tersebut.
Konsentrasi Cu, Cr, dan Ni pada penelitian ini terutama bergantung pada bahan induk pembentuk tanah dan sedimen.
Meskipun kandungan total Cu di wilayah hulu dan tengah berada di atas batas yang dapat diterima, namun berada pada
fraksi paling stabil. Studi ini menegaskan bahwa kandungan total logam berat saja tidak mampu mengevaluasi risiko
ekologis dari logam berat.
Alloway (2012) menemukan kemungkinan Cu asal alaminya adalah Cu dari bahan induk basalt yang mengandung Cu
90 mg/kg. Menurut Ratman dan Gafoer (1998), sifat geologi di daerah hulu Sungai Citarum bercirikan material andesit-
basal. Hal ini menunjukkan sumber Cu dalam jumlah besar berada di daerah hulu sungai. Cu juga ditemukan dalam fraksi
tersumbat bahan organik. Chakraborty dkk. (2016)

588
Machine Translated by Google

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 10(4): 584-593

juga melaporkan bahwa Cu non-sisa lebih banyak berasosiasi dengan bahan organik di sedimen Tepi Kontinental Barat India.
Cu diketahui membentuk ikatan yang kuat dengan zat humat (Stevenson, 1994).
Penelitian lain yang dilakukan di Spanyol dan Cina (Morillo et al., 2004; Yuan et al., 2004) juga menunjukkan bahwa Cr
ditemukan terutama pada fraksi residu di seluruh sampel sedimen. Sebaliknya, pada fraksi non-residu, Cr terutama berasosiasi
dengan oksida Fe. Kromium pada limbah industri rumah tangga dan tekstil (Das et al., 2015; Alam et al., 2018) di Sungai
Citarum dapat mempengaruhi kandungan Cr dalam bentuk non-residu. Gambar 2 menunjukkan Ni dalam bentuk non-residu
mengalami peningkatan dari hulu ke hilir, namun tidak terdapat perbedaan kandungan Ni total. Hal ini menunjukkan bahwa
kandungan Ni di daerah hulu dan tengah (dari Cisanti hingga Nanjung) merupakan masukan alami. Sebaliknya, Ni di daerah
hilir (dari Jatiluhur hingga Tunggak Jati) sebagian besar berasal dari sumber antropogenik dan faktor pengayaan.

Sebaliknya, konsentrasi Pb dan Cd sedimen di Sungai Citarum menunjukkan pola yang jauh berbeda dengan logam
lainnya. Berdasarkan Gambar 2 pengukuran proporsi Pb dan Cd pada ketujuh fraksi menunjukkan bentuk non sisa yang
dominan. Hal ini menunjukkan bahwa Pb dan Cd mempunyai hubungan dengan aktivitas manusia di Sungai Citarum. Cemaran
kadmium akibat aktivitas antropogenik ditemukan di seluruh ruas Sungai Citarum, termasuk Cisanti sebagai daerah hulu.
Diketahui telah terjadi kegiatan pertanian di kawasan hulu Sungai Citarum. Selain limbah industri, pupuk P anorganik komersial
berkontribusi terhadap pencemaran logam berat terhadap lingkungan termasuk sedimen sungai (Mary et al., 2018).

Pupuk fosfat mengandung beberapa logam berat dengan kadar yang bervariasi seperti Cd (0,1-170 mg/kg) dan Pb (40-2 000
mg/kg) (Setyorini, 2003). Dengan demikian, Cisanti sebagai kawasan hulu tidak bisa dijadikan tolak ukur kawasan Sungai
Citarum yang tidak tercemar.

Gambar 2 Persentase Cu, Cr, Ni, Pb, dan Cd pada masing-masing fraksi

Pb dominan ditemukan pada fraksi FeO kecuali di Tunggak Jati. Chakraborty dkk. (2017) menunjukkan bahwa korelasi
positif antara Pb dan Fe menunjukkan bahwa, Fe oksida hidroksida merupakan fasa tuan rumah utama bagi fraksi non-residu
Pb dalam sedimen. Logam berat dalam fraksi FeO adalah logam yang terikat pada besi oksida hidro, transisi pemulung oksida
Fe, dan logam berat dalam tanah, sedimen, dan limbah. Fraksi yang terikat secara organik menduduki peringkat kedua setelah
fraksi FeO. Bahan organik tampaknya mengurangi ketersediaan Pb. Oksida Fe Mn dan bahan organik memiliki efek menangkap
logam berat, terutama Pb (Duan et al., 2010).
589
Machine Translated by Google

Yenny MOP, Hartono A, Anwar S, Kang Y

Kadmium sebagian besar tersumbat oleh bahan organik. Bahan organik tanah mempengaruhi bioavailabilitas Cd.
Meskipun tanah dengan bahan organik lebih tinggi memiliki kapasitas tukar kation yang lebih tinggi, logam berat
kemungkinan akan ditranslokasi sebagai kompleks logam-organik (Egli et al., 2010). Logam berat yang berasosiasi dengan
senyawa organik dapat bertahan lama di sedimen sampai logam tersebut dilepaskan melalui proses dekomposisi atau zat
pengoksidasi, sehingga menyebabkan kompleksasi dan bioakumulasi (Kennedy et al., 1997).

Faktor Bioavailabilitas (BF)

Faktor bioavailabilitas logam berat dalam sedimen yang diteliti dijelaskan pada Tabel 4. BF Cu ditemukan dari 0,43
hingga 0,57, menunjukkan mobilisasi sekitar 50% Cu dalam sedimen yang diteliti. Kemungkinan mobilitas Cr tercatat
berkisar antara 0,16 hingga 0,47. Hal ini mencerminkan bioavailabilitas Cr yang lebih rendah.
Ketersediaan hayati Ni bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lain. Ni dalam sedimen dari daerah hulu dan tengah memiliki
mobilitas yang rendah (>20%), sedangkan lebih dari 40% Ni berada dalam bentuk bioavailable di daerah hilir Sungai
Citarum.

Tabel 4 Faktor bioavailabilitas (BF) logam berat pada sedimen Sungai Citarum
Faktor Bioavailabilitas (BF)
Lokasi
Cu Kr Tidak hal CD
Cisanti 0,53 0,34 0,04 0,89 1,00
Wangisagara 0,57 0,32 0,09 0,93 1,00
Koyod 0,49 0,39 0,12 0,91 1,00
Cisirung 0,48 0,44 0,19 0,92 1,00
Nanjung 0,54 0,47 0,35 0,89 1,00
Jatiluhur 0,43 0,42 0,54 0,90 1,00
Walahar 0,57 0,27 0,56 0,87 1,00
Tunggak Jati 0,50 0,16 0,44 0,55 0,98

Nilai BF Pb relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Cu, Cr, dan Ni di semua lokasi. Al-mur (2020) menyatakan bahwa
tingginya tingkat faktor bioavailabilitas logam berat menunjukkan potensi toksisitasnya dan mudah dilepaskan ke
lingkungan dan tertelan oleh organisme sehingga memasuki rantai makanan. BF Cd merupakan yang tertinggi diantara
logam berat lainnya. Secara umum, hasil ini menggambarkan sekitar 100% Cd berada dalam bentuk bioavailable dan
menunjukkan potensi risiko terhadap kehidupan akuatik. Ketersediaan hayati logam berat dapat dikurangi, karena
beberapa proses penonaktifan logam berat (Chen et al., 2019). Logam berat dalam fraksi yang dapat ditukar dapat
dilepaskan ke lingkungan ketika kondisi menjadi lebih asam.
Logam berat dalam fraksi FeO juga dapat dilepaskan ke lingkungan ketika kondisi reduksi berkembang, sehingga
menimbulkan efek berbahaya terhadap lingkungan (Al-mur, 2020).

Kode Penilaian Risiko (RAC)

Dari sudut pandang ekologi, fraksi yang larut dalam air dan dapat ditukar dengan mudah dapat tercuci di perairan
netral atau sedikit asam dan dapat terakumulasi oleh organisme hidup (Wang et al., 2017). Dengan demikian, fraksi dapat
digunakan untuk mengevaluasi potensi dampak buruk pada organisme. Evaluasi risiko dan klasifikasi RAC dapat dilihat
pada Tabel 5. Hasil spesiasi menunjukkan bahwa Cu tidak berisiko yang berarti pelepasan Cu ke dalam larutan tidak
terdeteksi dan aman bagi lingkungan. Cr di Wangisagara dan Jatiluhur menunjukkan risiko rendah, sedangkan lokasi lain
tidak berisiko terhadap RAC. Ni termasuk dalam kriteria tidak berisiko pada kriteria berisiko rendah. Kadar Ni tidak
menunjukkan adanya bahaya serius terhadap lingkungan. Penilaian risiko Pb yaitu tidak ada risiko hingga risiko rendah,
Cd berisiko rendah hingga sedang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Pb dan Cd cenderung berbahaya bagi
lingkungan. Resiko logam berat pada sedimen Sungai Citarum adalah Cd>Pb>Cr=Ni>Cu.

590
Machine Translated by Google

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 10(4): 584-593

Tabel 5 Kode penilaian risiko (RAC) logam berat pada sedimen Sungai Citarum
Kode Penilaian Risiko (RAC) Kriteria (%)
Lokasi
Cu Cr Pb Cd (Singh
Tidak dkk., 2005)
Cisanti 0,6 0,0 0,9 3.0 17.4 Tidak ada risiko <1

Wangisagara 0,5 1.0 0,0 1.1 15.1 Risiko rendah 1-10

Koyod 0,5 0,0 0,0 1.1 11.2 Risiko sedang 11-30

Cisirung 0,6 0,0 0,0 0,4 6.2 Resiko tinggi 31-50


Nanjung 0,7 0,0 0,0 0,8 12.3 Resiko sangat tinggi >50
Jatiluhur 0,9 7.9 3.0 0,8 8.9
Walahar 0,5 0,0 0,8 0,5 15.9

Tunggak Jati 0,5 0,0 1.2 1.3 10.2

KESIMPULAN

Cu yang ditemukan melebihi batas yang diperbolehkan pada sedimen bagian hulu dan tengah Sungai Citarum.
Sedangkan kandungan Cr, Ni, Pb, dan Cd pada sedimen relatif rendah dibandingkan standar.
Analisis fraksinasi menunjukkan bahwa Cu, Cr, dan Ni sebagian besar berbentuk residu, sedangkan Pb dan Cd sebagian besar
berbentuk non-sisa. Hal ini mengakibatkan tingginya bioavailabilitas Pb dan Cd. Cu tidak berisiko di semua lokasi. Ni menunjukkan
risiko rendah di Jatiluhur dan Tunggak Jati, Cr berisiko rendah di Wangisagara dan Jatiluhur, sedangkan lokasi lain tidak berisiko.
Analisis risiko Pb dan Cd pada sedimen yang diteliti menunjukkan adanya potensi risiko terhadap lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pekerjaan ini dilakukan di bawah proyek Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, dan
seluruh analisis laboratorium didanai oleh Program SUIJI (Six Universities Initiative Japan Indonesia).

REFERENSI

Al-mur BA. 2020. Fraksinasi geokimia logam berat di sedimen Laut Merah, Arab Saudi.
Oseanologi. 62(1): 31-44. doi: 10.1016/j.oceano.2019.07.001.
Alam O, Wang S, Lu W. 2018. Dispersi logam berat selama perlakuan termal kantong plastik dan pemulihannya. J Pengelolaan
Lingkungan. 212: 367-374. doi: 10.1016/j.jenvman.2018.02.034.
Izinkan BJ. 2012. Logam Berat di Tanah: Jejak Logam dan Metaloid di Tanah dan Bioavailabilitasnya.
New York (AS): Springer.
Astuti N, Rahmanto D. 2015. Analisis erosi dan sedimen di daerah tangkapan sungai Hauran menggunakan
model AGNPS (Model Pencemaran Sumber Non Titik Pertanian). J Fis FLUX. 12(1): 31-42.
Inisiatif Pemerintah Australia. 2018. Nilai Pedoman Default untuk racun dalam sedimen, Australia.
[Diunduh pada 20 Januari 2020]. Tersedia di: https://www.waterquality.gov.au/anzguidelines /guidelinevalues/default/
sedimentquality–toxicants.
Basta NT, Ryan JA, Chaney RL. 2005. Unsur kimia jejak dalam tanah yang diolah dengan sisa: Konsep utama dan bioavailabilitas
logam. J Kualitas Lingkungan. 34:49-63.
Bielicka-gieÿdoÿ A, Ryÿko E, ÿamojÿ K. 2013. Distribusi, bioavailabilitas dan fraksinasi unsur logam dalam tanah kebun peruntukan
menggunakan prosedur ekstraksi berurutan BCR. Pejantan Lingkungan Pol J.
22(4):1013-1021.
Bukit NT. 1995. Konservasi kualitas air Sungai Citarum di Jawa Barat. Apa Sains Teknologi. 31(9): 1-10.
doi: 10.1016/0273-1223(95)00400-H.
Chakraborty P, Chakraborty S, Jayachandran S, Madan R. 2016. Pengaruh variabilitas oksigen terlarut air dasar pada fraksinasi
tembaga dan timbal dalam sedimen melintasi zona minimum oksigen,

591
Machine Translated by Google

Yenny MOP, Hartono A, Anwar S, Kang Y

batas benua barat India. Lingkungan Total Sains. 1-10. doi: 10.1016/j.scitotenv.2016.05.125.
Chakraborty S, Chakraborty P, Sarkar A, Nath BN. 2017. Studi fraksinasi Pb berbasis kinetik dan kesetimbangan
pada sedimen landas kontinen India. Mar Polusi Banteng. 123(1–2): 188-196. doi: 10.1016/
j.marpolbul.2017.08.063.

Chen X, Zhao Y, Zeng C, Li Y, Zhu L, Wu J, Chen J. 2019. Penilaian kontribusi sifat fisikokimia dan komunitas
bakteri untuk memitigasi bioavailabilitas logam berat selama pengomposan berdasarkan model persamaan
struktural. Teknologi Sumberdaya Hayati. 289: 1-9. doi: 10.1016/j.biortech
.2019.121657.
Das AK, Hossain A, Hasan Z. 2015. Konsentrasi logam berat dalam air limbah industri tekstil dan garmen di
kawasan industri Bhaluka, Mymensingh, Bangladesh. Lingkungan Dunia Saat Ini. 10(1): 61-
66.
Duan L, Song J, Xu Y, Li X, Zhang Y. 2010. Distribusi, pengayaan dan sumber potensi unsur berbahaya di
sedimen permukaan Teluk Bohai, Cina Utara. J Bahaya Materi. 183(1–3): 155-164. doi:
10.1016/j.jhazmat.2010.07.005.
Egli M, Sartori G, Mirabella A, Giaccai D, Favilli F, Scherrer D, Krebs R, Delbos E. 2010. Pengaruh pelapukan dan
bahan organik terhadap labilitas logam berat di tanah silikat, Alpine. Lingkungan Total Sains.
408(4): 931-946. doi: 10.1016/j.scitotenv.2009.10.005.
Lingkungan Kanada. 1994. Nilai Penilaian Kualitas Sedimen Interim. Ottawa (AS): Direktorat Konservasi Ekosistem,
Lingkungan Kanada.
Waktu IDN. 2018. Menurut Bank Dunia: Citarum Merupakan Sungai Terkotor di Dunia [Internet].
[Diakses pada 13 Mei 2018]. Tersedia di: https://science.idntimes.com/discovery/eka supriyadi/menurut-
world-bank-citarum-merupakan-sungai-terkotor-di-dunia-c1c2.
Iwasaki K, Tsuji M, Sakurai K. 1997. Fraksinasi tembaga dan mangan di tanah pertanian dekat tambang tembaga
yang ditinggalkan. Nutrisi Tanaman Sains Tanah. 43(1): 157-169. doi: 10.1080/00380768.1997.10414724.
Jain CK. 2004. Studi fraksinasi logam pada sedimen dasar Sungai Yamuna, India. Resolusi Air. 38(3): 569-
578. doi: 10.1016/j.watres.2003.10.042.
Kennedy VH, Sanchez AL, Oughton DH, Rowland AP. 1997. Penggunaan ekstraktan kimia tunggal dan berurutan
untuk menilai ketersediaan radionuklida dan logam berat dari tanah untuk serapan akar. Analis. 122:
89-100.
Liang X, Song J, Duan L, Yuan H, Li X, Li N, Qu B, Wang Q, Xing J. 2018. Identifikasi sumber dan penilaian risiko
berdasarkan fraksinasi logam berat pada sedimen permukaan Teluk Jiaozhou, Tiongkok. Mar Polusi
Banteng. 128: 548-556. doi: 10.1016/j.marpolbul.2018.02.008.
Mary J, Karthik C, Ganesh R, Kumar SS, Prabakar D, Kadirvelu K, Pugazhendhi A. 2018. Pendekatan biologis
untuk mengatasi pencemaran logam berat: Sebuah survei literatur. J Pengelolaan Lingkungan. 217: 56-70. doi:
10.1016/j.jenvman.2018.03.077.
Morillo J, Usero J, Gracia I. 2004. Distribusi logam berat pada sedimen laut dari pantai barat daya Spanyol.
Kemosfer. 55(3): 431-442. doi: 10.1016/j.chemosphere.2003.10.047.
Muhajir, Edward, Ahmad F. 2004. Akumulasi logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Cr dalam sedimen di muara sungai
Cisadane, Ciliwung dan Citarum, Teluk Jakarta. J Ilm Sorihi. 3(1): 83-98.
Paundanan M, Riani E, Anwar S. 2015. Kontaminasi logam berat merkuri (Hg) dan timbal (Pb) pada udara,
sedimen dan ikan selar tetengkek ( Megalaspis cordyla L) di Teluk Palu, Sulawesi Tengah. JPSL. 5(2):
161-168. doi: 10.19081/jpsl.5.2.161.
Phuong NM, Kang Y, Sakurai K, Iwasaki K, Kiren NC, Noi NV, Son LT. 2010. Kadar dan bentuk kimia logam berat
pada tanah di Delta Sungai Merah, Vietnam. Pencemaran Tanah Udara Air. 207: 319-332. doi:
10.1007/s11270-009-0139-0.
Ratman N, Gafoer S. 1998. Peta Geologi Jawa Bagian Barat: Edisi Kedua. Bandung (ID):
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
592
Machine Translated by Google

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 10(4): 584-593

Septiono MA, Roosmini D, Rachmatiah I, Salami S, Ariesyady HD. 2016. Kegiatan industri dan pengaruhnya
terhadap kualitas air sungai (studi kasus Citarum, Bengawan Solo dan Brantas), evaluasi Pulau Jawa
sebagai koridor ekonomi dalam rencana induk percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia
(MP3EI). Simposium Internasional ke-12 tentang Lingkungan Perairan Asia Tenggara (SEAWE2016); 28-30
November 2016; Hanoi, Vietnam.
Setyorini D, Soeparto, Sulaeman. 2003. Kadar logam berat dalam pupuk. Dalam: Prosiding Seminar Nasional
Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Produk Pertanian: Produktif Pertanian Ramah Lingkungan Mendukung
Ketahanan dan Keamanan Pangan. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Singh KP, Mohan D, Singh VK, Malik A. 2005. Studi tentang distribusi dan fraksinasi logam berat di sedimen
sungai Gomti — anak sungai Gangga, India. J Hidrol. 312(1-4): 14-27. doi: 10.1016/j
.jhydrol.2005.01.021.
Stevenson FJ. 1994. Kimia Humus: Kejadian, Komposisi, Reaksi. Edisi kedua. New York (AS): John Wiley dan
Sons.
Syahminan, Riani E, Anwar S, Rifardi. 2015. Telaahan logam berat Pb dan Cd pada sedimen di perairan
barat laut Dumai-Riau. JPSL. 5(2): 133-140. doi: 10.19081/jpsl.5.2.133.
Wang Q, Liu R, Men C, Xu F, Guo L, Shen Z. 2017. Distribusi spasial-temporal dan penilaian risiko merkuri dalam
fraksi berbeda pada sedimen permukaan dari muara sungai Yangtze. Mar Polusi Banteng.
124(1): 1-8. doi: 10.1016/j.marpolbul.2017.07.034.
Yang W, Li X, Pei J, Sun T, Shao D, Bai J, Li Y. 2017. Ketersediaan hayati jejak logam dalam sedimen lahan
basah pesisir air tawar yang sedang pulih di Delta Sungai Kuning Tiongkok, dan penilaian risiko untuk
komunitas makrobentos. Kemosfer. 189: 661-671. doi: 10.1016/j.chemosphere.2017.09.103.
Yuan C, Shi J, He B, Liu J, Liang L, Jiang G. 2004. Spesiasi logam berat pada sedimen laut dari Laut Cina Timur
oleh ICP-MS dengan ekstraksi berurutan. Lingkungan Int. 30:769-783. doi: 10.1016
/j.envint.2004.01.001.

593

Anda mungkin juga menyukai