Anda di halaman 1dari 30

3.

RATIOS FOR FINANCIAL STABILITY


3.1 Equity Ratio

Equity ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengevaluasi struktur modal suatu perusahaan.
Keuangan yang stabil dan tidaknya sebuah perusahaan terhadap resiko kegagalan membayar hutang,
dapat ditelusuri dari struktur ekuitasnya.
Rumus equity ratio adalah:
'
shareholde r s equity
Equity ratio =
balance total

MANDIRI
EQUITY RATIO
TAHUN MANDIRI
2019 56,8%
2020 61,6%
2021 57,3%

Pada Bank MANDIRI equity rationya menunjukkan angka 56,8%, 61,6% dan 57,3% dimana hal ini
menandakan bahwa perusahaan baik dalam manajemen ekuitasnya. Semakin rendah rasio ekuitasnya
maka semakin baik manajemen ekuitas suatu perusahaan. Bank MANDIRI perlu menurunkan lagi equity
rationya agar lebih baik lagi.

BCA
EQUITY RATIO
TAHUN BCA
2019 32,3%
2020 47,2%
2021 29,1%

Pada Bank BCA equity rationya menunjukkan angka 32,3% kemudian naik menjadi 47,2% dan kemudian
turun menjadi 29,1%. Equity ratio Bank BCA lebih baik daripada equity ratio pada Bank MANDIRI. Bank
BCA perlu mempertahankan tingkat rasio ekuitasnya agar tetap rendah, sehingga kinerja perusahaan
akan menjadi semakin baik.

3.2 GEARING
Gearing merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk mengukur leverange atau pengaruh keuangan
perusahaan serta tingkat kewajiban berbunga dalam struktur modalnya. Rasio gearing lebih tinggi dari
50% biasanya tergolong sebagai leverange yang tinggi. Rasio gearing yang lebih rendah dari 25% pada
umumnya dianggap berisiko rendah oleh para investor dan pemberi pinjaman. Rasio gearing yang
berada di antara 25% - 50% pada umumnya dianggap optimal atau normal untuk suatu perusahaan.
Rumus :
financial liabilities−cash∧equivalents
Gearing = '
shareholde s equity

MANDIRI
GEARING
TAHUN MANDIRI
2019 41,1%
2020 54,2%
2021 49,6%

Bank MANDIRI pada tahun 2019 memperoleh gearing sebesar 41%, lalu pada tahun 2020 naik menjadi
54,2% dan pada tahun 2021 turun menjadi 49,6%. Karena pada tahun 2020 naik sebesar 54,2% artinya
gearing yang diperoleh diatas 50%, dimana 50% artinya tergolong sebagai revelange yang tinggi. Tetapi
pada tahun 2019 dan 2020 gearingnya berada di antara 25% - 50% yang dimaan artinya dianggap
optimal atau normal untuk sebuah perusahaan.

BCA
GEARING
TAHUN BCA
2019 27,3%
2020 32,6%
2021 46,8%

Bank BCA menerima gearing pada tahun 2019 sebesar 27,3% lalu pada tahun 2020 naik menjadi 32,6%
dan untuk tahun 2021 naik kembali menjadi 46,8%. Walaupun dalam tiga tahun mengalami kenaikan
terus menerus tetapi gearing yang diperoleh masih berada di antara skala 25% - 50%. Yang mana artinya
masih dianggap optimal atau norma untuk sebuah perusahaan.

3.3 Dynamic gearing ratio

Rasio ini menunjukkan periode pembayaran utang teoritis dalam beberapa tahun, selama seluruh arus
kas bebas digunakan untuk melunasi kewajiban keuangan. Karena arus kas bebas dapat sangat
berfluktuasi. Berkenaan dengan rasio ini, nilai dua tahun dianggap sangat baik, tetapi mulai lima tahun
ke depan harus dipandang kritis.
Rumus :
financial liabilities−cash∧equivalents
Dynamic gearing ratio =
free cash flow

MANDIRI
DYNAMIC GEARINGRATIO
TAHUN MANDIRI
2019 1,51
2020 1,86
2021 1,34

Dynamic Gearing Ratio yang diperoleh Bank MANDIRI pada tahun 2019 adalah 1,51, untuk tahun 2020
naik sedikit menjadi 1,86 dan untuk tahun 2021 turun menjadi 1,34. Dimana seperti dijelaskan di atas
bahwa jika nilainya 2 tahun atau mendekati 2 tahun dianggap baik dan optimal. Jadi Bank MANDIRI
dianggap baik dan optimal dalam dynamic gearing ratio.

BCA
DYNAMIC GEARING RATIO
TAHUN BCA
2019 1,62
2020 1,54
2021 1,87

Dynamic Gearing Ratio yang diperoleh Bank BCA pada tahun 2019 adalah 1,62 untuk tahun 2020 turun
menjadi 1,54 dan untuk tahun 2021 naik menjadi 1,87. Yang dimana artinya sama seperti Bank Mandiri
yang memperoleh nilai yang mendekati nilai 2 tahun dianggap baik dan optimal. Jadi Bank BCA dianggap
baik dan optimal juga dalam dynamic gearing ratio.

3.4 NET DEBT / EBITDA

Rasio utang bersih / EBITDA yaitu membandingkan utang bersih perusahaan, yaitu kewajiban
keuangan, uang tunai ke pendapatan sebelum bunga, pajak dan depresiasi. Rasio utang bersih dapat
digunakan untuk mengukur keandalan pelunasan kewajiban keuangan. Secara umum, Net
Debt.EBITDA dibawah 1 akan dianggap sebagai hasil yang sangat baik dan nilai di atas 3,
mengisyaratkan kualitas kredit kurang baik.
Mandiri
NET DEBT / EBITDA
TAHUN MANDIRI
2019 0,73
2020 1,69
2021 1,09

Pada tahun 2019, Bank MANDIRI memperoleh Net Debt / EBITDA nya adalh 0,73, lalu pada tahun 2020
Net Debt/EBITDA naik menjadi 1,69 dan pada tahun 2021 Net Debt/EBITDA turun menjadi 1,09. Hal ini
dianggap masih baik untuk Net Debt yang diperoleh Bank MANDIRI, walaupun pada tahun 2021
mengalami kenaikan, tetapi seperti yang dijelaskan di atas, bahwa nilai di atas 3 baru mengisyaratkan
kualitas kreditnya kurang baik.

BCA
NET DEBT / EBITDA
TAHUN BCA
2019 0,74
2020 0,75
2021 0,77

Pada tahun 2019, Bank BCA memperoleh Net Debt/EBITDA nya adalah 0,74, lalu Net Debt / EBITDA pada
tahun 2020 naik sebesar 0,75 dan Net Debt/EBITDA Bank BCA pada tahun 2021 naik juga menjadi 0,77.
Walaupun Bank BCA setiap tahunnya mengalami kenaikan, tetapi angkanya tidak lebih dari 1. Dimana
artinya jika memperoleh Net Debt/EBITDA dibawah angka 1 dianggap sebagai hasil yang sangat baik.
Jadi Bank BCA, Nt Debt/EBITDA nya sangat baik.

3.5 CAPEX RATIO

Rasio belanja modal menggambarkan alokasi uang yang direncanakan untuk memperoleh aset tetap
yang memiliki masa manfaat ekonomi lebih dari satu periode akuntansi seperti properti, pabrik, dan
peralatan, tanah, gedung yang akan menjadi aset perusahaan. Aset – aset modal tersebut memiliki umur
manfaat yang panjang dan berpengaruh pada peningkatan kapasitas produksi bisnis. Investasi dalam
aset tetap memungkinkan bisnis meningkatkan produksi.
Rumus :
capital expenditures
Capex ratio =
operating cash flow
MANDIRI

CAPEX RATIO
TAHUN MANDIRI
2019 0,31
2020 0,32
2021 0,29

Pada Bank MANDIRI dapat dilihat pada tahun 2019 capex rationya sebesar 0,31, di tahun 2020 naik
menjadi 0,32 dan pada tahun 2021 mengalami penurunan menjadi 0,29. Hal ini bertanda baik, karna
perusahaan dapat menurunkan capex rationya. Walaupun pada tahun 2021 mengalami penurunan,
tetapi dibandingkan dengan capex rationya Bank BCA, masih lebih baik Bank BCA karena pada 3 tahun
terakhir capex rationya mengalami penurunan secara berturut – turut.

BCA
CAPEX RATIO
TAHUN BCA
2019 0,27
2020 0,22
2021 0,19

Pada Bank BCA dapat dilihat bahwa pada tahun 2019 capex ratio yang diperoleh adalah 0,29, di tahun
2020 capex rationya mengalami penurunan yaitu mencapai 0,22, lalu pada tahun 2021 capex rationya
mengalami penurunan lagi menjadi 0,19. Hal ini bertanda sangat baik, karena perusahaannya dapat
menurunkan capex ratio selama tiga tahun berturut – turut.

3.6 ASSETS DEPRECIATION RATIO

Rasio ini menunjukkan usia dan kondisi aset perusahaan. Rasio penyusutan aset menunjukkan
berapa proporsi aset yang telah disusutkan. Nilai yang tinggi menunjukkan bahwa diperlukan
investasi besar dimasa depan untuk mengganti peralatan lama atau usang. Sebagai aturan, rasio
belanja modal yang rendah adalah keunggulan kompetitif.
Rumus :
cumulative deprciation of assets
Assets depreciation ratio =
assets at historical acquisition cost

MANDIRI
ASSETS DEPRECIATION RATIO
TAHUN MANDIRI
2019 6,6%
2020 7,6%
2021 7,2%

BCA
ASSETS DEPRECIATION RATIO
TAHUN BCA
2019 7,1%
2020 8,1%
2021 7,2%

Antara tahun 2019 hingga 2021 pada Bank MANDIRI dan Bank BCA, keduanya tidak menunjukkan
adanya penurunann yang signifikan. Tetapi pada Bank BCA tahun 2020 dengan rasio penyusutan 8,1%
yang merupakan persentase rasio yang paling besar yang menjelaskan bahwa Bank BCA telah terjadi
pengurangan volume investasi secara artifisial, yang seharusnya dianggap negatif.

3.7 Productive asset investment ratio


Pengeluaran modal dibagi dengan beban penyusutan. Rasio ini digunakan untuk mengukur kesediaan
perusahaan untuk mempertahankan tingkat investasinya saat ini dalam aset modal. Investor
memperhatikan rasionya karena jika PAIR menurun, perusahaan mungkin mendapati bahwa
peralatannya yang sudah ketinggalan zaman mempengaruhi kemampuan masa depan untuk berhasil
bersaing. Perusahaan dengan rasio di atas 1,0 memiliki kualitas pendapatan yang lebih tinggi karena
mereka tidak menunda pengeluaran modal untuk meningkatkan pendapatan mereka. Penundaan
seperti itu dapat mengurangi pendapatan masa depan karena perusahaan berjuang untuk melakukan
pengeluaran modal untuk mengejar ketinggalan dengan pesaing mereka.
Capital expenditures
Productive asset investment rasio =
Depreciationexpenses

MANDIRI:

Productive asset investment ratio


2019 353.402,991
2020 202.302,1864
2021 383.474,1175

BCA:
Productive asset investment ratio
2019 471.812,514
2020 433.524,7345
2021 154.012,0129

(Ex: Oil giant Royal Dutch Shell lists depreciation figures of $13.6bn, $14.4bn and $15.5bn for 2008 to 2010. In addition, the cash
flow statement shows net investments of $30.3bn, $25.2bn and $23.6bn. Using these figures result in productive asset
investment ratios of 185%, 175% and 152%. The growth dynamic on the part of investment activity has therefore decreased
during the three years in consideration, but the business is still growing as the growth rate is well above 100%.)

3.8 Cash burn rate


Cash burn rate mengacu pada berapa banyak uang yang digunakan oleh perusahaan startup, khususnya
sebelum perusahaan tersebut berhasil mendapatkan pendapatan. Uang yang dipergunakan untuk biaya
inilah yang disebut burn rate atau ‘bakar uang’.
Dalam dunia bisnis istilah ini disebut juga sebuah aliran arus kas yang negatif. Penyebabnya adalah dana
perusahaan yang banyak berasal dari venture capital belum mengalir secara maksimal. Hanya ada
pengeluaran-pengeluaran di bulan awal perusahaan berdiri.
Shareholders ’ equity
Cash burn rate =
‫׀‬net loss‫׀‬

MANDIRI:

Cash burn rate


2019 26,5 month
2020 26,9 month
2021 28,2 month

BCA:

Cash burn rate


2019 29,5 month
2020 33,4 month
2021 40,4 month

(Makin lama waktunya, makin gak baik.)


3.9 Current and non-current assets to total assets rasio
Non-current asset adalah lawan kata dari current asset. Bila current account adalah aset yang dalam
kurun waktu singkat bisa dikonversi menjadi uang, maka non-current asset adalah aset perusahaan
jangka panjang yang tidak bisa dikonversi ke dalam mata uang dalam periode jangka waktu pendek.
Current assets
Current assets to total assets rasio =
Total assets
Non−current asset
Non-current assets to total assets rasio =
Total assets

MANDIRI:

Current assets to total assets rasio


2019 0,943529619
2020 0,94138408
2021 0,945716262

non-current assets to total assets rasio


2019 0,05647
2020 0,058616
2021 0,054284

BCA:

Current assets to total assets rasio


2019 0,94775025
2020 0,950601947
2021 0,95786436

non-current assets to total assets rasio


2019 0,05225
2020 0,049398
2021 0,042136

3.10 Equity to fixed assets ratio and equity and long-term liabilities to fixed assets rasio
Equity to fixed assets ratio menunjukkan kepada analis eksposur relatif pemegang saham dan pemegang
utang terhadap aset tetap perusahaan. Jadi, jika rasio “equity to fixed assets” adalah 0,9, ini berarti
pemegang saham telah membiayai 90% dari aset tetap perusahaan. Sisanya 10% serta aset lancar dan
investasi semuanya telah dibiayai oleh pemegang utang.
Shareholders ’ equity
Equity to fixed assets rasio =
Non−current assets
Equity to fixed assets ratio menggambarkan persentase aset tidak lancar ditutupi oleh ekuitas pemegang
saham.
Equity and long-term liabilities to fixed assets rasio =
Shareholders ’ equity + Long−term borrowed capital
Non−currentassets
MANDIRI:
Equity to fixed assets rasio
2019 17,70839827
2020 17,06021157
2021 18,42172335

Equity and long-term liabilities to fixed assets rasio


2019 18,46718
2020 17,58467
2021 19,02118

BCA:

Equity to fixed assets rasio


2019 19,13884748
2020 20,24371266
2021 23,73287802

Equity and long-term liabilities to fixed assets rasio


2019 19,2008
2020 20,30741
2021 23,7789

3.11 Goodwill rasio


Goodwill rasio mengukur proporsi Goodwill perusahaan, yang merupakan aset tidak berwujud terhadap
total asetnya dan merupakan faktor dalam penilaian perusahaan itu. Goodwill mewakili nilai nama
merek perusahaan, basis pelanggan yang solid, hubungan pelanggan yang baik, hubungan karyawan
yang baik, teknologi kepemilikan, dll.
Goodwill
Goodwill rasio =
Shareholders ’ equity

MANDIRI:
Goodwill rasio
2019 0,000321
2020 0,000511
2021 0,000456

BCA:
Goodwill rasio
2019 0,000931
2020 0,001077
2021 0,000943
4. RATIOS FOR WORKING CAPITAL MANAGEMENT
4.1 Days sales outstanding and days payables outstanding
Days payable outstanding (DPO) adalah waktu rata-rata bagi perusahaan untuk membayar tagihannya.
Sebaliknya, days sales outstanding (DSO) adalah rata-rata lama waktu penjualan harus dibayar kembali
ke perusahaan. Ketika DSO tinggi, ini menunjukkan bahwa perusahaan menunggu waktu yang lama
untuk mengumpulkan uang untuk produk yang dijual secara kredit. Sebaliknya, DPO yang tinggi dapat
ditafsirkan dengan berbagai cara, baik yang menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan kas yang
ada untuk menciptakan lebih banyak modal kerja, atau menunjukkan pengelolaan arus kas bebas yang
buruk.

( Ø Accounts receivable 360)


Days sales outstanding =
Sales
( Ø Accounts payables x 360)
Days payables outstanding =
Cost of sales

4.2 Cash Ratio


Rasio kas adalah kas dan aset likuid dan surat berharga perusahaan (aset yang dapat dilikuidasi
dengan cepat dan mudah) sebanding dengan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini (seperti cepat rasio
dan rasio lancar) berasal dari konsep bahwa utang jangka pendek harus cukup ditutupi oleh aset yang
dapat dikonversi menjadi uang tunai dengan cukup cepat. Pengertian lain dari cash ratio adalah rasio
likuiditas yang bersifat konservatif yang di dalamnya terdapat kemampuan perusahaan untuk mampu
menutupi hutang dalam jangka waktu pendeknya dengan dibandingkan rasio lain.
kas + Setara Kas
Rumus =
Kewajiban Lancar
Bank BCA
113.067.545 .000 .000
Cash Ratio 2019 =
721.220.547 .000 .000
106.271.237 .000 .000
Cash Ratio 2020 =
862.371.048 .000 .000
177.268.685 .000 .000
Cash Ratio 2021 =
998.991.290 .000 .000
Cash Ratio

TAHUN BCA

2019 0,156

2020 0,123
2021 0,177

Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan bahwa cash ratio adalah rasio likuiditas yang paling
ketat karena di dalamnya hanya akan menggunakan aset yang likuiditasnya paling tinggi, yaitu kas
setara. Suatu perusahaan akan dikatakan memiliki uang yang cukup untuk membayar tagihan jangka
pendeknya jika nilai cash ratio nya adalah 1,0. Pada tahun 2019 dan 2020 Bank BCA memiliki cash ratio
yang kurang dari 1.0 yaitu 0,156 dan 0,123. Artinya perusahaan tidak memiliki kas dan setara kas yang
cukup untuk membayar tagihannya. Namun, pada tahun 2021 Bank BCA memiliki cash ratio yang lebih
dari 1,0 yaitu 1,774. artinya perusahaan dapat membayar tagihannya dengan kas dan setara kas bahkan
berlehih. Dari hasil perhitungan di atas Sebenarnya, tidak ada nilai pasti tentang berapa angka
minimal cash ratio yang diperlukan oleh perusahaan, tapi umumnya rasio antara 0,5 hingga 1,0 bisa
diterima oleh para investor dan kreditur. Oleh karena itu, tahun 2019 dan 2020 merupakan tahun yang
kurang baik.

Bank Mandiri

123.792 .750 .000.000


Cash Ratio 2019 =
963.924 .084 .000 .000
199.921 .727 .000 .000
Cash Ratio 2020 =
1.122.886 .099 .000 .000
193.631.712 .000 .000
Cash Ratio 2021 =
1.279.311.711.000 .000
Cash Ratio

TAHUN Mandiri

2019 0,128

2020 0,178

2021 0,151

Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan bahwa cash ratio adalah rasio likuiditas yang paling
ketat karena di dalamnya hanya akan menggunakan aset yang likuiditasnya paling tinggi, yaitu kas
setara. Suatu perusahaan akan dikatakan memiliki uang yang cukup untuk membayar tagihan jangka
pendeknya jika nilai cash ratio nya adalah 1,0. Pada tahun 2019, 2020 dan 2021 memiliki cash ratio yang
kurang dari 1.0 yaitu 0,128, 0,178 dan 0,151. Artinya perusahaan tidak memiliki kas dan setara kas yang
cukup untuk membayar tagihannya. Umumnya rasio antara 0,5 hingga 1,0 bisa diterima oleh para
investor dan kreditur. Oleh karena itu, Bank Mandiri perlu memerhatikan Cash Ratio mereka karena
kurang baik di bawah 0,5.

4.3 Quick Ratio


Selain aset yang sudah menjadi kas atau dapat diubah menjadi kas dalam satu atau dua hari,
rasio cepat juga memungkinkan piutang untuk diperhitungkan di antara aset jangka pendeknya.
Signifikansi penambahan piutang sebagai aset jangka pendek sampai batas tertentu tergantung pada
keadaan khusus dari bisnis yang terlibat. quick ratio hanya memperhitungkan aset yang paling likuid,
maka rasio cepat dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban jangka pendeknya. Namun, rasio cepat mungkin masih belum menjadi indikator
likuiditas langsung yang akurat atau realistis, karena perusahaan tidak selalu dapat melikuidasi aset
lancar yang termasuk dalam rasio cepat.

kas+ Setara Kas+ Piutang


Rumus =
Kewajiban Lancar
Bank BCA
113.067 .545+296.709
Quick Ratio 2019 =
721.220 .547
106.271.237+ 407.175
Quick Ratio 2020 =
862.371.048
177.268.685+ 606.760
Quick Ratio 2021 =
998.991 .290
Quick Ratio

TAHUN BCA

2019 0,184

2020 0,123

2021 0,178

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, quick ratio tahun 2019, 2020 dan 2021 adalah 0,184,
0,123 dan 0,178. Rasio cepat mengukur bagaimana Aset Likuid Perusahaan BCA dapat menyelesaikan
Kewajiban Lancar yang kemungkinan besar harus dibayar dalam periode yang lebih pendek dari satu
tahun. Hal ini jelas terlihat bahwa Bank BCA tidak memiliki Alat Likuid yang cukup untuk membayar
Kewajiban Lancar. Ini memberi tahu kita bahwa BCA berpotensi memiliki masalah Likuiditas. Setiap
tahun quick ratio semakin meningkat. Namun, Quick Ratio adalahrasio yang mengukur jangka waktu
pendek dari posisi likuiditas dan bukan berarti BCA mengalami masalah likuiditas.

Bank Mandiri
123.792.750 .000 .000+31.273 .767 .000 .000
Quick Ratio 2019 =
963.924 .084 .000 .000
199.921.727 .000 .000+32.680 .904 .000 .000
Quick Ratio 2020 =
1.122 .886 .099 .000.000
193.631.712 .000 .000+30.178 .386 .000.000
Quick Ratio 2021 =
1.279.311.711 .000 .000
Quick Ratio

TAHUN Mandiri

2019 0,16

2020 0,2

2021 0,17
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, quick ratio tahun 2019, 2020 dan 2021 adalah 0,16, 0,2
dan 0,17. Rasio cepat mengukur bagaimana Aset Likuid Perusahaan Mandiri dapat menyelesaikan
Kewajiban Lancar yang kemungkinan besar harus dibayar dalam periode yang lebih pendek dari satu
tahun. Hal ini jelas terlihat bahwa Bank Mandiri tidak memiliki Alat Likuid yang cukup untuk membayar
Kewajiban Lancar. Bank Mandiri berpotensi memiliki masalah Likuiditas. Tahun 2020 quick ratio sempat
meningkat, tetapi pada tahun 2021 quick ratio turun 0,03. Namun, Quick Ratio adalah rasio yang
mengukur jangka waktu pendek dari posisi likuiditas dan bukan berarti BCA mengalami masalah
likuiditas.

4.4 Current Ratio/ working capital ratio


Current ratio atau rasio lancar adalah salah satu Rasio Likuiditas yang digunakan untuk menilai
posisi likuiditas suatu entitas dengan menggunakan hubungan antara Aktiva Lancar dan Liabilitas Lancar.
Dengan kata lain, ini adalah alat yang digunakan untuk menilai apakah aset lancar dapat melunasi
kewajiban lancar atau tidak.

Aktiva Lancar
Rumus =
Kewajiban Lancar

Bank BCA
Current Ratio 2019 = 146.985.093.000.000
721.220.547.000.000

Current Ratio 2020 = 277.039.027.000.000


862.371.048.000.000

Current Ratio 2021 = 356.299.708.000.000


998.991.290.000.000

RASIO MODAL KERJA

TAHUN BCA
2019 0,20

2020 0,32

2021 0,36

Berdasarkan perhitungan di atas, pada tahun 2019 rasio modal kerja yang dimiliki oleh BCA
adalah sebesar 0,20. Artinya, bahwa setiap kewajiban lancar senilai satu rupiah hanya akan dijamin
dengan aktiva lancar sebesar 0,20. Ditahun 2020 rasio modal kerja mengalami peningkatan sebesar 0,12
dari tahun sebelumnya, rasio modal kerja pada tahun 2020 adalah sebesar 0,32. Artinya setiap
kewajiban lancar senilai satu rupiah hanya akan dijamin oleh aset lancar sebesar 0,32. Ditahun 2021
rasio modal kerja BCA mengalami peningkatan 0,04 dari tahun sebelumnya. Rasio modal kerja pada
tahun 2021 adalah sebesar 0,36. Artinya, kewajiban lancar senilai satu rupiah akan dijamin oleh aset
sebesar 0,36. Rasio modal kerja yang sehat adalah tidak terlalu kecil tetapi juga tidak terlalu berlebihan.
Jika kata lain dari rasio likuiditas itu kecil atau aset lancar perusahaan kurang dari utang lancar, maka
artinya perusahaan kemungkinan mengalami kesulitan untuk berkembang, bahkan berpotensi bangkrut.
Sebaliknya, jika rasio modal kerja terlalu besar atau modal kerja berlebihan menunjukkan adanya aset
yang menganggur. Namun, Bank BCA memiliki rasio modal kerja yang kurang dari satu. Rasio kurang dari
1 dianggap berisiko oleh investor dan kreditor karena menunjukkan bahwa perusahaan mungkin tidak
dapat menutupi utangnya jika diperlukan. Rasio lancar kurang dari 1 sama dengan modal kerja negatif.
Bank Mandiri
Current Ratio 2019 = 187,110,873,000,000
963,924,084,000,000

Current Ratio 2020 = 308,752,693,000,000


1,122,886,099,000,000
289,479,489,000,000
Current Ratio 2021 = 1,278,754,834,000,000
RASIO MODAL KERJA

TAHUN MANDIRI

2019 0,19

2020 0,27

2021 0,23

Berdasarkan perhitungan di atas, pada tahun 2019 rasio modal kerja yang dimiliki oleh Mandiri
adalah sebesar 0,19. Artinya, bahwa setiap kewajiban lancar senilai satu rupiah hanya akan dijamin
dengan aktiva lancar sebesar 0,19. Ditahun 2020 rasio modal kerja mengalami peningkatan sebesar 0,8
dari tahun sebelumnya, rasio modal kerja pada tahun 2020 adalah sebesar 0,27. Artinya setiap
kewajiban lancar senilai satu rupiah hanya akan dijamin oleh aset lancar sebesar 0,27. Ditahun 2021
rasio modal kerja mengalami penurunan 0,04 dari tahun sebelumnya. Rasio modal kerja pada tahun
2021 adalah sebesar 0,24. Artinya, kewajiban lancar senilai satu rupiah akan dijamin oleh aset sebesar
0,24. Bank Mandiri memiliki rasio modal kerja yang kurang dari satu dan mengalami penurunan pada
tahun 2021. Rasio kurang dari 1 dianggap berisiko oleh investor dan kreditor karena menunjukkan
bahwa perusahaan mungkin tidak dapat menutupi utangnya jika diperlukan. Rasio lancar kurang dari 1
sama dengan modal kerja negatif.

4.5 Inventory Intensity


Inventory Intensity Ratio menunjukkankeefektifan dan keefisienan perusahaan untukmengatur
investasinya dalam persediaan yangdirefleksikan dalam berapa kali persediaan itu diputar selama satu
periode tertentu (Etty dan Rasita, 2005). Menurut Harahap (2009) rasio ini menggambarkanhubungan
antara volume barang yang terjual denganvolume dari persediaan yang ada ditangan dandigunakan
sebagai salah satu ukuran efisiensi perusahaan.
Bahan Baku dan Persediaan
Rumus = Total aset
Setengah jadi dan produk jadi
Rumus =
Total aset

4.6 Inventory turnover

inventory turnover mengukur seberapa cepat perusahaan menjual persediaan dan bagaimana
analis membandingkannya dengan rata-rata industri. Rasio turnover yang rendah menyiratkan
penjualan yang lemah dan kemungkinan persediaan berlebih atau overstocking. Ini mungkin
menunjukkan masalah dengan barang yang ditawarkan untuk dijual atau akibat dari pemasaran yang
terlalu sedikit. Sebaliknya, rasio turnover yang tinggi menyiratkan penjualan yang kuat atau inventaris
yang tidak mencukupi. Rasio turnover yang tinggi adalah rasio yang ideal.

Biaya Penjualan
Rumus =
Persediaan

4.7 Cash Conversion Cycle

Cash Conversion Cycle atau Siklus Konversi Kas merupakan sebuah metrik yang menunjukkan
waktu perusahaan dalam mengubah investasi dalam persediaan menjadi uang tunai. Siklus konversi
tunai memiliki formula mengukur jumlah waktu, hari, kemudian perusahaan menggunakannya untuk
mengubah input sumber dayanya menjadi uang tunai. Bisa juga dikatakan bahwa cash conversion
cycle atau CCC merupakan sebuah perhitungan untuk mengukur seberapa lama kas diikat dalam
inventaris sebelum inventaris tersebut dijual dan uang tunai dikumpulkan dari pelanggan.

Rumus siklus konversi kas adalah:

Siklus Konversi Kas = DIO + DSO – DPO

 DIO merupakan Days Inventory Outstanding


 DSO merupakan Days Sales Outstanding
 DPO merupakan Days Payable Outstanding.

Dari rumus tersebut, siklus kas memiliki tiga bagian berbeda. Bagian pertama mewakili tingkat
persediaan saat ini serta berapa lama waktu yang diperlukan perusahaan untuk menjual persediaan
tersebut. Tahap yang disebut sebagai Days Inventory Outstanding ini dihitung dengan menggunakan
perhitungan persediaan hari ini. Sementara tahap kedua mewakili penjualan saat ini serta jumlah waktu
yang diperlukan untuk mengumpulkan uang tunai. Days Sales Outstanding dihitung dengan
menggunakan hari perhitungan penjualan. Dan pada tahap ketiga merupakan perwakilan hutang saat
ini. Dalam tahapan ini, ditunjukan berapa banyak perusahaan berhutang kepada vendor dan kapan
perusahaan harus melunasinya. Pada tahap ini perhitungannya menggunakan perhitungan hutang
terutang.

4.8 Ratios for Order Backlog and Order Intake


Backlog adalah to-do-list permintaan, daftar pekerjaan, pesanan barang atau jasa yang belum
ditangani atau dikerjakan. Dalam istilah properti, backlog adalah kesenjangan antara permintaan dan
pasokan hunian yang tersedia. Serta Order Intake digunakan mengacu pada semua pemesanan baru dan
pesanan perubahan yang dipesan selama periode pelaksanaan, termasuk bagian pesanan.
Order Backlog
Forward Order Book= x 360
penjualan 12bulan terakhir
Order ∈take
Back ¿ Bill Ratio=
Penjualan
Analisis Inventory turnover, cash convension cycle, dan Ratio for order backlog dan order intake
terhadap Bank Mandiri dan Bank BCA tidak dapat dilakukan karena kedua perusahaan tersebut bergerak
di bidang jasa keuangan, bukan perusahaan barang dagang sehingga keempat komponen tersebut tidak
dapat dihitung.

6. PROFIT DISTRIBUTION POLICY


6.1 KEBIJAKAN DIVIDEN

Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang didapatkan perusahaan akan dibagikan pada
pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan untuk pembiayaan
investasi di masa mendatang. Kebijakan dividen merupakan pengambilan keputusan dalam menentukan
jumlah laba yang diperoleh perusahaan untuk dibagikan atau dibayarkan pada pemegang saham sebagai
dividen dan berapa banyak yang harus ditanam kembali (laba ditahan) sebagai pembiayaan investasi di
masa depan. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi
laba yang ditahan dan kemudian mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Begitu
sebaliknya, apabila laba yang didapatkan perusahaan digunakan sebagai laba ditahan, maka
kemampuan pembentukan dana intern perusahaan akan semakin besar. Untuk mengukur besar
kecilnya distribusi dividen, umumnya investor menggunakan Dividend Payout Ratio (DPR).
Bentuk-Bentuk Kebijakan Dividen
1. Kebijakan Dividen Stabil, kebijakan dividen yang stabil, yakni jumlah pembayaran dividen
itu sama besarnya dari tahun ke tahun walaupun laba perusahaan mengalami fluktuasi.
2. Kebijakan Dividen Dengan Penetapan Jumlah Dividen Minimal Plus Jumlah Ekstra
Tertentu, kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham tiap
tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan membayarkan dividen
ekstra diatas jumlah minimal tersebut.
3. Kebijakan Dividen dengan Rasio Tetap, jumlah dividen akan diberikan mengikuti besarnya
laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan.
4. Kebijakan Dividen yang Fleksibel, besarnya setiap tahun disesuaikan dengan posisi financial
dan kebijakan dari perusahaan.

- Dividend Payout Ratio


Dividend payout ratio atau dalam bahasa indonesianya dikenal sebagai Rasio Pembayaran Dividend
adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur persentase laba bersih yang dibagikan kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen untuk periode waktu tertentu (biasanya dalam 1 tahun).
RUMUS :
Dividen
x 100 %
Laba Bersih
Perusahaan dengan nilai Dividend Payout Ratio yang rendah biasanya akan menjadi pilihan bagi investor
cenderung tertarik pada pertumbuhan modal (investasi jangka panjang). Sebaliknya, investor yang ingin
investasi jangka pendek biasanya lebih suka memilih perusahaan dengan nilai DPR tinggi. Dividend
payout ratio yang tinggi tidak selalu menarik bagi investor. Apabila terlalu tinggi, menandakan bahwa
perusahaan mencoba menutupi situasi bisnis yang buruk dari investor dengan menawarkan dividen yang
berlebihan.

Bank Mandiri
- Tahun 2019 :
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
11.256 .759 .404 .471
= x 100 %
25.015.020 .898 .824 ,50
= 45%

- Tahun 2020 :
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
16.489.279 .937 .593 , 92
= x 100 %
27.482.133 .229 .323 , 20

= 60%
- Tahun 2021
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
16.489.279 .937 .593 , 92
= x 100 %
28.028 .155 .000 .000
= 58%

Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara besarnya dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham. Dapat kita lihat pada diatas Dividend Payout Ratio Bank Mandiri mengalami
peningkatan dan juga penurunan. Pada tahun 2019 nilai dividend payout ratio sebesar 45% yang artinya
adalah dari total laba per lembar saham yang dihasilkan oleh Bank Mandiri, sebanyak 45% adalah porsi
untuk dividen per lembar saham; tahun 2020 sebesar 60%, yang artinya adalah dari total laba per
lembar saham yang dihasilkan oleh Bank Mandiri, sebanyak 60% adalah porsi untuk dividen per lembar
saham; tahun 2021 sebesar 58%, yang artinya adalah dari total laba per lembar saham yang dihasilkan
oleh Bank Mandiri, sebanyak 58% adalah porsi untuk dividen per lembar saham Pada tahun 2021
Dividend Payout Ratio Bank Mandiri mengalami penurunan sebesar 2% menjadi 58%, hal ini mungkin
diakibatkan oleh investasi yang dilakukan oleh Bank Mandiri untuk meningkatkan kinerja mereka.

Bank BCA
- Tahun 2019 :
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
13.682.660 .387 .000
= x 100 %
28.565.053 .000 .000
= 47,9%

- Tahun 2020 :
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
13.077 .194 .538 .000
= x 100 %
27.131 .109.000 .000
= 48,2%

- Tahun 2021 :
Dividen
= x 100 %
Laba Bersih
17.879.459 .400 .000
= x 100 %
31.422.600 .000 .000
= 56,9%

Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara besarnya dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham. Dapat kita lihat pada data diatas Dividend Payout Ratio Bank BCA mengalami
peningkatan. Pada tahun 2019 nilai dividend payout ratio sebesar 47,9% yang artinya adalah dari total
laba per lembar saham yang dihasilkan oleh Bank BCA, sebanyak 47,9% adalah porsi untuk dividen per
lembar saham; tahun 2020 sebesar 48,2%, yang artinya adalah dari total laba per lembar saham yang
dihasilkan oleh Bank BCA, sebanyak 48,2% adalah porsi untuk dividen per lembar saham; tahun 2021
sebesar 56,9%, yang artinya adalah dari total laba per lembar saham yang dihasilkan oleh Bank BCA,
sebanyak 56,9% adalah porsi untuk dividen per lembar saham. Semakin tinggi nilai Dividend Payout
Ratio maka semakin menarik bagi investor karena posisi pembayaran dividen lebih besar.

- DIVIDEN YIELD
Dividen yield adalah cara untuk mengukur berapa banyak arus kas yang Anda peroleh untuk setiap
rupiah yang diinvestasikan dalam posisi ekuitas. Jika tidak ada capital gain, dividen diperlakukan sebagai
laba atas investasi saham. Dividen yield adalah metode yang digunakan untuk mengukur jumlah arus kas
yang Anda peroleh untuk setiap uang yang Anda investasikan dalam posisi ekuitas. Perusahaan yang
lebih mapan biasanya memberikan persentase dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan yang lebih
muda, dan riwayat dividen perusahaan yang lebih tua juga umumnya lebih konsisten.

Rumus :
Dividen per lembar saham
DividenYield= x 100 %
Nilai pasar per saham

Bank Mandiri
- Tahun 2019 :
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
353 ,34
= x 100 %
7.345 , 9
= 4,81%

- Tahun 2020 :
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
220 ,27
= x 100 %
6.525
= 3,30%

- Tahun 2021
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
360 ,63
= x 100 %
7.925 , 9
= 4,55%

Berdasarkan data diatas, dapat kita lihat bahwa dividen yield ratio bank Mandiri pada tahun 2019-2021
mengalami penurunan dan peningkatan. Pada tahun 2019 nilai Dividend Yield Ratio sebesar 4,81%, akan
tetapi pada tahun 2020, dividend yield ratio bank Mandiri mengalami penurunan sebesar 1,51%. Pada
tahun 2020 dividend yield ratio bank Mandiri sebesar 3,30%, meskipun dividend yield ratio mengalami
penurunan pada tahun 2020 pada Bank Mandiri termasuk layak dikarenakan di atas 2% sehingga kinerja
keuangan berdasarkan rasio pasar yaitu dividend yield ratio baik.
BCA
- Tahun 2019 :
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
555
= x 100 %
30.050
= 1,70%

- Tahun 2020 :
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
530
= x 100 %
31.176 , 4
= 1,70%

- Tahun 2021
Dividen per lembar saham
= x 100 %
Nilai pasar per saham
431
= x 100 %
31.075
= 1,39%

Dapat kita lihat pada data diatas bahwa dividen yield ratio bank BCA pada tahun 2019-2021 tetap dan
juga mengalami penurunan . Pada tahun 2019 nilai Dividend Yield Ratio sebesar 1,70%, dan pada tahun
2020 dividend yield ratio bank BCA juga berada pada angka 1,70%. Kinerja keuangan pada rasio pasar
yaitu dividend yield ratio pada Bank BCA dibawah 2% sehingga kinerja keuangan termasuk kurang baik.
Akan tetapi, meskipun Bank BCA memiliki dividen yield yang tidak besar, tetapi adanya dividen rutin
membuat investor yang ingin berinvestasi jangka panjang memiliki imbalan dari waktu tunggu yang
sudah dihabiskan. Biasanya yang investasi pada saham Bank BCA memang orang yang memiliki uang
yang cukup banyak, karena merupakan saham termahal di IHSG.

6.2 SHARE BUYBACK


Pembelian kembali saham merupakan bentuk utama kedua dari distribusi laba. Ketika saham
sendiri dibeli kembali di pasar terbuka, saham tersebut dapat dibatalkan atau disimpan sebagai saham
treasury sebagai mata uang akuisisi. Terutama ketika dibatalkan, pengurangan jumlah total saham yang
beredar meningkatkan proporsi yang dimiliki setiap pemegang saham yang ada di perusahaan. Terdapat
beberapa alasan perusahaan melakukan buyback, misalnya saja untuk meningkatkan nilai dari saham
yang masih beredar atau mengurangi peredaran saham, atau untuk mencegah pemegang saham untuk
mengontrol pergerakan harga saham dari perusahaan yang bersangkutan. Dengan membeli saham
kembali atau melakukan buyback, emiten bisa meningkatkan nilai atau harga saham karena jumlah
saham yang beredar di pasar menjadi lebih sedikit. Biasanya, buyback saham dilakukan oleh perusahaan
ketika merasa harga saham mereka undervalued atau terlalu murah. Buyback dilakukan sehingga
investor bisa mendapatkan imbal hasil yang lebih besar. Dengan buyback saham, nilai saham yang diberi
oleh investor pun juga akan meningkat.
 HASIL ANALISIS SHARE BUYBACK BANK MANDIRI 2019-2021
Pada tahun 2020 Bank Mandiri akan melakukan buyback dengan jumlah sebanyak-
banyaknya Rp 2 triliun. Jumlah saham yang akan dibeli kembali tidak akan melebihi 20% dari
modal disetor. Buyback saham Bank Mandiri yang berlangsung pada 20 Maret 2020 hingga Juni
2020 itu akan membeli sahamnya dengan harga yang dianggap wajar sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Adapun aset dan ekuitas akan menurun hingga Rp 2 triliun dikarenakan Bank
Mandiri akan melakukan buyback menggunakan kas internal. Akan tetapi untuk laba bersih
tahun berjalan masih akan sesuai dengan target Bank Mandiri. Untuk laba bersih per saham
Bank Mandiri diproyeksi akan mengalami kenaikan. Bank Mandiri yakin aksi buyback ini tidak
akan berpengaruh negatif terhadap kegiatan usaha, sebab Bank Mandiri memiliki modal dan
cashflow yang cukup untuk melaksanakan pembiayaan transaksi bersama dengan kegiatan
usaha.

 HASIL ANALISIS SHARE BUYBACK BANK BCA 2019-2021


Pada tahun 2019-2021 Bank BCA tidak melakukan buyback saham

6.3 CONCLUSION
Mempertimbangkan berbagai pilihan distribusi, muncul pertanyaan: jenis kebijakan distribusi
mana yang optimal? Jawabannya bervariasi dari kasus ke kasus. Secara singkat, aturannya adalah
sebagai berikut:
o Bisnis harus mempertahankan keuntungan, selama modal dapat diinvestasikan kembali
secara menguntungkan atau utang dapat dikurangi ke tingkat yang memadai.
o Ketika harga saham menarik, pembelian kembali saham harus lebih diutamakan
daripada pembagian dividen. Selain memiliki keuntungan pajak, saham yang dibeli
kembali dapat digunakan sebagai mata uang akuisisi yang dijual kembali di kemudian
hari.
o Pembagian dividen masuk akal, terutama pada fase booming, karena saham seringkali
relatif mahal pada saat itu. Namun, pembayaran dividen biasanya memiliki kerugian
pajak bagi pemegang saham.
o Keuntungan dapat dipertahankan bahkan tanpa proyek investasi yang nyata. Sebuah
bantalan kas dan setara kas membuat bisnis lebih fleksibel dan keputusan penting dapat
didanai secara internal dan karena itu efisien.
Biasanya dividen disesuaikan dengan fluktuasi laba. Jika sebuah bisnis menampilkan rasio
dividen konstan 50% dan mengalami penurunan laba sementara, manajemen mungkin merasa
cenderung untuk membayar jumlah dividen yang sama seperti tahun sebelumnya. Dan akhirnya,
pembayaran dividen memiliki keuntungan bahwa kelebihan modal mengalir keluar dari bisnis.

7. VALUTION RATIOS
7.1 Price to earnings ratio
Price Earning Ratio (PER) merupakan suatu besaran angka yang biasa digunakan sebagai analisis
fundamental keuangan perusahaan. Angka ini biasanya digunakan untuk memprediksi valuasi harga
suatu saham. Price earning ratio yang tinggi mengindikasikan investor mengharapkan pertumbuhan laba
bersih yang tinggi dari perusahaan. Price earning ratio yang tinggi pada saham dapat diinterpretasikan
sebagai saham yang mahal jika pada periode waktu mendatang perusahaan tidak mampu meraih laba
bersih yang lebih tinggi. Tingginya rendahnya price earning ratio ditentukan dengan membandingkannya
dengan price earning ratio saham lain atau price earning sektor/pasar yang sesuai untuk dijadikan
perbandingan. Perusahaan yang merugi tidak memiliki price earning ratio. Nilai PER ideal mulai dari 20
sampai 25 kali lipat penghasilan. Namun, nilai tersebut harus disesuaikan dengan sektor usaha yang
dioperasikan.
Rumus :
Share Price
Price ¿ Earnings Ratio=
Earnings per Share

Bank Mandiri
- Tahun 2019 :
Share Price
=
Earnings per Share
7.975
=
580
= 13,75 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
Earnings per Share
6.150
=
401
= 15,34 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
Earnings per Share
6.425
=
367
= 17,50 kali

Dapat kita lihat melalui data diatas, bahwa price to earning ratio pada bank Mandiri setiap tahunnya
mengalami peningkatan. Nilai PER tertinggi berada pada tahun 2021 sebesar 17,50x. Hal ini
menunjukkan bahwa selama tahun 2021 Bank Mandiri mendapatkan laba sebanyak 17,50 kali dari
saham yang beredar. Semakin tinggi nilai PER akan menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan.
Price to Earning Ratio yang tinggi mengindikasikan bahwa harga saham akan tinggi dan sebaliknya. Rasio
PER pada Bank Mandiri termasuk baik dikarenakan nilai dari Price Earnings to Ratio diatas 10x
BCA
- Tahun 2019 :
Share Price
=
Earnings per Share
33.370
=
1.159
= 28,8 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
Earnings per Share
33.880
=
1.100
= 30,8 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
Earnings per Share
38.000
=
1.214
= 31,3 kali

Dapat kita lihat melalui data diatas, bahwa price to earning ratio pada bank BCA setiap tahunnya
mengalami peningkatan. Nilai PER tertinggi berada pada tahun 2021 sebesar 31,3x. Hal ini menunjukkan
bahwa selama tahun 2021 Bank BCA mendapatkan laba sebanyak 31,3 kali dari saham yang beredar.
Semakin tinggi nilai PER akan menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan. Price to Earning
Ratio yang tinggi mengindikasikan bahwa harga saham akan tinggi dan sebaliknya. Rasio PER pada Bank
BCA termasuk baik dikarenakan nilai dari Price Earnings to Ratio diatas 10x

7.2 Price to Book Ratio


Price to Book ratio atau P/B Ratio adalah istilah yang sangat umum dalam pasar saham. P/B Ratio telah
digunakan oleh banyak investor selama puluhan tahun, juga oleh para analis pasar. P/B Ratio untuk
membandingkan kapitalisasi pasar sebuah perusahaan dengan nilai bukunya. Angka P/B Ratio bisa
diperoleh dengan cara membagi price per share saham perusahaan dengan book value per share (BVPS)-
nya.
Perlu dipahami bahwa tidak mudah untuk menentukan apakah sebuah P/B Ratio itu baik atau buruk
hanya dengan melihat dari angkanya saja, kemudian memutuskan apakah investasi pada perusahaan
tersebut akan menjadi keputusan yang baik atau buruk. Kegunaan utama dari P/B Ratio adalah untuk
mengevaluasi saham sebuah perusahaan. Namun P/B Ratio tidak boleh dijadikan satu-satunya pisau
analisis. Misalnya dalam sebuah kasus, sebuah perusahaan memiliki P/B Ratio yang rendah, yang artinya
bahwa perusahaan tersebut undervalue. Tidak hanya itu, bisa juga angka P/B Ratio yang rendah
menunjukkan adanya masalah tersembunyi di dalam perusahaan tersebut. Inilah kelemahan dari P/B
Ratio yang tidak dapat memperhitungkan faktor-faktor seperti prospek pendapatan di masa depan atau
aset tidak berwujud.
RUMUS :
Share Price
Price ¿ Book Ratio=
Book Value per Share

Mandiri
- Tahun 2019
Share Price
=
Book Value per Share
7.975
=
4.557
= 1,75 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
Book Value per Share
6.150
=
3.967
= 1,55 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
Book Value per Share
6.425
=
4.040
= 1,59 kali

Berdasarkan hitungan diatas, price to book ratio pada tahun 2019 sebesar 1,75x, pada tahun 2020
sebesar 1,55x, dan pada tahun 2021 sebesar 1,59 kali. Hasil data tersebut dapat dijadikan prediksi dalam
menilai keputusan investasi saham suatu perusahaan. Dilihat dari tahun 2019-2021 price to book ratio
bank mandiri mengalami naik turun. Semakin tinggi price to book ratio berarti pasar percaya akan
prospek Bank Mandiri, sehingga mengakibatkan harga saham Bank Mandiri dari keamanan investasi
pada perusahaan. Jika harga pasar saham lebih tinggi daripada nilai price to book ratio, maka hal ini
menunjukkan bahwa pasar percaya bila Bank Mandiri akan menghasilkan nilai tambah, baik bagi
investor maupun perusahaan. Investor rasional akan memilih emiten yang mempunyai price to book
ratio yang tinggi. Menurut penelitian Sugiarto bahwa perusahaan yang dikelola dengan baik pada
umumnya memiliki price to book ratio diatas satu. Hal ini menggambarkan nilai saham perusahaan lebih
besar dibanding nilai buku perusahaan. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi.
Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini
namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.

BCA
- Tahun 2019 :
Share Price
=
Book Value per Share
33.370
=
7.100
= 4,7 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
Book Value per Share
33.880
=
7.528
= 4,5 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
Book Value per Share
36.200
=
8.418
= 4,3 kali

Berdasarkan hitungan diatas, price to book ratio pada tahun 2019 sebesar 4,7x, pada tahun 2020
sebesar 4,5x, dan pada tahun 2021 sebesar 4,3x. Hasil data tersebut dapat dijadikan prediksi dalam
menilai keputusan investasi saham suatu perusahaan. Dilihat dari tahun 2019-2021 price to book ratio
Bank BCA mengalami penurunan. Semakin tinggi price to book ratio berarti pasar percaya akan prospek
Bank BCA. Jika harga pasar saham lebih tinggi daripada nilai price to book ratio, maka hal ini
menunjukkan bahwa pasar percaya bila Bank BCA akan menghasilkan nilai tambah, baik bagi investor
maupun perusahaan. Investor rasional akan memilih emiten yang mempunyai price to book ratio yang
tinggi. Menurut penelitian Sugiarto bahwa perusahaan yang dikelola dengan baik pada umumnya
memiliki price to book ratio diatas satu. Hal ini menggambarkan nilai saham perusahaan lebih besar
dibanding nilai buku perusahaan. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai
perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini
namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.

7.3 Price to Cash Flow Ratio


Price to Cash Flow Ratio (PCFR atau P/CF Ratio) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Harga
Terhadap Arus Kas adalah rasio valuasi investasi yang digunakan oleh investor untuk mengevaluasi daya
tarik investasi terhadap saham suatu perusahaan dengan membandingkan harga saham suatu
perusahaan dengan arus kas perusahaan tersebut. Price to Cash Flow Rasio ini menunjukan jumlah uang
yang bersedia dibayar oleh Investor untuk arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan.
Price to Cash Flow Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk membanding nilai pasar perusahaan
dengan aliran kas atau arus kasnya. Rasio Price to Cash Flow Ratio yang tinggi mengindikasikan nilai
pasar perusahaan atau saham suatu perusahaan diperdagangkan dengan harga yang relatif tinggi dan
kemungkinan tidak menghasilkan arus kas yang cukup. Pada umumnya, Investor akan lebih menyukai
Rasio P/CF yang rendah karena Rasio P/CF yang rendah menunjukan perusahaan yang bersangkutan
memiliki arus kas yang besar.
Rumus :
Share Price
Price ¿ Cash Flow Ratio=
Operating Cash Flow per Share

Bank Mandiri
- Tahun 2019 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
7.975
=
513 ,5
= 15,5 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
6.150
=
2.187
= 2,81 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
6.425
=
2.783
= 2,3 kali

Berdasarkan pada data diatas, dapat kita ketahui bahwa nili price to cashflow ratio Bank Mandiri
mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2019 nilai price to cashflow Bank Mandiri adalah
15,5x dengan kata lain investor berani untuk membayar 15,5 untuk setiap 1 rupiah kas yang dihasilkan,
pada tahun 2020 nilai price to cashflow Bank Mandiri adalah 2,81x dengan kata lain investor berani
untuk membayar 2,81 untuk setiap 1 rupiah kas yang dihasilkan, pada tahun 2021 nilai price to cashflow
Bank Mandiri adalah 2,3x dengan kata lain investor berani untuk membayar 2,3 untuk setiap 1 rupiah
kas yang dihasilkan. Investor akan menyukai nilai price to cashflow ratio yang kecil, dikarenakan nilai
price to cashflow yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan diperdagangkan dengan harga tinggi
namun tidak menghasilkan arus kas yang cukup untuk mendukung.

BCA
- Tahun 2019 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
33.370
=
2.107
= 15,8 kali

- Tahun 2020 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
33.880
=
2.068
= 16,3 kali

- Tahun 2021 :
Share Price
=
OperatingCash Flow per Share
36.200
=
5.118
= 7,07 kali

Berdasarkan pada data diatas, dapat kita ketahui bahwa nili price to cashflow ratio Bank BCA mengalami
peningkatan dan juga penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2019 nilai price to cashflow Bank BCA
adalah 15,8x dengan kata lain investor berani untuk membayar 15,8 untuk setiap 1 rupiah kas yang
dihasilkan, kemudian pada tahun 2020 nilai price to cashflow ratio Bank BCA mengalami peningkatan,
pada tahun 2020 nilai price to cashflow Bank BCA adalah 16,3x dengan kata lain investor berani untuk
membayar 16,3 untuk setiap 1 rupiah kas yang dihasilkan, pada tahun 2021 nilai price to cashflow Bank
BCA adalah 7,07x dengan kata lain investor berani untuk membayar 7,07 untuk setiap 1 rupiah kas yang
dihasilkan. Investor akan menyukai nilai price to cashflow ratio yang kecil, dikarenakan nilai price to
cashflow yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan diperdagangkan dengan harga tinggi namun
tidak menghasilkan arus kas yang cukup untuk mendukung.

7.4. Price To Sales Ratio


Rasio price to sales (P/S) adalah rasio valuasi yang membandingkan harga saham perusahaan dengan
pendapatannya. Nilai Price to Sales Ratio suatu perusahaan yang lebih rendah dari nilai rata-rata Price to
Sales Ratio dari sektor industri yang sama maka mengindikasikan harga saham tersebut undervalued dan
apabila lebih tinggi dari rata-rata Price To Sales Ratio dari sektor industri yang sama maka
mengindikasikan harga saham perusahaan tersebut overvaluation.
Harga per Saham
Price ¿ Sales Ratio=
Pendapatan per Saham
Tahun BCA Mandiri
2019 0,001329 0,019810
2020 0.007004 0,032391
2021 0,006042 0,019410

Nilai rata-rata Price to Sales Ratio untuk BCA dan Mandiri dari tahun 2019-2021 adalah 0,014331.
Dengan demikian, harga saham bank BCA untuk tahun 2019-2021 adalah undervalued karena nilainya di
bawah nilai rata-rata dan nilai tersebut dianggap optimal sedangkan pada bank Mandiri, nilai Price to
Sales Ratio pada tahun 2019-2021 berada di atas nilai rata-rata maka harga saham bank Mandiri
overvalued dari pasar. Maka dapat disimpulkan, harga saham bank Mandiri pada tahun 2019-2021 yang
mengalami overvalued mengindikasikan bahwa harga saham bank Mandiri relatif lebih mahal daripada
harga saham bank BCA di tahun yang sama. Oleh sebab itu, investor perlu mengetahui rasio ini untuk
mengevaluasi suatu perusahaan.
7.5. Enterprise Value Approach
Enterprise value approach merupakan tolak ukur yang menentukan kualitas perusahaan di mata
investor. Seperti namanya, Enterprise Value adalah nilai ukur total dari sebuah perusahaan. Nilai
tersebut biasanya dipakai oleh para investor untuk mengukur berapa kira-kira kapitalisasi pasar
perusahaan. Selain itu, pengukuran nilai ini juga dianggap sebagai metrik yang lebih valid ketika investor
hendak melakukan pengambilalihan suatu perusahaan.

EV = Kapitalisasi Pasar + Nilai Pasar Utang – Kas dan Setara Kas.

Namun, pebisnis juga dapat menggunakan rumus yang telah diperluas, yaitu:

EV = Saham Biasa + Saham Preferen + Nilai Pasar Utang + Bunga Minoritas – Kas dan
Setara Kas.
Tahun BCA Mandiri
2019 628.540.520 913.623.497
2020 780.807.620 985.569.930
2021 844.046.011 1.144.627.192
Nilai Enterprise Value Approach (EV) pada bank BCA dan bank Mandiri pada tahun 2019-2021
mengalami peningkatan yang signifikan akan tetapi nilai EV bank Mandiri selalu menjukkan nilai yang
lebih besar daripada nilai EV bank BCA pada tahun 2019-2021. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai total
dari bank Mandiri lebih besar daripada bank BCA. Besarnya nilai perusahaan (Enterprise Value) ini juga
dapat menjadi tolak ukur bagi para investor. Sederhananya, semakin baik angka EV perusahaan, semakin
besar jumlah untung yang dapat dihasilkan. Dengan demikian, investor akan mendapatkan jumlah
untung yang lebih besar dari bank Mandiri daripada bank BCA pada tahun 2019-2021 karena nilai EV
bank Mandiri selama tiga tahun tersebut lebih besar dan lebih baik daripada bank BCA.

7.6. EV/EBITDA
EV/EBITDA yang juga bisa disebut dengan Enterprise Value Multiple (EVM) adalah salah satu rasio
analisis keuangan perusahaan, di mana EV (Enterprise Value) dibandingkan dengan EBITDA (Earning
Before Interest, Tax, Depreciation, and Amortisation).
EV to EBITDA adalah rasio valuasi yang digunakan untuk menilai mahal murahnya suatu perusahaan
berdasarkan kemampuannya menghasilkan laba usaha atau kas operasi.

EV Kapitalisasi pasar +Utang−Uang Kas


EVM = =
EBITDA Laba Bersih+ Bunga+ Pajak + Depresiasi+ Amortisasi
Tahun BCA Mandiri
2019 16,409008 23,723763
2020 21,620934 37,868230
2021 20,442691 27,254196

Nilai EV/EBITDA pada bank BCA di tahun 2019-2020 mengalami peningkatan dan menurun pada tahun
2021. Hal yang sama juga terjadi pada bank Mandiri yang mengalami peningkatan nilai EV/EBITDA di
tahun 2019-2020 dan menurun pada tahun 2021. Para analis berpendapat bahwa rasio EV/EBITDA yang
murah berada di bawah 10. Meskipun pada tahun 2021 bank BCA dan bank Mandiri mengalami nilai
yang menurun, akan tetapi nilai tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Nilai EVM
(EV/EBITDA) yang paling kecil pada bank BCA dan bank Mandiri berada pada tahun 2019. Makin rendah
angka EVM-nya, ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tersebut menjadi semakin baik dan harga
saham semakin murah sehingga akan mempercepat BEP. Oleh sebab itu, kinerja terbaik dari bank BCA
dan bank Mandiri berada pada tahun 2019 dan tahun 2021 (karena pada tahun 2021 nilai EVM kembali
menurun dari tahun 2020).

7.7. EV/EBIT
Rasio nilai perusahaan terhadap pendapatan sebelum bunga dan pajak (EV/EBIT) adalah metrik yang
digunakan untuk menentukan apakah suatu saham dihargai terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam
kaitannya dengan saham setara dan pasar secara keseluruhan.
EV Nilai Perusahaan
=
EBIT Laba Sebelum Bunga dan Pajak
Tahun BCA Mandiri
2019 17,320415 25,071004
2020 23,260123 42,302695
2021 21,730702 29,840310

Nilai EV/EBIT pada tahun 2019-2021 bank Mandiri selalu lebih besar daripada bank BCA meskipun pada
tahun 2021 nilai kedua bank tersebut megalami penurunan. Dari nilai tersebut dapat diindikasikan
bahwa nilai saham bank Mandiri lebih tinggi atau mahal daripada bank BCA. Rasio yang tinggi
menunjukkan bahwa saham perusahaan mungkin dinilai terlalu tinggi. Meskipun menguntungkan bagi
bank Mandiri untuk penjualan saham segera untuk pengambilan keuntungan, situasi seperti itu dapat
menimbulkan bencana jika harga pasar berbalik yang menyebabkan harga saham anjlok. Sebaliknya,
rasio EV/EBIT yang rendah menunjukkan bahwa saham perusahaan mungkin undervalued. Harga saham
bank BCA mungkin lebih rendah daripada bank Mandiri, namun ketika pasar akhirnya memberikan nilai
yang lebih tepat untuk bisnis, harga saham dan laba bank BCA akan dapat naik.

7.8. EV/FCF
Nilai EV (Enterprise Value)/FCF (Free Cash Flow) membandingkan penilaian perusahaan dengan
potensinya untuk membuat laporan arus kas positif.
EV Nilai Perusahaan
=
FCF Arus Kas Bebas
Tahun BCA Mandiri
2019 -10,236985 -198,001763
2020 113,803249 14,898044
2021 9,937147 768,141727

Nilai EV/FCF pada bank BCA dan bank Mandiri menunjukkan nilai yang negatif pada tahun 2019, itu
menunjukkan bahwa pada tahun 2019, nilai perusahaan dan arus kas bebas pada bank BCA dan bank
Mandiri tidak mampu untuk membuat laporan arus kas yang positif.
Pada tahun 2019-2021, nilai EV/FCF bank BCA berfluktuasi. Rasio ini meningkat signifikan pada tahun
2020 dan menurun secara signifikan pada tahun 2021, yaitu dari 113,803249 menjadi 9,937147.
Pada tahun 2019-2021, nilai EV/FCF bank Mandiri selalu meningkat. Rasio ini meningkat di tahun 2020
dan meningkat lagi dengan sangat signifikan pada tahun 2021, yaitu dari 14,898044 menjadi
768,141727.

7.9. EV/Sales
EV/Sales adalah rasio keuangan yang membandingkan nilai total perusahaan dengan penjualannya.
Secara umum, semakin rendah rasio perusahaan, semakin murah nilai perusahaan tersebut.
EV Nilai Perusahaan
=
Sales Penjualan
Tahun BCA Mandiri
2019 249,192711 249,089249
2020 293,097933 323,989721
2021 256,514399 353,298098

Nilai EV/Sales bank BCA mengalami peningkatan pada tahun 2020 dan menurun pada tahun 2021
sedangkan pada bank Mandiri menunjukkan nilai yang selalu meningkat dari tahun 2019-2021. Rasio
bank Mandiri lebih besar dari bank BCA pada tahun 2020-2021. Hal ini menunjukkan bahwa harga
saham bank Mandiri lebih mahal daripada bank BCA pada tahun 2020-2021 dan harga saham bank BCA
lebih mahal daripada bank Mandiri pada tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai