Anda di halaman 1dari 7

Bioflok – Sistem Budidaya Perikanan Lele

& Nila
Produk pangan berbasis ikan menjadi andalan pemerintah dalam menopang kebutuhan
pangan nasional. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah melalui teknik bioflok yang
banyak diterapkan pada budidaya perikanan.
Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus
berupaya mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi budidaya perikanan.
Pengembangan tersebut melalui rekayasa lingkungan untuk meningkatkan produktivitas
sektor perikanan.

Daftar Isi

Pengertian Bioflok
Teknologi budidaya ikan sistem bioflok adalah suatu teknik budidaya melalui rekayasa
lingkungan yang mengandalkan pasokan oksigen dan pemanfaat mikroorganisme yang
secara langsung dapat meningkatkan nilai kecernaan pakan.

Prinsip dasar bioflok adalah mengubah senyawa organik dan anorganik yang terdiri dari
kabon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen menjadi massa sludge berbentuk bioflok.
Perubahan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan bakteri pembentuk gumpalan
sebagai bioflok.

Teknik ini populer dikalangan peternak lele dan nilai karena mampu menggenjot
produktivitas panen yang lebih tinggi. Selain itu, metode bioflok juga menekan
penggunaan lahan menjadi tidak terlalu luas dan hemat air.

Oleh sebab itu, bioflok menjadi solusi efektif untuk memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat serta menjadi cara ekonomis bagi para pebisnis bidang perikanan.

Produktivitas Naik > Tiga Kali Lipat


Penerapan sistem bioflok melalui rekayasa lingkungan dengan mengandalkan suplai
oksigen dan pemanfaatan mikroorganisme mampu menjadikan hasil panen melonjak
tiga kali lipat dibanding sebelumnya.

Jika kita perbandingkan dengan budidaya sistem konvensional yang menerapkan


metode padat tebar 100 ekor/m3, dimana memerlukan waktu 80 hingga 110 hari untuk
panen. Maka untuk sistem bioflok dengan padat tebar 500-1000 ekor/m3 hanya
memerlukan waktu panen 75 hingga 90 hari saja.

Disamping itu, inovasi teknologi budidaya ikan ini juga membuat penggunaan pakan
lebih efisien. Misalnya pada metode budidaya konvensional nilai Feed Convertion
Ratio (FCR) rata-rata sekitar 1,5 maka dengan teknologi bioflok Feed Convertion
Ratio (FCR) dapat mencapai 0,8 hingga 1,0.
baca juga: Kenapa Air Laut Asin? Ini Penyebab dan Alasan Ilmiahnya

Artinya, untuk menghasilkan 1 kg daging ikan pada sistem konvensional memerlukan


sekitar 1,5 kg pakan. Sedangkan dengan metode bioflok, hanya memerlukan 9,8 hingga
1,0 kg pakan ikan.

Di berbagai daerah, bioflok terbukti efisien dibanding sistem konvensional, bahkan


meningkatkan produktivitas lebih dari 3 kali lipat. Contohnya pada kolam dengan rata-
rata padat tebar 1.000 ekor/m3 dengan ukuran diameter 3 meter, maka dapat ditebar
sekitar 3.000 ekor benih lele.

Dari jumlah tersebut, dapat menghasilkan lele konsumsi mencapai 300 kg hingga 500
kg per siklus panen (75-90 hari).
gdmorganic.com
Bioflok Ikan Nila
Ikan nila merupakan salah satu komoditas lanjutan yang menerapkan sistem bioflok.
Dipilihnya ikan nila karena jenis ikan ini merupakan kelompok herbivora, sehingga
pembesarannya relatif cepat.

Selain itu, ikan nila juga mampu mencerna flok yang tersusun dari berbagai
mikroorganisme, yakni bakteri, alga, zooplankton, fitoplankton dan bahan organik
lainnya.

Budidaya iklan nila sistem bioflok mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:

 Peningkatan kelangsungan hidup ikan hingga 90% tanpa penggantian air


 Air bekas budidaya tidak berbau
 Air bekas budidaya dapat digunakan sebagai pupuk
 Waktu pemeliharan singkat atau sekitar 3 bulan

Keuntungan lain penerapan sistem bioflok pada budidaya nilai adalah nilai Feed
Convertion Ratio (FCR) mencapai 1,03. Penjelasannya adalah 1,03 kg pakan dapat
menghasilkan 1 kg ikan nila pada masa panen.

Selain itu, peningkatan padat tebar ikan 10 hingga 15 kali lipat dibanding sistem
budidaya biasa. Pada budidaya biasa kepadatan ikan hanya 10 ekor/m3, sedangkan
pada budidaya bioflok mencapai 100 hingga 150 ekor/m3.

Hal tersebut tentu meningkatkan produktivitas hingga 25-30 kg/m3 atau sekitar 12-15
kali lipat jika dibandingkan sistem konvensional yang hanya 2 kg/m3. Ikan nila yang
dipanen pun memiliki ukuran lebih besar dan gemuk karena pencernaan pakan yang
lebih optimal. Struktur daging nila juga lebih baik dan banyak, serta minim kadar air.

baca juga: Teknologi Ramah Lingkungan - Pengertian dan Contoh

Agar sistem bioflok efektif diterapkan, para pembudidaya harus memperhatikan


kandungan oksigen yang larut dalam air. Sebab, selain diperlukan ikan untuk tumbuh,
oksigen juga diperlukan oleh bakteri untuk mengurai kotoran ikan dalam air. Sebaiknya,
selalu menjaga kadar oksigen terlarut minimal 3 mg/L.

Bioflok Ikan Lele


Selain penerapannya bagi ikan nila, sistem bioflok juga banyak diterapkan untuk
budidaya lele. Untuk melakukan pemeliharaan iklan lele dengan metode ini, kita harus
menyiapkan kolam yang dapat dibuat dari beton, tanah, kotak terpal atau bulat terpal.

Dari keempat pilihan jenis kolam ini, umumnya penggunaan terpal banyak dipilih karena
lebih efisien dan hemat.
Pixabay
Berikut ini adalah cara pembuatan kolam terpal yang berbentuk bulat beserta teknik
budidaya ikan lele menggunakan sistem bioflok.

1. Potong besi wire-mesh menjadi dua bagian sehingga terbentuk dua ukuran 5,4
m x 1,05 m sebanyak dua buah
2. Gabungkan 2 besi wire-mesh yang telah dipotong menggunakan las
3. Satukan kedua ujung besi wire-wesh sehingga berbentuk bulat
4. Sediakan lahan atau tempat untuk menaruh kerangka kolam.
5. Letakan pipa PVC di lubang saluran kolam
6. Letakan kerangka kolam pada lingkaran lahan
7. Pasang karpet talang di setiap sisi dalam kerangka besi dan ikat dengan tali
8. Pasang terpal dengan rapi hingga membentuk sebuah kolam bulat
9. Pada bagian tengah berilah lubang untuk menempatkan pipa PVC untuk saluran
pembuangan

Meski media terpal sering dianggap beracun bagi ikan, namun perlakuan yang tepat
dapat mencegah kematian pada ikan. Caranya adalah dengan mengisi kolam lele
dengan air penuh dan didiamkan selama dua minggu agar bau dan senyawa kimia dari
plastik terpal terbuang.

Selanjutnya, kolam dapat di isi dengan air untuk pembesaran lele. Masukkan air hingga
ketinggian 80-100 cm dan dianjutkan memberikan probiotik 5 ml/m3 pada hari kedua.
Pada hari ketiga, berilah prebiotik molasi 250 ml/m3 dan dilanjutkan dengan taburan
dolomite 150 hingga 200g/m3. Kemudian diamkan selama 7 hingga 10 hari.

baca juga: Cara Ternak Cacing Sukses - Media, Bibit, Pakan, Perawatan Hingga
Panen

Pada hari ke 11, benih lele dapat ditebar. Benih lele yang ditebar sebaiknya diperoleh
dari induk unggulan yang berkualitas. Setelah penebaran dilakukan, pada keesokan
harinya dapat ditambahkan prebiotik 5 ml/m3.

Sebelum benih ikan lele tumbuh berukuran 12 cm, setiap 10 hari sekali dapat diberi
probiotik sebanyak 5 ml/m3, ragi tempe 1 sendok makan/m3, serta ragi tape 2 butir/m3.
Kemudian dilanjutkan dengan memberi dolomite 200-300 gram/m3 pada malah harinya.

Ketika ukuran ikan lele mencapai 12 cm atau lebih, maka per 10 hari dapat diberi
probiotik 5 ml/m3, ragi tempe 3 sendok makan/m3, serta ragi tape 6 hingga 8 butir/m3.
Pada malam harinya dilanjutkan pemberian dolomite 200-300 gram/m3.

Pemberian makan wajib dilakukan secara rutin. Pilihlah pakan berkualitas dan sesuai
dengan ukuran mulut lele. Pemberian pakan dapat dilakukan pagi dan sore dengan
dosis 80% dari daya kenyang. Berilah pakan seminggu sepuasnya. Jika sudah
terbentuk flok, maka takaran pakan dapat dikurangi hingga masa panen.

Bioflok Lebih Ramah Lingkungan


Saat ini, pengembangan teknologi sistem bioflok untuk perikanan dilakukan pemerintah
melalui KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dengan menggandeng peneliti dari
Institut Pertanian Bogor (IPB). Pengembangan terus dilakukan karena sistem ini sangat
ramah lingkungan.
Inovasi dalam bidang budidaya perikanan ikan ini sangat efektif dan efisien dalam
menekan penggunaan air, lahan atau kolam serta mempunyai
kemampuan adaptasi lebih baik dengan perubahan iklim.

Adanya sistem bioflok mendorong peternak ikan di daerah terpencil untuk memenuhi
ketahanan pangan dan meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar wilayahnya.

Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam menertibkan keramba jaring apung
(KJA) di perairan umum, seperti danau, waduk, sungai dan lainnya sehingga dapat
melakukan budidaya ikan di daratan dengan kolam-kolam terpal.

Anda mungkin juga menyukai