Makalah Akidah Akhlak
Makalah Akidah Akhlak
AKIDAH AKHLAK
DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK 5
NENENG SETYOWATI
RANI FATMAWATI
SALMAN ALFARISI
MUH. ALFARIZI KASO
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, karena berkat rahmat-Nya kami
bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Makalah Suri Teladan 4 Imam Madzhab. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran Akidah Akhlak.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi teman-teman siswa-siswi dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Wassalam
Penulis,
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................. i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................ 1
C. Tujuan penulisan.......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Imam Abu Hanifa (Imam Hanafi)
1. Biografi Imam Abu Hanifah………………………………………………………………………… . 2
2. Kisah Imam Abu Hanifah Yang Perlu Diteladani…………………………………………………. 2
B. Imam Malik bin Anas (Imam Maliki)
1. Biografi Imam Malik bin Anas ……………………………………………………………………… .. 2
2. Kisah Imam Malik Yang Perlu Diteladani …………………………………………………………. 2
C. Imam Syafi’i
1. Biografi Imam Syafi’i ………………………………………………………………………………… 2
2. Kisah Imam Syafi’i Yang Perlu Diteladani………………………………………………………… 2
D. Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali)
1. Biografi Imam Ahmad bin Hanbal ………………………………………………………………… 2
2. Kisah Imam Ahmad bin Hanbal Yang Perlu Diteladani………………………………………….. 2
A. Latar Belakang
Mayoritas masyarakat muslim di Indonesia merupakan muslim yang bermaẓhab Syafi’i. Akan tetapi
tidak jarang muslim yang tidak mengikuti Maẓhab Imam Syafi’i. Hal tersebut merupakan pilihan
masing-masing dan kita harus bersikap saling menghargai atas perbedaan tersebut. Contohnya
adalah qunut pada waktu shubuh yang berhukum sunnah untuk Maẓhab Imam Syafi’i. Bagi imam
lainnya qunut tidaklah perlu dilakukan.
Dalam menanggapi perbedaan di atas, beberapa imam maẓhab telah memberikan contoh kepada
kita. Seperti sikap menghargai dari Imam Malik meskipun muridnya Imam Syafi’i memiliki perbedaan
pandangan terhadapnya. Adapun bab ini akan menjelaskam empat tokoh imam maẓhab yang
terkenal yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan profil dan suri teladan mazhab Hanafi
2. Menjelaskan profil dan suri teladan mazhab Maliki
3. Menjelaskan profil dan suri teladan mazhab Syafi’i
4. Menjelaskan profil dan suri teladan mazhab Hambali
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah agar kami dan semua siswa/siswi mampu
memahami tentang biografi dan suri teladan 4 mazhab fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN
Nu’man bin Tsabit bin Marzuban atau Abu Hanifah lahir di kota Kufah pada tahun 80 H/699 H dan
wafat di kota Baghdad pada tahun 150 H/767 M . Beliau tumbuh di dalam keluarga yang shaleh dan
kaya. Ayahnya, Tsabit merupakan seorang pedagang sutra yang masuk Islam masa pemerintahan
Khulafaur Rasyidin. Sejak kecil beliau sudah hafal al-Qur’an dan menghabiskan waktunya untuk
terus-menerus mengulangi hafalan agar tidak lupa. Pada bulan Ramadan, Abu Hanifah bahkan bisa
mengkhatamkan al-Qur’an berkali-kali.
Pada awalnya beliau menganggap bahwa belajar agama bukan tujuan utama karena sebagian
besar waktunya dihabiskan untuk berdagang di pasar. Namun, setelah bertemu dengan seorang
ulama besar, al-Sya’bi beliau mulai serius dalam belajar agama. Al-Sya’bi mengatakan kepada Abu
Hanifah, “Kamu harus memperdalam ilmu dan mengikuti halaqah para ulama karena kamu cerdas
dan memiliki potensi yang sangat tinggi,” tutur al-Sya’bi. Setelah itu, Imam Abu Hanifah pun
mengikuti halaqah Hammad bin Abu Sulaiman. Beliau belajar selama 18 tahun kepada Hammad
sampai guru beliau wafat pada 120 H.
Imam Abu Hanifah pernah pergi dari Kufah menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan
berziarah ke kota Madinah. Dalam perjalanan ini, beliau berguru kepada, Atha` bin Abi Rabah,
ulama terbaik di kota Makkah dari generasi tabi’in. Jumlah total guru Imam Abu Hanifah adalah tak
kurang dari 4000 orang guru. Di antaranya 7 orang dari sahabat Nabi, 93 orang dari kalangan
tabi’in, dan sisanya dari kalangan tabi’ at-tabi’in. Imam Abu Hanifah dikenal dengan ulama yang
terbuka. Beliau mau belajar dengan siapapun semisal dengan tokoh muktazilah dan syi’ah.
Meskipun demikian, beliau tidak fanatik dengan pemikiran gurunya. Sa’id bin Abi ‘Arubah
mengatakan, “Saya pernah menghadiri kajian Abu Hanifah dan dia memuji Utsman bin Affan. Saya
tidak pernah sebelumnya mendengar orang memuji Utsman di Kufah”.
Sikap terbuka ini tertanam karena terbiasa hidup dengan kelompok yang berbeda. Abu Hanifah
selalu berpesan kepada murid-muridnya agar selalu menjaga adab dan tutur kata ketika
berhadapan dengan masyarakat, terutama orang yang berilmu. Pesan ini selalu disampaikan agar
masyarakat bisa dekat dan tidak resah dengan pendapat yang disampaikan. Imam Abu Hanifah
tidak mau menerima bantuan pemerintah. Seluruh biaya hidupnya ditanggung sendiri dan diperoleh
dari hasil usaha dagangannya. Hal yang berbeda dengan Malik bin Anas, pendiri Mazhab Maliki
yang biaya hidupnya ditanggung seluruhnya oleh baitul mal. Abu Hanifah hidup dalam dua
kekuasaan Umawiyah selama 5 tahun dan 18 tahun dengan Abbasiyah. Saat Bani Umawiyah atau
pun Abbasiyah, Imam Abu Hanifah pernah ditawari jabatan hakim dan menolak tawaran tersebut.
Hal tersebut membuatnya dipenjara dan dicambuk berkali-kali hingga akhirnya beliau keluar dari
penjara dan wafat.
C. Imam Syafi’i
1. Biografi Imam Syafi’i
Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Syafiʿī atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`i atau Imam Syafi’i
adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri madzhab Syafi’i. Beliau lahir pada tahun
150 H di Gaza, Palestina, pada tahun yang sama wafat Imam Abu Hanifah, seorang ulama besar
Sunni Islam dan beliau wafat pada malam Jum’at menjelang subuh pada hari terakhir bulan Rajab
tahun 204 H atau tahun 809 M pada usia 52 tahun. Beliau dinamai ayahnya, Idris bin Abbas ketika
mengetahui bahwa istrinya, Fatimah al-Azdiyyah sedang mengandung. Idris bin Abbas berkata,
“Jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan aku namakan Muhammad, dan akan aku
panggil dengan nama salah seorang kakeknya yaitu Syafi’i bin Asy-Syaib”.
Ayah Imam Syafi’i meninggal setelah dua tahun kelahirannya, lalu ibunya membawanya ke Makkah,
tanah air nenek moyang. Sejak kecil beliau cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra
sampai-sampai al-Ashma’i berkata, “Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda
dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris, ia adalah imam bahasa Arab”. Perjalanan
pendidikan di Makkah, beliau berguru kepada Muslim bin Khalid Az Zanji, Abdurrahman bin Abi Bakr
Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan beberapa ulama lainnya pada bidang fikih.
Saat usia 20 tahun, beliau pergi ke Madinah dan berguru kepada Imam Malik bin Anas pada bidang
fikih. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Beliau
sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah. Hal itu
terlihat ketika menjadi Imam, beliau pernah menyatakan, “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan
Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Selain kepada Imam Malik, beliau juga
belajar kepada beberapa ulama besar lainnya di Madinah seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin
Ja’far, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi.
Setelah belajar di Madinah, beliau melanjutkan perjalanan ke Yaman dan melajar kepada
Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagiyang lainnya. Kemudian beliau
melanjutkan belajarnya kepada Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih, Isma’il bin Ulaiyyah
dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi di negeri Irak. Setelah itu beliau bertemu dengan Ahmad bin Hanbal
di Makkah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Darinya, beliau menimba ilmu fikihnya, ushul
maẓhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis perkataan
lamanya (Qaul Qadim) dan di Mesir pada tahun 200 H beliau menuliskan perkataan baru (Qaul
Jadid).
A. Kesimpulan
1. Pendiri mazhab Hanafi ialah : Nu’man bin Tsabit bin Zautha. Seorang keturunan bangsa Ajam
dari Persia. Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada
tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan
sebutan : Abu Hanifah An Nu’man.Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah.
2. Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani lahir
di Madinah pada tahun 93 H / 714 M dan meninggal pada tahun 179 H / 800 M. Beliau adalah
pendiri Maẓhab Maliki yang ahli di bidang fikih dan hadis. Beliau juga merupakan penyusun
kitab al-Muwaththa’ yang menghabiskan waktu 40 tahun dan kitabnya telah diperlihatkan
kepada 70 ahli fikih di Madinah.
3. Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Syafiʿī atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`i atau Imam
Syafi’i adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri madzhab Syafi’i. Beliau lahir
pada tahun 150 H di Gaza, Palestina, pada tahun yang sama wafat Imam Abu Hanifah, seorang
ulama besar Sunni Islam dan beliau wafat pada malam Jum’at menjelang subuh pada hari
terakhir bulan Rajab tahun 204 H atau tahun 809 M pada usia 52 tahun.
4. Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal atau Ahmad bin Hanbal lahir di Baghdad, pada
bulan Rabiul Awal tahun 164 H. Saat masih kanak-kanak, Imam Ahmad bin Hanbal telah
ditinggal wafat oleh ayahnya yang gugur dalam pertempuran melawan Bizantium. Sedangkan
kakeknya, Hanbal, adalah seorang gubernur pada masa Dinasti Umayyah.
B. Saran
Demikianlah Makalah Suri Teladan 4 Imam Madzhab yang kami buat, kami mohon kritik dan
sarannya karena masih banyak kekurangan dalam makalah ini baik dari segi isi maupun
susunannya.Semoga dapat meemberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi pembacanya. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Syahr, A. Yusuf Alfi. 2020. Akidah Akhlak MA Kelas XII. Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI