Anda di halaman 1dari 2

SULTHAN FADHIL

V-C
SEJARAH MESJID TUHA INDRAPURI

Masjid Tuha Indrapuri merupakan tempat ibadah. Mesjid ini terletak di Pasar Indrapuri Kecamatan
Indrapuri Kabupaten Aceh Besar, berjarak sekitar 24 km ke arah utara Kota Banda Aceh. Faktanya,
bangunan masjid ini berawal dari sebuah candi Hindu-Budha yang pada akhirnya dijadikan Masjid di
tahun 1618 Masehi.

Masjid itu berdiri di atas tanah seluas 33.875 m2, di pinggir sungai yang memisahkan Pasar Indrapuri
dengan jalan raya Medan-Banda Aceh. Ukuran masjid 18.8 x 18.8 meter, dan tinggi 11.65 meter.

Dari beberapa sumber referensi Masjid Tuha Indrapuri itu berdiri di atas pondasi yang diduga dari bekas
candi, demikian pula Masjid Indrapurwa di Lampageu Kecamatan Peukan Bada. Hal tersebut
berdasarkan referensi dari buku berjudul “Masjid Bersejarah di Nanggroe Aceh, Jilid 1" diterbitkan oleh
Bidang Pendidikan Agama Islam Pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid (Penamas) Kantor Wilayah
Departemen Agama Provinsi Aceh 2008.

Pada halaman 31 buku tersebut juga ditulis bahwa “kedua bangunan ini berada di kawasan Kabupaten
Aceh Besar, dan menurut catatan sejarah, kedua masjid ini dibangun di atas reruntuhan candi Hindu-
Budha oleh Sultan Iskandar Muda. Sayangnya yang masih tertinggal hanya Masjid Indrapuri. Sedangkan
Masjid Indrapurwa telah hancur ditelan abrasi dan gelombang dahsyat Tsunami di tahun 2004 silam.
Bukan hanya sekarang, tapi di masa Snouck Hurgronje berada di Aceh pun bekas masjid ini sudah tidak
dapat dilihat lagi, (Snouck Hurgronje, 1996: 64).

Kondisi tersebut menyulitkan Snouck Hurgronje untuk mengungkap keberadaan agama Hindu di Aceh. Ia
hanya bisa menunjukkan model bersanggul miring perempuan Aceh sebagai bukti terwarisi dan
mengakarnya budaya Hindu dalam masyarakat Aceh, dan dapat dilihat lagi dalam buku karya
(Mohammad Said, 1981: 23).

Bangunan candi yang menjadi pondasi mesjid ini diperkirakan dibangun sekitar abad 10 masehi atau bisa
jadi lebih awal dari perkiraan ini. Sebelum ajaran Islam merata di Aceh. Bangunan ini diduga sebagai
candi Hindu/Budha milik Kerajaan Arab disebut Lamuri dan disebut Lambri oleh Marcopolo. Meskipun
bentuk candi tidak dapat disaksikan lagi, tapi masih ada peninggalan tembok tebal yang sebagiannya
telah terkelupas. Tembok inilah yang menjadi pegangan para ahli sejarah dan arkeolog, bahwa
bangunan ini adalah sebuah candi. Candi itu terbuat dari baru hitam berbentuk lempengan berukuran
panjang sekitar 40 am dan tebal 20 em dengan ketebalan 5 cm. Sampai sekarang tembok berbentuk
seperti punden berundak tiga tingkat dengan ketinggian 1, 46 meter masih berdiri dengan kokoh.
Pada masa Sultan Iskandar Muda, bangunan ini dirombak menjadi masjid. Oleh karena itu, sepulangnya
dari Malaka, dibangunlah masjid Indrapuri di atas reruntuhan candi yang telah lama terbengkalai.
Pondasi candi yang bertingkat- tingkat dibongkar sebagiannya sampai tingkat empat. Di tingkat empat
inilah tiang tiang mesjid didirikan, luas lokasinya cukup memadai bagi pertapakan mesjid untuk kadar
jumlah jamaah pada waktu itu. Kejadian pengalihan fungsi ini terjadi pada tahun 1207 H (1618 M).

Sebagaimana mesjid tradisional lainnya yang terdapat di Aceh, mesjid Indrapuri dibangun dengan
konstruksi kayu. Pintu masuk mesjid berada di sebelah Timur. Di halaman depan terdapat bak
penampungan air hujan untuk berwudhuk.

Adapun bangunan berbentuk persegi empat dengan yang terlihat bentuk atapnya yang bertingkat-
tingkat atau berundak-rundak serta mengerucut. atap mengerucut tingkat tiga yang berhadapan
langsung dengan krueng Aceh, sehingga masjid itu mempunyai keunikan dan keindahan tersendiri.

Masjid Tuha Indrapuri tidak mempunyai pintu khusus, tapi ada sebuah tembok yang tidak disambung
digunakan sebagai sarana untuk keluar dan masuk ke dalam masjid. Kemudian untuk masuk ke dalam
masjid harus menaiki anak tangga berjumlah 12 buah, kemudian ada dua kolam di bagian depan yang
airnya digunakan untuk berwudhuk atau mencuci kaki para jemaah yang akan melaksanakan salat di
dalam masjid.

Di dalam memiliki 36 tiang untuk penyangga bangunan atau penompang bangunan, dengan dikelilingi
tembok empat persegi sehingga memiliki sensasi yeng berbeda di dalamnya.

Mimbar masjid yang terbuat dengan semen serta tempat imam salat berdiri juga masih tersisa hingga
saat ini. Masjid Tuha yang merupakan salah satu situs sejarah penting bagi perjalanan sejarah Islam
Aceh.

Penulis juga mewawancarai Muhammad Nur, salah seorang Muazin pada masjid Tuha Indrapuri. Ia
mengatakan, Masjid Indrapuri adalah tempat ibadah yang saat ini juga masih digunakan masyarakat
sekitarnya untuk melakukan ibadah, baik ibadah salat lima waktu maupun salat jumat, serta salat
Tarawih dan hari raya.

"Mesjid ini hingga sekarang masih digunakan untuk melakukan ibadah oleh warga sekitar," ujarnya,
Minggu pekan lalu.

Di samping tangga pertama Masjid Tuha Indrapuri tertulis di plakat dengan bunyian "Masjid ini
dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) di atas bangunan pra Islam. Dari
segi arsitektur masjid Indrapuri masih terpengaruh dengan Budaya Hindu yang terlihat dari bentuk
atapnya yang bertingkat-tingkat. Masjid Indrapuri pernah dipakai untuk menobatkan Sultan Muhammad
Daudsyah pada tahun 1878 M sebagai Sultan Aceh yang merupakan Sultan Aceh Terakhir."

Di masa kemerdekaan hingga sekarang, Masjid Tuha Indrapuri sudah dipugari oleh Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh). Sehingga masjid Tuha Indrapuri
sudah ditetapkan sebagai situs cagar budaya yang dilindungi.

Anda mungkin juga menyukai