Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DASAR DASAR FIQIH MUAMALAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lembaga keuangan syari`ah

Dosen pengampu:
Nur Muhammad S.E.,M.E

Disusun Oleh :

Mardotillah
Isnaini
Diah Ayu Puspita S

PRODI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AHMAD SIBAWAYHIE
DEMUNG BESUKI SITUBONDO
2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga makalah yang berjudul
“Dasar dasar fiqih muamalah” Dapat terselesaikan.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah kaidah fiqih yang diberikan oleh
Dosen pengajar. Makalah ini disusun dan dibuat sesuai dengan kajian tentang teori-teori
fiqih. Makalah ini diharapkan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami
sebagai mahasiswa.

Dalam pembuatan makalah ini, kami selaku penulis menyadari adanya berbagai
kekurangan, baik dalam isi materi, maupun penyusunan kalimat. Namun demikian,
perbaikan merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan
makalah ini sangat kami harapkan.

Mudah-mudahan ini dapat membantu, meski sedikit kita mampu untuk menjelaskan
secara lebih jelas lagi dan dengan harapan semoga kita semua mampu berinovasi dan
meningkatkan pengetahuan dengan potensi yang dimiliki.

Penulis

Besuki,25 September 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

A. Haramnya riba ......................................................................................................... 3


B. Akad Transaksi keuangan syari`ah ......................................................................... 5

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 14

iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan Fiqh adalah ilmu hukum Islam yang berusaha untuk memahami dan
mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Fiqh Muamalah adalah salah satu
cabang utama dari ilmu fiqh yang berkaitan dengan transaksi dan interaksi sosial. Sumber-
sumber Hukum. Dasar-dasar fiqih muamalah bersumber dari Al-Quran, Hadis (tradisi yang
menggambarkan perbuatan dan perkataan Nabi Muhammad), Ijma' (konsensus ulama), dan
Qiyas (analogi hukum). Al-Quran memberikan pedoman umum tentang etika dan prinsip-
prinsip bisnis yang adil, sementara Hadis merinci lebih banyak hukum-hukum khusus.
Pengembangan Fiqh Muamalah: Fiqh Muamalah berkembang secara bertahap melalui pe
nelitian, interpretasi, dan fatwa (pendapat hukum) yang diberikan oleh ulama-ulama Islam
selama berabad-abad. Kitab-kitab fiqh seperti "Al-Muwatta" karya Imam Malik dan "Al-
Majmu'" karya Imam An-Nawawi adalah contoh penting dari karya-karya yang membahas
fiqih muamalah. Pengaruh Sejarah: Fiqh Muamalah juga dipengaruhi oleh konteks sejarah
dan perkembangan ekonomi dalam peradaban Islam.

Selama masa Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, perdagangan dan keuangan


berkembang pesat, yang memicu pengembangan hukum-hukum dan pedoman bisnis dalam
fiqh muamalah. Prinsip-prinsip Utama: Dalam dasar-dasar fiqih muamalah, terdapat prinsip-
prinsip seperti kewajiban zakat, larangan riba, keadilan dalam transaksi, perlindungan
konsumen, dan etika bisnis yang baik. Prinsip-prinsip ini membentuk landasan etis dalam
bisnis Islam. Dalam konteks modern, fiqih muamalah terus berkembang untuk mengatasi
perubahan dalam ekonomi, teknologi, dan sosial. Para ulama dan ahli hukum Islam terus
memeriksa aplikasi hukum-hukum tradisional terhadap isu-isu kontemporer seperti keuangan
syariah, perbankan, investasi, dan perdagangan internasional. Ini mencerminkan relevansi
yang terus-menerus dari fiqih muamalah dalam mengarahkan praktik bisnis dalam
masyarakat Islam. Riba merupakan bagian dari transaksi yang dilarang di dalam ajaran Islam.
Dalam kajian fiqih muamalah maliyah, kajian tentang riba merupaka salah satu topik yang
paling penting dan substansia untuk dibahas. Pembahasan riba menjadi bagian yang urgen
karena riba dapat menjadi salah satu alat identifikasi dari boleh atau tidak-nya suatu transaksi
yang dilakukan dalam bisnis dan keuangan Islam. Artinya, apabila ada transaksi yang

1
didalamnya ditemukan adanya unsur riba, maka transaksi tersebut terlarang (haram) dalam
perspektif hukum Islam.1

B.Rumusan masalah

1. Haramnya riba
2. Akad Transaksi keuangan syari`ah

C.Tujuan permasalahan

1. Untuk Mengetahui Haramnya riba


2. Untuk Mengetahui Akad Transaksi keuangan syari`ah

1
Elif Pardiansyah "Konsep Riba Dalam Fiqih Muamalah Maliyyah dan Praktiknya Dalam Bisnis Kontemporer."
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 8.2 (2022): 1270-1285.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Haramnya Riba
1. Pengertian riba

Secara leksikal, kata riba berarti tambah dan tumbuh. Yakni segala sesuatu yang tumbuh dan
bertambah itu dinamakan riba. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “riba” diartikan
dengan “pelepas uang: lintah darat, bunga uang dan rente. 2 Dalam Alquran kata riba
ditemukan sebanyak delapan kali dalam empat surat, tiga diantaranya turun setelah Nabi saw.
hijrah dan satu ayat lagi katika beliau masih di Mekkah. Ulama sepakat bahwa ayat yang
turun di Makkah walaupun menggunakan kata riba (QS. Al-Ruum (30): 39).3

2. Dasar Hukum dan Historisitas Ayat-ayat Riba

a) Tahapan Pelarangan Riba Menurut Quraish Shihab, dalam al-Qur‟an, kata riba
diulang sebanyak delapan kali yang terdapat dalam empat surah, yakni al-Baqarah Ali
Imran, al-Nisa‟ dan al-Rum. Tiga surah pertama adalah “ayat madaniyah” (turun
setelah Nabi Hijrah ke Madinah), sedangkan surah al- Rum adalah “ayat Makkiyah”
(turun sebelum Nabi Hijrah).Ini berarti ayat pertama yang membahas tentang riba
adalah firman Allah
ٰ َ‫ّللا ۚ َو َما ٰاتَ ْيت ُ ْم ِّم ْن زَ ٰكوة ت ُ ِّر ْيد ُْونَ َوجْ ه‬
ِّ‫ّللا‬ ِّ َّ‫وَ َما ٰاتَ ْيت ُ ْم ِّم ْن ِّربًا ِّليَ ْرب َُوا فِّ ْي اَ ْم َوا ِّل الن‬
ِّ ٰ َ‫اس فَ َل يَ ْرب ُْوا ِّع ْند‬
ٰٰۤ ُ
ْ ‫ولىِٕكَ ُه ُم ْال ُم‬
َ‫ض ِّعفُ ْون‬ ‫فَا‬
Terjemahan Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia
bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah,
maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). 4 Sementara Jalaluddin
Abdurrahman al-Suyuthi mengutip riwayat- riwayat Bukhari, Ahmad, Ibnu Majah,
Ibn Mardawaih dan al-Baihaqi, berpendapat bahwa ayat yang terakhir turun kepada
Rasulullah saw adalah ayat-ayat yang mengindikasikan penjelasan terakhir tentang
riba, yaitu firman Allah
َ‫الر ٰبوا ا ِّْن ُك ْنت ُ ْم ُّمؤْ ِّمنِّيْن‬ ٰ ‫ٰياَيُّ َها الَّ ِّذيْنَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا‬
َ ‫ّللاَ َوذَ ُر ْوا َما َب ِّق‬
ِّ َ‫ي ِّمن‬

2
Rukman Said AR. "Konsep al-qur’anَtentangَriba."َAL ASAS 5.2 (2020): 1-15.
3
Fatkhul Wahab. "Riba: Transaksi Kotor Dalam Ekonomi." Iqtishodia: Jurnal Ekonomi Syariah 2.2 (2017): 26-41.

3
Terjemahan Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Menurut al-
Maraghi tahap-tahap pembicaraan al-Qur‟an tentang riba sama dengan tahapan
pembicaraan tentang khamr (minuman keras), yakni ada empat tahap dalam
pengharamannya. Tahap pertama sekedar menggambarkan adanya unsur negatif di
dalam riba. Hal ini sebagaimana termaktub dalam QS. al-Rum [30]:39. Tahap
berikutnya disusul dengan isyarat tentang keharaman riba, yaitu firman Allah
ً ِّ‫ٱّلل َكث‬
‫يرا‬ ِّ َّ ‫س ِّبي ِّل‬
َ ‫عن‬
َ ‫ص ِّد ِّه ْم‬ ْ َّ‫ط ِّي ٰبَت أ ُ ِّحل‬
َ ‫ت لَ ُه ْم َو ِّب‬ َ ‫ظ ْلم ِّمنَ ٱلَّذِّينَ هَادُوا َح َّر ْمنَا‬
َ ‫علَ ْي ِّه ْم‬ ُ ‫فَ ِّب‬
Artinya: Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan
karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dalam ayat ini al-
Qur‟an masih „hanya‟ menyebutkan kecaman terhadap orang-orang Yahudi yang
melakukan praktik-praktik riba.
b) Tahap selanjutnya, secara eksplisit al-Qur‟an telah mengharamkan praktik riba
meskipun masih terbatas pada salah satu bentuknya, yakni dengan menyertakan
batasan adh„āfan mudhā„afan. Hal ini sebagaimana disebutkan firman Allah:
‫غفُ ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم‬ ‫ّٰللاُ َو َي ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُ ْو َب ُك ْم ۗ َو ه‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ‫قُ ْل ا ِْن ُك ْنت ُ ْم ت ُ ِحب ُّْونَ ه‬
‫ّٰللاَ فَات َّ ِبعُ ْو ِن ْي يُحْ ِب ْب ُك ُم ه‬
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.
c) Dan pada tahap terakhir, riba telah diharamkan secara total dalam berbagai
bentuknya dan digambarkan sebagai sesuatu yang sangat buruk dan tidak layak
dilakukan oleh orang-orang Mukmin sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah
َ‫الر ٰبوا ا ِّۡن ُك ۡنت ُ ۡم ُّم ۡؤمِّ ن ِّۡين‬ َ ٰ ‫ٰٰۤيـاَيُّ َها الَّذ ِّۡينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا‬
َ ‫ّللا َوذَ ُر ۡوا َما بَق‬
ِّ َ‫ِّى مِّ ن‬
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang beriman Sementara Ali al-Shabuni
menggambarkan secara detail tahap-tahap tersebut. Tahap pertama, Allah
menurunkan QS. al-Rum [30]39. Ayat ini diturunkan di Makkah yang pada dasarnya
belum menyatakan secara tegas mengenai keharaman riba, namun dalam ayat tersebut
mengindikasikan kebencian Allah terhadap praktik riba dan tidak adanya pahala di
sisi Allah Swt.Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah swt
mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan
riba. Pada tahap ini Allah menurunkan QS. al-Nisa‟ [4]:160-161 yat ini termasuk

4
ayat madaniyah yang memberi pelajaran bagi kita bahwa Allah swt menceritakan
tentang perilaku orang Yahudi yang telah diharamkan untuk memakan riba, namun
mereka tetap memakannya. Lalu Allah swt mengancam akan memberi balasan yang
keras kepada orang Yahudi yang tetap memakan riba. Mengenai masalah riba ini
dalam kaitannya dengan pengertian al-bathil, Ibnu al-Arabi al-Maliki dalam kitabnya
Ahkam alquran, menjelaskan pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun
yang dimaksud riba dalam ayat Qur‟ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa
adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah. 5 Secara
garis besar, riba itu ada dua macam : Nasiah dan Fadhl. Riba nasiah ialah
pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Contohnya
pinjaman dengan pengembalian uang yang disyaratkan harus berlebih. Pinjam Rp.
1.000.000,- , kembalinya menjadi Rp. 1,200.000,- dst. Inilah yang biasa dilakukan
oleh renten- renten, perkoperasian dan bahkan perbankkan yang ribawi. Riba fadhl
ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak
jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti
penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Misalnya, Pinjam
padi satu Kg, tapi pengembaliannya harus 1½Kg. dst.6

Islam sangat memperhatikan perekonomian umatnya, hal ini dapat dilihat dari
banyaknya ayat-ayat Al-quran, Sunah, maupun Ijtihad para ulama yang berbicara tentang
perekonomian. Bahkan ayat yang terpanjang dalam Alquran justru berisi tentang masalah
perekonomian, bukan masalah ibadah mahdhah atau akidah.7
B. Akad transaksi keuangan syariah

Pandangan Islam tentang akad sebenarnya tidak ada batasan yang ketat tentang
bagaimana perjanjian tersebut dibentuk. Beberapa pembatasan yang ada dalam kitab fiqhi
klasik sebenarnya sebagian besar adalah cakupan dari beberapa bentuk perjanjian yang ada
pada masa kitab tersebut disusun. Walaupun banyak kitab-kitab fiqh yang membatasi
pembahasan akad dengan membahas bentuk-bentuk tertentu dari akad, namun pembahasan
tersebut sebenarnya pembahasan secara sekilas tentang hukum perjanjian dalam Islam yang
ditetapkan oleh para fuqaha.

5
Mohammad Patri Arifin, and Misaeropa Misaeropa. "Penafsiran Ali Al-Shobuni Tentang Ayat-Ayat Riba." Al-
Munir: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir 1.1 (2019): 135-163.
6
M. Ali Hasan and Berbagai Macam Transaksi dalam Islam. "Fiqih Muamalah." Jakarta: Raja Grafindo Persada
(2003).
7
Iwan Permana "Penerapan kaidah-kaidah fiqih dalam transaksi ekonomi di lembaga keuangan syariah."
Tahkim 3.1 (2020): 17-38.

5
Penyebutan bentuk-bentuk akad oleh para fuqaha adalah berdasarkan akad yang
umum berlaku pada masanya. Jika peradaban semakin maju, maka tidak menutup
kemungkinan untuk mengembangkan bentuk-bentuk akad.Jadi pengembangan macam dan
bentuk akad selanjutnya tidak ada larangan. Keberadaan akad dapat ditelaah dengan melihat
beberapa kaedah atau prinsip utama hukum muamalah dalam Islam, diantaranya

pertama, pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah boleh kecuali yang
ditentukan selain dari al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, muamalah dilakukan atas dasar sukarela
tanpa mengandung unsur-unsur paksaan. Ketiga, muamalah dilakukan atas dasar
pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat dalam kehidupan
masyarakat. Keempat, muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan,
menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur mengambil kesempatan dalam
kesempitan.Salah satu faktor penting dalam terciptanya akad adalah adanya unsur kerelaan
antara kedua belah pihak yang meleburkan diri kedalam ikatan perjanjian. Akad tersebut
tidak hanya bisa terwujud dengan adanya ucapan dari salah satu pihak kemudian pihak yang
lain mengerjakan sesuatu yang menunjukkan kehendaknya, baik berupa tulisan, isyarat,
maupun penyerahan. Bahkan juga dapat terjadi suatu akad dengan adanya ikatan antara dua
perilaku yang dapat menggantikan posisi ucapan tersebut, baik berupa tindakan maupun
isyarat.

Menurut Ulama mazhab Hambali dan Maliki, pihak-pihak yang berakad, bebas
menggunakan persyaratan dalam suatu akad selama syarat-syarat itu bermanfaat bagi kedua
belah pihak. Misalnya menentukan sifat-sifat tertentu yang bermanfaat terhadap barang yang
dibeli. Namun demikian, mereka tetap menyatakan bahwa syarat tersebut tidak boleh
bertentangan dengan kehendak syara’. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa
sebenarnya inti daripada terciptanya suatu akad secara umum adalah terwujudnya dua
kehendak orang yang berakad dan ada kesesuaian antara keduanya untuk memunculkan
kelaziman (kewajiban) yang bersifat syar’i pada kedua pihak, yang diindikasikan dari adanya
suatu ungkapan, tulisan, isyarat atau tindakan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
esensi akad adalah pencapaian kesepakatan kedua belah pihak, di mana suatu perbuatan
seseorang dianggap sebagai suatu pernyataan kehendak. Dalam akad, pernyataan kehendak
dapat dilakukan berupa tindakan yang menurut kebiasaan dianggap sebagai akad. Tindakan
tersebut juga dianggap sebagai pernyataan kerelaan atas suatu persyaratan dari suatu pihak.
Suatu kebiasaan selama tidak melanggar syara’ adalah dibolehkan dan dapat diambil sebagai
dasar hukum. Karena sesungguhnya hukum asal dalam bermuamalah adalah boleh dan tidak

6
diberikan penjelasan dalam melaksanakannya, maka untuk pelaksanaannya wajib
dikembalikan kepada kebiasaan yang telah berlaku.

Modifikasi dalam bidang muamalah sangat dimungkinkan karena pada dasarnya


tidaklah ada syariat yang bersifat absolut, mutlak dan berlaku untuk segala waktu, tempat,
dan keadaan. Dalam hukum Islam terdapat maqasid asy-syari’ah yang berisi maksud atau
tujuan dari disyariatkan hal tersebut. Guna mencapai tujuan itu, syariat Islam ada yang
bersifat dinamis dalam artian dapat berubah sesuai kebutuhan sosial atau kontekstual.
Modifikasi sebenarnya tidak akan melanggar prinsip-prinsip hukum Islam dalam bidang
muamalah. Hal ini dikarenakan dalam fiqh muamalah “terbuka luas” untuk ijtihad, artinya
segala sesuatu boleh diadakan modifikasi selama tidak bertentangan atau melanggar larangan
yang sudah ditentukan dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Inilah yang memungkinkan hukum
perikatan Islam dapat mengikuti perkembangan zaman. Transaksi keuangan dalam industri
keuangan syariah sangat dinamis dan sejatinya disesuaikan dengan tuntutan dan keinginan
nasabah.

Produk-produk lembaga keuangan syariah yang lahir dari berbagai akad-akad


mu‘amalah tidak terlepas dari kontrak perjanjian yang diberlakukan antara pihak bank
dengan nasabah ataupun antara lembaga keuangan syariah yang satu dengan lembaga
keuangan syariah lainnya. Karena itu, industri keuangan syariah juga harus merespons
dengan akad-akad transformatif. Dewasa ini lembaga keuangan syariah mengembangkan
inovasi akad dalam bentuk multi akad untuk merespons transaksi keuangan nasabah yang
cenderung mengikuti perkembangan transaksi keuangan modern. Aspek penting yang harus
diperhatikan dalam lembaga keuangan syariah bahwa setiap transaksi harus didasarkan atas
akad. Akad ini menjadi domain Dewan Pegawas Syariah (DPS) dalam memberikan fatwa
legislasi terhadap transaksi keuangan syariah. Fatwa dewan pengawas syariah dapat memiliki
kepastian hukum dan berlaku mengikat dalam sistem perundang-undangan di Indonesia
setelah melalui proses transformasi dalam bentuk peraturan bank Indonesia.8

Macam-macan akad dalam keuangan syari`ah antara lain:

1. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong sesama dan murni
semata-mata mengharap ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada

8
Muhammad Kama Zubairl, and Abdul Hamid. "Eksistensi Akad dalam Transaksi Keuangan Syariah." Diktum:
Jurnal Syariah Dan Hukum 14.1 (2016): 44-54.

7
unsur mencari return, ataupun suatu motif. Yang termasuk katagori akad jenis ini
diantaranya adalah Hibah, Ibra, Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn dan Qirad. Selain
itu menurut penyusun Eksiklopedi Islam termasuk juga dalam kategori akad Tabarru
seperti Wadi’ah, Hadiah, hal ini karena tiga hal tersebut merupakan bentuk amal
perbuatan baik dalam membantu sesama, oleh karena itu dikatakan bahwa akad
tabarru’ adalah suatu transaksi yang tidak berorientasi komersial atau non profit
oriented. Akad tabarru’ (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut not- for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada
hakekatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad tabarru’
dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan Dalam
akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan
imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ dari Allah SWT,
bukan dari manusia. Namun demikan, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh
meminta kepada counter part-nya untuk sekadar menutupi biaya (cover the cost) yang
dikeluarkannya untuk melakukan akad tabarru’ tersebut, tanpa sedikitpun mengambil
laba dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akaD tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah,
wakalah, kafalah, wadiah, hibah, waqf, sedekah, hadiah Meminjam harta (Lending)
Akad dalam meminjam harta ini ada beberapa macam lagi jenisnya, setidaknya ada
tiga jenis, yakni sebagai berikut: Bila pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apa
pun, selain mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka
bentuk meminjamkan harta seperti ini disebut dengan qard. Selanjutnya, jika dalam
meminjamkan harta ini si pemberi pinjaman mensyarakatkan suatu jaminan dalam
bentuk atau jumlah tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman seperti ini disebut
dengan rahn. Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman harta, di mana tujuannya
adalah untuk mengambil alih piutang dari pihak lain. Bentuk pemberian pinjaman
harta dengan maksud seperti ini disebut hiwalah.
Meminjamkan Jasa Kita (Lending Yourself) Seperti akad meminjamkan harta, akad
meminjamkan jasa juga terbagi menjadi tiga jenis yaitu bila kita meminjamkan “diri
kita” (yakni, jasa keahlian/keterampilan, dan sebagainya) untuk melakukan sesuatu
atas nama orang lain, maka hal ini disebut wakalah. Karena kita melakukan sesuatu
atas nama orang lain yang kita bantu tersebut, sebenarnya kita menjadi wakil orang
itu. Itu sebabnya akad ini diberi nama wakalah
Memberikan Sesuatu (Giving Something) Yang termasuk kedalam golongan ini
adalah akad-akad sebagai berikut: hibah, waqf, shadaqah, hadiah. Dalam semua
8
akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila
penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, akadnya dinamakan waqf.
Objek waqf tidak boleh diperjual belikan begitu dinyatakan sebagai aset waqf.
Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara suka rela kepada orang
lain
2. Akad Tijarah atau Transaksi Komersial
Sebagaimana telah dijelaskanbahwa akad tabarru’ adalah pada hakekatnya untuk
mencari keuntungan akhirat olehnya itu bukan akad bisnis. Berbeda dengan akad
tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-
akad ini dilakukan untuk mencari keutungan, karena bersifat komersial. Contoh akad
tijarah adalah akad-akad investasi, jual beli, sewa-menyewa dan lainlain. Pada skema
nanti akan diberikan ringkasan yang komperhensip mengenai akadakad yang lazim
digunakan dalam fikih mu’amalah dalam bidang ekonomi. Pertama-tama harus
dibedakan dulu antara wa’ad, dan akad telah dibahas pada bagian sebelumnya.
Selanjutnya, akad dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni akad tabarru’ dan akad
dijarah. Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh, maka akad tijarahpun
atau transaksi komersial dapat dibagai menjadi dua kelompok yaitu: Natural
Uncentainty Contracs dan Natural Certanity Contracts.
Natural uncertainity contracs Yang dimaksud dengan Natural uncertainity contracs
adalah akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah
(amount) maupun waktu (timing)-nya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti,
karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang telah bertransaksi di awal akad.
Kontrak-kontrak ini secara sunnatullah menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya
fixed and predetermined.9 Objek pertukarannya, baik barang maupun jasa harus ditetapkan
diawal akad dengan pasti, baik jumlahnya, mutunya, harganya, dan waktu
penyerahannya.Yang termasuk dalam kategori ini adalah akad-akad jual-beli, upah-
mengupah, sewa-menyewa, dan sebagainya. Berikut ini akan dijelaskan yang termasuk
natural uncertainity contracs:
1. Al-murabahah (jual-beli dengan pembayaran tangguh) al-murabahah adalah jual-beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati dengan
keuntungan penjual harus memberitahukan harga produk yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan (margin) sebagai tambahannya. Murabahah

9
Nur Wahid. Multi Akad dalam Lembaga Keuangan Syariah. Deepublish, 2019.

9
suatu jenis jual-beli yang dibenarkan oleh syari’ah dan merupakan inplementasi
mu’amalah tijariyah (interaksibisnis) Dalam transaksi al-murabahah harus dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut.
a. Penjual memberitahukan biaya modal kepada nasabah
b. Kontrak pertama harus sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan
c. Kontrak harus bebas dari riba
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli jika terjadi cacat atas barang
setelah pembelian
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian.
2. Salam (pesanan barang dengan pembayaran di muka).Salam55 berarti pemesanan
barang dengan persyaratan yang telah ditentukan dan diserahkan kemudian hari,
sedangkan pembayaran dilakukan sebelum barang diterima. Dalam transaksi salam
harus memenuhi 5 (lima) rukun yang mensyaratkan harus ada pembeli, penjual,
modal, (uang), barang, dan ucapan (sighat). Salam berbeda dengan ijon, sebab pada
ijon, barang yang dibeli tidak diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan
penetapan harga beli sangat tergantung kepada keputusan si tengkulak yang
mempunyai posisi lebih kuat. Aplikasi salam pada lembaga keuangan syari’ah
biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang
relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Lembaga keuangan dapat menjual kembali barang
yang dibeli kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, Pedagang Pasar Induk,
atau Grosir. Penjual kembali kepada pembeli kedua ini dikenal dengan istilah “salam
parallel”.
3. Bai’al-listisna’ (jual beli berdasarkan pesanan). Transaksi bai’allistisna’56
merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pesanan,
pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai dengan spesifikasi
yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau
ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan.
4. Al-ijarah (sewa /leasing) Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa melalui pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership) atas barang itu sendiri. Dalam perkembangannya kontrak al-ijarah dapat
pula dipadukan dengan kontrak jual-beli yang dikenal dengan istilah “sewa-beli”
yang artinya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang oleh si penyewa
pada akhir periode penyewaan. Dalam aplikasi, ijarah dapat dioperasikan dalam
bentuk operating lease maupun financial lease, namun pada umumnya Lembaga
10
Keuangan biasanya menggunakan al-Ijarah dalam bentuk sewa-beli karena lebih
sederhana dari sisi pembukuan, dan lembaga keuangan tidak direpotkan untuk
pemeliharaan aset, baik saat leasing maupun sesudahnya.

Natural Uncertainity Contracs Natural Uncertainity Contracs adalah kontrak atau akad
dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah
(timing)-nya. Tingkat return-nya bisa positif, negatif atau nol. Yang termasuk dalam kontrak
10
ini adalah konrak-kontrak infestasi. Kontrak-kontrak infestasi ini secara sunnatullah (by
their nature) tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak fixed and
predetminet.Dalam akad jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan
asetnya menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk
mendapatkan keuntungan. Jadi keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Natural
uncertainity contracs dapat juga disebut teori percampuran (deteori of venture). Contoh-
contoh natural uncertainity contracs adalah:

1. Musyarakah,dapat dibagi menjadi lima bagian: (wujuh, ‘inan, abdan, muwafadah, dan
mudarabah). Syirkah muwafadah, adalah para pihak yang berserikat mencampurkan
modal dan jumlah yang sama yakni Rp. X dicampur dengan Rp. X. Sedangkan
syirkah ‘inan , para pihak yang berserikat mencampurkan modal dalam jumlah tidak
sama, misalnya Rp. X dicampurkan dengan Rp. Y. Dalam syirkah wujuh terjadi
percampuran antara modal dengan reputasi/nama baik seseorang. 61 Bentuk syirkah
selanjutnya adalah syirkah abdan, yaitu pencampuran jasa-jasa antara orang yang
berserikat. Jadi pada bentuk syirkah abdan ini tidak terjadi percampuran uang, akan
tetapi yang terjadi adalah percampuran keahlian/keterampilan dari pihak-pihak yang
berserikat.Bentuk syirkah yang terakhir adalah syirkah mudarabah. Dalam syirkah ini,
terjadi percampuran antara modal dengan jasa keahlian/keterampilan dari pihak-pihak
yang berserikat.
2. Muzara’ah adalah akad persekutuan dalam bidang pertanian. Bentuk akad muzara’ah
adalah adanya ketidakpastian pembayaran upah, karena pekerja akan dibayar dengan
hasil pertanian yang belum tentu adanya atau tidak pasti jumlahnya.
3. Musaqah Musaqah, adalah akad kerja sama atau perserikatan dalam bidang pertanian
untuk mendapatkan buah atau hasilnya. Satu pihak memiliki pohonnya sedangkan
pihak lain mengerjakannya. Jadi buahnya dibagi di antara mereka berdasarkan
perbandingan yang telah disepakati.
10
Puspa Farida. "Eksistensi Akad Dalam Transaksi Keuangan Syariah." (2021).

11
4. Musyarakah (kerja sama modal) adalah akad kerja sama antara dua belah pihak atau
lebih untuk suatuusaha tertentu dan masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. 11

11
Darmawati.akad Dalam Transaksi Ekonomi Syariah.Sulesena:Jurnal wawasan Keislaman 12.2(2018):143-167

12
BAB III
PENUTUP

bahwa riba dalam konteks Islam dijelaskan sebagai penambahan atau tambahan yang dilarang
dalam transaksi keuangan. Ayat-ayat dalam Al-Qur'an menunjukkan bahwa tahapannya
meliputi penghindaran riba, pengharaman riba dengan beberapa batasan awal, dan akhirnya
pengharaman total dalam berbagai bentuk.

berbagai akad transaksi keuangan syariah, seperti akad tabarru' (transaksi amal), akad
tijarah (transaksi komersial), dan akad natural uncertainty contracts (transaksi investasi). Ini
mencerminkan pendekatan Islam terhadap muamalah atau transaksi keuangan yang
mencakup baik transaksi non-profit maupun transaksi bisnis komersial.

Dalam konteks ini, prinsip-prinsip keadilan, kesepakatan sukarela, dan menghindari


riba merupakan bagian integral dari transaksi keuangan syariah, yang memungkinkan
modifikasi dan inovasi sesuai dengan perkembangan zaman asalkan tidak melanggar prinsip-
prinsip tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Mohammad Patri, and Misaeropa Misaeropa. "Penafsiran Ali Al-Shobuni Tentang
Ayat-Ayat Riba." Al-Munir: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir 1.1 (2019): 135-
163.
Darmawati.akad Dalam Transaksi Ekonomi Syariah.Sulesena:Jurnal wawasan Keislaman
12.2(2018):143-167 Hasan, M. Ali, and Berbagai Macam Transaksi dalam Islam.
"Fiqih Muamalah." Jakarta: Raja Grafindo Persada (2003).
Farida, Puspa. "Eksistensi Akad Dalam Transaksi Keuangan Syariah." (2021).
Hasan, M. Ali, and Berbagai Macam Transaksi dalam Islam. "Fiqih Muamalah." Jakarta:
Raja Grafindo Persada (2003).
Pardiansyah, Elif. "Konsep Riba Dalam Fiqih Muamalah Maliyyah dan Praktiknya Dalam
Bisnis Kontemporer." Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 8.2 (2022): 1270-1285.
Permana, Iwan. "Penerapan kaidah-kaidah fiqih dalam transaksi ekonomi di lembaga
keuangan syariah." Tahkim 3.1 (2020): 17-38.
Said, Rukman AR. "Konsep al-qur’an tentang riba." AL ASAS 5.2 (2020): 1-15.
Wahid, Nur. Multi Akad dalam Lembaga Keuangan Syariah. Deepublish, 2019.
Wahab, Fatkhul. "Riba: Transaksi Kotor Dalam Ekonomi." Iqtishodia: Jurnal Ekonomi
Syariah 2.2 (2017): 26-41.
Zubair, Muhammad Kamal, and Abdul Hamid. "Eksistensi Akad dalam Transaksi Keuangan
Syariah." Diktum: Jurnal Syariah Dan Hukum 14.1 (2016): 44-54.

14

Anda mungkin juga menyukai