Anda di halaman 1dari 149

UNIVERSITAS INDONESIA

AKTOR DAN PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN PERTAHANAN:


STUDI KASUS BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA, 1995-2015

TESIS

YOVIA RIZKY ARVIANISSA


1506792443

PROGRAM MAGISTER
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2017

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


UNIVERSITAS INDONESIA

AKTOR DAN PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN PERTAHANAN:


STUDI KASUS BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA, 1995-2015

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains (M.Si)

YOVIA RIZKY ARVIANISSA


1506792443

PROGRAM MAGISTER
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2017

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


ix Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


x Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


KATA PENGANTAR

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki potensi


sumber daya yang sangat besar. Wilayah Indonesia terdiri dari 17.508 pulau yang
terbentang dari Pulau Sabang di ujung Barat Indonesia sampai dengan Pulau
Merauke di ujung Timur Indonesia. Indonesia juga memiliki posisi strategis yang
berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, serta di antara Benua
Asia dan Benua Australia. Indonesia memiliki wilayah seluas tujuh juta km 2 dan
dua pertiganya merupakan wilayah lautan. Semenjak kemerdekaanya pada tahun
1945, pulau-pulau di Indonesia dipisahkan oleh lautan di dalamnya, yang diakui
sebagai perairan internasional. Perjuangan Indonesia untuk menyatukan pulau-
pulaunya telah dimulai semenjak Deklarasi Juanda 1957, sampai dengan
ketetapan the United Nations Convention of The Law of The Sea 1982. Akan
tetapi, 25 tahun perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai pengakuan sebagai
negara kepulauan tidak diikuti dengan kekuatan pertahanan yang kredibel untuk
menjaga wilayah perairan dan udaranya.

Untuk mewujudkan cita-cita Indonesia membangun kekuatan pertahanan maritim


yang disegani, tentu harus dimulai dengan dirumuskannya kebijakan yang mampu
menjadi panduan pembangunan kekuatan pertahanan. Buku Putih Pertahanan
menjadi penting sebuah media dialog untuk membangun rasa saling percaya
dengan negara lain bila Indonesia membangun kekuatan pertahanan yang besar.
Akan tetapi, kepentingan geopolitik Indonesia nampak terabaikan dalam Buku
Putih Pertahanan Indonesia semenjak pertama kali diterbitkan pada tahun 1995.
Penelitian ini melihat perkembangan pemikiran geopolitik dalam Buku Putih
Pertahanan Indonesia sebagai salah satu produk kebijakan pertahanan. Peneliti
berharap hasil dari penelitian ini dapat menjadi evaluasi bagi pembuat kebijakan
dalam merumuskan Buku Putih Pertahanan Indonesia selanjutnya.

Jakarta, 7 Juli 2017

Yovia Rizky Arvianissa

xi Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan sebesar-besarnya kepada Allah SWT atas kasih sayang
dan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Sains Jurusan Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu,
saya mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Evi Fitriani, Ph.D., selaku dosen pembimbing dan panutan yang sangat saya
hormati. Terimakasih saya ucapkan sebesar-besarnya karena Ibu telah bersedia
menerima saya sebagai salah satu anak bimbing Ibu. Terimakasih Ibu telah
memberikan waktu, tenaga dan pikiran sehingga saya dapat menyelesaikan tesis
ini dengan tepat waktu. Terimakasih sebesar-besarnya karena ibu telah mendidik
saya dan selalu mendorong untuk segera menyelesaikan tesis ini. Ibu adalah
pembimbing terbaik yang tidak akan pernah saya lupakan;

(2) Edy Prasetyono, Ph.D., selaku Penguji Ahli dan dosen selama menempuh
pendidikan di departemen HI UI. Terimakasih atas saran-saran yang telah Bapak
berikan untuk perbaikan tesis saya. Terimakasih juga saya ucapkan karena Bapak
telah memberikan banyak referensi selagi saya mengerjakan tesis ini. Terakhir,
terimakasih atas segala ilmu yang telah Bapak berikan selama proses belajar di
departemen HI UI;

(3) Dr. Fredy Buhama Lumban Tobing, M.Si., selaku Kepala Departemen Ilmu
Hubungan Internasional, FISIP UI;

(4) Asra Virgianita, Ph.D., selaku Ketua Sidang dan Ketua Program Pascasarjana
Departemen Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UI – terimakasih atas segala
saran-saran yang telah diberikan pada saat sidang proposal tesis dan sidang tesis.
Terimakasih juga atas perhatian yang telah Ibu berikan kepada saya selama
menjadi mahasiswi di departemen HI UI.

(5) Ali Abdullah Wibisono, Ph.D., selaku Sekretaris Sidang, Sekretaris Program
Pascasarjana Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Pembimbing Akademik,
dan dosen pengajar selama menempuh pendidikan di departemen HI UI.
xii Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


Terimakasih atas saran yang telah diberikan untuk perbaikan tesis saya saat sidang
proposal tesis dan sidang tesis. Terimakasih atas segala ilmu yang telah Mas Ali
berikan selama menempuh pendidikan di departemen HI UI.

(6) Segenap jajaran staf pengajar Departemen Ilmu Hubungan Internasional,


FISIP UI. Terimakasih atas segala ilmu yang telah diberikan selama menempuh
pendidikan di departemen HI UI.

(7) Segenap jajaran staf Departemen Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UI.
Terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan selama menempuh
pendidikan di departemen HI UI.

(8) Mas Anton Aliabbas – mantan dosen S1 di Universitas Paramadina, guru,


sahabat, teman diskusi, partner kerja, sekaligus asisten – I wouldn’t be here
without you. Terimakasih atas segala ilmu, pengetahuan, materi, dan pengalaman
yang telah Mas berikan kepada saya. Mas Anton merupakan panutan yang
membuat saya semangat untuk menempuh pendidikan serta mendalami studi
strategis dan pertahanan. Mas Anton telah mengajarkan saya banyak hal yang
tidak akan pernah saya lupakan. Terimakasih Mas selalu membantu saya
mengumpulkan bahan, mencari narasumber, menjadi teman diskusi, membaca dan
mereview draft yang saya kirim dan bersedia mendengarkan keluh kesah saya
selama proses penelitian ini. Terimakasih Mas telah mengajarkan saya menulis
dengan baik, dan selalu mendorong saya untuk berpikir kritis. Tesis ini tidak akan
ada tanpa Mas Anton. Semoga semua project kita ke depan berjalan dengan lancar
dan semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan yang telah Mas berikan
kepada saya. Semoga Baba Anton, Bubu Desty dan Adik Dara selalu diberi
kebahagiaan.

(9) Purnomo Yusgiantoro – Mantan Menteri Pertahanan RI (2009-2014) – dan


Filda C. Yusgiantoro. Terimakasih telah mengizinkan saya mengunjungi Purnomo
Yusgiantoro Center dan memberikan saya dua buah buku untuk mendukung
penyelesaian tesis saya.

(10) Seluruh narasumber, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Terimakasih telah bersedia memberikan waktunya untuk mendukung
penyelesaian tesis saya.

xiii Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


(11) Kedua orang tua, Ibu April yang sangat saya sayangi. Terimakasih Ibu selalu
mendoakan saya. Terimakasih ibu selalu meneror saya dengan ucapan “udah
selesai Mba tesisnya?” Terimakasih karena ibu telah mengajarkan saya banyak
hal. Daddy yang sangat saya sayangi dan hormati, terimakasih selalu memberikan
saya motivasi, mendukung setiap keinginan saya, dan memperkenalkan saya
kepada teman-teman di Kemhan. Utih dan Aung tercinta, serta keluarga besar
saya yang selalu memberikan dukungan moral dan materil, kasih sayanng,
memberi semangat, dan doa-doa yang selalu diberikan untuk saya. Terimakasih
untuk om, tante dan adik-adik yang selalu menghibur dan ajak “kekeluargaan”
kalau Mba lagi pusing kerjain tesis. Terimakasih untuk segalanya. Semoga kita
semua selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan, dan selalu saling sayang
menyayangi.

(12) Teman-teman pascasarjana HI UI angkatan 2015. Selamat buat kalian yang


sudah lulus, dan semangat untuk kalian yang masih berjuang. Sukses untuk kita
semua. Teman-teman kelas keamanan yang heboh, terimakasih telah membuat
proses belajar di UI menjadi lebih berwarna.

(13) Sahabat-sahabat tersayang, Geng SMP, Geng SMA, Geng TNI, Geng
Parmad, Geng Bombox, Geng Plesso, terimakasih buat semua dukungannya.
Terimakasih doa-doa dan semangat yang selalu diberikan untuk saya. Sahabatku
tersayang, Sandhi Yudha, terimakasih untuk semua dukungannya.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu.

Jakarta, 7 Juli 2017

Yovia Rizky Arvianissa

xiv Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


xv Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


ABSTRAK

Nama : Yovia Rizky Arvianissa


Program Studi : Hubungan Internasional
Judul : Aktor dan Proses Pembuatan Kebijakan Pertahanan: Studi Kasus
Buku Putih Pertahanan Indonesia, 1995-2015

Tesis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara geopolitik dan Buku Putih
Pertahanan Indonesia (BPPI). Pada tingkat internasional, BPPI berperan untuk
meningkatkan transparansi dan membangun saling percaya (Confidence Building
Measures/CBMs) antar negara. Pada tingkat nasional, BPPI berperan sebagai
panduan penyelenggaraan pertahanan dan pembangunan kapabilitas pertahanan
negara. Dalam perkembangannya, BPPI 1995-2015 nampak tidak sepenuhnya
mencerminkan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan. Tesis ini
mempertanyakan mengapa geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan tidak
tercermin dalam BPPI. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam tesis ini
adalah pendekatan geopolitik dan teori pembuatan kebijakan pertahanan.
Pendekatan geopolitik digunakan untuk menganalisis ketidaksesuaian aspek-
aspek geopolitik Indonesa sebagai negara kepulauan dalam BPPI. Teori
pembuatan kebijakan pertahanan digunakan untuk mengidentifikasi aktor yang
terlibat dan proses pembuatan BPPI. Tesis ini merupakan penelitian kualitatif
dengan menggunakan studi kasus. BPPI 1995-2015 merupakan data primer yang
akan dianalisis, dan didukung dengan hasil wawancara. Hasil dari penelitian ini
adalah geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan tidak tercermin dalam BPPI
disebabkan karena pengaruh aktor dan kondisi politik domestik pada proses
perumusannya. Cara pandang Menteri Pertahanan sebagai aktor utama dalam
proses pembuatan BPPI menentukan tercermin atau tidaknya geopolitik
Indonesia. Selain itu, kondisi politik domestik yang membuka peluang dominasi
aktor militer, terutama AD, dalam pembuatan kebijakan pertahanan menyebabkan
geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi terabaikan.

Kata-kata Kunci: Buku Putih Pertahanan Indonesia; Geopolitik Indonesia;


Kebijakan Pertahanan Indonesia

xvi Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


ABSTRACT

Name : Yovia Rizky Arvianissa


Study Program : International Relations
Title : Actor and Process of Defense Policy Making: Case Study
Indonesia’s Defense White Paper, 1995-2015

This thesis aims to capture the relations between geopolitics and Indonesia’s
Defense White Paper (DWP). On international level, DWP plays an important
role in increasing transparency and confidence building measures (CBMs) among
states. Meanwhile on the national level, the DWP serves as a guideline for
developing state’s defense. However, Indonesia’s DWP between 1995-2015 have
not fully reflect Indonesian geopolitical interests as an archipelagic country. This
thesis questions why Indonesia’s DWP have not reflect Indonesian geopolitical
interests as an archipelagic country. This thesis employ a geopolitical approach
and the theory of the making of defense policy. Geopolitical approach is used in
this thesis to analyze Indonesia’s DWP. The theory of the making of defense
policy is utilised to identify actors involved in the process of DWP making.
Furthermore, this thesis is qualitative study by using case study. Indonesia’s
DWPs are the primary data that will be analyzed, supported by interview
participant in the development process. This study argues that the perspective of
main actors involved in the making of DWP determines whether or not
geopolitics of Indonesia as an archipelagic country is reflected by Indonesia’s
DWP. In addition, the political environment in which the DWPs have been
formulated is also considered in this thesis. As the political environment gives the
military, particularly Indonesian Army, opportunities to shape defense policy, it
undermines Indonesia’s geopolitical interests in Indonesia’s DWP.

Keywords: Indonesia Defense White Paper; The Geopolitics of Indonesia;


Indonesia Defense Policy

xvii Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
UCAPAN TERIMA KASIH....................................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.............................................................viii
ABSTRAK..............................................................................................................ix
ABSTRACT.............................................................................................................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiv
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................xv

1. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah……....................................................................................5
1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian..................................................................6
1.4 Tinjauan Pustaka ..............................................................................................6
1.5 Kerangka Pemikiran…...................................................................................10
1.5.1 Pembuatan Kebijakan Pertahanan…........................................................10
1.5.2 Geopolitik.................................................................................................13
1.6 Hipotesis.........................................................................................................16
1.7 Metode Penelitian..........................................................................................16
1.7.1 Pemilihan Kasus.......................................................................................18
1.7.2 Teknik Pengumpulan Data.......................................................................19
1.7.3 Analisis Data ............................................................................................19
1.8 Sistematika Penulisan…................................................................................20

2. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN GEOPOLITIK DALAM BUKU


PUTIH PERTAHANAN INDONESIA, 1995-2015...........................................21
2.1 Buku Putih Pertahanan Indonesia 1995.........................................................22
2.2 Buku Putih Pertahanan Indonesia 1997.........................................................28
2.3 Buku Putih Pertahanan Indonesia 2003.........................................................31
2.4 Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008.........................................................38
2.5 Buku Putih Pertahanan Indonesia 2014.........................................................42
2.6 Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015.........................................................47
2.7 Kesimpulan....................................................................................................51

3. AKTOR DAN PROSES PEMBUATAN BUKU PUTIH PERTAHANAN


INDONESIA, 1995-2015......................................................................................52
3.1 Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia, 1995-2015......................52
3.1.1 Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 1995 dan 1997..........53
3.1.2 Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 2003....…................57
3.1.3 Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008......………........59

xviii Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


3.1.4 Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 2014......………........61
3.1.5 Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015... ......................63
3.2 Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia, 1995-2015.................65
3.2.1 Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 1995 dan 1997.....66
3.2.2 Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 2003.....................83
3.2.3 Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008.....................92
3.2.4 Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 2014 ....................99
3.2.5 Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015...................104
3.3 Kesimpulan..................................................................................................109

4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.....................................................110


4.1 Kesimpulan..................................................................................................110
4.2 Rekomendasi................................................................................................117
4.2.1 Rekomendasi Kebijakan........................................................................117
4.2.2 Rekomendasi Untuk Penelitian Selanjutnya..........................................118

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................119
DAFTAR WAWANCARA................................................................................130

xix Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Operasionalisasi Teori dan Konsep...................................................15


Gambar 1.2 Model Analisis...................................................................................16
Gambar 3.1 Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia........................................69
Gambar 3.2 Area-area Sensitif dalam BPPI 1995 dan 1997..................................76
Gambar 3.3 Peta Alur Laut Kepulauan dan Alur Laut Kepulauan Cabang
Indonesia................................................................................................................86

xx Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Aktor dan Proses Pembuatan Kebijakan Pertahanan dalam Buku
Putih Pertahanan, 1995-2015...............................................................................114

xxi Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


DAFTAR SINGKATAN

ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia


AD : Angkatan Darat
ADMM : ASEAN Defense Ministerial Meeting
AL : Angkatan Laut
AL : Angkatan Laut
ALKC : Alur Laut Kepulauan Cabang
ALKI : Alur Laut Kepulauan Indonesia
AMN : Akademi Militer Nasional
APSC : ASEAN Political Security Community
ARF : ASEAN Regional Forum
AS : Amerika Serikat
Asops Kasum : Asisten Operasi Kepala Staf Umum
AU : Angkatan Udara
AU : Angkatan Udara
Bakorkamla : Badan Koordinasi Keamanan Laut
Bappenas : Badan Perencanaan Pembangunan Sosial
BNPB : Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPPI : Buku Putih Pertahanan Indonesia
Dephan : Departemen Pertahanan
Dephankam : Departemen Pertahanan dan Keamanan
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
GBHN : Garis-garis Besar Haluan Negara
GNB : Gerakan Non-Blok
HAM : Hak Asasi Manusia
ICMI : Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia
IMB : International Maritime Bureau
IMO : International Maritime Organization
IPSC : Indonesia Peace and Security Center
Iptek : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
xxii Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


Kapolri : Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Kemhan : Kementerian Pertahanan
Keppres : Keputusan Presiden
Koarmada : Komando Armada
Kodam : Komando Daerah Militer
Kogabwilhan : Komando Gabungan Wilayah Pertahanan
Kohanla RI : Komando Pertahanan Laut Republik Indonesia
Koops : Komando Operasi
Kostrad : Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
KSAD : Kepala Staf Angkatan Darat
KSAL : Kepala Staf Angkatan Laut
KSAU : Kepala Staf Angkatan Udara
Lemhanas : Lembaga Ketahanan Nasional
Linmas : Perlindungan Masyarakat
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
LTS : Laut Tiongkok Selatan
LTT : Laut Tiongkok Timur
Mako : Markas Komando
MBT : Main Battle Tank
Menhan : Menteri Pertahanan
Menhankam : Menteri Pertahanan dan Keamanan
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
OKI : Organisasi Konferensi Islam
OMP : Operasi Militer Perang
OMSP : Operasi Militer Selain Perang
Pangab : Panglima ABRI
Pangdam : Panglima Kodam
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
PKI : Partai Komunis Indonesia
PMD : Poros Maritim Dunia
Polri : Kepolisian Republik Indonesia
Ratih : Rakyat Terlatih
xxiii Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


Renstra : Rencana Sasaran Strategis
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJPN : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
RSK : Reformasi Sektor Keamanan
SARA : Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan
Satrudal : Satuan Rudal
SDA : Sumber Daya Alam
SDB : Sumber Daya Buatan
SDM : Sumber Daya Manusia
Sesko-AD : Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat
Sesko-AL : Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut
Sesko-TNI : Sekolah Staf dan Komando Tentara Nasional Indonesia
Sishankamrata : Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta
Sishanta : Sistem Pertahanan Semesta
SLOC : Sea Lane of Communications
SLOR : State Law and Order Restoration
SLOT : Sea Lane of Transportation
TNI : Tentara Nasional Indonesia
UNCLOS : The United Nations Convention of the Law of the Sea
UU : Undang-Undang
Wa KSAD : Wakil Kepala Staf Angkatan Darat
Wanhanas : Dewan Pertahanan Nasional
Wanhankamnas : Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional
Wantanas : Dewan Ketahanan Nasional
ZEE : Zona Ekonomi Eksklusi

i Universitas Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penerbitan Buku Putih Pertahanan telah menjadi praktik umum yang dilakukan
oleh negara-negara dalam sistem internasional. Buku Putih Pertahanan memiliki
dua fungsi utama, yaitu: 1) sebagai panduan pembangunan kapabilitas militer dan
penyelenggaraan pertahanan negara, 2) meningkatkan rasa saling percaya, atau
Confidence Building Measures (CBM) dan transparansi pada tingkat
internasional.1 Transparansi dalam Buku Putih Pertahanan mencakup informasi
mengenai kapabilitas dan tujuan keamanan negara, sehingga negara lain dapat
meninjau kesesuaiannya.2 Buku Putih Pertahanan idealnya dapat menjelaskan
tujuan keamanan nasional, strategi pertahanan, tujuan pertahanan, dan ambisi
pertahanan negara. 3 Untuk itu, konten yang terdapat dalam Buku Putih Pertahanan
harus seimbang, konsisten, dan saling mendukung satu sama lain.
Buku Putih Pertahanan merupakan pernyataan kebijakan pertahanan yang
memberikan informasi mengenai visi pemerintah dalam sektor pertahanan. Buku
Putih Pertahanan bertujuan untuk merefleksikan peran kekuatan pertahanan dalam
mencapai tujuan nasional suatu negara. Selain itu, Buku Putih Pertahanan juga
merupakan media dialog pemerintah untuk mendapatkan dukungan publik dan
parlemen.4 Kebijakan dalam Buku Putih Pertahanan mencakup analisis
lingkungan strategis negara, peninjauan faktor-faktor ancaman, prioritas sektor
pertahanan, aloakasi sumber daya nasional dan penjelasan mengenai implementasi
kebijakan pertahanan untuk mengatasi tantangan keamanan yang dihadapi. 5
Di Indonesia, penyusunan Buku Putih Pertahanan sudah diatur oleh
Undang-Undang (UU) semenjak tahun 2002. Pasal 16 UU No. 3 Tahun 2002

1
Fruhling, Stephan (2014) “Australian Defence Policy and the Concept of Self Reliance,”
Australian Journal of International Affairs 68, no. 5: 532.
2
Ibid.
3
Tagarev, Todor (2006) “The Art of Shaping Defense Policy: Scope, Components, Relationships
(But No Algorithms),” The Quarterly Journal, Spring-Summer: 20-24.
4
US Department of State, “Diplomacy in Action: OAS Guidelines on Defense White Paper,”
https://www.state.gov/p/wha/rls/70119.htm diakses 3 April 2017.
5
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


2

tentang Pertahanan Negara memandatkan Menteri Pertahanan untuk menyusun


Buku Putih Pertahanan. 6 Selain itu, Menteri Pertahanan juga bertugas untuk
menetapkan kebijakan kerjasama bilateral, regional dan internasional di
bidangnya. Pasal tersebut juga menyebutkan penetapan kebijakan pertahanan
menteri didasari pada kebijakan umum yang ditetapkan Presiden. Semenjak
diberlakukannya UU tersebut, Kementerian Pertahanan telah menerbitkan empat
Buku Putih Pertahanan, yaitu pada tahun 2003, 2008, 2014 dan 2015.
Pembentukan UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dilatarbelakangi
oleh proses Reformasi Sektor Keamanan (RSK) pasca runtuhnya rezim Orde
Baru.7 RSK merupakan sebuah upaya pembangunan institusi keamanan yang
efektif, efisien, terjangkau dan akuntabel. 8
Sebelum ditetapkannya UU No.3 tahun 2002, Indonesia telah menerbitkan
dua dokumen setingkat Buku Putih Pertahanan pada tahun 1995 dan 1997.
Dokumen tersebut dinamakan sebagai the Policy of the State Defence and
Security of the Republic of Indonesia. Meskipun tidak dinyatakan sebagai Buku
Putih Pertahanan Indonesia (BPPI), akan tetapi kedua dokumen tersebut memiliki
fungsi yang sama dengan Buku Putih Pertahanan. Leonard C. Sebastian
mengkritik kedua dokumen tersebut cenderung lebih berisi penjelasan-penjelasan
filosofis.9 Hal ini dikarenakan tidak ada panduan praktis mengenai kekuatan
pertahanan dan struktur kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk
menghadapi tantangan keamanan yang dihadapi Indonesia. 10
BPPI juga masih memiliki beberapa permasalahan. Pertama, BPPI
menunjukan ketidaksesuaian antara posisi geopolitik Indonesia sebagai negara
kepulauan dengan sistem pertahanan yang dicetuskan. Kekuatan pertahanan
Indonesia yang dicetuskan dalam BPPI 1995 dan 1997 memiliki orientasi

6
Undang-Undang Republik Indonesia (UURI), Nomor 3 Tahun 2002, “Pertahanan Negara,”
7
Alexandra, Lina A. (2008) “Telaah Regulasi TNI: Beberapa Agenda Tersisa,” dalam Dwi
Ardhanariswari dan Yandry K. Kasim (editor) Sistem Keamanan Nasional Indonesia: Aktor,
Regulasi, dan Mekanisme Koordinasi, Jakarta: Pacivis: 10.
8
United Nations, “Security Sector Reforms,”
http://www.un.org/en/peacekeeping/issues/security.shtml diakses pada 31 Januari 2017
9
Sebastian, Leonard C. (2006) Realpolitik Ideology: Indonesia’s Use of Military Force,
Singapura: ISEAS Publications: 225.
10
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


3

pertahanan darat dan pertahanan pulau besar. Kekuatan pertahanan tersebut


merupakan ciri khas negara kontinental. Padahal Indonesia merupakan negara
dengan karakteristik geografis kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya
merupakan wilayah laut. 11 Sementara itu, BPPI tahun 2003 nampak lebih
menekankan kepada penjelasan mengenai RSK di Indonesia dan implikasinya
terhadap pemisahan tugas TNI dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Lebih
lanjut, upaya pertahanan yang dicetuskan dalam BPPI 2008 lebih menitikberatkan
kepada upaya untuk mengatasi ancaman-ancaman internal.
BPPI 2014 merupakan BPPI yang paling mencerminkan geopolitik
Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal tersebut nampak dari pembangunan
pertahanan yang sudah mulai terfokus kepada pembangaunan wilayah laut dan
udara. Meskipun begitu, strategi perang gerilya modern dicetuskan pada BPPI
2014. Sistem pertahanan dengan karakter teritorial dan strategi perang gerilya
tidak sesuai untuk diterapkan di Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
Robert Lowry menyatakan strategi perang gerilya tidak cocok untuk diterapkan
oleh Indonesia dengan karakter negara kepulauan. 12 Indonesia memiliki pulau-
pulau yang memiliki nilai strategis namun tidak dapat dipertahankan dengan
strategi perang gerilya, seperti pulau Natuna dan Tarakan. 13
BPPI juga menjelaskan sistem pertahanan yang dikembangkan oleh
Indonesia, yaitu Sistem pertahanan semesta (Sishanta). Namun, Edy Prasetyono
menjelaskan sistem pertahanan semesta terbentuk oleh pengalaman perang
kemerdekaan Indonesia menggunakan strategi perang gerilya yang merupakan
strategi pertahanan pulau besar atau kontinental.14 Selain itu, posisi strategis
Indonesia juga melahirkan tantangan-tantangan terhadap kedaulatan yang perlu
diatasi dengan sistem pertahanan yang kredibel.15 Wilayah-wilayah yang
berhimpitan dengan choke points dan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)

11
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003) Mempertahankan Tanah Air Memasuki
Abad 21, Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia: 42.
12
Lowry, Robert, (1996) The Armed Forces of Indonesia, St. Leonards: Allen & Unwin Pty Ltd:
29.
13
Ibid.
14
Prasetyono, Edy (2005) “Reinterpretasi Sistem Pertahanan Nasional Indonesia,” dalam Bantarto
Bandoro (editor) Perspektif Baru Keamanan Nasional, Jakarta: CSIS: 81.
15
Ibid., 83.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


4

sangat berpotensi terjadi benturan antara freedom of navigation dan isu


kedaulatan.16 Jalur-jalur laut Indonesia yang terbuka sangat rawan untuk
dieksploitasi oleh aktor-aktor kejahatan transnasional.
Penerapan strategi pertahanan dengan karakter negara teritorial dalam BPPI
mencerminkan adanya pengaruh budaya strategis yang lebih besar daripada
pertimbangan geopolitik. Kusnanto Anggoro menyatakan bahwa strategi
pertahanan Indonesia dipengaruhi oleh budaya strategis sebagai negara kekuatan
darat dengan strategi defensif (defensive land power).17 Budaya strategis tersebut
merupakan ciri khas dari negara-negara kontinental, seperti negara-negara di
Eropa. Budaya strategis merupakan serangkaian perilaku, kepercayaan dan
prosedur yang dikonstruksikan oleh aktor-aktor dalam sebuah institusi melalui
interpretasi terhadap apa yang mereka amati. 18 Budaya strategis dapat
mempengaruhi perilaku strategis negara dalam mengahadapi ancaman serta
penggunaan kekuatan militer untuk mencapai tujuan politik. 19 Sementara,
geopolitik merupakan pemilihan politik atau kepentingan nasional suatu negara
dengan pertimbangan posisi geografisnya di permukaan bumi. 20 Kondisi geografis
berperan dalam membentuk kebijakan pertahanan dan menentukan solusi untuk
permasalahan-permasalahan srategis yang dihadapi negara. 21
Lebih lanjut, BPPI juga nampak memiliki penyederhanaan dalam menyikapi
geopolitik Indonesia. Salah satu contohnya adalah, BPPI 2015 telah menyebutkan
tujuan Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia (PMD). Hal tersebut
menunjukan adanya perhatian pemerintah terhadap posisi geografis dan
karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan. Akan tetapi, dokumen tersebut
menyatakan “untuk mewujudkan PMD kekuatan pertahanan akan digunakan

16
Ibid., 84.
17
Anggoro, Kusnanto (2005), “Geopolitik, Pengendalian Ruang Laga dan Strategi Pertahanan
Nasional,” dalam Bantarto Bandoro (editor) Perspektif Baru Keamanan Nasional, Jakarta: CSIS:
71-74.
18
Gray, Colin S. (2006) “Strategic Culture as Contect: The First Generation of Theory Strikes
Back,” dalam Colin S. Gray (editor) Strategy and History: Essays on Theory and Practice, Oxon:
Routledge: 152.
19
Ibid., 151
20
Gottmann, Jean (1964) “Geography and International Relations,” dalam W.A. Douglas Jackson
(editor) Politics and Geographic Relationships, New Jersey: Prentice Hall: 20.
21
Gray, loc. cit., 138.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


5

untuk mendukung pertahanan maritim dengan memanfaatkan teknologi satelit dan


sistem drone.”22 Pertahanan maritim tidak dapat diwujudkan hanya dengan
memanfaatkan teknologi satelit dan sistem drone.23 Merujuk pendapat Alfred
Thayer Mahan, pertahanan maritim dapat diwujudkan dengan pengolahan sumber
daya yang difokuskan kepada pembangunan maritim.24 Pembangunan kekuatan
laut juga harus dapat digunakan untuk mempertahankan kedaulatan serta
melindungi jalur-jalur perdagangan. 25 Permasalahan tersebut menyebabkan
adanya ketidaksesuaian BPPI dalam memberikan informasi yang konsisten
mengenai permasalahan strategis yang dihadapi Indonesia dan bagaimana
kekuatan pertahanan dibangun untuk mengatasinya. Ketidaksesuaian ini menarik
diteliti untuk mengetahui mengapa geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan
nampak kurang tercermin dalam BPPI.

1.2 Rumusan Masalah


Selama ini budaya strategis Indonesia nampak lebih berperan dalam proses
perumusan BPPI. Maka dari itu, penelitian ini mempertanyakan:
Mengapa pertimbangan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan
tidak tercermin dalam BPPI, 1995-2015?
Periodesasi penelitian dibatasi pada kurun waktu 1995 hingga 2015. Tahun
1995 merupakan pertama kalinya Indonesia mengeluarkan dokumen setingkat
buku putih pertahanan. BPPI terbaru diterbitkan Kementerian Pertahanan
Indonesia pada tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang
memilih BPPI sebagai kasus yang akan diteliti. Pemilihan tersebut didasarkan
kepada pertimbangan bahwa BPPI memiliki perbedaan dengan Buku Putih
Pertahanan yang diterbitkan oleh negara-negara lain. Perbedaan tersebut adalah
BPPI kurang mencerminkan pertimbangan geopolitik Indonesia sebagai negara
kepulauan. Sementara, negara-negara lain nampak mencerminkan pertimbangan
geopolitik dalam penerbitan Buku Putih Pertahanannya.
22
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2015) Buku Putih Pertahanan Indonesia, 2015,
Jakarta: Kementerian Pertahanan Indonesia: 35.
23
Aliabbas, Anton (15 Juni 2016) “What the Defense White Paper is Lacking,” The Jakarta Post,
http://www.thejakartapost.com/news/2016/06/15/what-defense-white-paper-lacking.html diakses
31 Januari 2017
24
Sumida, Jon (1999) “Alfred Thayer Mahan, Geopolitician,” dalam Geoffrey Sloan dan Colin S.
Gray (editor) Geopolitics: Geography and Strategy, London: Frank Cass Publisher: 47.
25
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


6

1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah: pertama, memahami hubungan antara geopolitik
dan BPPI; kedua, memahami peran pembuat kebijakan dalam menggunakan
geopolitik untuk merumuskan BPPI.
Signifikansi penelitian ini adalah: pertama, penelitian ini dapat
berkontribusi terhadap konsep geopolitik dan Buku Putih Pertahanan dalam Ilmu
Hubungan Internasional; kedua, penelitian ini dapat berkontribusi terhadap
pertimbangan geopolitik dalam Buku Putih Pertahanan negara lain; ketiga,
penelitian ini dapat berkontribusi untuk memperbaiki BPPI.

1.4 Tinjauan Pustaka


Kajian mengenai hubungan geopolitik dan BPPI, belum tereksplorasi. Kajian-
kajian mengenai geopolitik Indonesia pada umumnya menitikberatkan kepada
hubungannya dengan strategi pertahanan dan proyeksi kekuatan pertahanan
Indonesia. Kajian-kajian sebelumnya juga dilakukan dalam konteks membuat
rekomendasi kebijakan terhadap pemerintah. Kajian mengenai geopolitik dan
strategi pertahanan menjadi diskursus saat kelompok masyarakat sipil mencoba
membuat usul perumusan sistem keamanan nasional.26
Terdapat beberapa studi yang mengkaji mengenai kepentingan geopolitik
Indonesia. Geopolitik Indonesia dikenal sebagai Wawasan Nusantara atau prinsip
negara kepulauan. Beberapa penulis telah mendeskripsikan Wawasan Nusantara
dalam rangka menyebarluaskan prinsip tersebut kepada masyarakat. Wawasan
Nusantara dinyatakan sebagai doktrin bahwa Indonesia berada dalam satu
kesatuan wilayah yang utuh, yang terdiri dari wilayah daratan, wilayah laut

26
Mengenai kajian yang membahas hubungan geopolitik dan strategi pertahanan, lihat:
Widjajanto, Andi (editor) (2004) Reformasi Sektor Keamanan Indonesia, Jakarta: ProPatria;
Anggoro, Kusnanto dan Anak Agung Banyu Perwita (editor) (2006) Rekam Jejak Proses ‘SSR’
Indonesia 2000-2005, Jakarta: ProPatria; Prihatono, T. Hari dan Anak Agung Banyu Perwita
(2006) Mencari Format Komprehensif Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara, Jakarta:
ProPatria; Prihatono, T. Hari, Jessica Evangeline dan Iis Gindarsah (2007) Keamanan Nasional:
Kebutuhan Membangun Perspektif Integratif Versus Pembiaran Politik dan Kebijakan, Jakarta:
ProPatria; Ardhanariswari, Dwi dan Yandry K. Kasim (editor) (2008) Sistem Keamanan Nasional
Indonesia: Aktor, Regulasi, dan Mekanisme Koordinasi, Jakarta: PACIVIS.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


7

teritorial dan perairan pedalaman beserta ruang udara di atasnya. 27 Beberapa


penulis juga melakukan peninjauan geopolitik Wawasan Nusantara dari sudut
pandang hukum. Kajian-kajian tersebut secara garis besar menjelaskan mengenai
landasan hukum dan perkembangan produk hukum, baik nasional maupun
internasional, yang mengatur tentang prinsip negara kepulauan. 28 Kajian tentang
geopolitik Wawasan Nusantara yang mengambil sudut pandang lain dilakukan
oleh Dino Patti Djalal pada tahun 1996. Djalal meyajikan perbandingan
perkembangan prinsip geopolitik Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno
dan Soeharto. Kajian tersebut berargumen Wawasan Nusantara mulai mengalami
perkembangan signifikan pada masa pemerintahan Soeharto. Hal tersebut
disebabkan karena adanya kebutuhan simbolisasi kesatuan nasional, keinginan
untuk kontrol terhadap maritim dan pergerakan Angkatan Laut, serta ambisi
sumber daya alam.29
Beberapa penulis menggunakan geopolitik untuk menganalisis pengaruh
lingkungan strategis dan perkembangan geopolitik global terhadap keamanan
nasional Indonesia. Indria Samego30 dan Ikrar Nusa Bhakti31 menyatakan
pentingnya pendekatan geopolitik dalam menganalisis perkembangan lingkungan
strategis regional dan global. Analisis tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi
potensi-potensi ancaman dan tantangan keamanan yang dihadapi oleh Indonesia.
Andi Widjajanto menyatakan pentingnya identifikasi potensi ancaman dan
tantangan keamanan untuk membangun kekuatan penangkal dan pertahanan untuk
menghadapi ancaman tersebut. 32

27
Nitikoesoema, Chaerudin (1982) “Bunga Rampai Wawasan Nusantara I” Jakarta: Lembaga
Ketahanan Nasional, 15. Lihat juga Basrie, Chaidir (1995) Wawasan Nusantara Wawasan
Nasional Indonesia, Banten: Lembaga Ilmu Humaniora Institut Tekologi Indonesia.
28
Pandoyo, Toto (1985) Wawasan Nusantara: Dan Implementasinya Dalam UUD 1945 Serta
Pembangunan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta; Sumardiman, Adi, et.al., (1982) Wawasan
Nusantara, Jakarta: PT Djaya Pirusa.
29
Djalal, Dino Patti (1996) The Geopolitics of Indonesia’s Maritime Territorial Policy, Jakarta:
Centre for Strategic and International Studies: 136.
30
Samego, Indria (2006) “Perkembangan Lingkungan Strategis dan Potensi Ancaman Terhadap
Pertahanan Negara,” dalam T. Hari Prihatono dan Anak Agung Banyu Perwita (editor) Mencari
Format Komprehensif Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara, Jakarta: Propatria Institute: 43-
49.
31
Bhakti, Ikrar Nusa (2004) “Geopolitik, Lingkungan Strategis Asia Pasifik, dan Arah Kebijakan
Pertahanan Indonesia di Masa Mendatang,” dalam Sri Yanuarti (editor) Kaji Ulang Pertahanan
Nasional: Perspektif Politik. Jakarta: Pusat Penelitian Politik – LIPI: 15.
32
Widjajanto, Andi (2004) (editor) Reformasi Sektor Keamanan Indonesia, Jakarta: ProPatria:
101.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


8

Selain perkembangan lingkungan strategis, beberapa penulis juga


menekankan pentingnya kesadaran akan posisi geopolitik Indonesia. Posisi
geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan dan karakter masyarakatnya
melahirkan tantangan tersendiri bagi Indonesia. T. Hari Prihatono, et. al.
menjelaskan pentingnya analisi terhadap karakter Indonesia sebagai sebuah
negara.33 Keempat karakteristik tersebut:34 1) Indonesia sebagai negara
berkembang; 2) Indonesia sebagai multination state; 3) Indonesia sebagai negara
maritim; dan 4) Indonesia sebagai negara rawan bencana. Kajian-kajian terdahulu
mengenai geopolitik Indonesia memberikan pemahaman mengenai pentingnya
kesadaran geopolitik dalam menganalisis perkembangan lingkungan strategis dan
membangun strategi pertahanan yang kompatibel untuk Indonesia. Meskipun
sudah terdapat kesadaran dari beberapa pihak mengenai pentingnya pertimbangan
geopolitik, belum ada penelitian yang secara khusus mempertanyakan mengapa
geopolitik tidak digunakan dalam BPPI.
Kajian akademik mengenai BPPI juga belum pernah dilakukan sebelumnya.
Pada umumnya tulisan-tulisan lain hanya memberikan sekilas ulasan ataupun
komentar terhadap BPPI. Meskipun begitu, terdapat kajian yang sudah menyadari
pentingnya pertimbangan geopolitik dalam BPPI. Seperti Kusnanto Anggoro yang
mengkritik kesadaran geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan tidak
diturunkan kepada geostrategi yang utuh dalam BPPI 2003.35 Kritik yang
diberikan oleh Kusnanto Anggoro sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh beberapa pihak di negara lain yang mengkaji pengaruh geopolitik terhadap
kebijakan pertahanan.
Beberapa penulis di negara lain mengkaji mengenai penggunaan geopolitik
oleh aktor pengambil kebijakan dalam proses perumusan kebijakan pertahanan.
Steve Chrisnall. secara khusus memotret tumpang tindih kepentingan antara
aktor-aktor yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan pertahanan Inggris

33
Prihatono, T. Hari, Jessica Evangeline dan Iis Gindarsah (2007) Keamanan Nasional:
Kebutuhan Membangun Perspektif Integratif Versus Pembiaran Politik dan Kebijakan, Jakarta:
ProPatria: 49.
34
Ibid.
35
Anggoro, loc. cit., 79.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


9

(1998).36 Hasilnya, kebijakan pertahanan Inggris (1998) dinilai gagal memberikan


dampak strategis dan tidak efektif dalam menyampaikan kapabilitas militer
Inggris. Timothy Edmunds menelaah hubungan geopolitik, proses perumusan
kebijakan dan kebijakan pertahanan yang dihasilkan. 37 Akan tetapi, Edmunds
lebih menekankan kepada hubungan geopolitik global dalam kebijakan
pertahanan Inggris. Edmunds kemudian menggambarkan kompleksitas hubungan
antara aktor militer, kementerian dan sipil mempengaruhi gagalnya kebijakan
pertahanan untuk menjelaskan respon Inggris terhadap perkembangan lingkungan
strategis.
Beberapa penulis juga hanya melihat bagaimana pertimbangan geopolitik
digunakan dalam kebijakan pertahanan negara lain. Andrea Gilli, et. al.
melakukan peninjauan hubungan geopolitik dan aktor yang terlibat dalam proses
perumusan Buku Putih Pertahanan Italia (2015).38 Kajian serupa juga dilakukan
Edmundo Sussumu Fujita atas penerbitan kebijakan pertahanan Brazil (1996).39
Fujita menggambarkan secara detil hubungan kepentingan geopolitik global,
regional dan nasional dalam kebijakan pertahanan Brazil.
Berdasarkan kajian literatur yang telah dilakukan, terdapat kesenjangan
literatur dalam mengkaji hubungan antara geopolitik dan BPPI. Kusnanto
Anggoro pada tahun 2005 telah menyampaikan pentingnya pertimbangan
geopolitik dalam BPPI. Akan tetapi, Kusnanto Anggoro hanya mengkritik BPPI
2003 secara singkat. Padahal, penelitian yang mengaitkan geopolitik dengan BPPI
adalah praktik umum yang telah dilakukan di negara lain. Dengan demikian tesis
ini berusaha untuk mengisi kesenjangan literatur tersebut dengan membahas
hubungan geopolitik dan kebijakan pertahanan. Posisi penelitian ini adalah
menganalisis hubungan geopolitik terhadap seluruh BPPI, yaitu tahun 1995, 1997,
2003, 2008, 2014 dan 2015.

36
Chrisnall, Steve (2010) “Why Defence Reviews Do Not Deliver,” The Political Quarterly 81,
no. 3: 420
37
Edmunds, Timothy (2010) “The Defence Dilemma in Britain,” International Affairs 86, no.2:
377.
38
Gilli, Andrea, Alessandro R Ungaro dan Alessandro Marrone (2015) “The Italian White Paper
for International Security and Defence,” The RUSI Journal 160, no. 6: 34-41.
39
Fujita, Edmundo Sussumu (1998) “The Brazilian Policy of Sustainable Defence,” International
Affairs 74, no. 3: 577-585.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


10

1.5 Kerangka Pemikiran


Bagian ini menjelaskan teori dan konsep yang digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian mengapa geopolitik tidak tercermin dalam BPPI. Bagian ini
dibagi ke dalam dua sub bagian yang menjelaskan mengenai teori pembuatan
kebijakan pertahanan dan pendekatan geopolitik. Penggunaan dua teori ini
didasarkan oleh beberapa pertimbangan. Pertama, penelitian ini bertujuan untuk
memahami mengapa geopolitik tidak digunakan dalam membuat BPPI.
Penggunaan geopolitik dalam kebijakan pertahanan merupakan pilihan politik dari
pembuat kebijakan. 40 Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teori
pembuatan kebijakan pertahanan untuk mengidentifikasi aktor-aktor dan proses
dalam membuat kebijakan pertahanan. Kedua, penelitian ini menggunakan
pendekatan dan asumsi-asumsi geopolitik yang penting untuk dipertimbangkan
dalam kebijakan pertahanan.

1.5.1 Pembuatan Kebijakan Pertahanan


Teori pembuatan kebijakan pertahanan digunakan untuk mengidentifikasi aktor
dan proses dalam membuat Buku Putih Pertahanan. David Chuter menyatakan
bahwa terdapat dua pendekatan dalam pembuatan kebijakan pertahanan, yaitu top-
down dan bottom-up.41 Pendekatan top-down merupakan model birokrasi hirarkis,
yaitu kekuasaan tertinggi berada pada aktor tertinggi dalam hirarki. Proses
pembuatan kebijakan pertahanan cenderung eksklusif dan tidak didiskusikan
dengan aktor-aktor lain sebelum disetujui oleh aktor-aktor tertinggi. Sementara
pendekatan bottom-up, yaitu model pembuatan kebijakan pertahanan yang kurang
hirarkis dengan pembangunan konsensus pada level yang lebih rendah dalam
membuat kebijakan pertahanan. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan
bottom-up, karena pendekatan top-down tidak cocok digunakan dalam
mengidentifikasi aktor dan proses pembuatan kebijakan pertahanan di Indonesia.
Menurut David Chuter, pendekatan bottom-up cenderung diterapkan oleh negara-

40
Sloan, Geoffrey dan Colin S. Gray (1999) “Why Geopolitics?” dalam Colin S. Gray dan
Geoffrey Sloan (editor) Geopolitics: Geography and Strategy, London: Frank Cass Publishers: 2.
41
Chuter, David (2011) Governing and Managing the Defence Sector, Pretoria/Tshwane: Institute
for Security Studies: 86-90.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


11

negara di Asia, sementara pendekatan top-down diterapkan oleh negara-negara di


Eropa yang pernah memiliki warisan Hukum Napoleon dan Roma.
Pendekatan bottom-up dalam pembuatan kebijakan pertahanan memiliki
empat karakteristik utama. Merujuk kepada David Chuter, keempat karakteristik
tersebut adalah pertama, adanya ketidakjelasan dalam batas-batas administratif
pembuat kebijakan dan bersifat inklusif dalam membahas sebuah isu. Kedua, isu-
isu yang dibahas dalam proses pembuatan kebijakan berasal dari pegawai-
pegawai tetap di Kementerian Pertahanan (Kemham). Ketiga, inisiasi muncul dari
urutan terbawah menuju ke urutan teratas dalam Kemhan. Keempat, terdapat
nilai-nilai konsensus dalam membuat kebijakan.
David Chuter kemudian menjelaskan proses pembuatan kebijakan
pertahanan pada model bottom-up. Proses awal pembuatan kebijakan pertahanan
dimulai dari pembangunan konsensus informal oleh aktor-aktor yang berada pada
posisi hirarki lebih rendah. 42 David Chuter menyebut aktor-aktor tersebut sebagai
komunitas kebijakan, yaitu setiap aktor yang memiliki pengetahuan dalam
permasalahan pertahanan dan berkepentingan untuk menyelesaikannya. 43 Apabila
proses pembuatan kebijakan pertahanan tidak melibatkan komunitas kebijakan,
maka produk yang dihasilkan dinyatakan akan menjadi tidak logis. David Chuter
menyatakan komunitas kebijakan memiliki sifat yang heterogen, sehingga dalam
proses pembuatan kebijakan pertahanan terdapat tumpang tindih kepentingan
antar aktor yang terlibat. Pegawai-pegawai tetap di Kemhan berfungsi untuk
memilah-milah permasalahan, membangun konsensus informal dan mengajukan
ide-ide kepada Menteri Pertahanan (Menhan). Dalam prosesnya, latar belakang
para pegawai mempengaruhi pola pikir mereka dalam memandang sebuah isu.
Pegawai-pegawai di Kemhan memiliki latar belakang militer dan sipil. Pegawai-
pegawai dengan latar belakang militer cenderung lebih memihak kepada saran-
saran yang diberikan oleh institusi militer.
Selain pegawai di Kemhan, institusi militer juga memiliki peran dalam
pembuatan kebijakan pertahanan. David Chuter menyatakan institusi militer
berperan sebagai pemberi saran terkait hal-hal yang berhubungan dengan
kemiliteran. Institusi militer juga terbagi ke dalam tiga faksi, yaitu Angkatan Laut,

42
Ibid., 89.
43
Ibid., 74-79.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


12

Angkatan Darat dan Angkatan Udara. Dalam proses pembuatan kebijakan


pertahanan, terdapat perbedaan saran dan pandangan yang diberikan oleh setiap
faksi. Hal tersebut menyebabkan sulitnya memberikan saran kolektif dari institusi
militer dalam membuat kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan.
David Chuter menyatakan dalam model bottom-up, institusi militer
memiliki pengaruh yang lebih besar daripada model top-down. Aktor-aktor dari
institusi militer pada umumnya memberikan pengaruh melalui kolega-kolega
yang menjadi pegawai tetap di Kemhan. Selain Kemhan dan institusi militer,
masyarakat sipil yang dilibatkan dalam membuat kebijakan pertahanan juga
memiliki pandangan yang berbeda-beda. Masyarakat sipil yang dimaksud
merupakan para ahli dalam bidang pertahanan dan yang berkaitan, yang
diikutsertakan oleh pemerintah. 44 Akan tetapi, meskipun konsensus telah
dilakukan pada tingkat hirarki yang lebih rendah, aktor-aktor utama yang berada
pada hirarki lebih tinggi memiliki wewenang untuk melakukan intervensi
terhadap isu yang diangkat. Maka dari itu David Chuter menyatakan bahwa di
Asia, peran dari pembangunan konsensus di tingkat bawah nampak hanya menjadi
seremonial saja. 45 Interaksi dan tumpang tindih kepentingan antara aktor-aktor
yang terlibat dalam pembuatan BPPI menciptakan adanya bias dalam proses
pembuatan kebijakan pertahanan.
Berdasarkan penjelasan teori pembuatan kebijakan pertahanan di atas,
penelitian ini akan mengidentifikasi aktor-aktor yang terlibat dalam pembuatan
BPPI. Tiga aktor utama yang akan dianalisis adalah, pertama, Menhan sebagai
aktor yang berada posisi hirarki tertinggi di Kemhan, yang memiliki wewenang
intervensi pada proses pembangunan konsensus. Kedua, aktor militer di
Indonesia, dan terakhir, aktor non militer di Indonesia. Setelah mengidentifikasi
aktor, penelitian ini akan melihat kepada proses pembuatan BPPI. Model
pembuatan BPPI yang akan digunakan adalah bottom-up, yaitu pembangunan
konsensus mengenai geopolitik pada tiga aktor utama yang terlibat.

44
Ibid., 90.
45
Ibid., 89.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


13

1.5.2 Geopolitik
Geopolitik digunakan untuk menjawab pertanyaan dan melihat apa yang
dimaksud dengan geopolitik dalam kebijakan pertahanan. Terdapat berbagai
macam definisi mengenai pendekatan geopolitik dalam Studi Hubungan
Internasional. Geoffrey Sloan dan Colin S. Gray mendefenisikan esensi geopolitik
sebagai teori yang memperhatikan hubungan spasial atau pola geografis dan
sejarah dengan politik negara.46 Selanjutnya, tujuan dari pendekatan geopolitik
adalah untuk mendapatkan kekuasaan dari sumber daya alam dan manusia dalam
sebuah wilayah, serta menguasai konteks geografisnya. Posisi geografis negara
memberikan peluang bagi pembuat kebijakan untuk memanfaatkan sumber daya
yang ada di dalamnya. Peluang-peluang yang terdapat dalam sebuah wilayah
geografis akan mempengaruhi tujuan politik negara, sementara eksploitasi
terhadap peluang-peluang tersebut akan bergantung kepada formulasi strategi. 47
Dalam sistem internasional, pertimbangan geopolitik dapat mempengaruhi
perilaku negara dalam hubungannya dengan negara lain. Menurut Mackubin T.
Owens, geopolitik merupakan kajian politik dan relevansi strategis dari geografi
terhadap pengejaran kekuatan dalam sistem internasional.48 Geopolitik fokus
kepada kontrol terhadap, atau akses kepada, area-area spasial yang memiliki
dampak terhadap keamanan dan kesejahteraan sebuah negara. Perspektif
geopolitik dalam hubungan internasional memberikan perhatian pada aspek-aspek
spasial, yang kemudian membentuk cara pandang terhadap dunia serta langkah-
langkah strategis untuk meningkatkan kekuatan negara. 49 Geopolitik bersifat
dinamis karena menghubungkan faktor-faktor geografis, kekuatan negara yang
juga mencakup kekuatan ekonomi, dan perkembangan teknologi militer. Friedrich
Ratzel menyatakan bahwa politik internasional merupakan sebuah perjuangan
untuk mempertahankan keberlangsungan negara, sehingga negara harus
beradaptasi oleh kondisi lingkungannya. 50

46
Sloan dan Gray, op.cit.
47
Ibid.
48
Owens, Mackubin T., (2015) “In Defense of Classical Geopolitics,” Foreign Policy Research
Institute, Fall: 464.
49
Ibid., 468.
50
Ibid., 469.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


14

Terdapat faktor-faktor geopolitik yang dapat membentuk kebijakan


pertahanan negara. Pertama, posisi geografis negara yang berkorelasi dengan
potensi kekuatan negara. Sebuah negara didefinisikan dan dipengaruhi oleh
teritori yang ditempatinya dan bergantung kepada sumber daya yang ada di
dalamnya untuk membangun reputasinya dalam sistem internasional. 51 Geografi
fisik dan politik dapat memberikan peluang, tantangan dan kebahayaaan yang
menjadi referensi bagi negara dalam membuat kebijakan.52 Pertimbangan kondisi
geografis sebuah negara menjadi penting dalam membentuk kebijakan
pertahanan, karena karakter negara (negara kontinental atau maritim) dan kondisi
lingkungan eksternal akan menunjukan potensi-potensi keamanan yang dimiliki
oleh negara.53
Faktor geopolitik kedua yang dapat membentuk kebijakan pertahanan
negara adalah lingkungan eksternal. Negara-negara yang menggunakan
konfigurasi geografis dalam tujuan politiknya akan selalu memperhatikan
lingkungannya untuk mengantisipasi ancaman-ancaman eksternal terhadap
kedaulatannya.54 Lingkungan yang dimaksud merupakan seluruh fenomena yang
terjadi di luar lingkungan sebuah negara, yang kemudian akan berkaitan dengan
aktivitas dan status dari negara tersebut.55 Analisis lingkungan eksternal
mempengaruhi kebijakan negara dalam memposisikan diri dan menyikapi
perkembangan lingkungan strategis, yang baik secara langsung ataupun tidak
mempengaruhi kepentingan nasional suatu negara.
Faktor geopolitik ketiga yang mempengaruhi kebijakan pertahanan negara
adalah pilihan kekuatan pertahanan yang digunakan oleh negara. Posisi geografis
negara membawa peluang-peluang strategis dan juga tantangan yang dihadapinya.
Instrumen militer kemudian dikembangkan untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan strategis tersebut. Pengabaian atau kekeliruan negara dalam melihat

51
Gottmann, Jean (1964) “Geography and International Relations,” dalam W. A. Douglas Jackson,
(editor) Politics and Geographic Relationships, New Jersey: Prentice Hall: 20.
52
Gray, Colin S. (2006) “Geography and Grand Strategy,” dalam Colin S. Gray (editor) Strategy
and History: Essays on Theory and Practice, Oxon: Routledge: 144.
53
Ibid., 137.
54
Harold dan Margaret Sprout (1964) “Geography and International Politics in an Era of
Revolutionary Change,” dalam W.A. Douglas Jackson (editor) Politics and Geographic
Relationships, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.: 37.
55
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


15

kondisi geografisnya, akan menyebakan adanya kesalahpahaman dalam


memahami permasalahan strategis maupun peluang-peluang strategis yang
dimiliki oleh negara.56 Konsekuensinya, pembuat kebijakan akan mengalami
kegagalan dalam menentukan instrumen militer yang tepat untuk menyelesaikan
kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh kondisi geografis.
Berdasarkan uraian mengenai pemikiran geopolitik di atas, terdapat tiga
variabel-variabel geopolitik yang dapat digunakan dalam penelitian ini. Pertama,
posisi geografis negara yang berkorelasi dengan potensi kekuatannya. Kedua,
perkembangan lingkungan eksternal negara, baik pada tingkat regional maupun
global. Ketiga, pilihan kekuatan negara yaitu pembangunan postur pertahanan
sebagai pertahanan maritim atau kontinental.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini mengadaptasi dua kerangka
analisis, yaitu pembuatan kebijakan pertahanan dan analisis geopolitik. Teori
pembuatan kebijakan pertahanan dengan model bottom-up digunakan untuk
mengidentifikasi aktor-aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan pertahanan.
Selanjutnya, penelitian ini melihat bagaimana hubungan antara aktor-aktor yang
terlibat mempengaruhi penggunaan dan analisis geopolitik dalam BPPI. Untuk
memperjelas, operasionalisasi teori dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Analisis Geopolitik Kebijakan


Pertahanan yang
1. Korelasi geografis dan tidak sesuai
potensi kekuatan negara dengan
2. Lingkungan eksternal geopolitik dalam
negara Buku Putih
3. Pilihan kekuatan negara Pertahanan
(kontinental atau maritim)

Gambar 1.1 Operasionalisasi Teori dan Konsep

56
Ibid., 144.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


16

Model Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:

Analisis Geopolitik Indonesia


Kebijakan
1. Korealasi kondisi Pertahanan yang
geografis dengan potensi tidak sesuai dengan
kekuatan Indonesia geopolitik
2. Lingkungan eksternal Indonesia dalam
Indonesia Buku Putih
3. Pilihan kekuatan Pertahanan
pertahanan Indonesia Indonesia
(kontinental atau maritim)

Gambar 1.2 Model Analisis

1.6 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah Buku Putih Pertahanan Indonesia kurang
mencerminkan pertimbangan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan
sebagai sebagai akibat dari adanya bias di antara aktor-aktor yang terlibat dalam
proses pembuatan.

1.7 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Newman
menjelaskan penelitian kualitatif sebagai “observasi empiris dengan
menggumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data secara simultan.”57
Penelitian kualitatif bersifat sangat cair dan dapat berbolak-balik dalam setiap
tahapannya.58 David E. Gray juga menjelaskan penelitian kualitatif dapat
mengadopsi beragam landasan teori dan metode. 59 Metode yang dapat digunakan
dalam penelitian kualitatif mencakup wawancara dan analisis dokumen.

57
Neman, Lawrence (2014) Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches,
edisi ke-7, London: Pearson Education Limited: 20.
58
Ibid.
59
Gray, David E. (2009) Doing Research in the Real World, edisi ke-2, London: Sage Publication:
166.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


17

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena tiga alasan. Pertama,


penelitian kualitatif memungkinkan peneliti untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam terhadap detil dari kasus yang diteliti. 60 Kedua, mengingat adanya
keterbatasan dalam mengumpulkan data, penelitian kualitatif memungkinkan
peneliti untuk mengumpulkan data dari sumber-sumber dokumen dan wawancara
tidak terstruktur.61 Ketiga, penelitian kualitatif merupakan strategi yang tepat
untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, yaitu memahami hubungan geopolitik
dan BPPI. Karakteristik paling fundamental dari penelitian kualitatif adalah
melihat permasalahan yang diteliti dari perspektif subjek yang diteliti. 62
Secara lebih khusus, rancangan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah studi kasus dengan metode analisis theory-testing process-
tracing. Penelitian studi kasus merupakan eksplorasi terhadap detil dari sebuah
kasus dan konteks yang mempengaruhinya pada periode waktu tertentu. 63 Detil-
detil dari kasus yang diteliti dapat menciptakan atau membangun teori, serta
membentuk kembali teori-teori sebelumnya untuk kasus atau situasi tertentu. 64
Penelitian ini mengadopsi metode analisis theory-testing process-tracing, yaitu
penelusuran terhadap sebuah proses dengan cara-cara yang spesifik berdasarkan
teori.65 Tujuan dari metode analisis ini adalah untuk melihat apakah sebuah
fenomena atau proses yang diteliti memiliki kesesuaian dengan teori-teori yang
digunakan.66
Penelitian ini mengeksplorasi dan menganalisis BPPI selama periode
1995-2015. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus, sehingga temuan
dalam penelitian ini tidak menggeneralisasi seluruh kebijakan pertahanan
Indonesia. Merujuk kepada Geoff Payne dan Judy Payne, hasil dari penelitian

60
Newman, loc.cit., 42
61
Ibid., 53.
62
Bryman, Alan (1988) Quantity and Quality in Social Research, New York: Routledge: 61.
63
Newman, loc.cit., 42.
64
Ibid.
65
Checkel, Jeffrey T. (2008) Tracing Causal Mechanisms, dalam Derek Beach dan Rasmus Brun
Pedersen (2013) Process-Tracing Methods: Foundations and Guidelines, Ann Arbor: The
University of Michigan: 10.
66
Bennet, Andrew (2010) Process Tracing and Causal Inference, dalam Derek Beach dan Rasmus
Brun Pedersen (2013) Process-Tracing Methods: Foundations and Guidelines, Ann Arbor: The
University of Michigan: 10.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


18

studi kasus hanya menjadi sebuah contoh, dan tidak berupaya untuk mewakili
seluruh kasus.67 Oleh karena itu, BPPI hanya menjadi sebuah contoh, dan bukan
mewakili seluruh kebijakan pertahanan Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman yang mendalam mengenai hubungan geopolitik dengan
BPPI. Penelitian ini juga mengisi kesenjangan literatur dalam kajian geopolitik
dan kebijakan pertahanan Indonesia.

1.7.1 Pemilihan Kasus


Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang memilih BPPI sebagai kasus
yang akan diteliti. BPPI dipilih karena memiliki perbedaan dengan Buku Putih
Pertahanan di negara-negara lain. Pada umumnya, Buku Putih Pertahanan negara-
negara lain mencerminkan pertimbangan geopolitiknya, akan tetapi BPPI nampak
kurang mencerminkan geopolitik Indonesia sebagai negara kepualauan. Studi
kasus itu sendiri merupakan penelitian yang mencakup analisis terhadap sebuah
68
kasus atau perbandingan terhadap sejumlah kasus. Analisis yang sangat detil
dilakukan terhadap sebuah proses sosial, organisasi atau kolektif yang dilihat
sebagai sebuah unit sosial, yang memiliki pandangan holistik.69 Studi kasus
merupakan sebuah metode penelitian yang cenderung digunakan untuk menjawab
pertanyaan “bagaimana” atau ‘mengapa.’70 Penelitian studi kasus seringkali
digunakan untuk melihat detil dari sebuah proses, maka dari itu studi kasus
diterapkan dalam penelitian ini karena beberapa alasan. Penelitian ini melihat
kepada hubungan geopolitik dan BPPI. Secara lebih khusus, penelitian ini
mencoba untuk menjawab pertanyaan mengapa geopolitik tidak digunakan dalam
BPPI 1995-2015. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis proses
perumusan buku putih pertahanan serta pemaknaan geopolitik pada aktor-aktor
yang terlibat.

67
Payne, Geoff dan Judy Payne (2004) Key Concepts in Social Research, London: Sage
Publications, ltd.: 32.
68
George, Alexander L. dan Andrew Bennett (2005) Case Studies and Theory Development in the
Social Sciences, Massachusetts: BCSIA Studies in International Security: 18.
69
Payne, loc.cit., 31.
70
Yin, Robert K. (2014) Case Study Research: Design and Method, edisi ke-5: California: Sage
Publications: 10-11.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


19

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian
dokumen. Dokumen-dokumen yang dibuat di masa lalu merupakan data yang
dianalisis.71 Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BPPI, 1995-
2015. Selanjutnya, data primer juga didapatkan dari hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti. Untuk mengeksplorasi pengembangan dari BPPI
penelitian ini juga mengumpulkan data-data sekunder. Data sekunder yang
digunakan diperoleh dari buku, jurnal akademik, artikel, laporan-laporan yang
relevan dengan penelitian.

1.7.3 Analisis Data


Penelitian ini mengadaptasi metode analisis theory-testing process tracing.
Metode theory-testing process tracing merupakan alat analisis untuk menguji
apakah sebuah mekanisme kausalitas terjadi sesuai dengan teori. 72 Tujuan dari
metode analisis ini adalah untuk mengevaluasi apakah bukti-bukti yang
ditemukan menunjukan mekanisme kausalitas variabel X dan Y, yang
dihipotesiskan, berfungsi sesuai dengan teori. 73
Terdapat 4 tahapan dalam metode analisis theory-testing process tracing.
Pertama, melakukan konseptualisasi mekanisme kausalitas antara variabel X dan
Y berdasarkan teori. Kedua, menerjemahkan ekspektasi teoritis kepada kasus
yang diteliti. Pada tahap ini peneliti melakukan prediksi empiris terhadap
manifestasi teori dari kasus yang diteliti. Peneliti dapat memprediksi bagaimana
seharusnya bukti-bukti yang ditemukan bila disesuaikan dengan teori yang
digunakan. Ketiga, peneliti mengumpulkan data-data yang dapat digunakan untuk
membuat hasil penelitian. 74 Hasil dari penelitian dapat berupa: 1) mekanisme
yang dihipotesiskan berdasarkan teori terjadi pada kasus yang diteliti, atau 2)

71
Good, Carter V. dan Douglas E. Scates (1954) Methods of Research, New York: Appleton-
Century-Crofts, Inc: 170.
72
Beach, Derek dan Rasmus Brun Pedersen (2013) Process-Tracing Methods: Foundations and
Guidelines, Ann Arbor: The University of Michigan: 10.
73
Ibid., 14.
74
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


20

mekanisme berfungsi sesuai dengan yang diprediksi, atau hanya sebagian


mekanisme yang berfungsi.
Penelitian ini menggunakan dua kerangka pemikiran, yaitu pembuatan
kebijakan pertahanan dan pendekatan geopolitik. Maka dari itu penelitian ini
menguji pendekatan geopolitik yang dinyatakan dapat mempengaruhi pembuat
kebijakan dalam merumuskan tujuan politik negara. Kemudian, penelitian ini juga
menguji kesesuaian antara teori pembuatan kebijakan pertahanan yang dicetuskan
oleh David Chuter, dengan pembuatan kebijakan pertahanan di Indonesia.
Sementara, proses yang diteliti dalam penelitan ini adalah proses BPPI, 1995
sampai dengan 2015.

1.7.4 Sistematika Penulisan


Penelitian ini dibagi ke dalam empat bab. Bab pertama merupakan pendahuluan
yang bertujuan untuk menjelaskan pentingnya pertimbangan geopolitik dalam
BPPI. Bab pendahuluan juga menjelaskan pokok-pokok permasalahan dalam
penelitian ini. Bab dua bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang
perkembangan pemikiran geopolitik dalam dalam BPPI secara komprehensif.
Untuk mencapai tujuan tersebut, bab dua dipaparkan melalui pendekatan sejarah
berdasarkan enam periodesasi BPPI yang pernah diterbitkan oleh pemerintah
Indonesia. Dengan demikian bab ini dibagi ke dalam 1995, 1997, 2003, 2008,
2014, 2015.
Bab selanjutnya bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan
menggunakan pendekatan teori dan konsep. Teori dan konsep yang digunakan
dalam penelitian ini melihat kepada aktor dan proses, sehingga bab ini dibagi ke
dalam dua bagian utama. Bagian pertama menjelaskan aktor-aktor yang terlibat
pada pembuatan BPPI, 1995-2015. Bagian kedua memaparkan proses perumusan
BPPI. Bab terakhir merupakan penjelasan mengenai hasil penelitian yang
mencakup kesimpulan dan rekomendasi.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.
BAB 2
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN GEOPOLITIK DALAM BUKU PUTIH
PERTAHANAN INDONESIA, 1995-2015

Tujuan penulisan bab ini adalah untuk memberikan pemahaman komprehensif


mengenai perkembangan pemikiran geopolitik dalam Buku Putih Pertahanan
Indonesia (BPPI). Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pemikiran
geopolitik pembuat kebijakan, bagian ini membandingkan BPPI dari tahun 1995
sampai dengan 2015. Penjabaran bab ini dibagi enam sub bab berdasarkan BPPI
yang pernah diterbitkan, yaitu 1995, 1997, 2003, 2008, 2014 dan 2015. Sesuai
dengan teori dan konsep yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
perkembangan geopolitik akan dilihat berdasarkan pertimbangan posisi geografis
dan kaitannya dengan potensi kekuatan Indonesia, analisis lingkungan eksternal
Indonesia, dan pemilihan kekuatan pertahanan Indonesia.
Dua dokumen paling awal yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia
yakni 1995 dan 1997 tidak dinamakan sebagai BPPI. Departemen Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia (Dephankam RI) menerbitkan kebijakan
pertahanan dan keamanan yang berjudul The Policy of the State Defence and
Security for the Republic of Indonesia 1995 dan The Policy of the State Defence
and Security for the Republic of Indonesia 1997. Pada saat diterbitkannya kedua
kebijakan tersebut, belum ada ketentuan legal di Indonesia yang mengatur
penerbitan Buku Putih Pertahanan. Perumusan kebijakan pertahanan dan
keamanan negara tersebut dilandasi Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun
1993.75
Meskipun bukan dinamakan sebagai BPPI, dokumen tersebut memiliki
fungsi yang sama dengan BPPI. Fungsi pertama adalah untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat Indonesia mengenai sistem
pertahanan Indonesia. Kedua, dokumen tersebut juga berfungsi untuk mendorong

75
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995) The Policy of the State
Defence and Security of The Republic of Indonesia 1995, Jakarta: Departemen Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia: i.

21

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


22

terciptanya pemahaman bersama kepada negara lain, terutama negara-negara yang


bertetangga dengan Indonesia, mengenai pembangunan pertahanan dan
kapabilitas keamanan Indonesia. Merujuk kepada Stephan Fruhling, dua fungsi
tersebut memiliki kesamaan dengan fungsi Buku Putih Pertahanan, yaitu untuk
mewujudkan tata laksana pemerintahan yang baik dan menciptakan CBM. 76 Oleh
karena itu, penelitian ini mengkategorikan kedua dokumen kebijakan tersebut
sebagai BPPI berdasarkan fungsinya.

2.1. Buku Putih Pertahanan Indonesia 1995


Pada tahun 1995, Dephankam menerbitkan dokumen setingkat Buku Putih
Pertahanan. Penerbitan tersebut bersamaan dengan agenda yang terdapat dalam
mekanisme organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yaitu ASEAN Regional
Forum (ARF), yang terbentuk pada tahun 1994. Perubahan lanskap keamanan
global dan regional pasca berakhirnya Perang Dingin menimbulkan adanya
kebutuhan untuk membentuk arsitektur keamanan kawasan untuk meredam
kondisi ketidakpastian. Untuk itu, ASEAN sebagai organisasi di kawasan Asia
Tenggara menciptakan ARF sebagai mekanisme kerjasama pertahanan pada tahun
1994. ARF merupakan forum dialog multilateral yang melibatkan negara-negara
mitra dialog ASEAN seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, Tiongkok, Korea
Selatan dan Jepang. Salah satu agenda dari ARF adalah untuk meningkatkan rasa
saling percaya atau Confidence Building Measures (CBM) antar negara-negara
ASEAN dan negara anggota ARF lainnya. Agenda CBM yang diatur dalam ARF
adalah transparansi melalui dialog tentang persepsi keamanan dan posisi
kebijakan pertahanan dari masing-masing negara, penerbitan kebijakan
pertahanan dalam bentuk Buku Putih Pertahanan atau dokumen setingkat, dan
berbagai kerjasama pertahanan lainnya. 77

76
Fruhling, Stephan (2014) “Australian Defence Policy and the Concept of Self Reliance,”
Australian Journal of International Affairs 68, no. 5: 532.
77
ASEAN Regional Forum, “The ASEAN Regional Forum: A Concept Paper”
http://aseanregionalforum.asean.org/files/library/Terms%20of%20References%20and%20Concept
%20Papers/Concept%20Paper%20of%20ARF.pdf diakses 20 Oktober 2016.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


23

Penerbitan Buku Putih merupakan praktik yang diprakarsai oleh


Pemerintah Inggris, sebagai media dialog antara Kementerian atau Lembaga
kepada Parlemen di Inggris. Penerbitan Buku Putih merupakan salah satu teknik
yang digunakan pemerintah Inggris untuk mengumpulkan dan mendistribusikan
informasi pada tahap konsultasi sebelum menentukan kebijakan. Praktik ini telah
dilakukan semenjak berakhirnya Perang Dunia Kedua. 78 Di sektor pertahanan,
pemerintah Inggris pertama kali menerbitkan Buku Putih Pertahanan pada tahun
1946 yang diberi nama Statement on Defence Estimates.79 Praktik penerbitan
Buku Putih Pertahanan kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (AS) yang diatur
dalam Department of Defense Reorganization Act tahun 1986.80 Penerbitan Buku
Putih Pertahanan kemudian berkembang pada komunitas internasional untuk
meningkatkan transparansi antar negara pada sektor pertahanan. 81
Dalam BPPI 1995, posisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan
dijelaskan secara eksplisit. Indonesia dinyatakan sebagai negara kepulauan yang
besar dan memiliki 17.508 pulau yang dibuhungkan dengan laut. 82 Konsep
geopolitik yang dikembangkan oleh Indonesia saat itu adalah Wawasan Nusantara
atau Prinsip Kepulauan, yang merupakan doktrin nasional. Wawasan Nusantara
merupakan upaya untuk menjamin integritas teritori seluruh kepulauan Indonesia,
laut, serta segala sesuatau yang berada di dalam dan di atasnya. 83 Wawasan
Nusantara merupakan panduan bangsa Indonesia untuk membangun, memelihara
dan mengkonsolidasikan teritorial negara sebagai kesatuan entitas politik,
ekonomi, sosial-kultural, pertahanan dan keamanan. 84 Konsep geopolitik
Wawasan Nusantara kemudian diturunkan menjadi konsep geogstrategis
Ketahanan Nasional. Konsep geostrategis tersebut berupaya mengintegrasikan
ketahanan dalam sektor politik, ekonomi, sosial-kultural, serta pertahanan dan

78
Audrey Doerr (1973) The Role of White Papers in the Policy-Making Process: The Experience
of the Government of Canda, Ottawa: University Carleton: 18 (Ph.D. Disertation)
79
Taylor, Claire (2010) “A Brief Guide to Previous British Defence Review,” House of Commons, 2.
80
Cope, John A. dan Laurita Denny (2000) “Defense White Papers in the Americas: A
Comparative Analysis,” Institute for National Strategic Studies: 6.
81
Fruhling, loc., cit.
82
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995) op.cit., 8.
83
Ibid.
84
Ibid., 12.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


24

keamanan dalam rangka menjaga stabilitas nasional. Selain kondisi geografis,


Indonesia juga digambarkan memiliki kondisi demografi heterogen multi etnik.
Keberagaman tersebut dinyatakan berpotensi menjadi sumber permasalahan-
permasalahan internal seperti sosial dan industri.
Lebih lanjut, posisi geografis Indonesia melahirkan potensi-potensi
kekuatan bagi Indonesia. Dokumen tahun 1995 menjelaskan Indonesia memiliki
potensi sumber daya alam (SDA) yang sangat beragam baik dapat maupun tidak
dapat diperbaharui. Selain SDA, Indonesia juga memiliki sumber daya manusia
(SDM) yang besar, dengan estimasi penduduk mencapai 193 juta pada akhir tahun
1994.85 Potensi sumber daya nasional yang dimiliki Indonesia dinyatakan akan
dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi nasional dan pertahanan dan
keamanan negara. Pada aspek pertahanan dan keamanan, Indonesia menggunakan
seluruh potensi kekuatan yang dimilikinya dalam sebuah Sistem Pertahanan dan
Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Potensi kekuatan tersebut
dinyatakan sebagai seluruh SDA dan sumber daya buatan (SDB), SDM, ruang
teritorial, sarana dan prasarana nasional, industri, sains dan teknologi. 86
Dalam memandang perkembangan lingkungan strategis, dokumen tahun
1995 memberikan informasi mengenai posisi Indonesia dalam melihat perubahan
hubungan internasional pasca berakhirnya Perang Dingin. Perubahan itu dilihat
dari negara-negara yang lebih mengedepankan kepentingan ekonomi daripada
ideologi, munculnya isu demokratisasi, isu hak asasi manusia (HAM) dan isu
lingkungan hidup. Berakhirnya Perang Dingin juga dinilai tidak senantiasa
menciptakan stabilitas, karena masih ada negara-negara yang meningkatkan
kapabilitas militernya untuk menyeimbangkan kekuatan, serta timbulnya konflik-
konflik baru. Perkembangan tersebut dinilai dapat mengganggu hubungan antar
negara, serta mengganggu tatanan dan keamanan domestik. Gangguan keamanan
internal juga menjadi semakin kompleks akibat interaksi global, perkembangan
media massa dan teknologi komunikasi.

85
Ibid., 8.
86
Ibid., 18-23.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


25

Dalam memandang perkembangan lingkungan regional, prioritas nampak


diberikan kepada negara-negara yang tergabung ke dalam ASEAN. Hal tersebut
tercermin dari adanya pemisahan antara negara-negara anggota ASEAN dan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak tergabung dalam ASEAN.
Selain itu, stabilitas regional juga dinilai berhasil dijaga negara-negara ASEAN
dengan menerapkan konsep ketahanan regional berdasarkan ketahanan nasional.
Selanjutnya, dokumen tahun 1995 menekankan pentingnya kerjasama pertahanan
dan keamanan dengan negara-negara anggota ASEAN untuk mendorong CBM.
Kerjasama yang dibangun dengan Malaysia diharapkan menyelesaikan masalah
perbatasan dan ketenagakerjaan. Kerjasama dengan Singapura dibangun untuk
manajemen Selat Malaka dan Selat Singapura dengan Singapura. Thailand
dianggap sebagai teman baik Indonesia dalam kerjasama keamanan. Dokumen
tersebutmenyatakan Indonesia akan meningkatkan kerjasama dengan Brunei
Darussalam di bidang ketenagakerjaan dan pertukaran budaya. Semangat ASEAN
dinilai telah mendorong kondisi politik internal di Filipina yang semakin
membaik, dan akan diikuti dengan pembangunan ekonomi.
Pada saat diterbitkannya dokumen tahun 1995, terdapat negara-negara di
kawasan Asia Tenggara yang belum menjadi negara anggota ASEAN, yaitu
Kamboja, Laos, Vietnam dan Myanmar. Meskipun begitu, perhatian tetap
diberikan kepada permasalahan-permasalahan internal di tigatiga negara tersebut.
Dokumen tersebut juga sudah menyatakan bahwa keanggotaan Vietnam dan Laos
di ASEAN akan memberikan warna baru untuk ASEAN. Akan tetapi, BPPI 1995
tidak memuat penjelasan mengenai posisi Indonesia terhadap Myanmar. Padahal.
P Myanmar merupakan salah satu negaradi kawasan Asia Tenggara.
BPPI 1995 juga memberi perhatian negara di kawasan Asia Pasifik. Hal
ini disebabkan negara-negara tersebut memiliki kedekatan geografi dengan
Indonesia.BPPI 1995 juga memberi perhatian negara. Hal ini disebabkan negara-
negara tersebutTiongkok dan Jepang merupakan negara yang dinilai memiliki
potensi ekonomi yang besar di kawasan. Jepang juga dianggap dapat memberikan
bantuan untuk pembangunan negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Negara besar di kawasan yang juga diberi perhatian dalam pada dokumen tahun
1995 adalah India. India dinilai lebih fokus dalam menyelesaikan permasalahan

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


26

keamanan internal dan pembangunan ekonomi daripada meningkatkan kapabilitas


militernya. Perkembangan negara-negara di kawasan Pasifik yang diberi perhatian
dalam dokumen tahun 1995 adalah Australia, Selandia Baru dan Papua Nugini.
Penyelesaian kasus Celah Timor antara Australia dan Indonesia dinilai dapat
menjadi model yang baik untuk membangun kerjasama politik, ekonomi, dan
pertahanan. Kerjasama pertahanan antara Indonesia dengan Selandia Baru serta
kerjasama Papua Nugini dan ASEAN juga dinilai akan menjadi semakin dekat.
Beberapa konflik di kawasan ini diidentifikasi dan
Selain negara-negara di kawasan Asia Pasifik, BPPI 1995 juga memberi
perhatian kepada perkembangan negara-negara di luar kawasan. Penurunan
anggaran pertahanan Amerika Serikat (AS) dinilai tidak akan mengurangi
kepentingan AS di kawasan Asia Pasifik. AS juga diyatakan akan menjadikan isu
demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup sebagai agenda nasional dan menjadi
instrumen kebijakan luar negerinya. Selain itu, instabilitas keamanan domestik
yang meningkat pasca runtuhnya Uni Soviet turut berdampak kepada penurunan
bantuan ekonomi dari AS dan negara Barat untuk Indonesia. Perubahan arah
kebijakan luar negeri AS, serta perkembangan kondisi keamanan di Eropa Timur
dinilai dapat mempengaruhi stabilitas di kawasan Asia Pasifik.
Dokumen tahun 1995 juga memberikan perhatian kepada kerjasama dan
konflik yang terjadi di negara-negara kawasan lain. Hal tersebut terlihat dari
disebutnya hubungan kerjasama antara Indonesia dengan Portugal yang dapat
mempercepat perubahan pemikiran dalam menyelesaikan isu Timor Timur. Selain
itu, Timur Tengah juga dinilai sebagai kawasan yang menjadi arena konflik
internasional. Hal tersebut menyebabkan negara-negara di kawasan tersebut
menjadi pasar bagi produsen peralatan militer. Berdasarkan analisis mengenai
perkembangan lingkungan strategis baik regional maupun global, dokumen
tersebut menekankan bahwa Indonesia tidak pernah menganggap negara lain
sebagai musuh ataupun musuh potensial. Ancaman dan tantangan terhadap
kedaulatan Indonesia juga hadir dari posisi geografinya yang terbuka dan
banyaknya jalur yang dapat dilalui. Namun, dokumen tahun 1995 tidak
memaparkan ancaman dan tantangan tersebut.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


27

Untuk menghadapi ancaman dan tantangan terhadap kedaulatan, Indonesia


membangun kekuatan dan mengembangkan strategi pertahanan pada masa damai.
BPPI 1995 menyatakan konsep pertahanan yang penting dikembangkan Indonesia
adalah pertahanan teritorial yang diwujudkan dalam pertahanan pulau besar.
Pertahanan pulau besar diterapkan di lima pulau besar di Indonesia yaitu, Pulau
Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. 87 Konsep pertahanan dan
strategi pertahanan Indonesia dibangun dalam sebuah sistem pertahanan yang
disebut sebagai Sistem Perahanan dan Keamanan Rakyat Semesta
(Sishankamrata). Sishankamrata merupakan upaya pertahanan dan keamanan
yang melibatkan seluruh sumber daya nasional, mencakup kekuatan bersenjata
dan seluruh SDM, SDA, SDB serta sarana prasarana nasional.
Sishankamrata digunakan dengan adanya pertimbangan-pertimbangan
strategis. Pertama, penyebab instabilitas Indonesia dalam jangka menengah
diprediksi akibat interaksi faktor internal, dan eksternal. Untuk mengatasi hal
tersebut, integrasi rakyat dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
menjadi penting. Kedua, Sishankamrata juga dinilai berguna untuk meningkatkan
kapabilitas militer Indonesia yang masih jauh dari memadai bila dibandingkan
dengan luasnya teritori dan besarnya populasi yang perlu dilindungi. Perlawanan
dari rakyat terhadap seluruh aggresor diharapkan dapat menciptakan efek
penangkalan, meskipun Indonesia tidak memiliki kapabilitas militer yang besar.
Dokumen tahun 1995 menjelaskan Indonesia menerapkan prinsip active-defensive
dalam konteks pertahanan, dan active-preventive dalam keamanan domestik. 88
Prinsip tersebut menjadikan ABRI mengadopsi postur ofensif dalam menghadapi
ancaman internal, dan defensif dalam menghadapi ancaman eksternal. 89
Selain konsep geostrategis Ketahanan Nasional, BPPI 1995 juga
menjelaskan mengenai strategi pertahanan Indonesia yang dibangun dalam
konteks geostrategis. Strategi tersebut adalah one providing for layered security
atau defence in depth, yaitu pembagian keamanan ke dalam tiga lapis. Lapis

87
Ibid., 33.
88
Ibid., 15.
89
Laksmana, Evan (2011) “Indonesia’s Rising Regional and Global Profile,” Contemporary
Southeast Asia 33, no. 2: 165.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


28

terdalam adalah keamanan domestik, diikuti oleh keamanan ASEAN dan


keamanan Asia Tenggara, dan keamanan untuk kawasan tetangga. Untuk
mencapai kepentingan geopolitik, strategi pertahanan defence in depth nampak
mengedepankan cara-cara diplomatis dan pembangunan kerja sama pertahanan.
Hal tersebut tercermin dalam dokumen tahun 1995 yang menyatakan bahwa
strategi pertahanan dan keamanan akan diterapkan dengan penanaman dialog
antar negara dalam memelihara perdamaian. 90

2.2. Buku Putih Pertahanan Indonesia 1997


Dephankam RI kembali menerbitkan BPPI pada tahun 1997 yang nampak
sebagai penyempurnaan dari BPPI sebelumnya. Secara umum terdapat kesamaan
substansi dengan BPPI 1995, namun terdapat beberapa penambahan. Penambahan
tersebut adalah pertama, BPPI 1997 memiliki penjelasan secara khusus mengenai
sasaran dan kepentingan nasional, serta peran kekuatan pertahanan dan keamanan.
Kepentingan nasional Indonesia yang paling mendasar adalah mempertahankan
eksistensi NKRI, serta tercapainya sasaran nasional melalui pembangunan
nasional yang berdasarkan konsep Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional.91 Substansi yang terdapat dalam bagian tersebut merupakan penjabaran
dari strategi pertahanan yang telah dijelaskan pada BPPI 1995. Kedua, BPPI 1995
sudah menjelaskan mengenai konsep geopolitik Wawasan Nusantara dan
geostrategis Ketahanan Nasional, dalam BPPI 1997 terdapat penambahan
mengenai konsep Sistem Nasional. Ketiga, BPPI 1997 mulai mempertimbangkan
mengani hukum laut internasional, yaitu The United Nations Convention of the
Law of the Sea (UNCLOS) 1992, yang tidak terdapat dalam BPPI 1995. Keempat,
kepentingan terhadap kawasan Asia Tenggara yang stabil dan aman
disempurnakan pada BPPI 1997 dengan mempertimbangkan kerjasama regional
melalui mekanisme ASEAN Regional Forum (ARF). Kelima, dalam perkiraan
ancaman dokumen sebelumnya telah menyatakan tidak ada negara lain yang

90
Ibid., 17.
91
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1997) The Policy of the State
Defence and Security of The Republic of Indonesia 1997, Jakarta: Departemen Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia: 13.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


29

dianggap sebagai musuh. Dalam BPPI 1997 perkiraan ancaman mulai dijelaskan
dengan menyajikan spektrum ancaman terhadap kedaulatan Indonesia.
Konsep Sistem Nasional merupakan salah satu kebaruan yang terdapat
dalam BPPI 1997, yaitu sebuah sistem kehidupan nasional untuk mengatur dirinya
sendiri. Sistem nasional dinyatakan merupakan integrasi antara aspek politik,
ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan yang selalu berinteraksi
dengan lingkungan strategis yang dinamis. 92 Integrasi seluruh aspek tersebut
dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis menjadi tolak ukur Ketahanan
Nasional Indonesia. Berbeda dari sebelumnya, BPPI 1997 melihat kepada isu-isu
nasional yang dapat mempengaruhi eksistensi Indonesia. Isu tersebut adalah
eksklusivisme, radikalisme, primordialisme, ketidakseimbangan ekonomi,
wilayah geografis, etnis dan kelompok, isu tenaga kerja dan pengangguran, polusi
dan distribusi pembangunan yang tidak merata. 93
Apabila dokumen sebelumnya hanya menyebutkan potensi SDA Indonesia
yang beragam, BPPI 1997 mulai memperhatikan potensi SDA yang dimiliki
Indonesia sebagai negara kepulauan. Pertimbangan tersebut didasari hukum laut
internasional the United Nations Convention of the Law of the Sea III (UNCLOS
III) tahun 1982 yang telah mengakui Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Hal
tersebut tercermin dari adanya pernyataan mengenai tugas ABRI untuk
melindungi seluruh potensi SDA yang berada dalam batas kedaulatan Indonesia,
termasuk pada lepas pantai, udara, dan ruang udara di atasnya. Seluruh potensi
sumber daya nasional tersebut masih dinyatakan akan digunakan untuk
pembangunan ekonomi serta untuk upaya pertahanan dan keamanan.
Terdapat beberapa penambahan dalam BPPI 1997 mengenai posisi
Indonesia dalam melihat perkembangan lingkungan srategis global. Isu yang
menjadi perhatian Indonesia adalah munculnya geoekonomi yang mengurangi
peran geopolitik dalam sistem internasional. 94 Geopolitik dimaknai sebagai

92
Ibid., 10.
93
Ibid., 12.
94
Sama seperti dokumen sebelumnya, BPPI 1997 juga masih memberikan perhatian kepada
perkembangan isu demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup, serta perkembangan lingkungan
strategis global pasca berakhirnya Perang Dingin. Geoekonomi itu sendiri merupakan visi untuk
melakukan ekspansi ekonomi yang fokus kepada membangun jaringan, koneksi, dan ikatan yang

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


30

sebuah kompetisi militer dengan bentuk penyeimbangan kekuatan untuk


menjamin perdamaian dan keamanan dunia, dan untuk mendorong pertumbuhan
aliansi bangsa Barat dan bangsa Timur. 95 Sedangkan geoekonomi dinilai dapat
membawa permasalahan serius bagi keamanan nasional apabila tidak diantisipasi.
Permasalahan tersebut yaitu meningkatnya hambatan yang dihadapi ekonomi
nasional dalam berhubungan dengan dunia internasional. Persebaran komunitas
bisnis internasional dan negara industri maju juga dapat mempengaruhi kebijakan
negara-negara berkembang. Globalisasi ekonomi dinyatakan berpengaruh
terhadap peningkatan konflik teritorial di kawasan Eropa, Afrika dan Asia. 96
Sekalipun memiliki kesamaan substansi dengan dokumen sebelumnya
dalam melihat perkembangan lingkungan strategis, terdapat beberapa penambahan
isu dalam BPPIBPPI 1997. Agenda-agenda ARF dinyatakan bermanfaat untuk
ekspansi kerjasama keamanan dalam rangka menghadapi perubahan lingkungan
strategis. Agenda CBM dalam ARF dinilai mampu mengatasi perbedaan
pandangan dan opini antara Indonesia dan Australia, yang telah menandatangani
perjanjian kerjasama pertahanan pada 18 Desember 1995. 97 Dalam meninjau
konflik di kawasan, BPPI 1997 menyatakan konflik Tiongkok dan Taiwan dapat
mengganggu stabilitas di kawasan. 98 Perkembangan isu pada negara-negara aktif
seperti Tiongkok, Jepang, maupun organisasi ASEAN dinyatakan harus menjadi
pertimbangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik dalam melakukan
perencanaan strategis. 99 Isu lain yang juga dibahas adalah konflik Palestina dan

bersifat lintas batas negara. Berbeda dari geopolitik yang memperhatikan batas-batas negara,
geoekonomi cenderung mendorong adanya keterhubungan antar negara-negara dalam konteks
ekonomi dan perdagangan. Lihat Sparke, Matthew (2007) “Geopolitical Fears, Geoeconomic
Hopes, and the Responsibilites of Geography,” Annals of the Association of American
Geographers 97, no.2: 340.
95
Ibid., 2
96
Ibid., 3.
97
BPPI 1995 belum menjelaskan mengenai perjanjian kerjasama pertahanan yang dibangun antara
kedua negara.
98
BPPI 1995 hanya memberikan perhatian kepada klaim Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan,
yang juga masih menjadi perhatian dalam BPPI 1997.
99
Posisi ini tidak terdapat dalam BPPI 1995 yang hanya memberikan perhatian kepada
pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang pesat, serta peran Jepang dalam memberikan bantuan
ekonomi kepada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


31

Israel, serta pembangunan ekonomi negara-negara di Eropa Timur yang menjadi


semakin liberalistik, namun tidak dieksekusi dengan baik.
BPPI 1997 juga menambahkan pembahasan mengenai ancaman yang lebih
komprehensif. Meskipun tetap dinyatakan Indonesia tidak pernah menganggap
negara lain sebagai musuh ataupun musuh potensial, BPPI 1997 menganggap
perubahan lingkungan strategis dapat menciptakan ketidakpastian yang
mengancam tujuan nasional Indonesia. Dalam konteks tersebut, BPPI 1997 mulai
menggambarkan spektrum ancaman terhadap Indonesia, baik bersumber dari luar
maupun dalam negara. Ancaman yang paling rendah mencakup aksi-aksi
kriminal, sabotase, teror dan subversi. Sementara ancaman yang paling tinggi
mencakup pemberontakan bersenjata, dan perang terbatas atau perang terbuka,
yang menggunakan senjata konvensional maupun senjata pemusnah masal.
Berdasarkan tinjauan tersebut, kapabilitas militer dibangun untuk meminimalisir
risikoi ketidakpastian perkembangan lingkungan strategis tersebut.
Dalam rangka mencapai kepentingan dan sasaran nasional, BPPI 1997
menjelaskan bagaimana kekuatan pertahanan dan keamanan dapat digunakan.
Untuk mencapai kepentingan tersebut, BPPI 1997 menjelaskan tindakan-tindakan
yang akan dilakukan untuk mencapai kepentingan dan tujuan nasional tersebut.
Pertama, tindakan untuk mengimplementasikan perdamaian melalui resolusi
konflik secara damai, meningkatkan kerjasama regional dan internasional, dan
meningkatkan CBM. Kedua, tindakan untuk menangkal dan mencegah perang
melalui pengorganisasian rakyat sebagai kekuatan penangkal utama, yang
didukung dengan strategi in-depth, sebagaimana telah dijelaskan pada BPPI 1995.
Ketiga, tindakan untuk melakukan perang melalui persiapan sistem pertahanan,
aset pertahanan, medan peperangan, serta dukungan logistik. 100 Seluruh upaya
pertahanan tersebut diselenggarakan dalam Sishankamrata.

2.3. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2003


BPPI 2003 merupakan BPPI pertama yang lahir setelah reformasi nasional tahun
1998, yang bertujuan untuk menggantikan sistem pemerintahanan otoriter di

100
Departemen Pertahanan dan Keamanan RI (1997), loc. cit., 15-18

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


32

Indonesia dengan sistem demokrasi. Reformasi nasional diikuti dengan Reformasi


Sektor Keamanan (RSK), yaitu upaya untuk mengelola sistem pertahanan
nasional yang efektif untuk terciptanya kekuatan pertahanan yang professional,
tangguh, dalam tatanan sistem politik yang demokratis. 101 Salah satu capaian
dalam proses RSK di Indonesia adalah restrukturasi organisasi pertahanan dan
keamanan melalui pemisahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian
Republik Indonesia (Polri) yang diatur dalam Tap MPR/VI/2000 dan Tap
MPR/VII/2000. Perubahan tersebut juga diikuti dengan perubahan struktural,
salah satunya adalah perubahan Dephankam menjadi Departemen Pertahanan
(Dephan).102
BPPI 2003 merupakan dokumen Dephan pertama yang menggunakan
frasa ‘Buku Putih Pertahanan Indonesia.’ Selain itu, BPPI 2003 merupakan
dokumen kebijakan pertahanan pertama yang penerbitannya memiliki dasar
perundang-undangan yakni Pasal 16 Ayat 4 UU No 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara. Klausa tersebut mengamanatkan Menteri Pertahanan
merancang BPPI dan menetapkan kerjasama internasional di bidangnya. Oleh
karena konteks yang melatarbelakangi penerbitan BPPI 2003, dokumen ini lebih
banyak memberikan informasi mengenai agenda-agenda dan capaian selama
proses RSK. Selain itu, secara umum substansi yang terdapat dalam BPPI 2003
menitikberatkan pada penjelasan mengenai pemisahan tugas TNI dan Polri. BPPI
2003 juga benyak menjelaskan pembagian tugas TNI dalam Operasi Militer
Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
Terdapat perbedaan signifikan pada BPPI 2003 bila dibandingkan dengan
dokumen-dokumen sebelumnya, baik secara susunan maupun secara substansi.
Secara susunan, kedua dokumen sebelumnya diawali dengan penjelasan mengenai
perkembangan lingkungan strategis, sementara BPPI 2003 diawali dengan latar

101
Widjajanto, Andi, Edi Prasetyono dan Makmur Keliat (2012) Dinamika Persenjataan dan
Revitalisasi Industri Pertahanan, Jakarta: Universitas Indonesia: 1.
102
Pada masa Orde Baru, terdapat penggabungan bidang pertahanan dan keamanan di Indonesia.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya tumpang tindih peran dan fungsi TNI, sebagai kekuatan
pertahanan, dengan Polri, sebagai kekuatan keamanan. Selain itu, RSK juga menghapus peran TNI
dalam kehidupan sosial dan politik di Indonesia, atau yang dikenal sebagai dwifungsi TNI.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


33

belakang lahirnya BPPI 2003 serta reformasi nasional dan pertahanan. Hal
tersebut dapat disebabkan karena Indonesia masih berada pada tahap awal
reformasi nasional. Selanjutnya, BPPI 2003 memiliki bagian khusus yang
menjelaskan mengenai perkiraan ancaman dan kepentingan strategis pertahanan.
Berbeda dari dokumen sebelumnya, BPPI 2003 tidak memberikan informasi
mengenai postur kekuatan pertahanan dan keamanan Indonesia, seperti yang
terdapat di dokumen-dokumen sebelumya.
Secara substansi, BPPI 2003 juga memiliki banyak pengembangan dari
dokumen-dokumen sebelumnya. Pertama, kedua BPPI sebelumnya sudah
menjelaskan posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, yang kemudian
dijelaskan secara lebih detil pada BPPI 2003. Kedua, BPPI 2003 sudah tidak lagi
menjelaskan posisi Indonesia dalam memandang negara-negara di sekitarnya dan
di kawasan lain, seperti yang dijelaskan dalam BPPI 1995 dan 1997. Ketiga, BPPI
2003 sudah lebih banyak membahas mengenai sengketa perbatasan yang masih
terjadi antara Indonesia dengan negara-negara lain, yang tidak terdapat pada dua
BPPI sebelumnya. BPPI 2003 jugamemberikan penekanan kepada negara-negara
lain yang memiliki pengaruh di kawasan Asia Tenggara. Keempat, terdapat
pemisahan mengenai peninjauan lingkungan strategis dan kerjasama pertahanan
yang dibangun oleh Indonesia dengan negara lain. Sebelumnya, BPPI 1995 dan
1997 menggabungkan kedua pembahasan ini.
Seperti dokumen sebelumnya, BPPI 2003 menggambarkan posisi
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Akan tetapi, terdapat penambahan
mengenai korelasi posisi tersebut dengan kepentingan negara-negara besar. Posisi
geografis Indonesia digambarkan terdiri lebih dari 17.500 pulau, dengan posisi
strategis di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera
Pasifik dan Samudera Hindia. 103 Hal ini menyebabkan banyaknya kepentingan
negara-negara lain, khususnya negara-negara besar, terhadap stabilitas keamanan
Indonesia. Konsekuensinya, banyak negara-negara yang memberikan campur
tangan atau kepedulian tinggi terhadap kemungkinan gangguan stabilitas

103
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003) Mempertahankan Tanah Air Memasuki
Abad 21, Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia: 50.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


34

keamanan di Indonesia. Pernyataan tersebut secara tidak langsung


menggambarkan kerentanan Indonesia dalam berinteraksi dengan negara-negara
lain. Konsep geopolitik yang digunakan dalam dokumen ini adalah persatuan
bangsa dan keutuhan kesatuan wilayah, yang didasari oleh dua pemikiran, yaitu:
1) Kewilayahan sebagai suatu realita; 2) Kehidupan masyarakat sebagai suatu
fenomena hidup.104
Perbedaan substansial antara BPPI 2003 dan dokumen-dokumen
sebelumnya juga terlihat pada peninjauan mengenai perkembangan lingkungan
strategis. Isu globalisasi, liberalisasi ekonomi dan kerusakan lingkungan hidup,
seperti yang sudah dijelaskan pada dokumen sebelumnya, masih menjadi
perhatian dalam BPPI 2003. Isu lain yang disinggung dalam BPPI 2003 adalah isu
terorisme internasional yang muncul semenjak pengeboman di AS pada 11
September 2001.105 Bentuk terorisme yang dimaksud oleh BPPI 2003 juga
mencakup konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah, Asia Selatan dan Asia
Tenggara. BPPI 2003 memandang pentingnya perang melawan terorisme
internasional yang harus dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat
internasional.
Pembuat kebijakan mulai mempertimbangkan permasalahan-permasalahan
strategis yang terdapat di wilayah perairan Indonesia, yang pada dokumen
sebelumnya tidak mendapatkan perhatian. Permasalahan tersebut mencakup isu
kejahatan transnasional dan isu keamanan perairan Indonesia dan di kawasan.
Kedua isu ini dinyatakan telah berkembang semenjak satu dekade ke belakang
dan telah menimbulkan kerugian serta dapat mengganggu hubungan antar negara.
Isu keamanan di laut mencakup perompakan, penyelundupan manusia, senjata,
amunisi dan bahan peledak. BPPI 2003 juga menyatakan keamanan laut sangat
vital bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yang dua pertiga
wilayahnya merupakan wilayah laut, memiliki 81.000 km garis pantai dan
wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas empat juta km2.106 Gangguan

104
Pada BPPI 1995 dan 1997 disebutkan bahwa konsep geopolitik yang diterapkan oleh Indonesia
adalah konsep Wawasan Nusantara atau Prinsip Negara Kepulauan.
105
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003), loc. cit., 27.
106
Ibid., 42.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


35

keamanan laut yang meningkat telah mengganggu kegiatan perdagangan dan


transportasi internasional yang melewati Sea Lane of Communication (SLOC) dan
Sea Lane of Transportation (SLOT) di perairan Indonesia.
Dalam meninjau perkembangan lingkungan strategis, BPPI 2003 nampak
memberikan penekanan kepada peran negara-negara besar yang berpengaruh di
kawasan Asia Tenggara. AS dinilai memilki kepentingan politik, ekonomi dan
keamanan yang sangat besar di seluruh kawasan di dunia, yang ditopang oleh
kapabilitas ekonomi, militer serta dukungan politik dalam negerinya. Tiongkok
dinyatakan sebagai negara besar dan penting di kawasan dan di dunia. Interaksi
Tiongkok dan negara besar lain dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi
keamanan di kawasan Asia Pasifik. Konflik antara Tiongkok dan Taiwan masih
menjadi perhatian dalam BPPI 2003. Selanjutnya, Jepang dinilai memiliki
kepentingan regional dan global untuk menjaga keamanan wilayah-wilayah
perdagangannya. Uni Eropa dinilai memiliki kepentingan politik dan ekonomi
yang besar di Asia Tenggara, baik sebagai pasar maupun pemasok barang-barang
mentah. BPPI 2003 juga mulai mempertimbangkan peran organisasi-organisasi
internasional yang dapat mempengaruhi ketertiban dan perdamaian dunia seperti
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Gerakan Non-Blok (GNB). BPPI 2003
juga memberikan perhatian kepada legitimasi PBB untuk melakukan intervensi
kemanusiaan di negara yang mengalami konflik tanpa mempertimbangkan aspek-
aspek kedaulatan.
Perkembangan dalam BPPI 2003 juga terlihat pada penjelasan mengenai
masalah-masalah perbatasan yang dialami oleh Indonesia dengan negara lain.
Permasalahan perbatasan di kawasan Asia Tenggara yang menjadi perhatian
dalam BPPI 2003 adalah konflik LTS. Tidak selesainya masalah perbatasan yang
dialami oleh dua negara atau lebih dinilai berpotensi menjadi sumber konflik di
masa mendatang. Isu perbatasan antara Indonesia dengan negara lain dalam BPPI
2003, adalah: 1) Indonesia-Singapura, terkait penambangan pasir di sekitar
kepulauan Riau; 2) Indonesia-Malaysia, di wilayah perairan Selat Malaka dan
perbatasan darat di wilayah Kalimantan; 3) Indonesia-Filipina, di perairan Utara
dan Selatan Pulau Miangas; 4) Indonesia-Australia, terkait Celah Timor yang
perlu dibicarakan lebih lanjut dengan melibatkan Timor Leste; 5) Indonesai-PNG,

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


36

terkait kendala kultur dan klaim mengenai hak-hak tradisional; 6) Indonesia-


Vietnam, terkait Pulau Sekatung di KepulauanK Natuna dan Pulau Condore di
Vietnam; 7) Indonesia-India, di Pulau Rondo danPulau Nicobar; 8) Indonesia-
Thailand, terkait permasalahan keamanan di kawasan perairan Selat Malaka
bagian Utara dan Laut Andaman; 9) Indonesia-Republik Palau, terkait batas ZEE
kedua negara; 10) Indonesia-Timor Leste, terkait penggunaan mata uang rupiah
dan bahasa Indonesia, interaksi sosial antar masyarakat serta pengungsi Timor
Leste di Indonesia.107
Pembahasan mengenai ancaman terhadap Indonesia menjadi lebih detil
dengan mengkategorisasikan bentuk ancaman ke dalam ancaman tradisional dan
acaman non tradisional. BPPI 2003 mulai memperhatikan posisi geografis
Indonesia dan kaitannya dengan sumber-sumber ancaman. Indonesia dinilai selalu
berinteraksi dengan kepentingan negara lain, sehingga sumber ancaman eksternal
dan internal saling berkaitan. Ancaman tradisional seperti invasi atau agresi
diperkirakan kecil kemungkinannya karena adanya mekanisme diplomasi, PBB
dan masyarakat internasional. Ancaman eksternal diperkirakan berbentuk
ancaman non tradisional yang mencakup kejahatan-kejahatan transnasional,
terorisme internasional, gangguan keamanan laut dan gangguan keamanan udara
yang dilakukan oleh aktor-aktor non negara. BPPI 2003 juga menjelaskan
ancaman internal yang mungkin terjadi di Indonesia, yaitu tatanan politik dan
ekonomi yang belum stabil, gerakan separatis, gerakan teroris, radikalisme,
konflik komunal dan perusakan lingkungan.
Terdapat pemisahan anatara peninjauan lingkungan strategis dengan
kerjasama pertahanan yang dijalin dalam BPPI tahun 2003. Sebelumnya, BPPI
tahun 1995 dan 1997 menggabungkan dua pembahasan ini. Prioritas kerjasama
pertahanan Indonesia dalam BPPI 2003 diarahkan kepada kerjasama bilateral
dengan negara-negara di Asia Tenggara dan sub kawasan Pasifik Barat Daya.
BPPI tahun 2003 juga mendorong dikembangkannya kerjasama dengan ASEAN,
ARF dan Forum Dialog Pasifik Barat Daya untuk membangun CBM, dan mencari
solusi untuk permasalahan-permasalahan bersama. Permasalahan bersama yang

107
Ibid., 34-36.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


37

dihadapi mencakup kejahatan lintas negara, isu keamanan perbatasan, dan


kegiatan ilegal yang sering terjadi di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
ALKI merupakan wilayah yang terbuka bagi masyarakat internasional sebagai
jalur perdagangan (Sea Lane of Communications/SLOC) dan transportasi (Sea
Lane of Transportation/SLOT).108 Indonesia kemudian menjelaskan hubungan
kerjasama pertahanan dengan negara-negara ASEAN, yaitu Singapura, Malaysia,
Filipina, Thailand. Kerjasama pertahanan juga dibangun dengan negara-negara di
kawasan Asia Pasifik yang mencakup Papua Nugini, Timor Leste, Australia dan
Tiongkok. Dengan negara-negara besar, Indonesia menjalin hubungan kerjasama
pertahanan dengan AS, Inggris, Uni Eropa dan Rusia dalam pengadaan beberapa
jenis persenjataan.
Untuk melindungi kedaulatan dan kepentingan nasionalnya, BPPI 2003
menjelaskan bahwa sistem pertahanan yang dikembangkan oleh Indonesia adalah
Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta). Konsep Sishanta masih memiliki
kesamaan dengan yang dijelaskan pada dokumen sebelumnya, yaitu upaya
pertahanan yang melibatkan seluruh rakyat, sumber daya, serta sarana dan
prasarana nasional. Penghapusan kata keamanan dilatarbelakangi oleh reformasi
nasional dan reformasi pertahanan yang memisahkan tugas menjaga keamanan
sebagai tanggung jawab Kepolisian.
Berbeda dari dokumen sebelumnya, BPPI 2003 tidak menyebutkan
strategi pertahanan yang dibangun oleh Indonesia. Untuk mengatasi setiap
konflik, disebutkan bahwa Indonesia tetap mengedepankan upaya diplomatik dan
CBM. Untuk menghadapi ancaman militer dari luar, BPPI 2003 hanya
menjelaskan mengenai susunan kekuatan pertahanan negara. Susunan tersebut
yaitu Komponen Utama yakni TNI yang didukung oleh Komponen Cadangan dan
Komponen Pendukung, yakni seluruh sumber daya nasional yang dimiliki
Indonesia.109 Selain itu, SDM yang akan dikembangkan untuk memperkuat

108
Rustam, Ismah (2016) “Tantangan ALKI dalam Mewujudkan Cita-Cita sebagai Poros Maritim
Dunia,” Indonesian Perspective 1, No.1: 2.
109
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003), loc. cit., 58.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


38

kemampuan TNI masih ditujukan untuk matramdarat saja. 110 BPPI tahun 2003
juga menyebutkan pentingnya pembangunan teritorial untuk kepentingan
pertahanan, dan masih mempertahanan organisasi teritorial atau wilayah TNI yang
ada.

2.4. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008


Dephan kembali menerbitkan BPPI pada tahun 2008 yang memiliki beberapa
penambahan dari BPPI 2003. BPPI 2008 dinyatakan merupakan pemutakhiran
dari BPPI 2003, maka setiap hal dalam BPPI 2003 yang tidak bertentangan
dengan BPPI 2008 masih dianggap berlaku. 111 Secara substansi BPPI 2008
memiliki banyak perkembangan dari BPPI 2003. Pertama, BPPI 2008 sudah lebih
mencerminkan posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. BPPI 2008
yang menyebutkan bahwa terdapat 92 pulau kecil dan terluar di Indonesia, dua
belas di antaranya menjadi prioritas. Kedua, BPPI 2003 telah menyebutkan
banyaknya kegiatan ilegal yang terjadi di wilayah ALKI Indonesia. Pada BPPI
2008, pembahasan mengenai ALKI menjadi lebih berkembang dan turut
menyertakan choke points di Indonesia. Ketiga, semenjak dokumen tahun 2008,
konsep geopolitik Wawasan Nusantara sudah tidak pernah lagi disebutkan dalam
BPPI. Keempat, penggolongan ancaman dalam BPPI 2008 mengalami perubahan
dari yang sebelumnya berbentuk ancaman tradisional dan nontradisional, menjadi
ancaman militer dan nirmiliter. Kelima, BPPI 2008 sudah lebih banyak
menjelaskan mengenai kekuatan penangkalan yang akan dibangun oleh Indonesia,
yang pada BPPI sebelumnya tidak dijabarkan.
Posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan lebih tercerminkan
dalam BPPI 2008 bila dibandingkan dengan dokumen-dokumen sebelumnya.
BPPI 2008 menyatakan terdapat dua belas pulau-pulau kecil terluar yang menjadi
prioritas pengamanan, yaitu: Pulau Batek, Pulau Bras, Pulau Dana, Pulau Fani,
Pulau Fanildo, Pulau Marampit, Pulau Marore, dan Pulau Miangas, Pulau Nipa,

110
BPPI 1995 dan 1997 juga menjelaskan bahwa kekuatan cadangan dan pendukung diarahkan
kepada matra darat saja.
111
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2008) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008,
Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia: iv.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


39

Pulau Rondo, Pulau Sebatik dan Pulau Sekatung. 112 Beberapa pulau tersebut juga
mengalami permasalahan perbatasan dengan negara lain, sebagaimana dijelaskan
pada BPPI tahun 2003, yaitu Pulau Miangas, Pulau Sekatung dan Pulau Rondo.
Selain itu, BPPI 2008 juga menyebutkan Indonesia terletak pada cincin gunung
berapi dan pertemuan sejumlah lapisan kerak bumi, sehingga menjadi sangat
rawan terhadap bencana alam.113
Pembahasan mengenai ALKI telah mengalami perkembangan dalam BPPI
2008 yang diikuti dengan penyebutan choke points Indonesia. cpoints Beberapa
choke points di Indonesia, yaitu Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makasar. 114
Wilayah perbatasan darat yang juga menjadi prioritas pengamanan yaitu di
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, Papua dan Timor Barat.
Terdapat perkembangan pada BPPI 2008 dalam meninjau perkembangan
lingkungan strategis. BPPI 2008 menjelaskan bahwa isu lingkungan dapat
berdampak keapada naiknya permukaan laut yang dapat menenggelamkan
beberapa pulau di Indonesia, serta ancaman gelombang pasang yang akan
mempengaruhi kehidupan di wilayah pesisir. 115 Isu-isu global yang baru muncul
pada BPPI 2008 adalah kepemilikan senjata pemusnah masal oleh beberapa
negara. Posisi Indonesia dinyatakan menentang setiap usaha proliferasi senjata
pemusnah masal. BPPI 2008 juga memperhatikan peningkatan kebutuhan energi
dunia yang berdampak kepada krisis energi dan menjadi sumber konflik antar
negara yang memperebutkan sumber energi.
Isu keamanan maritim untuk mengatasi gangguan keamanan di laut
semakin berkembang dan menjadi perhatian dalam BPPI 2008. Isu yang
diperhatikan adalah isu penyelundupan wanita dan anak-anak, pembalakan liar,
pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun, narkotika dan obat terlarang,

112
Ibid., 56.
113
Pada dokumen-dokumen sebelumnya, belum pernah ada pembahasan mengenai posisi
geografis ini. BPPI 2008 juga masih menjelaskan Indonesia memiliki 17.504 pulau dengan
wilayah maritim yang luasnya hampir enam juta kilometer persegi. Meskipun begitu, tidak ada
pembahasan mengenai garis pantai sepanjang 81.000km dan wilayah ZEE seluas 4 juta km2,
seperti yang digambarkan pada BPPI 2003.
114
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, (2008), loc.cit., 17.
115
Sama seperti tiga BPPI sebelumnya, BPPI 2008 masih memperhatikan isu-isu demokrasi,
HAM, lingkungan hidup, terorisme dan kejahatan lintas negara sebagai isu yang mempengaruhi
hubungan internasional

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


40

perdagangan manusia dan pencurian ikan. 116 Penyelesaian isu-isu ini menjadi
prioritas bagi Indonesia dan membutuhkan adanya kerja sama dengan negara lain.
BPPI 2008 mulai menyadari nilai strategis wilayah maritim bagi kepentingan
perdagangan internasional. Perairan yang menjadi fokus di Asia Tenggara adalah
Selat Malaka sebagai lalu lintas perdagangan dunia, sehingga mendorong negara-
negara besar untuk berperan langsung dalam mengamankannya. Untuk
menyikapinya, BPPI 2008 secara tegas menyatakan hak untuk mengamankan
kedaualatan Selat Malaka berada pada Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Partisipasi negara-negara lain dapat diberikan dalam pengamanan tidak langsung.
Apabila BPPI 2003 menitikberatkan kepada peran negara-negara besar di
kawasan, BPPI 2008 lebih menekankan kepada konflik-konflik antar negara yang
masih terjadi di kawasan Asia-Pasifik. Seperti dokumen-dokumen sebelumnya,
konflik yang masih menjadi perhatian adalah konflik Tiongkok-Taiwan, konflik
di semenanjung Korea, konflik antara India-Pakistan terkait wilayah Kashmir, dan
konflik Israel-Palestina. Terkait dengan konflik LTS, BPPI 2008 memiliki posisi
yang berbeda dari dokumen-dokumen sebelumnya. BPPI 2008 menyatakan
meskipun konflik tersebut tidak terlalu menonjol, tetapi masih memiliki potensi
konflik yang melibatkan berbagai negara. Konflik lain yang mulai menjadi
perhatian dalam BPPI 2008 adalah konflik Lebanon-Israel. Perhatian juga
diberikan kepada lima negara pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB yang
memiliki pengaruh besar terhadap keamanan baik di kawasan dan di dunia. BPPI
2008 juga memberikan perhatian kepada kinerja Uni Eropa dan ASEAN yang
semakin meningkat.
Terdapat penggolongan ancaman yang berbeda dalam BPPI 2008, yaitu
ancaman militer dan nirmiliter. Bentuk ancaman militer dapat berupa agresi,
pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror
bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal. Ancaman
militer yang diperkirakan peluangnya cukup tinggi adalah tindakan pelanggaran
wilayah oleh negara lain, yang merupakan konsekuensi dari kondisi geografi

116
Isu perompakan, penyelundupan manusia, senjata dan amunisi, yang sudah dibahas pada BPPI
2003 masih mendapatkan perhatian pada BPPI 2008.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


41

Indonesia yang luas dan terbuka. Ancaman nirmiliter dimaknai sebagai faktor-
faktor ancaman bukan berdimensi militer, tetapi berdimensi ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, teknologi informasi dan keselamatan umum. BPPI 2008
memperkirakan tidak ada indikasi ancaman militer konvensional terhadap
Indonesia selama beberapa tahun ke depan, akan tetapi pembangunan kemampuan
untuk melindungi NKRI akan tetap berlangsung.
Seperti dokumen sebelumnya, BPPI 2008 juga memisahkan antara
proyeksi kerjasama pertahanan Indonesia dengan analisis lingkungan strategisnya.
Kerjasama pertahanan yang terdapat dalam BPPI 2008 juga mengalami
perkembangan dan dijelaskan memiliki tiga sasaran utama, yaitu sebagai CBM,
mencegah konflik, dan mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan perselisihan.
Kerjasama pertahanan jangka panjang nampak lebih diprioritaskan dengan
negara-negara ASEAN dan mitra-mitra lain seperti ASEAN+3, ASEAN+6 dan
negara-negara anggota ARF. 117 Selain itu, Indonesia juga dinyatakan akan
memberdayakan Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defense
Ministerial Meeting/ADMM) untuk menangani isu-isu keamanan di kawasan Asia
Tenggara. Pada lingkup global. Indonesia juga dinyatakan akan memainkan peran
yang lebih besar dalam GNB dan Organisasi Konferensi Islam (OKI), untuk
kesejahteraan rakyat, pencegahan dan resolusi konflik.
Proyeksi kerjasama pertahanan bilateral dalam BPPI 2008 juga mengalami
perubahan dari BPPI 2003. Untuk negara-negara anggota ASEAN, Brunei turut
diikutsertakan dalam proyeksi kerjasama pertahanan bilateral. 118 Sementara untuk
negara di kawasan Asia Pasifik, BPPI 2008 sudah tidak lagi mencantumkan Papua
Nugini dan Timor Leste, namun menambahkan India, Korea Selatan, dan
Jepang.119 Sementara, untuk negara-negara besar BPPI 2008 sudah tidak lagi
mencantumkan Inggris dalam memproyeksikan kerjasama pertahanan

117
BPPI 2008 sudah tidak lagi menyebutkan prioritas kerjasama pertahanan dengan negara-negara
anggota Forum Dialog Pasifik Barat Daya, seperti yang terdapat pada BPPI 2003.
118
Seperti BPPI 2003, BPPI 2008 masih menjelaskan proyeksi kerjasama pertahanan dengan
Malaysia, Singapura, Thailand.
119
Negara lain di kawasan Asia Pasifik yang juga menjalin hubungan kerjasama pertahanan
dengan Indonesia adalah Australia dan Tiongkok, sebagaimana telah dijelaskan pada BPPI 2003.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


42

Indonesia.120 BPPI 2008 juga secara khusus menjelaskan kerjasama pertahanan


untuk mengamankan Selat Malaka yang dijalin dengan Malaysia dan Singapura di
bawah agenda Malsindo Coordinated Patrol dengan sandi Eye on the Sky.121
Kekuatan pertahanan yang dipilih dan dibangunIndonesia dalam BPPI
2008 adalah kekuatan pertahanan yang memiliki efek penangkalan. Kekuatan
penangkalandibangun dalam strategi pertahanan berlapis yang memadukan lapis
pertahanan militer oleh TNI dan lapis pertahanan nirmiliter. Pembangunan
kekuatan pertahanan yang memiliki efek penangkalan juga membawa kepentingan
geopolitik, yaitu menjadikan Indonesia sebagai negara yang disegani pada lingkup
regional. Sementara, untuk berpartisipasi dalam menjaga perdamaian dan
stabilitas dunia maupun kawasan, dinyatakan strategi yang dipilih adalah
mengembangkan kerjasama pertahanan. Seluruh upaya pertahanan
diselenggarakan di bawah Sishanta yang melibatkan seluruh rakyat dan segenap
sumber daya nasional, sarana prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara.
Berbeda dari sebelumnya, BPPI 2008 menyatakan secara tegas Sishanta akan
terus dibangun karena pertimbangan strategis, bukan karena ketidakmampuan
Indonesia untuk membangun pertahanan yang modern. 122 Karakteristik Sishanta
yang dijelaskan memiliki kesamaan dengan BPPI 1995 dan 1997, yaitu
kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan.

2.5. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2014


Pemerintah kembali menerbitkan BPPI pada tahun 2014. Dokumen tersebut
merupakan BPPI kelima yang diterbitkan oleh Kementerian Pertahanan Republik
Indonesia.123 Diterbitkannya BPPI 2014 adalah untuk menggantikan BPPI 2008
yang dinyatakan sudah tidak lagi sesuai dengan peraturan perundang-undangan

120
BPPI 2008 masih menjelaskan kerjasama pertahanan dengan AS, Uni Eropa dan Rusia.
121
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, (2008), op.cit., 142.
122
Ibid., 43.
123
Nomenklatur Departemen mengalami perubahan menjadi Kementerian yang diatur dalam
Undang-Undang No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Peraturan Presiden
No.47/2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Kementerian Negara. Perubahan nama dan
organisasi Departemen Pertahanan menjadi Kementerian Pertahanan terjadi pada tahun 2010
setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertahanan No. 16 Tahun 2010 yang diundangkan pada
27 September 2010.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


43

dan perkembangan lingkungan strategis. 124 Penyusunan dan penerbitan BPPI 2014
dinyatakan telah disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019, yang merupakan visi dari presiden terpilih atau
pemimpin yang akan datang. 125 Selain itu, BPPI 2014 juga diharapkan dapat
menjadi acuan atau pedoman bagi pemerintah yang baru.126
Terdapat banyak kebaruan dalam BPPI 2014, baik secara susunan maupun
substansi, bila dibandingkan dengan dokumen-dokumen sebelumnya. Pertama,
terdapat penjelasan mengenai proyeksi postur pertahanan Indonesia dalam BPPI
2014.127 Kedua, BPPI 2008 sudah menjelaskan mengenai ALKI dan Choke Points
Indonesia, akan tetapi BPPI 2014 memiliki pembahasan lebih lengkap yang
menjabarkan pembagian tiga ALKI dan empat Choke Points Indonesia. Ketiga,
dalam meninjau perkembangan lingkungan strategis BPPI 2014 nampak
memberikan perhatian kepada isu-isu keamanan tradisional di kawasan Asia
Pasifik, yang kurang disorot pada BPPI 2008. Keempat, tidak terdapat
pembahasan mengenai prediksi acaman terhadap Indonesia dalam BPPI 2014.
Keempat, BPPI 2008 sudah menyebutkan bahwa Indonesia membangun kekuatan
pertahanan yang memiliki efek penangkalan. Pada BPPI 2014, konsep kekuatan
penangkalan digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu penangkalan dengan cara
penolakan dan penangkalan dengan cara pembalasan.
Dalam menggambarkan posisi geografis Indonesia, BPPI 2014 memiliki
perubahan dari BPPI 2008. Dalam dokumen ini sudah tidak lagi disebutkan
bahwa Indonesia memiliki 17.508 pulau. 128 Meskipun masih dijelaskan bahwa
Indonesia memiliki 92 pulau kecil terluar dan dua belas menjadi prioritas,
dokumen ini sudah tidak lagi menjabarkan dua belas pulau yang diprioritaskan.
Geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan juga tercermin dari pernyataan

124
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2014,
Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia: iii.
125
Ibid., ix.
126
Ibid.
127
Pembahasan mengenai postur pertahanan Indonesia sudah terdapat dalam BPPI 1995 dan 1997,
namun tidak terdapat dalam BPPI 2003 dan 2008.
128
BPPI 2014 masih menyebutkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, berada di
antara dua benua dan dua samudera, terletak pada cincin gunung berapi dan pertemuan lapisan
kerak bumi, serta berbatasan darat dan maritim dengan beberapa negara.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


44

bahwa keberadaan Indonesia akan dipengaruhi oleh kondisi dan letak


geografisnya yang rentan terhadap sengketa perbatasan dan anngacaman
keamanan.129
Dalam menganalisis perkembangan lingkungan strategis, BPPI 2014 lebih
menitikberatkan kepada kawasan Asia Pasifik. Kawasan ini dinilai tengah menjadi
perhatian dunia karena potensi ekonominya yang besar. Hal tersebut menjadikan
Asia Pasifik sebagai pusat kompetisi starategis global, dan economic power house
dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi beberapa negara di kawasan. BPPI 2014
menyatakan Hal tersebut berdampak kepada meningkatnya kekuatan militer
negara-negara di Asia Pasifik, yang menjadi kekhawatiran bagi Indonesia.
Pemikiran keamanan tradisional juga nampak mewarnai BPPI 2014 dalam
menganalisis perkembangan lingkungan strategis di kawasan Asia Pasifik. Hal
tersebut nampak dari pembahasan mengenai peningkatan kekuatan militer
Tiongkok yang dinilai aktif dan masif, sehingga menimbulkan berbagai macam
spekluasi dan respon dari negara-negara lain. BPPI 2014 juga memperhitungkan
kebijakan luar negeri AS di Asia Pasifik, yang disebut sebagai “US Rebalancing
Strategy.” Selain interaksi antara kedua negara besar tersebut, BPPI 2014 juga
memperhatikan modernisasi kekuatan militer beberapa negara di Asia Pasifik.
Peningkatan kapabilitas militer beberapa negara dinilai sebagai upaya untuk
menyetarakan kekuatan dengan negara aliansi, serta mengantisipasi terjadinya
miskalkulasi dan mispersepsi akibat kondisi lingkungan strategis yang tidak pasti.
Modernisasi militer ini juga mencakup pengembangan strategi serangan siber,
yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi. Kondisi tersebut dikaitkan dengan
potensi konflik di LTS dan di Laut Tiongkok Timur (LTT), yang melibatkan
Tiongkok dan Jepang. 130
Isu perbatasan dan konflik antar negara masih menjadi perhatian dalam
BPPI 2014. Isu perbatasan juga berkaitan dengan dua belas pulau kecil terluar di
Indonesia yang berpotensi untuk terjadinya pelanggaran, sebagaimana telah

129
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014), loc.cit., x.
130
Hal tersebut menunjukan perkembangan pemikiran dalam melihat dinamika konflik di LTS,
yang pada dokumen sebelumnya hanya dinyatakan berpotensi menjadi potensi konflik. Konflik
LTT juga baru pertama kalinya muncul dalam BPPI.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


45

dijelaskan dalam BPPI 2008. Selain itu, konflik di negara dan kawasan lain yang
baru dicantumkan dalam BPPI 2014 adalah konflik di Afrika Utara, Afrika
Tengah, dan Irak. Seperti dokumen sebelumnya, Indonesia dinyatakan akan turut
berpartisipasi dalam menjaga perdamaian dunia baik melalui mekanisme PBB,
OKI ataupun ASEAN.
Salah satu kebaruan yang terdapat dalam BPPI 2014 adalah munculnya
konsep proxy war sebagai kecenderungan konflik kontemporer. Konsep tersebut
didefinisikan sebagai upaya untuk menguasai suatu negara dengan menggunakan
senjata asimetris, seperti propaganda di media sosial dan, untuk menguasai suatu
negara.131 Konsep proxy war tersebut diikuti dengan munculnya konsep devide et
impera atau memecah belah dari dalam negeri untuk menghancurkannya dari
dalam. Fenomena Arab Spring yang terjadi di Mesir, Irak, Afghanistan, Libya dan
Suriah dinilai merupakan pola-pola devide et impera.
Analisis mengenai isu-isu keamanan non-tradisional juga semakin
berkembang dalam BPPI 2014. Terorisme internasional semakin meningkat dan
telah memunculkan teroris perorangan yang tidak terafiliasi dengan jaringan
teroris, yang disebut sebagai home-grown terrorist. Kategori senjata pemusnah
masal yang dipertimbangkan bukan hanya senjata nuklir, tetapi sudah mencakup
senjata kimia, biologi, radiologi, nuklir dan bahan peledak. Kemajuan teknologi
juga dinyatakan dapat dimanfaatkan untuk melakukan tindak kejahatan, seperti
pencurian dan penyelundupan objek budaya, perdagangan organ tubuh manusia,
serta kejahatan lingkungan. Isu-isu baru yang dipertimbangkan dalam BPPI 2014
adalah perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), keamanan
pangan, air dan energi, serta epidemi.
Perubahan paling besar terdapat dalam penjelasan isu kejahatan lintas
negara. BPPI 2014 menjelaskan gangguan keamanan laut yang rawan terjadi di
ALKI dan choke points Indonesia. Untuk pertama kalinya, BPPI 2014
membagimembagi ALKI dalam tiga zona. ALKI I mencakup LTS, Laut Natuna,
Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda dan Samudra Indonesia. ALKI II
melintasi Laut Sulawesi, Selat Makasar, Laut Flores, dan Selat Lombok ke

131
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014), loc.cit., 13.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


46

Samudra Indonesia. ALKI IIIterbagi atas beberapa jalur dan sumbu, yaitu:
pertama, ALKI IIIA, melintasi Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut
Banda, Laut Ombai, Laut Sawu ke Samudra Indonesia; kedua, ALKI IIIB
melintasi Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Laut Leti, dan
Laut Timor; ketiga, ALKI IIIC melintasi Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut
Seram, Laut Banda ke Laut Arafuru; keempat, ALKI IIID melintasi Samudra
Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sewu
sebelah timur pulau Sawu ke Samudra Indonesia; kelima, ALKI IIIE melintasi
Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut
Sawu. Empat choke points di Indonesia yang dijelaskan dalam BPPI 2014
mencakup Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar. 132
Proyeksi kerjasama pertahanan yang terdapat dalam BPPI 2014 juga
memiliki banyak penambahan dari sebelumnya. Prioritas kerjasama pertahanan
masih diberikan kepada negara-negara di Asia Tenggara, mitra dialog, negara
yang berbatasan dengan Indonesia, serta negara yang memiliki pengaruh baik di
kawasan maupun bagi kepentingan Indonesia. 133 Hal tersebut diwujudkan melalui
forum-forum dialog regional seperti ADMM, ADMM Plus,134 ARF, forum-forum
dialog regional,135 dan forum-forum keamanan lainnya. Indonesia juga dinyatakan
telah berkontribusi dalam menjaga perdamaian dunia melalaui keikutsertaan
dalam misi perdamaian PBB dan pembangunan Indonesia Peace and Security
Center (IPSC).136
Kerjasama pertahanan bilateral yang dicetuskan dalam BPPI 2014 juga
memiliki penambahan dari sebelumnya. Kerjasama dengan negara-negara anggota
ASEAN lebih dipusatkan kepada pengelolaan perbatasan darat dan laut,
pendidikan dan latihan militer, pertukaran informasi, serta penanganan terorisme,

132
Ibid., 20-21.
133
Ibid., 82.
134
ADMM Plus merupakan forum dialog antara Menteri Pertahanan negara-negara anggota
ASEAN dengan Menteri Pertahanan negara lain.
135
Beberapa forum-forum dialog regional yang diikuti Indonesia adalah Shangrila Dialogue,
Western Pacific Naval Symposium, dan Indian Ocean Naval Symposium. Forum tersebut
merupakan forum one and a half track yang melibatkan pemerintah dan akademisi untuk mencari
solusi bagi isu-isu keamanan regional.
136
IPSC merupakan pusat pelatihan Indonesia untuk mempersiapkan kontingen Indonesia yang
akan mengikuti misi-misi internasional dalam bendera PBB.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


47

dalam rangka mewujudkan pilar ASEAN Political Security Community (APSC).


Penjelasan mengenai negara-negara di Asia Pasifik masih memiliki kesamaan
dengan BPPI 2008, namun BPPI 2014 tidak menjelaskan satu persatu kerjasama
dengan negara-negara di ASEAN.137 BPPI 2014 kembali menyebutkan kerjasama
yang dijalin dengan Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara dengan negara-
negara besar, BPPI 2014 menambahkan beberapa negara, antara lain Perancis,
Jerman, dan kembali menyebutkan kerjasama yang dijalin dengan Inggris. 138
Negara-negara lain yang juga baru menjadi fokus kerjasama pertahanan Indonesia
dalam BPPI 2014 adalah Spanyol, Brasilia dan negara-negara Afrika.
Terdapat dua konsep baru pada strategi penangkalan yang dikembangkan
dalam BPPI 2014, yaitu penangkalan dengan cara penolakan dan dengan cara
pembalasan. Penangkalan dengan cara penolakan diwujudkan dengan membangun
kekuatan pertahanan ideal yang berbasis kepada Alutsista modern. Bersamaan
dengan itu, pertahanan nirmiliter akan dikembangkan dengan meningkatkan
kualitas pembangunan nasional. Sementara, penangkalan dengan cara pembalasan
bertujuan untuk membalas lawan yang menduduki wilayah Indonesia. BPPI 2014
juga menjelaskan jika seluruh upaya pertahanan mengalami kegagalan, maka akan
dilaksanakan perang berlarut dengan kemampuan gerilya modern, militan dan
didukung oleh rakyat dan teknologi pertahanan. 139 Strategi pertahanan tersebut
dinyatakan sebagai wujud nyata dari pertahanan yang bersifat defensif aktif dan
semesta.

2.6. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015


Kurang dari satu tahun penerbitan BPPI 2014, Kementerian pertahanan kembali
menerbitkan BPPI pada tahun 2015. Dinyatakan dalam dokumen tersebut bahwa
BPPI 2015 merupakan pemutakhiran dari dokumen sebelumnya. 140 Secara garis

137
Dokumen-dokumen sebelumnya menjabarkan kerjasama bilateral yang dijalin dengan negara-
negara anggota ASEAN.
138
Seperti BPPI 2008, kerjasama pertahanan juga masih dibangun dengan AS, Uni Eropa dan
Rusia.
139
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014), loc.cit., 63.
140
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2015) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015,
Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia: V.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


48

besar substansi yang terdapat dalam BPPI 2015 banyak memiliki kesamaan
dengan BPPI 2014. AkanA tetapi terdapat beberapa penambahan dalam dokumen
ini. Pertama, BPPI 2015 untuk pertama kalinya menggambarkan posisi geografis
Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara maritim. Kedua, BPPI 2015
menjelaskan mengenai visi pemerintah dan kepentingan Indonesia untuk menjadi
Poros Maritim Dunia (PMD). Kekuatan pertahanan akan diarahkan untuk
mendukung kebijakan PMD. Ketiga, terdapat bagian yang secara khusus
menjelaskan mengenai program Bela Negara. Bela Negara dijelaskan dalam BPPI
2015 sebagai hak dan kewajiban setiap warga negara dalam upaya pembelaan
negara, melalui perwujudan sikap dan perilaku yang dijiwai oleh kecintaan
kepada bangsa dan negara. 141 Keempat, BPPI 2015 kembali menyajikan
pembahasan mengenai prediksi ancaman terhadap Indonesia yang tidak terdapat
dalam BPPI 2014.
Meskipun terdapat kesamaan dengan dokumen sebelumnya dalam
menggambarkan posisi geografis Indonesia, BPPI 2015 menyebutkan untuk
pertama kalinya bahwa Indonesia merupakan negara maritim. Pada dokumen-
dokumen sebelumnya, Indonesia hanya disebutkan sebagai negara kepulauan.
Penyebutan tersebut tidak terlepas dari upaya mendukung kepentingan PMD dan
visi pemerintah untuk memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara maritim,
serta menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional. 142 Meskipun begitu, dalam BPPI 2015 tidak
ada pembahasan mengenai ALKI dan choke points, yang terdapat di Indonesia.
Dalam menganalisis perkembangan lingkungan strategis, BPPI 2015 tidak
mengalami banyak perubahan dari dokumen sebelumnya. Peninjuan terhadap
lingkungan strategis merupakan dasar dalam merumuskan kebijakan dan strategi
pertahanan, serta untuk mendukung kebijakan PMD. BPPI 2015 menilai kawasan
Asia Pasifik memiliki peluang dan tantangan yang sangat kompleks dan beresiko
menimbulkan konflik antar negara. Isu-isu keamanan tradisional yang menjadi
perhatian masih meliputi peningkatan kapabilitas militer Tiongkok, kebijakan

141
Ibid., 95.
142
Ibid., 36.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


49

rebalancing AS, modernisasi militer negara-negara di kawasan, konflik di LTS,


LTT dan konflik di Semenanjung Korea. Dalam memandang konflik LTS, BPPI
2015 menilai meskipun sangat berpotensi untuk menjadi konflik terbuka, namun
tidak akan terjadi karena komitmen negara-negara di ASEAN untuk
menyelesaikan konflik secara damai.
BPPI 2015 kembali menjelaskan mengenai prediksi ancaman terhadap
Indonesia, yang tidak muncul pada BPPI 2014. Ancaman digolongkan ke dalam
tiga jenis, yaitu ancaman militer bersenjata atau tidak bersenjata, ancaman non
militer, dan ancaman hibrida yang dapat hadir baik dari dalam maupun dari luar
negeri. Prediksi ancaman terhadap Indonesia pada kurun waktu lima tahun ke
depan dikategorikan ke dalam ancaman nyata dan ancaman belum nyata.
Ancaman belum nyata merupakan ancaman yang kemungkinan terjadinya kecil
berupa konflik terbuka atau perang konvensional dengan negara lain. Sementara
ancaman nyata merupakan ancaman yang sedang dihadapi oleh Indonesia, berupa
terorisme dan radikalisme, separatisme dan pemberontakan bersenjata, bencana
alam, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian kekayaan
alam, wabah penyakit, serangan siber dan spionase, serta peredaran dan
penyalahgunaan narkoba. Ancaman hibrida merupakan penggolongan ancaman
yang baru muncul pada BPPI 2015, yaitu ancaman yang bersifat campuran antara
ancaman militer dan nonmiliter.
Terdapat beberapa perubahan pada proyeksi kerjasama pertahanan
Indonesia dalam BPPI 2015. BPPI 2015 menyatakan kerjasama pertahanan
dikembangkan untuk membangun saling percaya, dan mencari solusi damai bagi
penanganan isu-isu keamanan. Selain itu, BPPI 2015 kembali menjelaskan
kerjasama yang dijalin dengan masing-masing negara ASEAN. 143 Negara-negara
tersebut meliputi Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand dan Brunei. Sementara
untuk negara-negara di kawasan Asia Pasifik, kerjasama bilateral Australia dan
Indonesia dinyatakan menjadi sangat penting secara geopolitik dalam menjaga
stabilitas dan perdamaian di kawasan. BPPI 2015 juga menyatakan Tiongkok
sebagai mitra strategis dalam konteks kepentingan nasional untuk membangun

143
BPPI 2014 tidak memaparkan kerjasama bilateral dengan negara-negara anggota ASEAN.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


50

kekuatan pertahanan dan isu-isu keamanan bersama.144 BPPI 2015 sudah tidak
lagi menjelaskan mengenai kerjasama pertahanan yang dijalin dengan Uni Eropa
dan Brasil.145 Selain itu, dalam kerjasama multilateral, BPPI 2015 juga nampak
hanya fokus kepada ASEAN, ARF, ADMM dan ADMM Plus.
Kepentingan Indonesia dan visi pemerintah untuk mewujudkan PMD
berpengaruh terhadap pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia dalam BPPI
2015. Untuk mewujudkan kebijakan PMD pembangunan pertahanan akan
diarahkan kepada kemampuan penangkalan sebagai negara kepulauan sekaligus
negara maritim. Hal tersebut akan didukung dengan pembangunan postur
pertahanan negara yang diselenggarakan untuk mewujudkan pertahanan militer
dan nirmiliter. BPPI 2015 menyebutkan bahwa Indonesia diharapkan dapat
menuju kepada kekuatan maritim regional yang disegani di kawasan Asia Pasifik
dengan prinsip defensif aktif. Untuk membangun pertahanan maritim BPPI 2015
menyatakan prioritas akan diberikan kepada pembangunan kekuatan pertahanan
maritim dengan memanfaatkan teknologi yang terintegrasi pada satelit dan sistem
drone. Akan tetapi, BPPI 2015 tidak lagi menjelaskan wilayah-wilayah perairan
strategis di Indonesia, yang memerlukan prioritas pengamanan, yang mencakup
tiga ALKI dan empat Choke Points.146 Pembangunan kekuatan pertahanan negara
hanya dijelaskan akan ditingkatkan di kepulauan Natuna dan Merauke untuk
mengantisipasi kondisi keamanan maritim di Indonesia.
Karakteristik Sishanta yang dijelaskan dalam BPPI 2015 mengalami
perkembangan dari dokumen-dokumen sebelumnya. Sishanta merupakan sistem
pertahanan dinyatakan akan terus dikembangkan oleh Indonesia. Sishanta
memiliki tiga karakteristik yaitu kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan.
Karakteristik kewilayahan dalam BPPI 2015 memiliki perubahan dari dokumen
sebelumnya yang hanya menyebutkan Indonesia sebagai negara kepulauan.
Sementara, BPPI 2015 menyatakan bahwa kewilayahan merupakan gelar
kekuatan pertahanan yang menyebar di seluruh wilayah NKRI, sesuai dengan
kondisi geografi sebagai negara kepulauan sekaligus negara maritim.

144
Kerjasama pertahanan dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang juga dijelaskan
dalam BPPI 2015 mencakup India, Korea Selatan, Jepang.
145
Sementara untuk negara-negara di luar kawasan Asia Pasifik, kerjasama pertahanan masih
dijalin dengan AS, Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, Spanyol dan Afrika.
146
Penjelasan ALKI dan Choke Points Indonesia telah dijelaskan secara rinci pada BPPI 2014.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


52

2.7. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor geopolitik yang
paling mempengaruhi BPPI 1995-2015 adalah posisi geografis Indonesia dan
lingkungan eksternal. Dalam menggambarkan posisi geografis, Indonesia
digambarkan sebagai negara kepulauan dengan posisi geografis yang unik pada
BPPI 1995. Kemudian berkembang dengan memperhatikan ketetapan UNCLOS
III pada BPPI 1997. Selanjutnya, BPPI 2003 sudah mulai mempertimbangkan
wilayah perairan Indonesia yang memiliki nilai strategis seperti ALKI dan choke
points. Memasuki periode 2008, penggambaran posisi geografis Indonesia
menjadi semakin berkembang dengan mempertimbangkan posisi geologi dan
pulau-pulau kecil terluar di Indonesia. Lebih lanjut, BPPI 2014 merupakan BPPI
yang paling komprehensif dalam menjelaskan wilayah perairan strategis di
Indonesia. Meskipun begitu, BPPI 2015 sudah tidak lagi menjelaskan mengenai
perairan strategis di Indonesia.
Dalam menggambarkan perkembangan lingkungan eksternal, BPPI 1995
sampai dengan 2015 juga mengalami perkembangan. Isu-isu keamanan non
tradisional seperti isu terorisme, gangguan keamanan laut dan kejahatan lintas
negara mulai dibahas semenjak BPPI 2003. Kemudian semenjak tahun 2008,
BPPI sudah mulai menyoroti isu keamanan manusia seperti bencana alam,
keamanan pangan dan energi, serta wabah penyakit. Konflik-konflik yang
disoroti, baik di kawasan Asia Pasifik maupun di luar kawasan, juga menjadi
semakin meluas.
Meskipun penggambaran posisi geografis dan lingkungan eksternal telah
berkembang, BPPI cenderung memiliki kesamaan dalam pembangunan kekuatan
pertahanan. Pemilihan kekuatan pertahanan dari 1995 sampai dengan 2015
dibangun dalam sishankamrata, dan nampak lebih fokus kepada permasalahan
internal. Semenjak BPPI 2008, sudah mulai dinyatakan bahwa Indonesia akan
membangun kekuatan pertahanan yang memiliki efek penangkalan. Pemilihan
kekautan pertahanan dalam BPPI 2014 paling mencerminkan geopolitik Indonesia
sebagai negara kepulauan. Akan tetapi, kekuatan pertahanan yang mencerminkan
geopolitik Indonesia sudah tidak lagi muncul dalam BPPI 2015.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


BAB 3
AKTOR DAN PROSES PEMBUATAN BUKU PUTIH PERTAHANAN
INDONESIA, 1995-2015

Bagian ini menjelaskan mengapa geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan


tidak tercermin dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia (BPPI) 1995-2015.
Peranan bagian ini dalam riset adalah untuk memberi pemahaman mendasar
tentang hubungan sebab akibat antara geopolitik dan penyusunan BPPI. Untuk
mencapai tujuan tersebut, uraian didasarkan pada pendekatan teori dan konsep
pembuatan kebijakan pertahanan, sesuai dengan model analisis yang sudah
dijelaskan pada Bab I. Dalam bab ini, penjelasan dibagi dalam dua bagian yakni
aktor dan proses pembuatan kebijakan pertahanan dalam BPPI. Aktor-aktor yang
terlibat pada pembuatan kebijakan pertahanan Indonesia dalam BPPI telah
diidentifikasi. Aktor-aktor tersebut adalah Kementerian Pertahanan (Kemhan),
aktor militer, serta masyarakat aktor non militer. Dalam menjelaskan mengenai
para aktor, penjabaran akan dibagai ke dalam enam sub bab, berdasarkan BPPI
yang pernah diterbitkan, yaitu 1995, 1997, 2003, 2008, 2014, dan 2015.
Sedangkan, pada bagian kedua proses pembuatan kebijakan pertahanan Indonesia
dalam BPPI akan dijelaskan rinci dan terbagi dalam enam sub bab, sesuai dengan
BPPI yang pernah diterbitkan.

3.1. Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia, 1995-2015


Bagian ini mengidentifikasi aktor-aktor pembuat Buku Putih Pertahanan
Indonesia dari tahun 1995 sampai dengan 2015. Sesuai dengan teori yang
digunakan, aktor-aktor yang diidentifikasi terlibat dalam pembuatan BPPI adalah
Kemhan,147 aktor militer, dan aktor non militer di Indonesia. Aktor-aktor tersebut
dilihat berdasarkan biografi, latar belakang, pemikiran-pemikiran terhadap

147
Pada masa Orde Baru, nama resminya adalah Departemen Pertahanan dan Keamanan
(Dephankam). Restrukturasi organisasi kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
mengubah nama resminya menjadi Departemen Pertahanan (Dephan). Setelah dikeluarkannya UU
No. 39 tahun 2008, nama resminya menjadi Kementerian Pertahanan (Kemhan). Restrukturasi
organisasi TNI dan Polri juga turut mengubah nama Menteri Pertahanan dan Keamanan menjadi
Menteri Pertahanan.

53

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


53

pertahanan negara, serta karakteristiknya. Faktor-faktor tersebut dianggap dapat


mempengaruhi proses pembuatan kebijakan pertahanan dalam BPPI 1995-2015.

3.1.1. Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 1995 dan 1997
Bagian ini menggabungkan identifikasi aktor yang terlibat dalam pembuatan
kebijakan pertahanan dalam BPPI 1995 dan 1997. Penggabunggan pembahasan
dalam bagian ini didasari oleh pertimbangan adanya kesamaan Menteri
Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) dan Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI/Pangab) yang terlibat dalam pembuatan kebijakan
pertahanan dalam BPPI 1995 dan 1997. Selain itu, kedua BPPI ini juga
diterbitkan pada masa pemerintahan yang sama, yaitu pada masa kepemimpinan
Presiden Soeharto dan secara umum memiliki kesamaan substansi. 148
Pada periode pembuatan BPPI 1995 dan 1997 Menhankam tidak memiliki
dasar legal untuk menerbitkan kebijakan pertahanan. Menurut pasal 35 ayat (3)
UU No. 20 Tahun 1982 tentang Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia, kebijakan pertahanan negara dikeluarkan
oleh Presiden. Sementara menurut pasal 36 ayat (2) Menhankam hanya bertugas
untuk menyelenggarakan pembinaan kemampuan pertahanan keamanan negara
dan upaya pendayagunaan sumber daya nasional yang tersedia untuk kepentingan
pertahanan keamanan negara. Sekalipun demikian, Robert Lowry menjelaskan
Presiden dibantuk oleh penasihat, atau yang disebut sebagai Dewan Pertahanan
Keamanan Nasional (Wanhankamnas), untuk merancang Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN).149 Berdasarkan Pasal 35 ayat (4) Komposisi inti dari

148
Seperti yang sudah dijelaskan secara lebih detil pada Bab II, BPPI 1997 menambahkan
beberapa penjelasan yang tidak terdapat dalam BPPI 1995. Beberapa penambahan tersebut
mencakup penjelasan peran kekuatan pertahanan dan keamanan dalam mencapai sasaran dan
kepentingan nasional (bagian ini merupakan penjabaran dari strategi pertahanan dalam BPPI
1995), BPPI 1997 menambahkan konsep Sistem Nasional sebagai tolak ukur Ketahanan Nasional
Indonesia (konsep Ketahanan Nasional sudah dijelaskan pada BPPI 1995), serta pertimbangan
UNCLOS dalam BPPI 1997 yang tidak dijelaskan dalam BPPI 1995.
149
Lowry, Robert (1996) The Armed Forces of Indonesia, St. Leonards: Allen& Unwin Pty
Ltd.:16.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


54

Wanhankamnas terdiri dari Menhankam, Pangab,150 Kepala Staf Angkatan151 dan


Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), serta Kepala Departemen atau
lembaga yang terkait dengan urusan pertahanan dan keamanan negara.
Keterlibatan aktor militer, yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI), dalam
pembuatan kebijakan pertahanan dalam BPPI 1995 dan 1997 tergabung ke dalam
Wanhankamnas. Aktor militer yang terlibat mencakup Pangab, Kepala Staf
Angkatan Darat (KSAD), Kepalat Staf Angkatan Laut (KSAL), Kepala Staf
Angkatan Udara (KSAU), dan Kapolri. Aktor non militer yang terlibat dalam
BPPI 1997 adalah aktor yang spesifik atau memiliki kedekatan dengan aktor
Kemhan dan aktor Militer.
Pada saat diterbitkannya BPPI jabatan Menhankam dipegang oleh seorang
perwira tinggi TNI AD aktif, yaitu Jenderal TNI Edi Sudradjat. Edi menjabat
sebagai Menhankam semenjak 17 Maret 1993 sampai dengan 14 Maret 1998.
Pada tahun 1993, Edi merangkap tiga jabatan yang strategis sebagai Menhankam,
Pangab dan KSAD.152 Jabatannya sebagai Pangab kemudian digantikan oleh
Jenderal TNI Feisal Tanjung pada 21 Mei 1993, dan jabatan sebagai KSAD
digantikan oleh Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar pada 23 Maret 1993. 153
Latar belakang dan pengalaman kedinasan di TNI pemikiran Edi menjadi
nasionalis. Seperti dalam melihat isu demokratisasi, Edi beranggapan bahwa
Indonesia memiliki nilai-nilai demokrasinya sendiri yang tertuang dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga demokrasi seperti yang
dijalankan negara Barat juga perlu disesuaikan dengan nilai-nilai lokal dan sejarah
masyarakat Indonesia. 154 Menurut Edi, mewujudkan stabilitas nasional merupakan
sebuah prioritas sebagai syarat terciptanya demokrasi di Indonesia. Stabilitas
nasional diartikan sebagai stabilitas dalam seluruh aspek kehidupan nasional, serta

150
Pada masa Orde Baru, Pangab membawahi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
yang terdiri dari TNI Angkatan Darat (AD), TNI Angkatan Laut (AL), TNI Angkatan Udara (AU),
dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
151
Kepala Staf Angkatan merupakan pemimpin dari masing-masing angkatan yang terdiri dari,
yaitu AD, AL dan AU. Kepala Staf Angkatan bertugas membina kemampuan tiap-tiap angkatan
dan bertanggungjawab kepada Panglima Angkatan Bersenjata.
152
Putro, Ismed Hasan (editor), (1998) Indonesia Memasuki Milenium III: Gagasan dan
Pemikiran Edi Sudradjat, Surabaya: Pusat Studi Indonesia: 3.
153
Pambudi, A. (2009) Kalau Prabowo Jadi Presiden, Yogyakarta: NARASI: 48-49.
154
Ibid., 23.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


55

keterpaduan antara kondisi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta


pertahanan dan keamanan. Untuk menjaga stabilitas nasional di tengah
masyarakat Indonesia yang heterogen, Edi beranggapan bahwa pemerintah juga
perlu untuk menyesuaikan informasi yang diberikan kepada masyarakat. Bukan
hanya harus lebih transparan, tetapi juga pemerintah harus mampu menjaga
stabilitas nasional. Lebih lanjut, Edi juga menilai Dwifungsi ABRI sebagai
manifestasi kesetiaan dan kepedulian ABRI terhadap kehidupan serta masa depan
bangsa dan negara, yang juga didasari oleh sejarah bangsa Indonesia. 155
Pada saat diterbitkannya BPPI 1995 jabatan Pangab dipegang perwira
tinggi TNI AD yaitu Jenderal TNI Feisal Tanjung. Selama menjabat sebagai
Pangab, Feisal Tanjung memiliki pandangan-pandangan yang berbeda dengan
Menhan Edi Sudradjat. Selama menjabat sebagai Pangab, Feisal mendukung
aliansi ABRI-Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), dalam partai
Golkar.156 Sementara, Menhan Edi Sudradjat berpandangan bahwa ABRI perlu
untuk meningkatkan nasionalisme dan harus bekerjasama dengan seluruh pihak,
bukan hanya Golkar, untuk membangun bangsa.157 Selain itu, sejak awal
pengangkatan Feisal Tanjung sebagai Pangab telah menjadi kontroversi. Sebab,
Feisal tidak pernah memegang posisi KSAD dan hanya Dan. 158 Saat itu, Jenderal
TNI Wismoyo Arismunandar lebih diunggulkan. Wismoyo saat itu memegang
jabatan KSAD.
Aktor lain yang juga terlibat dalam membuat kebijakan pertahanan dalam
BPPI 1995 adalah KSAD, KSAL, KSAU dan Kapolri. Saat diterbitkannya BPPI
1995, jabatan KSAD dipegang Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar yang
menjabat dari 23 Maret 1993, dan digantikan oleh Jendral TNI R. Hartono pada 8
Februari 1995.159 Pada tahun 1994, Hartono yang masih menjabat sebagai Kepala
Staf Sosial Politik ABRI menyampaikan pemikirannya terkait ancaman terhadap

155
Putro, op.cit., 33.
156
Honna, Jun (2001) Military Ideology in Response to Democratic Pressure, dalam Benedict R.
O’G Anderson (editor) Violence and the State in Suharto’s Indonesia, New York: Cornell
Southeast Asia Program Publications: 75-78.
157
Ibid.
158
Tokoh Indonesia, Feisal Tanjung, http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-
ensiklopedi/4123-militer-islam-mitra-sejati diakses 15 Mei 2017
159
Pambudi, loc.cit.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


56

pertahanan dan keamanan negara dalam jurnal Lembaga Ketahanan Nasional


(Lemhanas). Hartono menyampaikan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) dalam era globalisasi mempengaruhi aspek ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan militer dalam kehidupan nasional. 160 Oleh dari itu,
ABRI dinyatakan perlu untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh negatif yang
lahir dari globalisasi. Pemikiran Hartono kemudian membentuk persepsi bersama
untuk semakin menguatkan peran ABRI pada aspek ideologi dan politik, terutama
setelah pengangkatannya menjadi KSAD pada 1995. 161 Sementara, KSAL yang
memimpin adalah Laksamana TNI Tanto Kuswanto semenjak tahun 1993, dan
KSAU Marsekal TNI Rilo Pambudi semenjak 23 Maret 1993. 162 Kapolri yang
memimpin pada masa diterbitkannya BPPI 1995 adalah Jenderal Polisi
Banurusman Astrosemitro semenjak 6 April 1993. 163
Pada periode pembuatan Buku Putih Pertahanan 1995 dan 1997, terdapat
beberapa pemikiran geopolitik di Indonesia. Merujuk kepada Dino Patti Djalal
pemikiran geopolitik yang berkembang di Indonesia adalah, pertama, posisi
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki posisi silang di
antara dua benua dan dua samudra. 164 Akan tetapi belum ada kebijakan strategis
di Indonesia yang menyoroti posisi ini. Kedua, adanya kecurigaan terhadap negara
berkekuatan besar di luar kawasan yang terlibat pada isu-isu di kawasan. Ketiga,
aspirasi untuk aktivisme regional. Terakhir, terdapat perhatian yang besar kepada
kesatuan nasional pada posisi geografis Indonesia yang terfragmentasi.
Aktor-aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan pertahanan dalam
BPPI 1997 tidak banyak mengalami perubahan dari tahun 1995. Jabatan
Menhankam masih diduduki oleh Jenderal TNI Edi Sudradjat, dan Pangab
Jenderal TNI Feisal Tanjung. Terdapat perubahan pada jabatan KSAD, KSAL,

160
Honna, op.cit., 65.
161
Ibid.
162
Museum Dirgantara Jogjakarta, Marsekal TNI Rilo Pambudi: Kepala Staf TNI Angkatan Udara
tahun 1993-1996, http://dirgantara.museumjogja.org/id/content/31-marsekal-tni-rilo-pambudi
diakses 21 Mei 2017
163
Kusumadewi, Anggi dan Ansyari, Syahrul (2012, November 6) Mantan Kapolri Jenderal Pol
(Purn) Banurusman Wafat, Viva News http://nasional.news.viva.co.id/news/read/365172-mantan-
kapolri-jenderal-pol-purn-banurusman-wafat diakses 15 Mei 2017
164
Djalal, Dino Patti (1996), The Geopolitics of Indonesia’s Maritime Territorial Policy, Jakarta:
Centre for Strategic and International Studies: 101.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


57

KSAU dan Kapolri di antara penerbitan BPPI 1995 dan BPPI 1997. KSAD
Jenderal TNI R. Hartono digantikan oleh Jenderal TNI Wiranto pada 7 Juni 1997.
KSAL Laksamana TNI Tanto Kuswanto digantikan oleh Laksamana TNI Arief
Koeshariadi pada 15 Maret 1996. Selanjutnya, KSAU Marsekal TNI Rilo
Pambudi digantikan oleh Marsekal TNI Sutria Tubagus pada 15 Maret 1996.
Terakhir, Jenderal Polisi Banarusman Astrosemitro digantikan oleh Jenderal
Polisi Dibyo Widodo pada 15 Maret 1996.
Selain Kemhan dan ABRI, aktor sipil juga sudah mulai terlibat dalam
pembuatan BPPI 1995 dan 1997. Aktor non militer yang teridentifikasi terlibat
dalam pembuatan BPPI 1995 dan 1997 adalah Edy Prasetyono, Andi Widjajanto
dan Kusnanto Anggoro. 165 Ketiga aktor non militer yang terlibat merupakan
akademisi dari Universitas Indonesia. Ketiga aktor ini aktif dalam mendorong
terciptanya militer yang profesional dan melakukan kajian tentang pertahanan
Indonesia.166 Semenjak tahun 1992 Edy Prasetyono aktifmengajar di Sesko-AU
sebagai dosen tamu, semenjak tahun 1994 Edy juga aktif menjadi dosen tamu di
Sesko-TNI dan Sesko-AL.167 Selain Edy, Andi Widjajanto juga aktif menjadi
dosen di Sesko-TNI dan Sesko-AD.168

3.1.2. Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 2003


Pada periode reformasi, terdapat perubahan aktor-aktor yang terlibat dalam
pembuaran BPPI. Pada periode reformasi, Menhan memiliki dasar legal untuk
menerbitkan kebijakan pertahanan. Pasal 16 ayat (3) dan ayat (4) UU No.3 Tahun
2002 Tentang Pertahanan Negara mengamanatkan Menhan untuk menetapkan
kebijakan penyelenggaraan pertahanan negara berdasarkan kebijakan umum yang

165
Berdasarkan komunikasi personal dengan Edy Prasetyono, 26 April 2017 di Fisip UI.
166
Lihat Anggoro, Kusnanto (2005), “Geopolitik, Pengendalian Ruang Laga dan Strategi
Pertahanan Nasional,” dalam Bantarto Bandoro (editor) Perspektif Baru Keamanan Nasional,
Jakarta: CSIS: dan Prasetyono, Edy (2005) “Reinterpretasi Sistem Pertahanan Nasional
Indonesia,” dalam Bantarto Bandoro (editor) Perspektif Baru Keamanan Nasional, Jakarta: CSIS.
167
Universitas Indonesia, Dr. Edy Prasetyono, http://staff.ui.ac.id/edy.prasetyo diakses 21 Mei
2017.
168
Tokoh Indonesia, Andi Widjajanto: Sekretaris Kabinet RI (2014-2015),
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/4404-alpa-posisi-strategisnya

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


58

ditetapkan presiden, dan membuat Buku Putih Pertahanan Indonesia. 169


Berdasarkan pasal 13 ayat (1) UU No.3 Tahun 2002, Presiden memang
berwenang menetapkan kebijakan, namun sifatnya kebijakan umum, yang dibantu
oleh Dewan Pertahanan Nasional (Wanhanas). 170 Pasal 15 ayat (5) mengatur
anggota tetap Wanhanas yang terdiri dari Wakil Presiden, Menteri Pertahanan,
Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Panglima. Pada masa reformasi
Kapolri sudah tidak lagi terlibat dalam pembuatan kebijakan pertahanan negara, 171
dan aktor militer yang terlibat adalah Panglima TNI untuk memberikan
pertimbangan kepada Menhan dalam menetapkan kebijakan pertahanan.172
BPPI 2003 merupakan BPPI pertama yang diterbitkan oleh Dephan setelah
reformasi nasional di Indonesia dan berada di bawah kepemimpinan sipil. Menhan
yang memimpin pada saat penerbitan BPPI 2003 adalah seorang sipil, yaitu
Matori Abdul Djalil, di bawah kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dalam pendekatannya terhadap pertahanan dan keamanan, Matori meyakini
prinsip masyarakat Jawa untuk menciptakan apa yang disebut sebagai toto
tentrem (keamanan) dan toto raharjo (kesejahteraan). 173 Menurut Matori,
kesejahteraan dapat tercapai apabila didukung dengan keamanan negara yang
baik, sehingga hubungan antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi memiliki
sifat yang absolut.174
Pada saat diterbitkannya BPPI 2003, Panglima TNI memiliki latar
belakang dari kalangan TNI AD. Panglima TNI yang menjabat adalah Jenderal
TNI Endriartono Sutarto semenjak 7 Juni 2002, sebelumnya Endriartono menjabat

169
UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara menggantikan UU No. 20 Tahun 1982
Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia.
170
Wanhanas berbeda dari Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas). Sebab, Wantanas berdiri
berdasarkan Keputusan Presiden No.101 Tahun 1999 dan rujukannya adalah UU No. 20 Tahun
1982. Semenjak diundangkan pada tahun 2002 sampai dengan 2017, Wanhanas belum pernah
terbentuk.
171
Hal ini disebabkan karena pemisahan organisasi TNI dan Polri pada tahun 2000 sebagai
konsekuensi adanya TAP MPR VI/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan TAP MPR VII/MPR/2000 Tahun 2000
tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.
172
Pasal 15 ayat (7) dan ayat (8) UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
173
Tokoh Indonesia (2012) Matori Abdul Djalil: Menteri Pertahanan (2001-2004),
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/240-politisi-penurut-yang-teguh-
prinsip diakses 23 Mei 2017
174
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


59

sebagai KSAD.175 Terkait dengan persoalan pertahanan, Endriarto nampak


memberikan perhatian kepada reformasi nasional yang dinilai masih mengalami
banyak hambatan akibat belum adanya koridor dan pedoman yang dapat memberi
arah perubahan. 176 Endriartono menyoroti perkembangan lingkungan nasional
yang masih belum pulih dari kondisi krisis, sehingga menciptakan permasalahan
baru, seperti menguatnya semangat kedaerahan, kemampuan birokrasi, aparat
hukum dan keamanan yang masih lemah, serta tindak-tindak kerusuhan sosial.
Isu-is global yang juga menjadi perhatian Endriartono adalah persaingan ekonomi
global, isu hak asasi manusia (HAM) yang menuntut perubahan dalam mendekati
persoalan pertahanan dan keamanan, terorisme, dan perkembangan teknologi. 177
Keterlibatan aktor non militer dalam BPPI 2003 diidentifikasi masih
memiliki kesamaan dengan BPPI 1995 dan 1997. Aktor-aktor tersebut adalah Edi
Prasetyono, Kusnanto Anggoro, dan Andi Widjajanto. 178 Pada saat reformasi,
ketiga aktor ini aktif mendorong terciptanya Reformasi Sektor Keamanan (RSK)
di Indonesia. Mereka juga tergabung ke dalam Working Group terkait RSK, yaitu
Propatria, untuk merancang UU Keamanan Nasional.

3.1.4. Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008


Dephan kembali menerbitkan BPPI pada tahun 2008, di bawah kepemimpinan
Menhan dengan latar belakang sipil, yaitu Prof. Juwono Sudarsono. Pada masa
kepemimpinannya Juwono dianggap telah membawa TNI menjadi kekuatan
militer yang lebih profesional. Pada tahun 1997 ketika masih menjabat sebagai
Gubernur Lemhanas, Juwono pernah menyatakan diperlukan adanya penyesuaian
peran ABRI dalam menghadapi perubahan lingkungan baik global maupun
nasional. Penyesuaian tersebut mencakup mengurangi adanya penyalahgunaan
kekuasaan oleh anggota ABRI dalam kehidupan sosial politik, serta dalam

175
Liputan6, (2002, Juni 8) Jenderal Endriartono Sutarto Resmi Menjadi Panglima TNI, Liputan6
http://news.liputan6.com/read/35569/jenderal-endriartono-sutarto-resmi-menjadi-panglima-tni
diakses 23 Mei 2017
176
Pusat Penerangan TNI (2004) Visi dan Misi Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono
Sutartono, http://tni.mil.id/view-4-visi-misi-panglima-tni-jenderal-tni-endriartono-sutarto.html
diakses 23 Mei 2017
177
Ibid.
178
Berdasarkan komunikasi personal dengan Edy Prasetyono, 26 April 2016.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


60

kapasitas profesionalnya sebagai kekuatan militer Indonesia. 179 Juwono


menyatakan bahwa Indonesia akan memasuki abad ke-21 dan menjadi negara
yang semakin kompleks. Untuk itu, ABRI perlu mengetahui saat yang tepat untuk
melibatkan diri ketika diharuskan, dan menarik diri dengan bijaksana ketika
diperlukan.
Juwono juga memberikan perhatian kepada kondisi kawasan Asia
Tenggara yang dinyatakan menjadi medan pertarungan tanggung antara AS dan
Uni Soviet pada masa Perang Dingin. 180 Menurut Juwono, Indonesia perlu
menampakan peran aktif di kawasan untuk mengurangi peranan negara-negara
besar.181 Pada tahun 2009, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menyematkan
penghargaan Bintang Yudha Dharma Utama dari Presiden Yudhoyono kepada
Juwono melalui Keppres RI/206/TK/2009. Pemberian penghargaan tersebut
didasari kinerja Juwono yang dinilai banyak memberikan motivasi, dukungan dan
dorongan kepada TNI untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan
menyempurnakan TNI. 182
Pada masa kepemimpinan Juwono Sudarsono, Dephan mendapatkan
banyak kritik dari berbagai kalangan karena masih didominasi oleh militer,
terutama TNI AD. Hal ini menunjukan bahwa masih terdapat pengaturan
hubungan sipil-militer yang belum selesai di Dephan. Proses RSK di Indonesia
menuntut terciptanya hubungan sipil-militer yang baik, untuk mewujudkan sektor
pertahanan yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Hubungan sipil-militer
itu sendiri merupakan kontrol dari pemerintahan sipil terhadap kekuatan militer
pada negara demokrasi.183

179
The National Resilience Institute, (1997) The Indonesian Armed Forces and National
Development, Jakarta: The National Resilience Institute: 5.
180
Sudarsono, Juwono “Perimbangan Kekuatan di Asia Tenggara” Pidato ilmiah pada dies natalis
ke XXX Universitas Indoneisa, 9 Februari 1980.
181
Ibid.
182
Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (2012) Panglima TNI Sematkan Bintang Yudha
Dharma Utama Kepada Menhan, http://tni.mil.id/view-15150-panglima-tni-sematkan-bintang-
yudha-dharma-utama-kepada-menhan.html diakses 25 Mei 2017
183
Rahbek-Clemmensen, Jon (2013) Beyond ‘The Soldier and the State’ – The Theoritical
Framework for Elite Civil-Military Relations, London: London School of Economics and Political
Science, (Ph.D. Dissertation): 42.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


61

Pada saat diterbitkannya BPPI 2008, Panglima TNI yang memimpin


adalah Jenderal TNI Djoko Santoso yang berasal dari AD. Selama masa karirnya
di TNI, Djoko lebih banyak menangani urusan intelijen negara, dan seringkali
bertugas di lingkungan direktorat dan intelijen strategis pertahanan luar negeri. 184
Beberapa jabatan strategis di TNI yang pernah dipegang oleh Djoko adalah
Pangdam Pattimura, Pangdam Jaya, Wa KSAD, dan KSAD. 185 Djoko juga dinilai
berhasil meredakan konflik suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang
terjadi di Maluku selama menjabat menjadi Pangdam Pattimura. 186 Keterlibatan
masyarakat aktor non militer dalam periode pembuatan BPPI 2008 diidentifikasi
masih memiliki kesamaan dengan sebelumnya, yaitu Edi Prasetyono, Andi
Widjajanto, dan Kusnanto Anggoro.

3.1.5. Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 2014


Kementerian Pertahanan kembali menerbitkan BPPI pada tahun 2014 yang
dipimpin oleh Menhan dari kalangan sipil, yaitu Purnomo Yusgiantoro. Purnomo
menjabat sebagai Menhan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono kedua (2009-2014). Dalam pemikirannya tentang pertahanan,
Purnomo memberikan perhatian kepada pentingnya keterbukaan dalam sektor
pertahanan. Purnomo juga menyoroti hubungan sipil-militer yang demokratis
dalam merumuskan dan menyelenggarakan kebijakan pertahanan negara.
Hubungan sipil-militer yang baik dinyatakan terjadi ketika pemerintah sipil tidak
terlalu dalam mencampuri internal organisasi militer, dan organisasi militer tidak
mencari pulang dan kesempatan untuk mencampuri pemerintahan serta secara
sadar tunduk terhadap kebijakan pemerintah. 187 Purnomo juga menyadari
pentingnya pemantauan dan evaluasi kebijakan pertahanan, untuk mengetahui

184
Tokoh Indonesia (2012) Djoko Santoso: Panglima TNI (2007-2010)
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1080-jenderal-yang-perfeksionis
diakses 25 Mei 2017
185
Wahono, Tri (editor), (2013, November 24) Kompas, Mantan Panglima TNI Djoko Santoso
Siap Jadi Capres,
http://nasional.kompas.com/read/2013/11/24/2116099/Mantan.Panglima.TNI.Djoko.Santoso.Siap.
Jadi.Capres diakses 25 Mei 2017
186
Ibid.
187
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


62

efektivitas dan efisiensi dari kebijakan pertahanan yang telah diimplementasi


dalam mencapai sasaran.
Pada saat menjabat sebagai menhan Purnomo pernah mendapat kritik dari
berbagai kalangan. Pada saat pengangkatannya sebagai Menhan Purnomo dinilai
tidak kompeten dalam bidang pertahanan karena latar belakang pendidikan dan
pengalaman kerjanya di bidang energi. 188 Lebih lanjut, pada tahun 2012 rencana
Kemhan untuk membeli 100 Main Battle Tank (MBT) jenis Leopard dari Jerman
untuk memperkuat TNI AD menuai kritik dari DPR dan pengamat militer di
Indonesia. karena dinilai tidak sesuai dengan kondisi alam di Indonesia. 189
Pada saat diterbitkannya BPPI 2014, Panglima TNI yang memimpin
kembali berasal dari kalangan TNI AD, yaitu Jenderal TNI Moeldoko. Dalam
memandang pertahanan Indonesia, Moeldoko beranggapan bahwa terdapat upaya
sistematis untuk mengecilkan arti TNI, sehingga dibutuhkan dukungan
pemerintah dan rakyat untuk membesarkan TNI. 190 Pemikiran Moeldoko nampak
menunjukan adanya keinginan Panglima TNI untuk mendekatkan diri dengan
masyarakat. Hal tersebut nampak dari adanya penegasan Moeldoko bahwa TNI
merupakan milik rakyat, yang lahir dari rakyat dan untuk rakyat. 191 Selain itu,
beberapa pihak juga mengkritik adanya upaya untuk mengembalikan doktrin
dwifungsi selama kepemimpinan Moeldoko. Hal tersebut disebabkan karena
terdapat posisi strategis di kementerian yang ditempati oleh perwira tinggi dan
pensiunan TNI.192
BPPI 2014 merupakan BPPI pertama yang mencantumkan seluruh aktor-
aktor yang terlibat dalam pembuatannya. Aktor-aktor yang terlibat dapat

188
Amrullah, Zaki (Oktober, 22 2009) Pasca Pengumuman Kabinet, Kritik Terus Mengalir,
Deutsche Welle http://www.dw.com/id/pasca-pengumuman-kabinet-kritik-terus-mengalir/a-
4815526 diakses 23 Mei 2017
189
BBC Indonesia (2012, Januari 19) Menhan: Kebutuhan Tank Berat Tak Bisa Dihindari, BBC
Indonesia http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2012/01/120119_tank_leopard diakses
23 Mei 2017
190
Ichsan, M. Iqbal (2015, April 15) Moeldoko: Tidak Ada Negara Besar Tanpa Tentara Yang
Kuat, Tempo https://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/21/078668241/moeldoko-tidak-ada-
negara-besar-tanpa-tentara-yang-kuat diakses 23 Mei 2017
191
Ibid.
192
Rajasa, M. Agung, (Mei, 2015 20) Moeldoko: Tak Ada Dwifungsi, TNI Kini Multifungsi,
Tempo https://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/20/078667949/moeldoko-tak-ada-dwifungsi-
tni-kini-multifungsi diakses 23 Mei 2017

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


63

diidentifikasi masih didominasi oleh Perwira-perwira dari TNI AD. Komposisi


pembuat kebijakan dalam BPPI yang berasal dari lingkungan Kemhan adalah tiga
aktor dengan latar belakang sipil, sebelas aktor dengan latar belakang AD, tiga
aktor dengan latar belakang AL, dan satu aktor dengan latar belakang AU.
Sementara dari kalangan militer, terdapat dua puluh aktor yang berasal dari TNI
AD, sebelas aktor yang berasal dari TNI AL, dan sepuluh aktor berasal dari TNI
AU. Dalam pembuatan BPPI 2014, sepuluh aktor sipil juga dilibatkan termasuk
Edy Prasetyono dan Andi Widjajanto juga masih terlibat dalam pembuatan BPPI
2014.

3.1.6. Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015


Pada saat diterbitkannya BPPI 2015, Kemhan dipimpin Ryamizard Ryacudu yang
merupakan pensiunan jenderal TNI AD. Selama berkarir di TNI, Ryamizard
pernah menyandang beberapa jabatan strategis, di antaranya adalah Pangdam
V/Brawijaya (1999), Pangdam Jaya (1999-2000), Panglima Kostrad (2000-2002),
dan KSAD (2002-2005).193 Selama penugasan di TNI, Ryamizard dikenal sebagai
seorang prajurit yang profesional dan nasionalis. Pada kalangan TNI, Ryamizard
juga dikenal sebagai prajurit profesional yang tidak banyak berpolitik. Pada saat
pengangkatannya menjadi Menhan, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa
Ryamizard merupakan sosok yang loyal terhadap NKRI dan pemikir dalam
kemiliteran.194
Pada saat diterbitkannya BPPI 2015 TNI kembali dipimpin seorang
perwira tinggi yang berasal dari TNI AD, yaitu Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Selama karirnya di TNI, Gatot tergabung dalam kesatuan infanteri Kostrad dan
pernah menyandang beberapa jabatan strategis. Pengangkatan Gatot sebagai
Panglima TNI sempat menjadi kontroversi, pasalnya Presiden Joko Widodo
dinilai melanggar tradisi rotasi jabatan panglima TNI, yang seharusnya diberikan

193
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Menhan: Jenderal Purnawirawan Ryamizard
Ryacudu, https://www.kemhan.go.id/menhan diakses 23 Mei 2017
194
Detik News (2014) Sosok Militer Pemikir dan Loyal, Alasan Ryamizard Ditunjuk Jokowi jadi
Menhan, https://news.detik.com/berita/d-2729958/sosok-militer-pemikir-dan-loyal-alasan-
ryamizard-ditunjuk-jokowi-jadi-menhan diakses 23 Mei 2017

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


64

kepada KSAU Agus Supriatna sebagai kandidat terkuat. 195 Pasca reformasi TNI
membangun sebuah tradisi perputaran matra pada Panglima TNI untuk
melunturkan dominasi AD di TNI. 196 Beberapa pengamat militer juga menyatakan
pemilihan ini menunjukan adanya perlakuan istimewa terhadap AD.
Pada saat menjabat sebagai Panglima TNI, Gatot juga menuai banyak
kritik dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat sipil
lainnya. Hal tersebut disebabkan karena pemikiran-pemikirannya terhadap TNI
dan pertahanan yang dianggap ingin mengembalikan dominasi TNI AD dan peran
militer dalam kehidupan sosial dan politik. Beberapa pengamat juga menilai
bahwa harus dilakukan pergantian panglima, selain karena untuk mewujudkan
keamanan maritim yang menjadi visi pemerintah, tetapi juga karena kinerja Gatot
yang tidak menunjukan perkembangan. 197 Gatot juga dinilai lebih fokus kepada
pembangunan sektor pertahanan darat dengan membangun dua Kodam selama
kepemimpinannya, padahal pemerintah memiliki visi untuk mewujudkan
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD).198 Isu lain yang juga menjadi
perhatian terkait kinerja Gatot di antaranya adalah harapan untuk mengembalikan
hak politik TNI,199 rencana keterlibatan pada sektor pangan, 200 serta memberikan
kritik mengenai anggaran pertahanan kepada Kemhan. 201
Dalam memandang isu pertahanan Gatot dan Ryamizard sama-sama
dinilai memiliki pandangan yang sangat nasionalis. Pada beberapa kesempatan,

195
Deutsche Welle (2015, Juli 8) Pilih Nurmantyo, Jokowi Langgar Tradisi TNI, Deutsche Welle
http://www.dw.com/id/pilih-nurmantyo-jokowi-langgar-tradisi-tni/a-18570136 diakses 24 Mei
2017
196
Ibid.
197
Sutari, Tiara (2017, Mei 3) Imparsial Minta Panglima TNI Diganti, CNN
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170503073029-20-211806/imparsial-minta-panglima-
tni-diganti/ diakses 24 Mei 2017
198
Ibid.
199
Aji, Wahyu (2016, Oktober 4) Berharap TNI Punya Hak Politik, Jenderal Gatot: Kami Seperti
Warga Negara Asing Saja, Tribun News
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/10/04/berharap-tni-punya-hak-politik-jenderal-gatot-
kami-seperti-warga-negara-asing-saja diakses 27 Mei 2017
200
Aji, Wahyu (2017, Januari 26) Wacana Pembentukan SP3T, Panglima TNI Gatot Nurmantyo
Disebut Berpolitik, Tribun News http://www.tribunnews.com/nasional/2017/01/26/wacana-
pembentukan-sp3t-panglima-tni-gatot-nurmantyo-disebut-berpolitik diakses 27 Mei 2017
201
Suhada, Amirullah dan Faiz, Ahmad (2017, Februari 7) Panglima TNI dan Menhan Tak
Sinkron, Wiranto Turun Tangan, Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2017/02/07/078843865/panglima-tni-dan-menhan-tak-
sinkron-wiranto-turun-tangan diakses 27 Mei 2017

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


65

Gatot melontarkan pemikirannya mengenai isu negara asing yang ingin merebut
kekayaan alam Indonesia, yang juga menjadi dasar dicetuskannya konsep perang
proksi terhadap Indonesia. 202 Selain itu, Gatot juga memberi perhatian kepada
perwira militer yang menempuh pendidikan di luar negeri menjadi agen pengaruh
asing. Pemikiran mengenai perang proksi juga dinyatakan oleh Ryamizard ketika
melihat gerakan Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT). Hal tersebut
dinyatakan telah dituliskan Ryamizard semenjak lima belas tahun lalu dengan
konsep perang modern, yang sudah tidak lagi menggunakan senjata namun
menggunakan pemikiran. 203
Komposisi aktor-aktor yang terlibat dalam pembuatan BPPI 2015 juga
nampak didominasi oleh aktor yang berlatarbelakang TNI AD. Pegawai Kemhan
yang berlatar belakang militer dan menjadi anggota pembuat BPPI 2015
berjumlah 33 orang. Dari 33 orang tersebut, empat belas di antaranya berlatar
belakang TNI AD, tujuh orang berlatarbelakang TNI AL, dan sepuluh orang
berlatarbelakang TNI AU. Sementara pegawai kemhan yang berlatarbelakang
sipil hanya berjumlah lima orang. Aktor-aktor militer yang dilibatkan berjumlah
tiga belas orang. Enam orang di antaranya berasal dari TNI AD, lima orang
berasal dari TNI AL dan dua orang berasal dari TNI AU. Aktor-aktor non militer
yang menjadi narasumber dalam BPPI 2015 berjumlah sebelas orang.

3.2. Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 1995-2015


Setelah melakukan identifikasi aktor-aktor yang terlibat, bagian ini menjelaskan
proses pembuatan BPPI 1995-2015. Sesuai dengan teori pembuatan kebijakan
pertahanan, interaksi antara aktor-aktor yang terlibat menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi proses pembuatan BPPI. Selain itu, proses yang dijelaskan
pada bagian ini juga melingkupi UU yang berlaku pada saat diterbitkannya BPPI,
serta analisis lingkungan eksternal maupun internal yang terjadi pada proses

202
Pratomo, Yulistyo (2016, November 24) Proxy War, Perang yang Ditakuti Jenderal Gatot
Terjadi di Indonesia, Merdeka https://www.merdeka.com/peristiwa/proxy-war-perang-yang-
ditakuti-jenderal-gatot-terjadi-di-indonesia.html diakses 27 Mei 2017
203
Sukamto, Imam (2016, Februari 2016) Menteri Pertahanan: LGBT Itu Bagian dari Proxy War,
Tempo https://m.tempo.co/read/news/2016/02/23/078747529/menteri-pertahanan-lgbt-itu-bagian-
dari-proxy-war diakses 27 Mei 2017

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


66

dibuatnya BPPI. Setelah menjelaskan proses, bagian ini juga menjelaskan


pengaruh aktor dan proses terhadap BPPI, 1995-2015.
Dalam menganalisis proses pembuatan BPPI, bagian ini menggabungkan
penjelasan proses pembuatan BPPI 1995 dan 1997. Penggabungan ini didasari
oleh beberapa pertimbangan. Pertama, BPPI 1995 dan 1997 diterbitkan pada masa
pemerintahan yang sama, yaitu Presiden Soeharto. Kedua, Menhan dan Pangab
yang menjabat pada saat diterbitkannya BPPI 1997 memiliki kesamaan dengan
BPPI 1995, yaitu Menhan Edi Sudradjat dan Pangab Feisal Tanjung. Ketiga,
secara substansi BPPI 1997 menyajikan penjelasan operasional dari strategi
pertahanan yang telah dijelaskan pada BPPI 1995.

3.2.1. Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 1995 dan 1997
Salah satu faktor geopolitik yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembuatan
kebijakan pertahanan dalam BPPI adalah posisi dan karakteristik geografis
Indonesia. Posisi geografis memberikan pilihan bagi pembuat kebijakan untuk
memanfaatkan peluang-peluang yang dilahirkan dari posisi geografis Indonesia.
Geopolitik merupakan penggunaan konteks geografis dalam merumuskan tujuan
politik.204 Merujuk kepada Geoffrey Sloan dan Colin S. Gray, pembuat kebijakan
memiliki pilihan untuk mempertimbangkan, atau tidak mempertimbangkan, posisi
geografis negara dan peluang-peluang yang dilahirkan oleh kondisi geografis
dalam merumuskan tujuan politik. 205 Kebijakan pertahanan kemudian menjadi
sebuah strategi penggunaan kekuatan pertahanan untuk mencapai tujuan politik
tersebut.206
Secara realitas, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
dengan dua pertiga wilayahnya merupakan lautan. Indonesia memiliki lima pulau
besar dan sampai dengan tahun 2015, Indonesia diperkirakan memiliki 17.504
pulau.207 Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sekitar tujuh juta km2

204
Sloan, Geoffrey dan Gray, Colin S. (1999) “Why Geopolitcs,” dalam Geopolitics: Geography
and Strategy, Gray, Colin S. dan Sloan, Geoffrey (editor), London: Frank Cass Publishers: 2.
205
Ibid.
206
Ibid.
207
Badan Pusat Statistik, (2017) Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Provinsi, 2002-2015
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1366 diakses 26 Mei 2017

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


67

wilayah laut dan darat, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan 80.000 km 2
garis pantai.208 Vivian Louis Forbes dalam bukunya menyatakan karakteristik
geografi Indonesia sebagai berikut: 209
“Rantai kepulauan Indonesia menyebar dari Samudra Hindia hingga ke Samudra
Pasifik dan dilewati oleh garis khatulistiwa. Kepulauan Indonesia terbentang dari
ujung barat laut pulau Sumatera sampai dengan batas daratan Papua Nugini di
Kepulauan Papua Nugini hingga mencakup tiga zona waktu. Secara tektonik,
kepulauan-kepulauan di Indonesia membentuk sebuah batu loncatan yang
menghubungkan daratan Asia dan kepulauan di benua Australia. Teritori
Indonesia merentang dari Pulau Rondo diujung barat laut Sumatera (Lintang
Utara 6º) hingga barat daya Pulau Roti (Lintang Selatan 11º), dan dari garis bujur
94º hingga 141º Bujur Timur. Posisi geografis tersebut tidak mencakup bagian
Kepulauan Timor yang membentuk negara Timor Leste, dan bagian dari
Kepulauan Borneo yang merupakan bagian dari Malaysia (Sabah dan Sarawak)
dan Brunei Darussalam. Jarak dari Timur ke Barat Indonesia secara keseluruhan
adalah 5000 km yang besarnya hampir sama dengan Eropa. 80% dari wilayah
Indonesia merupakan lautan.”

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki perairan-perairan yang


bernilai strategis baik bagi kepentingan Indonesia maupun kepentingan
masyarakat internasional. Posisi Indonesia yang berada di antara dua benua dan
dua samudra merupakan jalur penting bagi perdagangan dunia, diperkirakan 40
persen perdagangan internasional melalui periaran Indonesia. 210 Indonesia juga
memiliki tiga wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yaitu wilayah
yang terbuka bagi masyarakat internasional sebagai jalur perdagangan (Sea Lane
of Communications/SLOC) dan transportasi (Sea Lane of
Transportation/SLOT).211 Negara-negara besar di kawasan Asia seperi Tiongkok,
Jepang dan Korea Selatan bergantung kepada jalur-jalur tersebut untuk pasokan
208
Prihatono, T. Hari, Jessica Evangeline dan Iis Gindarsah (2007) Keamanan Nasional:
Kebutuhan Membangun Perspektif Integratif Versus Pembiaran Politik dan Kebijakan, Jakarta:
ProPatria: 58.
209
Forbes, Vivian Louis (2014) Indonesia Maritime Boundaries, Heidelberg: Springer: 3.
210
Rustam, Ismah (2016) “Tantangan ALKI dalam Mewujudkan Cita-Cita sebagai Poros Maritim
Dunia,” Indonesian Perspective 1, No.1: 2.
211
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


68

energi dari Timur Tengah dan Afrika. Selain itu, negara-negara tersebut juga
bergantung kepada jalur ALKI di Indonesia untuk transportasi barang-barang
produksinya ke kawasan Asia Selatan, Eropa dan kawasan-kawasan lain. Bagi
negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, India dan Tiongkok,
ALKI dan choke points di Indonesia memiliki nilai strategis yang
menghubungkan Timur Laut Asia dan Pasifik Barat dengan Laut India. 212
Indonesia juga memiliki corong-corong strategis atau yang disebut sebagai
choke points. Keempat choke points tersebut adalah Selat Malaka, Selat Sunda,
Selat Lombok dan Selat Makasar. Choke points itu sendiri merupakan kanal
sempit yang digunakan sebagai rute laut dunia, yang pada beberapa kanal,
diberlakukan syarat ukuran kapal yang dapat melaluinya. 213 Choke points sangat
penting bagi keamanan energi global karena tingginya volume minyak bumi dan
cairan lain yang ditransportasikan melalui kanal tersebut. 214 Pasar energi
internasional sangat bergantung kepada choke points, sehingga, bila kanal-kanal
strategis tersebut ditutup dapat mengganggu perdagangan minyak internasional.
Keempat choke points yang ada di Indonesia juga merupakan jalur penghubung
antara Samudra Pasifik dan Samudra India.
Realitas geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan nilai-nilai
strategis di dalamnya tidak digambarkan dan nampak memiliki penyederhanaan
dalam BPPI 1995. Penyederhanaan tersebut tercermin ketika hanya dijelaskan
bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar dan memiliki 17.508
pulau yang dihubungkan dengan laut, serta memiliki karakteristik geografis yang
unik.215 Indonesia kemudian dinyatakan memiliki potensi sumber daya nasional
yang besar dan beragam, baik sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya
manusia (SDM). Meskipun tidak disebutkan, BPPI 1995 menyajikan peta

212
Ibid.
213
US Energy Information Administration, “World Oil Transit Chokepoints,”
http://www.connaissancedesenergies.org/sites/default/files/pdf-pt-
vue/world_oil_transit_chokepoints.pdf diakses 18 Mei 2017
214
Ibid.
215
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995) The Policy of the State
Defence and Security of The Republic of Indonesia 1995, Jakarta: Departemen Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia: 8.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


69

Indonesia yang beserta dengan 12 mil laut teritorial dan 200 mil ZEE. Peta
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.1
Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sumber: Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995) The Policy of
the State Defence and Security of the Republic of Indonesia 1995, Jakarta: Departemen
Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.

Peta tersebut menunjukan kepentingan geopolitik Indonesia untuk


mendapatkan pengakuan internasional terhadap keutuhan wilayahnya, serta
besarnya wilayah yang menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia. Menilik
sejarah, Indonesia baru mendapatkan pengakuan sebagai negara kepulauan
semenjak diberlakukannya konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang
Hukum Laut Internasional (the United Nations Conventions of the Law of the
Sea/UNCLOS III) pada tahun 1982. Pemerintah Indonesia meratifikasi UNCLOS

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


70

III melalui UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS III, dan baru
diterapkan di Indonesia pada 16 November 1994.
Penyederhanaan dalam menggambarkan posisi geografis Indonesia dalam
BPPI 1995 disebabkan karena pemerintah menunggu pelaksanaan ratifikasi
UNCLOS III. Meskipun pemerintah Indonesia sudah meratifikasi konvensi
tersebut pada tahun 1985, akan tetapi ada beberapa ketentuan mengenai perairan
Indonesia yang perlu diperjelas oleh pemerintah melalui UU. 216 Akibatnya,
penyederhanaan posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan
sebuah bentuk ketidakpercayadirian pemerintah untuk memuat ketentuan-
ketentuan UNCLOS III dalam BPPI 1995.
Sebelum UNCLOS III, PBB sudah memiliki ketetapan mengenai perairan
internasional. Akan tetapi, ketetapan tersebut belum mengakomodasi kepentingan
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kesatuan wilayah yang mencakup
lautan, daratan serta pulau-pulaunya. Hukum Laut tersebut yaitu UNCLOS I
tentang Landas Kontinen pada tahun 1958, dan UNCLOS II tentang Laut
Teritorial pada tahun 1960. Definisi negara kepulauan berdasarkan Artikel 46 (a)
UNCLOS III, adalah negara yang dibentuk oleh satu atau lebih gugusan pulau dan
dapat mencakup pulau-pulau lain. Kemudian, Artikel 46 (b) UNCLOS III
mendefinisikan gugusan kepulauan sebagai gugusan pulau-pulau, mencakup
bagian dari pulau, yang saling menghubungkan air dan fitur alami lain yang
berhubungan dengan gugusan pulau-pulau tersebut, perairan, dan fitur lain yang
membentuk sebuh entitas, atau secara historis telah dianggap demikian.
Pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan dalam UNCLOS III juga
memungkinkan Indonesia untuk menarik garis pangkal kepulauan. Penentuan
garis pangkal kepulauan menjadi penting sebagai dasar untuk mengukur lebar laut
teritorial dan zona yurisdiksi maritim. 217 Pemerintah meratifikasi UNCLOS III

216
Berdasarkan wawancara dengan Narasumber V pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Institut
Pertanian Bogor.
217
Karsidi, Asep dan Sobar Sutisna (2013) “Yurisdiksi Perairan Indonesia Dalam Rangka
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia,” dalam Karsidi, Asep, et., al (editor) NKRI Dari
Masa ke Masa, Bogor: Sains Press: 24.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


71

melalui UU No.17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS.218 Berdasarkan


UU tersebut, dinyatakan bahwa:
“Negara Kepulauan dapat menarik garis dasar atau pangkal lurus kepulauan yang
menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar
kepulauan itu, dengan ketentuan bahwa: a) di dalam garis dasar/pangkal
demikian termasuk pulau-pulau utama dan suatu daerah di mana perbandingan
antara daerah perairan dan daerah daratan, termasuk atol, adalah antara satu
berbanding satu (1:1) dan Sembilan berbanding satu (9:1); b) panjang garis
dasar/pangkal demikian tidak boleh melebihi 100 mil laut, kecuali bahwa hingga
3% dari jumlah seluruh garis dasar/pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan
dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga pada suatu kepanjangan maksimum
125 mil laut; 3) penarikan garis dasar/pangkal demikian tidak boleh menyimpang
dari konfigurasi umum Negara Kepulauan.”

Berdasarkan ketentuan tersebut perairan yang sebelumnya memisahkan


pulau-pulau di Indonesia, atau yang disebut dengan perairan kepulauan, menjadi
milik Indonesia. Perairan kepulauan merupakan perairan yang dilingkupi oleh
garis pangkal kepulauan, tanpa memperhatikan jarak dari garis pantai dan
kedalaman perairan tersebut. 219 Perairan kepulauan ini merupakan zona maritim
istimewa yang hanya dimiliki oleh negara-negara kepulauan. Sebelum diakuinya
Indonesia sebagai negara kepulauan, perairan yang berada di dalam wilayah
Indonesia tidak diakui sebagai perairan Indonesia, melainkan dianggap sebagai
perairan internasional atau yang disebut sebagai enclave. Semenjak kemerdekaan,
Indonesia menerapkan prinsip 1939 Territoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonnatie, atau ordonasi Belanda tentang batas wilayah laut teritorial Indonesia.
Prinsip tersebut hanya mengakui bahwa laut teritorial Indonesia hanya sejauh tiga
mil dari garis pantai ketika surut terendah, dengan asas pulau demi pulau terpisah-
pisah.220 Upaya agar mendapatkan pengakuan sebagai negara kepulauan diawali
oleh upaya Perdana Menteri Juanda pada tahun 1957 untuk mewujudkan

218
Forbes, loc.cit.
219
Karsidi, op.cit., 25
220
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


72

Indonesia sebagai satu wilayah yang utuh. Upaya tersebut juga dikenal dengan
Deklarasi Juanda yang dikeluarkan pada 13 Desember 1957. Semenjak
diterapkannya UNCLOS III, wilayah Indonesia menjadi semakin luas.
Diperkirakan wilayah Indonesia bertambah sepuluh kali lipat, dari yang tadinya
sekitar 300.000 km2 menjadi 3.000.000 km2, memiliki perairan kepulauan dan
memiliki perairan pedalaman. 221 Selain itu, ZEE Indonesia juga ditetapkan dapat
mencapai 200 mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia, landas
kontinen juga dapat melebihi 200 mil laut. 222
BPPI 1995 sudah menjelaskan bagaimana posisi Indonesia dalam melihat
perkembangan lingkungan eksternal. Beberapa perkembangan isu global yang
nampak disoroti dalam BPPI 1995 adalah isu liberalism ekonomi, demokratisasi,
HAM dan isu lingkungan hidup. Isu-isu tersebut dipandang sebagai isu global
yang dapat mengganggu hubungan antar negara dan mempengaruhi kondisi
keamanan internal. Dalam melihat demokratisasi BPPI 1995 juga menyatakan
bahwa perlu adanya perjanjian antara negara-negara Barat dan Timur dalam
menerapkan demokrasi di negaranya. Hal tersebut disebabkan karena adanya
perbedaan kebudayaan antara negara barat dan timur, yang juga berdampak
kepada perbedaan dalam menerapkan demokrasi.
Isu liberalisasi ekonomi, demokratisasi, HAM dan ligkungan hidup
menjadi sorotan dalam BPPI 1995 disebabkan karena kondisi lingkungan yang
sedang mengalami perubahan pasca berakhirnya Perang Dingin. Pada masa
Perang Dingin, Indonesia memiliki kedekatan dengan negara-negara Blok Barat
karena adanya perlawanan terhadap ideologi komunisme. Meskipun pada masa
Perang Dingin menjalankan sistem pemerintahan yang didominasi oleh ABRI,
terutama Angkatan Darat, Indonesia tetap mendapatkan dukungan dari AS dan
sekutunya karena keberhasilannya membendung ideologi Komunisme. 223
Semenjak berakhirnya Perang Dingin, terjadi gelombang demokratisasi di
berbagai negara di dunia dan Indonesia menjadi salah satu negara yang banyak

221
Ibid.
222
Ibid.
223
Samego, Indria, et.al (1998) Bila ABRI Menghendaki: Desakan Kuat Reformasi Atas Konsep
Dwifungsi ABRI, Bandung: Mizan: 171.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


73

mendapatkan tekanan dari negara-negara Barat, terutama semenjak insiden Santa


Cruz di Timor-Timur pada November 1991.224 Pemerintah Indonesia dan ABRI
yang tidak menerima tekanan dari negara-negara Barat tersebut kemudian
menyampaikan bahwa nilai-nilai demokrasi dan HAM perlu untuk disesuaikan
dengan kebudayaan dan tingkat kemajuan ekonomi setiap negara.
Selain perubahan lingkungan global, BPPI 1995 juga memberikan
perhatian kepada perkembangan lingkungan regional di kawasan Asia Tenggara.
Meskipun begitu, BPPI 1995 tidak memberikan penjelasan mengenai posisi
Indonesia dalam melihat Myanmar sebagai bagian dari negara di kawasan Asia
Tenggara.225 Hal tersebut disebabkan karena pada proses pembuatan BPPI 1995,
isu Myanmar sedang menjadi isu yang sensitif. Negara-negara Barat mengecam
dan mengisolasi Myanmar karena pemerintah State Law and Order Restoration
(SLOR) membatalkan hasil pemilihan umum yang dimenangkan oposisi Aung
San Suu Kyi pada tahun 1990. 226 Negara-negara Barat juga menolak keanggotaan
Myanmar di organisasi kawasan Association of Southeast Asia Nations (ASEAN).
BPPI 1995 tidak memberikan penjelasan mengenai permasalahan strategis
yang dihadapi oleh Indonesia adalah perompakan di laut yang seringkali terjadi di
wilayah perairan Indonesia. Posisi geografis Indonesia dengan banyaknya
kepulauan menguntungkan para pelaku perompakan, karena dapat dimanfaatkan
sebagai tempat bersembunyi. 227 Selat Malaka telah dinyatakan sebagai perairan
paling berbahaya di dunia, fitur Selat Malaka yang sempit memperlambat
pergerakan kapal dan menjadikannya target perompakan. 228 Berdasarkan laporan
International Maritime Organization (IMO), perompakan di Selat Malaka telah
meningkat semenjak tahun 1989. 229 International Maritime Bureau (IMB)

224
Ibid., 185.
225
Meskipun Vietnam, Laos dan Kamboja belum menjadi negara anggota ASEAN, Indonesia
sudah mempertimbangkan ketiga negara tersebut terkait dengan kondisi politik domestik dan
keanggotaannya di ASEAN.
226
Samego, op. cit., 191
227
Johnson Derek dan Valencia, Mark (2005) Piracy in Southeast Asia: Status, Issues, and
Responses, Singapura: ISEAS Publications: xiv.
228
Ibid.
229
Ibid., xv.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


74

menyatakan bahwa sekitar tiga perempat perompakan di dunia terjadi di wilayah


perairan Asia Tenggara. 230
Isu perompakan di Selat Malaka tidak dicantumkan dalam BPPI 1995
karena belum adanya kemampuan TNI AL Indonesia untuk menyelesaikan
permasalahan ini. Semenjak diterapkannya UNCLOS III wilayah perairan yang
menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia menjadi semakin luas. Secara
realitas Indonesia memiliki lokasi yang strategis di selatan Laut Tiongkok Selatan
yang merupakan jalur laut terpenting di kawasan, dan Selat Malaka, yang
menghubungkan Samudra Hindia, Laut Tiongkok Selatan dan Pasifik Barat.
Indonesia juga memiliki perairan kepulauan strategis sebagai jalur perdagangan
dan transportasi, yaitu Selat Karimata-Selat Sunda, Selat Makasar-Selat Lombok,
dan Selat Wetar-Selat Ombai.231
Luasnya wilayah maritim yang menjadi tanggung jawab pemerintah
Indonesia belum diimbangi dengan kemampuan TNI AL pada periode BPPI 1995.
Kemampuan Indonesia untuk memanfaatkan dan mengamankan wilayah laut
masih sangat minim karena kurangnya ketersediaan kapal, baik kapal ikan
maupun kapal-kapal TNI AL.232 Padahal berdasarkan posisi geografis Indonesia
sebagai negara kepulauan, ancaman eksternal terhadap kedaulatan Indonesia dan
kesejahteraan ekonominya secara alamiah akan bergantung kepada wilayah
maritimnya.233 Indonesia sebenarnya sudah memiliki Badan Koordinasi
Keamanan Laut (Bakorkamla) semenjak tahun 1972, yang bertanggungjawab
untuk penegakan hukum di laut terkait isu-isu seperti perompakan, perbudakan,
penyelundupan, migrasi, dan penangkapan ikan. 234 Bakorkamla dipimpin oleh
Pangab dan anggota tetapnya terdiri dari Menhankam, Menteri Kehakiman,
Menteri Keuangan, Menteri Komunikasi dan Menteri Agrikultur, Ketua
Mahkamah Agung, KSAL dan Kapolri. Akan tetapi, badan ini dinilai tidak efektif

230
Samego, op.cit., 196.
231
Dupont, Alan (1996) “Defence Strategy and Security: Time for a Rethink?” Contemporary
Southeast Asia 18, no. 3: 276.
232
Samego, loc.cit.
233
Ibid., 280.
234
Lowry, Robert (1996) The Armed Forces of Indonesia, St. Leonards: Allen& Unwin Pty Ltd.:
80.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


75

karena hanya berfungsi untuk mengkoordinasi kementerian dan lembaga terkait


aktivitas penegakan hukum di laut, dan dimanfaatkan beberapa pihak untuk
memperoleh keuntungan pribadi. 235 Selain itu, TNI AL juga lebih dititikberatkan
kepada fungsi operasional dan kurang dipengaruhi oleh pertimbangan-
pertimbangan politik seperti TNI AD.236
Perubahan lingkungan global yang terjadi berimplikasi kepada posisi
Indonesia dalam BPPI 1995, dalam memandang sumber-sumber ancaman
terhadap stabilitas keamanan dalam negeri. BPPI 1995 menyatakan interaksi
antara faktor eksternal dan internal yang semakin dimudahkan karena adanya
perkembangan teknologi dan media menjadi sumber instabilitas di Indonesia. 237
Sehingga kebijakan pertahanan Indonesia dalam BPPI 1995 lebih menitikberatkan
kepada meningkatkan stabilitas nasional, daripada menghadapi ancaman eskternal
atau ancaman militer konvensional dari negara lain. Kekuatan pertahanan dan
keamanan dibangun dengan basis kekuatan terintegrasi antara kekuatan militer
dan rakyat. Integrasi antara ABRI dan rakyat tersebut juga tertuang dalam doktrin
Sishankamrata.
Kebijakan pertahanan dalam BPPI 1995 mencerminkan pemilihan
kekuatan pertahanan teritorial, daripada kekuatan maritim, pada kondisi geografis
Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal tersebut tercermin dari sistem
pertahanan teritorial dan pertahanan pulau besar yang dinyatakan menjadi sangat
penting untuk dikembangkan oleh Indonesia. BPPI 1995 mempertimbangkan
letak geografis Indonesia, dengan banyaknya perairan yang terbuka, dapat dilalui
oleh segala bentuk ancaman dari berbagai rute perairan, yang disebut sebagai area
sensitif. Area sensitif tersebut mencakup: 1) Laut Tiongkok Selatan – Selat
Malaka; 2) Perairan Barat dan Barat Daya Sumatera; 3) Laut Sulawesi – Selat
Makasar; 4) Laut Timor – Laut Arafuru.238 Merujuk kepada Rabasa, area-area
sensitif ini juga merupakan wilayah perairan yang seringkali terjadi gangguan

235
Ibid.
236
Ibid.
237
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995) op.cit., 11.
238
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


76

keamanan laut.239 Area-area sensitif tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:

Gambar 3.2
Area-area Sensitif Indonesia dalam BPPI 1995 dan 1997
Sumber: Maps of World, https://www.mapsofworld.com/indonesia/ diakses 10 May 2017.
Telah diolah kembali.

Pertahanan pulau besar yang dicetuskan dalam BPPI 1995 mengasumsikan


bahwa pulau-pulau di Indonesia dipisahkan oleh lautan. Pertahanan teritorial akan
diwujudkan dengan pertahanan pulau besar yang diterapkan di Pulau Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. 240 Tahapan pertama yang akan
dilakukan adalah menggelar Pasukan Penyerang Strategis untuk dapat dikerahkan
dengan cepat di area-area sensitif tersebut. Penjagaan juga diperkuat dengan
patroli laut dan udara yang mampu dikerahkan setiap waktu di seluruh teritori
nasional, dengan prioritas kepada area-area sensitif tersebut. Setiap musuh yang
akan menyerang Indonesia diperkirakan akan melakukan blokade di laut dan di
selat-selat Indonesia, sehingga setiap pulau saling terpisah. 241 Kelima pulau besar
di Indonesia, yang disebutkan dalam BPPI 1995, merupakan pulau-pulau strategis
239
Rabasa, Angel dan John Haseman (2002) The Military and Democracy in Indonesia:
Challenges, Politics, and Power, Arlington: RAND: 21.
240
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995), op.cit., 33.
241
Berdasarkan komunikasi personal dengan Edy Prasetyono pada 26 April 2017.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


77

yang dalam keadaan benar-benar memaksa, kelima pulau tersebut harus


dipertahankan, sementara pulau-pulau kecil lainnya masih dimungkinkan untuk
terlepas dari Indonesia. 242 Atas dasar pertimbangan tersebut, pembangunan
kapasitas teritorial menjadi penting untuk dilakukan. Berdasarkan skenario
tersebut, setiap wilayah harus mandiri dan dapat melakukan upaya pertahanannya
sendiri.243
Konsep pertahanan pulau besar yang dinyatakan dalam BPPI 1995 bila
ditinjau dari aspek sejarah disebabkan oleh pengakuan internasional terhadap
perairan Indonesia. Indonesia baru mendapatkan pengakuan internasional
terhadap keutuhan wilayah darat dan lautnya melalui UNCLOS III yang efektif
diterapkan pada tahun 1994. Sebelumnya, perairan-peraiaran kepulauan di
Indonesia dianggap sebagai perairan internasional, yang mana kapal-kapal asing
bebas melaluinya. Berdasarkan fakta tersebut, pulau-pulau di Indonesia memang
terpisahkan satu dengan yang lainnya oleh lautan. Upaya untuk memperjuangkan
kepentingan geopolitik Indonesia dilakukan bukan dengan upaya membangun
kekuatan laut, namun dengan upaya damai dan diplomasi untuk mendapatkan
pengakuan internasional.
Sistem pertahanan yang digunakan oleh Indonesia adalah Sishankamrata
yang melibatkan seluruh sumber daya nasional dalam upaya pertahanan.
Sishankamrata mencirikan pertahanan darat yang dapat dilihat dari
karakteristiknya, yaitu: pertama, berorientasi kepada rakyat, yaitu pengikutsertaan
seluruh warga negara berdasarkan kapabilitas dan kemampuannya masing-
masing; kedua, kesemestaan berarti kesiapan seluruh bangsa, pembiayaan negara
dan sumber daya yang dimobilisasi untuk menghadapi segala bentuk ancaman;
ketiga, kewilayahan, yaitu seluruh wilayah negara berfungsi sebagai basis
perlawanan dan seluruh lingkungan digunakan untuk mendukung perlawanan
dengan cara berkelanjutan. 244 Untuk mewujudkan sishankamrata, kebijakan
pertahanan dalam BPPI 1995 membagi SDM ke dalam empat komponen, yaitu
Rakyat Terlatih (Ratih), Perlindungan Masyarakat (Linmas), ABRI, dan
242
Ibid.
243
Ibid.
244
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995), 13.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


78

Komponen Pendukung. Ratih merupakan komponen dasar dalam struktur


pertahanan dan keamanan Indonesia. Pada masa damai, Ratih dapat digunakan
untuk memelihara tatanan publik, sementara pada masa perang, Ratih dapat
dimobilisasi menjadi kombatan. Akan tetapi, sebagian besar Ratih hanya akan
digunakan untuk meperkuat pasukan TNI AD. Linmas merupakan masyarakat
yang dibangun dan untuk berhadapan dengan konseskuensi bencana, baik bencana
alam maupun bencana yang disebabkan oleh perang. ABRI merupakan garis
terdepan untuk mengatasi gangguan terhadap keamanan domestik, maupun
ancaman yang hadir dari luar. ABRI terdiri dari TNI AD, TNI AL, TNI AU, Polri
dan Cadangan Militer.
BPPI 1995 lebih menitikberatkan kepada fungsi pembangunan teritorial
yang lebih banyak dilakukan oleh AD. Selain itu BPPI 1995 juga mencerminkan
legitimasi peran sosial-politik ABRI dalam kehidupan sosial-politik Indonesia.
Hal tersebut dalam pernyataan mengenai pentingnya tanggung jawab ABRI untuk
memelihara ketahanan teritorial dalam pertahanan, sehingga ABRI memiliki
kapasitas manajemen teritorial hingga ke tingkat pedesaan. Sementara untuk
memelihara keamanan di laut dan udara, BPPI 1995 hanya menyatakan
dibutuhkannya kehadiran militer dan kuantitas kapal dan pesawat udara yang
memadai. Kapasitas ABRI untuk melakukan pembinaan wilayah juga berfungsi
untuk mewujudkan integrasi antara masyarakat dan ABRI yang dinilai sangat
penting untuk kesuksesan Sishankamrata. Keterlibatan ABRI, terutama TNI AD
dalam kehidupan politik di Indonesia juga tercantum dalam BPPI 1995, yang
menyatakan bahwa ABRI selalu memberi perhatian kepada perkembangan politik,
ekonomi dan sosial budaya yang berpengaruh kepada keamanan nasional dan
kesejahteraan rakyat. Lebih lanjut, BPPI 1995 menyatakan fungsi kekuatan sosial-
politik atau yang disebut sebagai dwifungsi ABRI, mewajibkan ABRI untuk
mengambil bagian dalam proses pembuatan kebijakan nasional dalam seluruh
aspek kehidupan.245
Proses pembuatan BPPI 1995 berada pada kondisi lingkungan
pemerintahan yang didominasi oleh ABRI, sehingga berpengaruh kepada

245
Ibid., 20.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


79

kebijakan pertahanan dalam BPPI 1995. Keterlibatan ABRI, terutama AD, alam
kehidupan sosial-politik di Indonesia dimulai pada tahun 1958 melalui konsep
middle way yang dicetuskan KSAD AH Nasution di Magelang, Jawa Tengah. 246
Doktrin Perang Teritorial juga diformulasikan oleh kalangan AD pada Maret 1962
oleh Seskoad, dengan tujuan untuk membendung pergerakan Partai Komunis
Indonesia (PKI).247 Doktrin ini diimplementasikan oleh Nasution dengan
pembentukan Komando Militer dari tingkat provinsi sampai dengan pedesaan
yang setingkat dengan sistem birokrasi sipil. 248 Sishankamrata juga merupakan
doktrin yang dicetuskan oleh Nasution pada tahun 1957 yang berimplikasi pada
pembagian Indonesia ke dalam enam belas komando wilayah militer. 249 Doktrin
Sishankamrata mengasumsikan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat
beragam dan sangat rentan di laut dan udaranya yang menjadi jalur perdagangan
dunia tidak dapat dipertahankan secara terpusat. 250 Doktrin tersebut terpusat
kepada TNI AD sebagai pasukan gerilya untuk melumpuhkan musuh dengan
taktik gerilya. Strategi perang gerilya terbentuk karena adanya pengalaman
menggunakan strategi tersebut selama perang kemerdekaan dan menghadapi
pemberontakan.251 Sistem tersebut juga membentuk cara pandang pemerintah
untuk selalu menjaga kesatuan dan kohesi di dalam tubuh TNI AD dan
masyarakat.
Keterlibatan ABRI dalam kehidupan sosial politik di Indonesia juga
mempengaruhi proses pembuatan kebijakan pertahaanan dalam BPPI 1995. Pada
masa Orde Baru, ABRI mendominasi lingkungan birokrasi pemerintahan dan
menempatkannya sebagai pembuat kebijakan, baik di tingkat pusat maupun
daerah. Selain itu, masyarakat sipil juga tidak dilibatkan dan tidak diakomodasi
kepentingan dan aspirasinya bila bertentangan dengan kepentingan ABRI.252

246
Said, Salim, Legitimizing Military Rule: Indonesian Armed Forces Ideology, 1958-2000,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan: 108-113.
247
Rinakid, Sukardi (2005) The Indonesian Military After the New Order, Denmark: NIAS Press:
22
248
Ibid.
249
Ibid., 167.
250
Rabasa, op.cit., 11.
251
Ibid.
252
Samego, op.cit., 112.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


80

Dalam tubuh ABRI sendiri, TNI AD memiliki peran yang lebih dominan daripada
angkatan lain. Semenjak memasuki Orde Baru pada tahun 1966, pemerintah
Indonesia lebih memprioritaskan pembangunan dengan orientasi darat. 253 Peran
TNI AL ditekan karena dianggap lebih loyal kepada Presiden Soekarno dan
sempat terjadi perselihan antara TNI AD dan TNI AL pada tahun 1966. 254
Semenjak tahun 1969, TNI AL dan TNI AU kemudian terdegradasi perannya
kepada urusan administrasi dan sebagai pendukung AD, sementara seluruh
tanggung jawab operasional berada di bawah Pangab dan Menhankam. 255
Pada tahun 1997 Dephankam kembali menerbitkan BPPI. Secara substansi
BPPI 1997 memiliki kesamaan dengan BPPI 1995, namun terdapat beberapa
penambahan seperti ketentuan UNCLOS III dan penjabaran gelar kekuatan
pertahanan Indonesia. Meskipun Indonesia sudah meratifikasi UNCLOS III pada
tahun 1985 dan telah diterapkan pada tahun 1994, namun pertimbangan posisi dan
karakteristik geografis Indonesia sesuai dengan ketetapan UNCLOS III baru
mulai dipertimbangkan pada BPPI 1997. Hal tersebut disebabkan karena
Indonesia baru mengatur ketentuan-ketentuan mengenai perairan Indonesia pada
tahun 1996 melalui UU No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. BPPI 1997
sudah mulai menyatakan pentingnya perlindungan SDA abadi di lepas pantai,
pada udara dan ruang udara di atasnya berdasarkan ketetapan UNCLOS.
Dipertimbangkannya UNCLOS III berimplikasi kepada perubahan
kebijakan pertahanan dalam BPPI 1997. Kebijakan pertahanan dalam BPPI 1997
sudah mulai mempertimbangkan prinsip negara kepulauan. Strategi pertahanan
pulau besar juga sudah tidak lagi dicantumkan secara eksplisit dalam BPPI 1997.
Meskipun begitu pertahanan teritorial masih dinyatakan penting untuk
dikembangkan. Setelah diterapkannya ketetapan UNCLOS III, wilayah
kedaulatan di perairan Indonesia menjadi lebih luas. Luas perairan Indonesia yang
tadinya 3.166.163 km2 bertambah menjadi 5.900.000 km2 dengan perairan

253
Rajab Ritonga (2016) Kesadaran Baru Maritim: Biografi Laksamana TNI Dr. Marsetio,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama: 10.
253
Lowry, Bob (1993) Indonesian Defence Policy and the Indonesian Armed Forces, Canbera:
Strategic and Defence Studies Centre: 10.
254
Samego, loc.cit.
255
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


81

kepulauan 2.800.000 km2, dan ZEE seluas 2.700.000 km2.256 Oleh karena itu
dalam penjelasan mengenai tindakan pertahanan yang akan dilakukan dalam
keadaan perang, BPPI membagi medan pertempuran ke dalam tiga lapis. Lapis
pertama, merupakan lapis penangkal yang meliputi teritori dan ruang udara di luar
ZEE Indonesia. Lapis kedua, merupakan medan tempur utama yang mencakup
perairan terluar ZEE sampai ke ujung laut teritorial, yang juga meliputi ruang
udara di atasnya. Lapis ketiga, merupakan teater perlawanan yang dipisahkan ke
dalam kompartemen strategis daratan, dan mencakup perairan kepulauan serta
ruang udara di atasnya. 257 Lebih lanjut, postur pertahanan untuk mengamankan
wilayah perairan dan udara Indonesia juga ditambahkan dengan adanya
pengawasan baik di darat, laut dan udara. Postur pertahanan mencakup patroli
perbatasan dan objek vital negara untuk wilayah daratan, shadowing dan
pengawasan laut untuk wilayah lautan, patroli jarak jauh dan menengah serta
pengawasan radar untuk wilayah udara. 258
Meskipun BPPI 1997 sudah mempertimbangkan posisi geografis
Indonesia sesuai dengan UNCLOS III, akan tetapi orientasi pertahanan darat
nampak masih dominan. Hal tersebut tercermin dari pernyataan bahwa pulau-
pulau di Indonesia dipisahkan oleh lautan. 259 Semenjak diberlakukannya
UNCLOS III, Indonesia sudah diakui oleh masyarakat internasional sebagai
negara kepulauan. Idiom “laut sebagai pemisah” seharusnya sudah dihilangkan
semenjak Deklarasi Juanda pada tahun 1957, dan diganti dengan idiom “laut
sebagai pemersatu” atau “penghubung.” 260 Idiom tersebut secara tidak langsung
menunjukan kepentingan geopolitik Indonesia untuk menyatukan pulau-pulau,
wilayah laut dan wilayah udara di atasnya. 261
Digunakannya idiom laut sebagai pemisah menunjukan masih adanya
dominasi AD dalam menyusun kebijakan pertahanan dalam BPPI 1997. Melalui

256
Ritonga, op.cit., 3.
257
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1997) The Policy of the State
Defence and Security of The Republic of Indonesia 1997, Jakarta: Departemen Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia: 16-17.
258
Ibid., 38.
259
Pada BPPI 1995, lautan dinyatakan sebagai penghubung pulau-pulau di Indonesia.
260
Ritonga, op.cit.,6.
261
Lowry (1993) op.cit., 1.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


82

pemaknaan laut sebagai pemisah, kekuatan pertahanan yang dibangun lebih


diprioritaskan kepada pertahanan teritorial. Postur kekuatan militer Indonesia juga
masih menunjukan kesamaan dengan BPPI 1995 yang menitikberatkan kepada
pembangunan kapasitas masing-masing wilayah pertahanan hingga ke tingkat
pedesaan. Hal ini menunjukan bahwa meskipun Indonesia sudah mencapai
kepentingan geopolitiknya sebagai negara kepulauan, pembangunan kekuatan
pertahanan tetap difokuskan kepada pembangunan darat. Pemikiran-pemikiran
AD memang masih mendominasi dalam proses pembuatan kebijakan pertahanan
Indonesia dalam BPPI 1997. 262 Sehingga kebijakan pertahanan juga dibentuk
untuk mempertahankan status quo ABRI dalam kehidupan sosial politik
Indonesia.263
Berdasarkan uraian aktor yang terlibat dan proses pembuatan BPPI 1995
dan 1997, dapat dilihat bahwa aktor militer memiliki dominasi yang lebih besar.
Menhankam dan Pangab yang menjabat pada periode penerbitan BPPI 1995 dan
1997 berasal dari kalangan AD. Berdasarkan pengalaman kedinasan di AD,
Menhankam Edi Sudradjat juga telah merasakan secara langsung kesatuan antara
TNI dan rakyat, sehingga mempengaruhi pandangannya terhadap peran sosial-
politik ABRI. Edi juga memiliki pandangan yang sangat nasionalis dan kritis
terhadap nilai-nilai global yang dianggap tidak berkesesuaian dengan nilai dan
budaya di Indonesia. Pandangan tersebut juga sejalan dengan pemikiran KSAD
Hartono mengenai dampak negatif dari globalisasi, sehingga ABRI perlu semakin
meningkatkan perannya dalam menjaga stabilitas nasional terutama dalam
konteks ideologi dan politik.
Meskipun terdapat aktor non militer yang terlibat dalam pembuatan BPPI
1995 dan 1997, namun dalam kondisi lingkungan yang didominasi ABRI peran
sipil menjadi sangat terbatas. Aktor non militer yang terlibat juga dipilih secara
khusus yang memiliki kedekatan dengan aktor militer. Uraian aktor dan proses
menjelaskan bahwa geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan kurang
tercermin karena adanya dominasi aktor AD dalam proses pembuatan kebijakan
262
Berdasarkan wawancara dengan Narasumber I, pada 8 May 2017 di Forum Kajian Pertahanan
Maritim (FKPM), Pasar Baru.
263
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


83

pertahanan dalam BPPI 1995 dan 1997. Hal tersebut juga menunjukan dominasi
aktor AD dalam proses pembuatan kebijakan menyebabkan adanya pengabaian
terhadap kepentingan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan. Selain
dominasi aktor AD, kondisi lingkungan nasional dan internasional dalam konteks
aturan perundang-undangan juga menyebabkan tidak tercerminnya geopolitik
Indonesia dalam BPPI 1995 dan 1997.

3.2.3. Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 2003


Memasuki era reformasi, BPPI 2003 sudah mulai mengalami perkembangan
dalam mempertimbangkan posisi geografis Indonesia sebagai negara
kepulauan.264 BPPI 2003 menyatakan Indonesia sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia, memiliki dua pertiga wilayah laut dari seluruh wilayahnya,
memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, dan memiliki ZEE seluas empat juta
km2.265 Akan tetapi, terdapat kesalahan pada BPPI 2003 dalam menyebutkan
wilayah ZEE Indonesia seluas empat juta km2, padahal luas wilayah ZEE
Indonesia adalah 2.700.000 km2. Hal tersebut menunjukan adanya kelalaian dalam
melihat perairan Indonesia. BPPI 2003 menyatakan aktivitas perdagangan dan
transportasi melalui SLOC dan SLOT di Indonesia semakin meningkat, sehingga
keamanan laut menjadi vital bagi Indonesia 266 Gangguan keamanan laut dinyatakn
sering terjadi di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang mengganggu
pelayaran di sekitar wilayah tersebut, baik bagi Indonesia maupun negara lain
yang memanfaatkan ALKI. 267 Penyebutan ini menunjukan sudah adanya
kesadaran pemerintah mengenai permasalahan strategis yang lahir dari posisi
geografis Indonesia, meskipun tidak diberikan pemahaman lebih lanjut mengenai
ALKI.

264
Semenjak reformasi, nomenklatur ABRI sudah diganti menjadi TNI berdasarkan Surat
Keputusan Panglima TNI nomor: Skep/259/P/IV/1999.
265
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003) Mempertahankan Tanah Air Memasuki
Abad 21, Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia: 42.
266
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003) op.cit., 42. Pentingnya keamanan laut bagi
Indonesia tidak pernah muncul pada BPPI 1995 dan BPPI 1997.
267
Ibid., 80.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


84

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki perairan-peraian strategis


baik bagi kepentingan Indonesia maupun kepentingan masyarakat internasional.
Posisi Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera merupakan
jalur penting bagi perdagangan dunia, diperkirakan 40 persen perdagangan
internasional melalui periaran Indonesia. 268 Indonesia juga memiliki tiga wilayah
ALKI, yaitu wilayah yang terbuka bagi masyarakat internasional sebagai jalur
perdagangan (Sea Lane of Communications/SLOC) dan transportasi (Sea Lane of
Transportation/SLOT). Negara-negara besar di kawasan Asia seperi Tiongkok,
Jepang dan Korea Selatan bergantung kepada jalur-jalur tersebut untuk pasokan
energi dari Timur Tengah dan Afrika. 269 Selain itu, negara-negara tersebut juga
bergantung kepada jalur ALKI di Indonesia untuk transportasi barang-barang
produksinya ke kawasan Asia Selatan, Eropa dan kawasan-kawasan lain. Bagi
negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, India dan Tiongkok,
ALKI dan choke points di Indonesia memiliki nilai strategis yang
menghubungkan Timur Laut Asia dan Pasifik Barat dengan Laut India. 270
Indonesia juga memiliki corong-corong strategis atau yang disebut sebagai
choke points. Keempat choke points tersebut adalah Selat Malaka, Selat Sunda,
Selat Lombok dan Selat Makasar. Choke points itu sendiri merupakan kanal
sempit yang digunakan sebagai rute laut dunia, yang pada beberapa kanal,
diberlakukan syarat ukuran kapal yang dapat melaluinya. 271 Choke points sangat
penting bagi keamanan energi global karena tingginya volume minyak bumi dan
cairan lain yang ditransportasikan melalui kanal tersebut. 272 Pasar energi
internasional sangat bergantung kepada choke points, sehingga, bila kanal-kanal
strategis tersebut ditutup dapat mengganggu perdagangan minyak internasional.

268
Rustam, loc.cit.
269
Storey, Ian (2009) “Maritime Security in Southeast Asia: Two Cheers for Regional
Cooperation,” dalam Daljit Singh (editor) Southeast Asian Affairs 2009 Singapura: ISEAS
Publications: 36
270
Ibid.
271
US Energy Information Administration, “World Oil Transit Chokepoints,”
http://www.connaissancedesenergies.org/sites/default/files/pdf-pt-
vue/world_oil_transit_chokepoints.pdf diakses 16 Mei 2017
272
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


85

Baru dinyatakannya ALKI pada BPPI 2003 disebabkan oleh belum adanya
perangkat hukum di Indonesia yang mengatur tentang alur laut kepulauan.
Berdasarkan UNCLOS III, Indonesia berkewajiban untuk membuka perairan
kepulauannya, yang dahulu merupakan bagian dari laut lepas, untuk dilalui oleh
kapal-kapal dari negara lain. 273 Kewajiban tersebut merupakan syarat untuk
mendapatkan pengakuan internasional atas Negara Kepulauan. Pasal 18 ayat (1)
UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia telah mengatur hak lintas alur
laut kepulauan bagi kapal-kapal asing yang berlayar melalui Indonesia.
Selanjutnya, Pasal 19 ayat (1) UU No. 6 tahun 1996 menyatakan bahwa
penentuan alur laut, termasuk rute penerbangan di atasnya dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia.
Pemerintah baru menetapkan alur laut kepulauan yang dapat dilalui oleh
kapal-kapal asing pada tahun 2002. Penetapan tersebut berdasarkan kepada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan
Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas
Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan. Pasal 11
ayat (1) sampai dengan ayat (5) mengatur tentang alur laut kepulauan yang dapat
dipergunakan untuk melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan. 274 ALKI
Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

273
UU No. 17 tahun 1985 Tentang Pengesahan UNCLOS.
274
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


86

Gambar 3.3
Alur Laut Kepulauan dan Alur Laut Kepulauan Cabang Indonesia
Sumber: Maps of World, https://www.mapsofworld.com/indonesia/ diakses 10 May 2017.
Telah diolah kembali.

Semenjak ditetapkannya Peraturan Pemerintah tersebut, Indonesia


memiliki tiga alur laut kepulauan dan lima alur laut kepulauan cabang. Alur Laut
tersebut adalah: pertama, ALKI I untuk pelayaran dari Laut Tiongkok Selatan ke
Samudera Hindia atau sebaliknya, melintasi Laut Natuna-Selat Karimata-Laut
Jawa-Selat Sunda. ALKI I memiliki satu cabang yang disebut dengan Alur Laut
Kepulauan Cabang (ALKC) IA untuk pelayaran dari Selat Singapura ke Samudera
Hindia atau sebaliknya, melintasi Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa-Selat
Sunda. Untuk pelayaran dari Selat Singapura ke Laut Tiongkok Selatan atau
sebaliknya, melintasi Laut Natuna; kedua, ALKI II untuk pelayaran dari Laut
Sulawesi ke Samudera Hindia atau sebaliknya, melintasi Selat Makassar-Laut
Flores-Selat Lombok; ketiga ALKI IIIA untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke
Samudera Hindia atau sebaliknya, melintasi Laut Maluku-Laut Seram-Laut
Banda-Selat Ombai-Laut Sewu. ALKI IIIA memiliki empat ALKC, yaitu: a)
ALKC IIIB yang menjadi satu dengan ALKI IIIA untuk pelayaran dari Samudera
Pasifik ke Samudera Hindia atau sebaliknya, melintasi Laut Maluku-Laut Seram-
Laut Banda-Selat Leti; b) ALKC IIIC yang menjadi satu dengan ALKC IIIB
untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Laut Arafura atau sebaliknya, melintasi

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


87

Laut Maluku-Laut Seram-Laut Banda; c) ALKC IIID yang menjadi satu dengan
ALKI IIIA untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia atau
sebaliknya, melintasi Laut Maluku-Laut Seram-Laut Banda-Selat Ombai-Laut
Sawu; d) ALKC IIIE yang menjadi satu dengan ALKI IIIA untuk pelayaran dari
Samudera Hindia ke Laut Sulawesi atau sebaliknya, melintasi Laut Sawi-Selat
Ombai-Laut Banda-Laut Seram-Laut Maluku. Untuk pelayaran dari Laut Timor
ke Laut Sulawesi atau sebaliknya, melintasi Selat Leti-Laut Banda-Laut Seram-
Laut Maluku. Untuk pelayaran dari Laut Arafura ke Laut Sulawesi atau
sebaliknya, melintasi Laut Banda-Laut Seram-Laut Maluku.275
Dalam menganalisis lingkungan eksternal, BPPI 2003 menyoroti peran
negara-negara besar di era globalisasi turut mempengaruhi stabilitas keamanan
domestik Indonesia. Nilai-nilai perdagangan bebas, demokratisasi, HAM dan
ligkungan hidup masih menjadi perhatian dalam BPPI 2003. Nilai tersebut
dinyatakan memiliki pengaruh yang kuat pada kondisi nasional. Akan tetapi,
BPPI 2003 sudah mengalami perkembangan dalam melihat isu-isu global yang
mempengaruhi kondisi keamanan, seperti terorisme dan kejahatan
transnasional.276 Selain itu BPPI 2003 juga sudah menyampaikan permasalahan-
permasalahan strategis yang dihadapi oleh Indonesia karena posisi geografisnya
yang terbuka.277
Meskipun sudah menyampaikan posisi Indonesia dalam memandang
lingkungan eksternal, BPPI 2003 cenderung masih memperkirakan ancaman
terhadap Indonesia hadir dari permasalahan-permasalahan internal. Sumber
ancaman dinilai sulit untuk dipisahkan antara yang hadir dari luar maupun dari
dalam karena adanya proses globalisasi. BPPI 2003 menyoroti kondisi politik
domestik Indonesia semenjak tahun 1998 yang dinilai cukup memprihatinkan.
Dinyatakan bahwa pergantian kepemimpinan selama tiga kali dalam kurun waktu

275
Pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (5) UU Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan
Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan.
276
Perkembangan BPPI dalam memandang lingkungan eksternal dijelaskan pada Bab 2.
277
Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 2, permasalahan strategis yang dihadapi mencakup
gangguan keamanan di laut dan udara, serta permasalahan perbatasan di darat dan di laut dengan
negara lain yang belum terselesaikan.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


88

1998-2003 sebagai bentuk kepemimpinan nasional yang rapuh dan tatanan poliik
yang belum mapan. 278 Selain itu, BPPI 2003 juga menilai bahwa rintangan
menuju tujuan reformasi menjadikan semangat reformasi mulai luntur, penonjolan
yang mengemuka dinilai hanya menjadi sebuah retorika dan euphoria reformasi.
BPPI 2003 juga menyoroti tumbuhnya kelompok-kelompok dalam masyarakat
yang memiliki fanatisme terhadap ideologi selain Pancasila yang dapat
berkembang menjadi radikalisme. Pernyataan dalam BPPI 2003 juga secara tidak
langsung menunjukan kelemahan dan kerentanan pemerintah dan sistem politik di
Indonesia pasca reformasi.
Analisis lingkungan eksternal dan persepsi ancaman yang masih melihat
ke dalam nampak disebabkan karena masih adanya dominasi aktor militer dalam
pembuatan BPPI 2003. Pemikiran tersebut merefleksikan paradigma pada masa
Orde Baru yang memandang bahwa pemerintahan sipil tidak mampu menjaga
kesatuan dan stabilitas nasional selayaknya ABRI. 279 TNI juga menganggap
bahwa proses transisi demokrasi mengancam stabilitas Indonesia dengan
munculnya partai-partai politik, demonstrasi, gerakan separatis di Aceh dan
Papua, serta munculnya gerakan-gerakan radikal islam, serta tidak efektifnya
kebijakan otonomi daerah. 280 Hal tersebut menyebabkan TNI beranggapan bahwa
pemerintahan sipil masih membutuhkan TNI pada peran-peran non militer.281
Persepsi ancaman yang melihat sulitnya memisahkan sumber ancaman internal
dan eksternal juga merupakan pemikiran yang berkembang pada masa Orde Baru.
Merujuk kepada Leonard Sebastian, dinamika keamanan nasional pada masa Orde
Baru dipahami dengan menghubungkan tingkat nasional dan internasional. Tidak
harmonisnya hubungan pada level sub-negara dapat meningkatkan derajat
kerentanan negara kepada intervensi asing, sehingga menimbulkan adanya
pendekatan holistik terhadap keamanan dengan meminimalisir perbedaan antara
keamanan internal dan eksternal. 282

278
Departemen Pertahanan (2003), op.cit., 46-47
279
Sudarsono (1997) op.cit., 2.
280
Rinakid, op.cit., 221.
281
Ibid.
282
Sebastian, Leonard C. (2006) Realpolitik Ideology: Indonesia’s Use of Military Force,
Singapura: ISEAS Publications: 129.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


89

Selain itu, pembuatan BPPI 2003 terjadi ketika kondisi lingkungan


Indonesia masih diwarnai oleh proses reformasi nasional dan reformasi sektor
keamanan (RSK). Aktor-aktor militer, terutama TNI, belum sepenuhnya
melepaskan peran dari kehidupan sosial-politik di Indonesia. Panglima TNI
Endriartono sempat menolak adanya diskusi mengenai implementasi reformasi
internal TNI dan penolakan terhadap amandemen Undang-Undang 1945 pada saat
rapat tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2002. 283 Selain
itu Presiden Megawati Soekarnoputri yang memimpin pada saat pembuatan BPPI
2003 nampak memiliki kedekatan dengan aktor-aktor militer. Terdapat kurang
lebih 150 pensiunan jenderal yang tergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia-
Perjuangan (PDI-P), yang menyebabkan adanya anggapan bahwa militer akan
kembali berperan dalam politik, meskipun dominasinya tidak sebesar pada masa
Orde Baru.284
Dominasi militer, terutama TNI AD, dalam proses pembuatan BPPI 2003
juga terefleksikan pada penjelasan mengenai kebijakan penyelenggaraan
pertahanan negara. Pada bagian ini dijelaskan bahwa salah satu tugas TNI adalah
membantu Pemerintahan Sipil (Pemerintahan Daerah). Hal tersebut dinyatakan
sebagai kewajiban TNI untuk menegakan stabilitas nasional bagi pelaksanaan
pembangunan nasional yang telah dilaksanakan semenjak tahun 1980 melalui
kegiatan Bhakti TNI. 285 Kewajiban tersebut dinyatakan didasari oleh Peraturan
Pemerintah No.16 Tahun 60 yang mengatur permintaan bantuan militer oleh
pemerintah daerah melalui Komandan Militer daerah setempat. 286 Padahal, Pasal
10 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2002 menyatakan bahwa TNI berperan sebagai alat
pertahanan NKRI, sehingga posisi TNI tidak terdesentralisasi dan hanya dapat
dikerahkan oleh Pemerintah Pusat.287 Hal tersebut menunjukan masih adanya
upaya aktor militer untuk melegitimasi perannya dalam kehidupan sosial-politik

283
Rinakid, loc.cit.
284
Ibid., 213.
285
Departemen Pertahanan (2003), op.cit., 73.
286
Ibid., 74.
287
Alexandra, Lina A. (2008) “Telaah Regulasi TNI: Beberapa Agenda Tersisa,” dalam
Ardhanariswari, Dwi dan Yandry K. Kasim (editor) Sistem Keamanan Nasional Indonesia: Aktor,
Regulasi dan Mekanisme Koordinasi, Jakarta: Pacivis: 13.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


90

Indonesia melalui BPPI. Kondisi ini menunjukan bahwa meskipun Dephan


dipimpin oleh Menteri yang berasal dari kalangan sipil, aktor militer pada masa
pembuatan BPPI 2003 masih sangat dominan. Leonard Sebastian juga
menyampaikan walaupun Dephan sudah dipimpin oleh aktor dari kalangan sipil,
tetapi aktor-aktor yang menjalankan institusi dan membuat BPPI 2003 berasal
dari TNI.288
BPPI 2003 juga tidak menyatakan mengenai pilihan kekuatan pertahanan
yang akan dikembangkan oleh Indonesia untuk menghadapi ancaman dan
permasalahan strategisnya. Dalam menjelaskan mengenai kebijakan
penyelenggaraan pertahanan, BPPI 2003 lebih menitikberatkan kepada penjelasan
mengenai pembagian tugas TNI ke dalam Operasi Militer Perang (OMP) dan
Operasi Militer Selain Perang (OMSP). BPPI 2003 juga nampak memiliki
penyederhanaan dalam menjelaskan kebijakan untuk menghadapi ancaman
keamanan tradisional. Karena hanya menyebutkan akan menggunakan upaya
diplomasi dan CBM, serta kekuatan pertahanan yang akan disusun ke dalam
Komponen Utama, Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung.
Penggunaan kekuatan pertahanan yang dijelaskan dalam BPPI 2003 lebih
difokuskan untuk menghadapi ancaman non-tradisional seperti terorisme yang
terjadi di wilayah Indonesia, separatisme, konflik komunal dan kerusuhan sosial.
Meskipun sudah disampaikan meningkatnya kejahatan yang terjadi di perairan
Indonesia, kekuatan pertahanan yang akan digunakan untuk mengatasinya tidak
terefleksikan dalam BPPI 2003. Mengatasi perompakan dan pembajakan di laut
dinyatakan merupakan salah satu tugas pokok TNI, yang akan dilakukan melalui
kerjasama dengan Departemen dan Lembaga pemerintah lainnya, serta kerjasama
dengan negara lain.
Tidak munculnya pilihan kekuatan pertahanan dalam menghadapi
permasalahan strategis Indonesia pada BPPI 2003 disebabkan oleh belum adanya
panduan yang menentukan arah kebijakan pertahanan Indonesia. Pada masa Orde
Baru dilandasi oleh GBHN 1993 yang menentukan arah kebijakan pertahanan
dalam BPPI 1995 dan 1997. GBHN merupakan panduan yang memberi arah bagi

288
Sebastian, op.cit., 225.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


91

bangsa Indonesia untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan baik dalam jangka
sedang (5 tahun) maupun dalam jangka panjang (25 tahun). 289 Setelah memasuki
reformasi perencanaan tersebut sudah tidak ada, karena institusi yang sebelumnya
bertanggungjawab menetapkan, seperti Badan Perencanaan Pembangunan Sosial
(Bappenas) dan MPR, mengalami restrukturasi. 290 Pada teorinya, Rencana
Sasaran Strategis (Renstra) lima tahunan masih berlaku dan berada di bawah
tanggung jawab Dephan, namun belum dibuat secara serius karena prioritas TNI
masih kepada mereposisi dan memperbaharui posisinya. 291 Sebenarnya Presiden
Megawati memiliki hak prerogatif untuk menentukan arah kebijakan pertahanan,
namun tidak digunakan karena belum adanya kaji ulang pertahanan negara yang
komprehensif pada saat diterbitkannya BPPI 2003. 292
Berdasarkan uraian mengenai aktor dan proses dapat diketahui bahwa
aktor militer masih memiliki peran yang dominan dalam pembuatan BPPI 2003.
Meskipun Menhan yang memimpin berasal dari kalangan sipil, namun belum
nampak menunjukan peran yang lebih besar dari aktor militer. Apabila melihat
kepada cara pandang terhadap pertahanan, Matori juga nampak lebih
mengedepankan stabilitas nasional untuk menciptakan keamanan yang
mendukung pembangunan. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran-pemikiran TNI
yang selalu berupaya untuk menciptakan stabilitas nasional. Lebih lanjut, dalam
proses pembuatan BPPI 2003 kondisi politik domestik yang dipimpin oleh
Presiden Megawati juga nampak memberikan ruang yang lebih besar untuk TNI.
Hal tersebut sempat menimbulkan pandangan bahwa TNI akan mendapatkan
kembali legitimasi untuk berperan dalam kehidupan sosial-politik di Indonesia.
Selain itu, kondisi politik domestik yang masih berada pada masa transisi
demokrasi menyebabkan belum adanya panduan untuk menentukan arah
kebijakan pertahanan pada periode 2003.

289
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: II/MPR/1993 tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara, Maksud dan Tujuan: 655.
290
Sebastian, op.cit., 223.
291
Ibid., 224.
292
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


92

3.2.4. Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008


BPPI 2008 mengalami perbedaan dari ketiga BPPI sebelumnya dalam
menggambarkan posisi geografis Indonesia. BPPI 2008 sudah tidak lagi
menyebutkan secara eksplisit mengenai posisi Indonesia sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau, memiliki dua pertiga
wilayah laut dari seluruh wilayahnya, memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km,
dan memiliki ZEE yang luas.293 Selain itu, BPPI 2008 juga sudah tidak lagi
mencantumkan konsep geopolitik Wawasan Nusantara.294 Hal tersebut disebabkan
karena Indonesia sudah mencapai kepentingan geopolitiknya melalui pengakuan
masyarakat internasional terhadap prinsip negara kepulauan yang dianut oleh
Indonesia, melalui UNCLOS III pada tahun 1982. 295 Selain itu, pencapaian
tersebut juga sudah dikukuhkan melalui UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002
tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam
Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan
Yang Ditetapkan.
Dalam menyatakan posisi geografis Indonesia, BPPI 2008 sudah
mengalami perkembangan bila dibandingkan dengan ketiga BPPI sebelumnya.
Untuk pertama kalinya BPPI 2008 menyoroti pulau-pulau kecil terluar yang
menjadi prioritas pengamanan. 296 Hal tersebut dapat dilatarbelakangi oleh
terjadinya beberapa insiden di pulau-pulau terluar dengan Malaysia. Pada tahun
2002 Indonesia kehilangan Pulau Sipadan-Ligitan kepada Malaysia melalui
keputusan Mahkamah Internasional, kemudian pada tahun 2005 Perusahaan
Malaysia, Petronas menjual Blok minyak Ambalat ke perusahaan Shell yang

293
Pernyataan ini terdapat dalam BPPI 2003. Pada BPPI 1995 dan 1997 Indonesia hanya
dinyatakan sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.508 Pulau dan posisi geografis yang unik.
294
Konsep geopolitik Wawasan Nusantara dicantumkan pada BPPI 1995 dan 1997, akan tetapi
mengalami perbedaan pada BPPI 2003 yang menyatakan konsep geopolitik persatuan bangsa dan
seluruh wilayah. Meskipun berbeda, namun kedua konsep ini memiliki makna yang sama.
Penjelasan mengenai konsep geopolitik Wawasan Nusantara sudah dijelaskan pada Bab2.
295
Wawancara dengan Narasumber V pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Institut Pertanian Bogor.
296
BPPI 2008 menyebutkan Indonesia memiliki 92 terluar, dan dua belas di antaranya menjadi
prioritas. Keduabelas pulau tersebut dijelaskan pada Bab 2.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


93

sebenarnya berada di wilayah perairan Indonesia. 297 Pada kasus Ambalat,


Malaysia sempat beberapa kali melakukan provokasi terhadap kapal-kapal TNI
AL yang beroperasi di Ambalat. Sebelum kasus Ambalat selesai, Malaysia
kemudian membangun tiang pancang mercusuar di Tanjung Datuk, Kalimantan
Barat.298 Sehingga pernyataan mengenai pulau-pulau kecil terluar merupakan
salah satu upaya untuk menunjukan kehadiran kekuatan pertahanan dalam rangka
menjaga dan mempertahankan pulau-pulau tersebut.
Dalam proses pembuatan BPPI 2008 Indonesia juga sudah memiliki
panduan dalam menyusun kebijakan pertahanan. Panduan tersebut tertuang dalam
Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2024. Wilayah perbatasan
dan pulau-pulau terluar menjadi salah satu perhatian, karena kondisi yang
masihjauh dari tertinggal. Hal tersebut dinyatakan terjadi karena pembangunan
wilayah selama ini cenderung berorientasi ke dalam, sehingga kawasan perbatasan
seolah hanya menjadi halaman belakang. 299 Selain itu, pulau-pulau kecil di
Indonesia juga sulit berkembang karena lokasinya yang sangat terisolasi dan sulit
dijangkau. Sehingga, untuk mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan dilakukan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan menjadi
melihat ke luar dengan pendekatan keamanan dan kesejahteraan. Perhatian khusus
juga diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama
ini luput dari perhatian.
Untuk pertama kalinya pada BPPI 2008 mempertimbangkan posisi geologi
Indonesia, yang belum pernah disebutkan pada ketiga BPPI sebelumnya.
Indonesia dinyatakan berada pada cincin gunung berapi dan pertemuan sejumlah
lapisan kerak bumi. Posisi ini baru dicantumkan pada BPPI 2008 karena Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melakukan penelitian mengenai
posisi geologi Indonesia melalui ekspedisi cincin api. 300 Penelitian tersebut
menunjukan bahwa pergerakan-pergerakan lempeng bumi menjadikan Indonesia

297
Ritonga, op.cit., 21.
298
Ibid.
299
Lampiran UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025: 19
300
Berdasarkan wawancara dengan Narasumber V pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Institut
Pertanian Bogor.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


94

rawan bencana alam, sehingga menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam


kebijakan.301 Bencana Tsunami yang terjadi di Indonesia pada akhir tahun 2014
juga melatarbelakangi adanya pertimbangan kondisi geologi Indonesia pada BPPI
2008.302 Hal tersebut juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah 2004-2009 untuk meningkatkan kemampuan lembaga dan
pemerintahan dalam penanggulangan bencana. 303
Pembahasan mengenai perairan strategis di Indonesia semakin
berkembang. BPPI 2008 menyatakan Indonesia memiliki tiga ALKI dan beberapa
choke points, yaitu Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makssar. BPPI 2008
juga sudah menyatakan bahwa pengamanan ALKI dan seluruh choke points
merupakan agenda strategis pemerintah Indonesia, serta masyarakat internasional
yang memanfaatkannya. Pernyataan ini menunjukan bahwa sudah adanya
perkembangan pemikiran mengenai wilayah-wilayah perairan strategis di
Indonesia. Pernyataan mengenai ALKI juga menunjukan adanya dukungan dari
sektor pertahanan terhadap visi pemerintah, yang tertuang dalam RPJP 2005-
2025, untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri,
maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. 304
Dalam menganalisis lingkungan eskternal BPPI 2008 juga sudah terdapat
beberapa perkembangan dari ketiga BPPI sebelumnya. Isu keamanan maritim dan
gangguan keamanan di laut menjadi sorotan dalam dokumen ini. 305 Selain itu,
BPPI 2008 juga lebih memperhatikan konflik-konflik antar negara yang masih
berkembang di kawasan Asia Pasifik. Meskipun begitu BPPI 2008 juga nampak
masih memberikan perhatian kepada isu-isu sosial-politik pada tingkat domestik.
Isu-isu domestik tersebut mencakup dinamika demokrasi di Indonesia yang dinilai
belum diikuti dengan kesiapan dan kedewasaan masyarakat, isu otonomi daerah,

301
Ibid.
302
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2008) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008,
Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia: 14.
303
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, Bagian IV.32-15
304
Lampiran UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025: 74.
305
Perkembangan isu-isu keamanan maritim dan gangguan keamanan laut sudah dijelaskan pada
Bab 2.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


95

pembangunan nasional, serta isu-isu lokal seperti penguatan identitas lokal,


kemiskinan dan kebodohan. Dalam perkiraan ancaman BPPI sudah lebih
komprehensif menjelaskan bentuk-bentuk ancaman militer ekstrnal terhadap
Indonesia seperti agresi, spionase, pelanggaran wilayah, dan gangguan kemanan
di laut dan udara. Akan tetapi, BPPI 2008 juga masih menitikberatkan kepada
ancaman-ancaman nirmiliter yang berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, teknologi dan informasi, serta keselamatan umum.
Meskipun sudah menjelaskan permasalahan strategis yang dihadapi
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan posisi geografis yang terbuka,
sayangnya kebijakan pertahanan dalam BPPI 2008 untuk menghadapinya nampak
memiliki penyederhanaan. Dalam menghadapi ancaman militer, Indonesia
dinyatakan menggunakan lapis pertahanan nirmiliter dan militer yang juga
merupakan kekuatan penangkal Indonesia. Lapis pertahanan nirmiliter merupakan
lapis diplomasi dan CBM, dan lapis militer merupakan lapis perlawanan yang
didukung oleh kekuatan cadangan dan pendukung. BPPI 2008 sudah menjelaskan
mengenai permasalahan keamanan di laut dan di udara yang seringkali dihadapi
oleh Indonesia, namun pada kebijakan pertahanan dalam BPPI 2008 nampak
terhadap penyederhanaan dalam mengatasi permasalahan tersebut. BPPI 2008
hanya menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan untuk menghadapi ancaman
tersebut akan disesuaikan dan dengan mengefektifkan kemampuan Tri-Matra
Terpadu.
Sementara dalam penjelasan mengenai upaya untuk menghadapi ancaman-
ancaman domestik dan ancaman nirmiliter nampak mendapat pembobotan yang
lebih banyak. Ancaman-ancaman tersebut di antaranya adalah terorisme,
mengatasi gerakan separatis dan pemberontakan bersenjata dan konflik komunal.
Ancaman-ancaman tersebut dinyatakan berada di dalam tugas OMSP TNI yang
dijalankan berdasarkan keputusan politik pemerintah. Namun BPPI 2008
menguraikan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi ancaman tersebut. Seperti, perlunya pemerintah untuk melakukan
pendekatan persuasif dengan melibatkan tokoh agama dalam menghadapi konflik
komunal, atau penanaman nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika untuk menciptakan
persatuan masyarakat terkait dengan isu separatis. Selain itu BPPI 2008 juga

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


96

memberikan panduan bagi pemerintah untuk menghadapi ancaman-ancaman


berdimensi politik, ideologi, sosial budaya, teknologi dan keselamatan umum.
Sebagai contoh, BPPI 2008 menyatakan pentingnya penguatan pemerintahan
negara, penguatan lembaga legislatif dan kekuatan politik nasional untuk
menghadapi ancaman politik. Lebih lanjut, BPPI 2008 menyatakan perlunya
penguatan program Bakti TNI yang melibatkan unsur kerjasama dengan
pertahanan nirmiliter dalam mengahadapi ancaman ekonomi. BPPI juga
menyoroti nilai-nilai budaya luar yang berdampak negatif terhadap nilai lokal,
seperti pornografi, konsumerisme dan hedonisme.
Hal ini semakin menunjukan masih kentalnya pemikiran-pemikiran
konservatif TNI dalam BPPI 2008. Pemikiran tersebut juga terlihat dalam
perkiraan ancaman yang masih berorientasi ke dalam pada proses pembuatan
BPPI 2008. Hal tersebut disebabkan karena masih adanya persepsi pada aktor-
aktor keamanan yang utama di Indonesia, yaitu Kemhan dan TNI, mengenai
permasalahan internal yang dapat mengancam stabilitas dan persatuan
Indonesia.306 Menurut Evan Laksmana, persepsi ini tidak akan pernah hilang dari
cara pandang aktor-aktor keamanan di Indonesia, sehingga berdampak kepada
postur pertahanan yang ofensif dalam mengatasi permasalahan internal, dan
defensif dalam menghadapi ancaman eksternal. 307 Orientasi ancaman yang
melihat ke dalam kemudian akan berimplikasi kepada pertahanan yang masih
bertumpu kepada kekuatan teritorial AD untuk melaksanakan tugas manajemen
teritorial sampai ke tingkat pedesaan. 308
Selain itu, lingkungan Dephan pada periode dibuatnya BPPI 2008 juga
masih didominasi oleh aktor-aktor militer. Pada masa kepemimpinan Menhan
Juwono Sudarsono, terdapat kritik dari berbagai kalangan terhadap jabatan-
jabatan strategis di Kemhan yang didominasi oleh militer. Ketua DPR pada
periode tersebut yaitu HR Agung Laksono menyatakan dominasi tersebut tidak
mencerminkan reformasi sipil-militer, dan Menhan kurang sensitif terhadap

306
Laksmana, Evan (2011) “Indonesia’s Rising Regional and Global Profile: Does Size Realy
Matter?” Contemporary Southeast Asia 33, no. 2: 165.
307
Ibid.
308
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


97

permasalahan tersebut. 309 Lebih lanjut aktor-aktor militer yang menduduki jabatan
strategis, yang seharusnya diduduki oleh kalangan sipil, juga lebih didominasi
dari kalangan TNI AD.310
Meskipun begitu, BPPI 2008 sudah memproyeksikan arah pembangunan
kekuatan pertahanan, yang merefleksikan kepentingan geopolitik Indonesia
sebagai negara kepulauan, untuk mengamankan wilayahnya yang luas dan
terbuka. Pertahanan negara juga disebutkan akan dilaksanakan dengan tindakan
preemtif, yaitu melumpuhkan pihak lawan yang sedang dalam persiapan untuk
melumpuhkan Indonesia atau dalam perjalanan menuju Indonesia. 311 Dalam
jangka panjang, BPPI 2008 telah menyatakan bahwa kapabilitas dan struktur
matra laut akan diarahkan untuk memiliki efek penangkalan yang tinggi, serta
kemampuan untuk menjaga seluruh laut Nusantara, baik yang berada di
permukaan maupun di bawah permukaan. Dukungan kekuatan matra udara juga
diarahkan untuk memiliki efek penangkalan dan kemampuan jelajah yang
tinggi.312 Selain itu, BPPI 2008 juga menyatakan bahwa pembangunan pertahanan
akan diarahkan kepada konsep Tri-Matra Terpadu untuk mewujudkan
keterpaduan dari seluruh matra kekuatan.
Hal tersebut disebabkan karena pada periode pembuatan BPPI 2008,
Indonesia sudah memiliki panduan untuk menentukan pembangunan pertahanan
jangka panjang. Penerbitan panduan pembangunan jangka panjang untuk
menggantikan GBHN diatur oleh UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Pasal 1 ayat (1) mengatur dokumen
perencanaan pembangunan nasional untuk periode dua puluh tahun, yang disebut
sebagai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
Pasal 1 ayat (3) kemudian mengatur Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) sebagai dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk

309
Yuliawati (2005, April 18) DPR Pertanyakan Dominasi Militer di Dephan, Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2005/04/18/05559783/dpr-pertanyakan-dominasi-militer-di-
dephan diakses 28 Mei 2017
310
Ibid.
311
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2008) op.cit., 46.
312
BPPI 2003 belum mencantumkan arah pembangunan kekuatan pertahanan dalam jangka
panjang.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


98

periode lima tahunan. Selanjutnya, RPJMN I Tahun 2005-2009, RPJMN II Tahun


2010-2014, RPJMN III Tahun 2015-2019 dan, RPJMN IV Tahun 2020-2024.
RPJPN 2005-2025 kemudian ditetapkan pada tahun 2007 melalui UU No. 17
tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005-2025.
Secara umum RPJPN tersebut memliki delapan misi pembangunan
nasional, yang salah satunya adalah pada sektor pertahanan. Untuk mewujudkan
Indonesia aman, damai dan bersatu, dilakukan dengan membangun kekuatan TNI
hingga melampau kekuatan esensial minimum. Lebih lanjut komponen pertahanan
diarahkan untuk dapat menegakan kedaulatan dan menjaga keutuhan wilayah
yang meliputi wilayah darat yang tersebar, mencakup pulau-pulau terluar, wilayah
yurisdiksi laut hingga meliputi ZEE Indonesia dan landasan kontinen, serta ruang
udara nasional. Kemampuan pertahanan tersebut terus ditingkatkan agar memiliki
efek penggentar, serta disegani di kawasan regional dan internasional. Kesiapan
komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan dan kontribusi pertahanan
nasional dalam sistem pertahanan semesta juga ditingkatkan. Lebih lanjut,
Perlindungan terhadap wilayah yurisdiksi laut Indonesia dilakuakan dengan
meningkatkan kekuatan dan kemampuan pertahanan untuk melakukan
pengawasan dan penegakan hukum internasional serta mingkatkan kemampuan
deteksi dini dan penangkalan di laut. Perlindungan wilayah yurisdiksi udara juga
ditingkatkan sebagai upaya untuk menjaga kedaulatan nasional secara menyeluruh
dan membangun sistem pemantauan dan deteksi nasional di wilayah udara serta
meningkatkan kemampuan menangkal penerbangan ilegal.
Berdasarkan uraian mengenai aktor dan proses pembuatan BPPI 2008,
dapat dilihat bahwa masih terdapat peran aktor militer yang lebih besar daripada
aktor-aktor sipil. Meskipun Kemhan pada periode 2008 dipimpin oleh Menhan
Juwono Sudarsono yang berasal dari kalangan sipil, jabatan-jabatan strategis di
lingkungan Kemhan masih didominasi oleh kalangan militer, terutama dari TNI
AD. Hal tersebut juga sempat menuai kekhawatiran dari berbagai kalangan bahwa
kebijakan-kebijakan strategis yang diterbitkan oleh Kemhan akan sangat
bernuansa militer. Meskipun dalam proses pembuatan BPPI 2008 sudah terdapat
RPJPN dan RPJMN sebagai panduan untuk menentukan arah kebijakan

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


99

pertahanan, namun perencanaan-perencanaan tersebut nampak belum mendapat


perhatian dalam BPPI 2008. Dominasi aktor militer, terutama yang berasal dari
kalangan TNI AD menyebabkan BPPI 2008 yang masih merefleksikan cara
pandang tentang pertahanan yang melihat ke dalam dan cenderung berorientasi
kepada pembangunan kekuatan pertahanan teritorial.

3.2.5. Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 2014


Kementerian Pertahanan kembali menerbitkan BPPI pada tahun 2014 di bawah
kepemimpinan Menhan Purnomo Yusgiantoro. BPPI 2014 merupakan BPPI yang
paling komprehensif dalam mempertimbangkan aspek-aspek geopolitik Indonesia
sebagai negara kepulauan. Indonesia dinyatakan sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia, berada di antara dua benua dan dua samudera, terletak pada
cincin gunung berapi, memiliki 92 pulau-pulau terluar, dan dua belas di antaranya
menjadi prioritas, serta berbatasan darat dan maritim dengan beberapa negara.
Selain itu posisi geografis Indonesia juga dinyatakan rentan terhadap sengketa
perbatasan dan ancaman keamanan.
Dalam memandang lingkungan eksternal, BPPI 2014 mulai menyoroti
perkembangan lingkungan kawasan Asia Pasifik yang sedang menjadi perhatian
dunia. Terdapat pergeseran kepentingan geopolitik global ke Asia Pasifik karena
potensi ekonomi yang dimiliki oleh negara-negara di kawasan. 313 Perubahan
paling signifikan terdapat pada pembahasan mengenai perkembangan isu
kejahatan lintas negara. Dalam pembahasan ini dinyatakan bahwa gangguan
keamanan rawan terjadi di ALKI dan choke points Indonesia, dan untuk pertama
kalinya BPPI 2014 memaparkan ALKI Indonesia ke dalam tiga zona. 314
Penjabaran mengenai ALKI menunjukan sudah adanya perhatian kepada perairan
strategis di Indonesia yang membutuhkan prioritas pengamanan.
Pembabakan mengenai ALKI dan choke points di Indonesia disebabkan
karena BPPI 2014 merupakan dokumen kebijakan yang dibuat untuk

313
Perkembangan pemikiran geopolitik dalam BPPI 2014 mengenai kawasan Asia Pasifik sudah
dijelaskan pada Bab 2.
314
Menenai pemaparan ALKI ke dalam tiga zona dan choke points yang terdapat dalam BPPI
2014 sudah dijelaskan pada Bab 2.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


100

pemerintahan setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. BPPI 2014 tidak


diturunkan berdasarkan RPJMN 2010-2014, melainkan menyesuaikan dengan
RPJMN 2015-2019 yang menyesuaikan dengan visi Presiden terpilih untuk
menjadi pedoman bagi pemerintah yang baru. 315 Presiden Joko Widodo yang
terpilih sebagai Presiden Indonesia periode 2015-2019. Presiden Joko Widodo
memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD).
Pada RPJMN 2015-2019 dinyatakan visi pemerintah untuk terwujudnya Indonesia
yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. 316
Untuk mewujudkannya, visi tersebut diturunkan ke dalam tujuh misi
pembangunan. Misi pada sektor pertahanan adalah untuk mewujudkan keamanan
nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian
ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.317 Visi untuk mewujudkan PMD
juga diturunkan kepada lima prioritas pembangunan atau yang disebut sebagai
Pilar Kebijakan Maritim, yaitu: pertama, budaya maritim; kedua, sumber daya
maritim; ketiga, infrastruktur dan konektivitas maritim; keempat, diplomasi
maritim; kelima, pertahanan maritim. 318
Sebelum masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah nampak
tidak memberikan perhatian kepada kemaritiman dan lebih fokus kepada
pertahanan di darat. Hal tersebut juga disampaikan oleh KSAL Laksamana
Marsetio (2012-2015) bahwa persoalan kemaritiman pernah mendapat perhatian
pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001), yang diwujudkan
dengan dibentuknya Departemen Eksplorasi Laut. 319 Namun, setelah Presiden
Abudrrahman Wahid sudah tidak lagi menjabat, persoalan kemaritiman kembali
mendapatkan pengabaian sampai dengan memasuki kepemimpinan Presiden Joko
Widodo.

315
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2014,
Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia: ix.
316
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, Buku I: Agenda
Pembangunan Nasional: 5-5.
317
Ritonga, op.cit., 11.
318
Ibid.
319
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


101

Dalam memandang lingkungan eksternal, terdapat konsep proxy war yang


baru pertama kalinya muncul pada BPPI 2014. Proxy war dinyatakan sebagai
upaya untuk menguasai suatu negara melalui propaganda untuk memecah belah
negara. Merujuk kepada BPPI 2014 terdapat lima tahapan berkembangnya proxy
war, yaitu: pertama, memunculkan isu pelanggaran HAM, demokratisasi dan
reformasi politik, pergantian pemimpin serta isu senjata pemusnah masal; kedua,
muncul demonstrasi besar-besaran dalam masyarakat; ketiga, demonstrasi
berubah menjadi aksi anarkis; keempat, meningkatnya konflik komunal menjadi
konflik sipil; kelima, permintaan mandat atau resolusi PBB untuk melakukan
intervensi.320
Cara pandang mengenai proxy war nampak memiliki kesamaan dengan
pemikiran-pemikiran TNI yang konservatif. Isu-isu yang diangkat dalam konsep
proxy war dalam BPPI 2014 juga memiliki kesamaan dengan isu-isu yang
menjadi sorotan pada BPPI 1995 sampai dengan 2008, yaitu yang terkait dengan
HAM dan demokrasi, demonstrasi dan konflik komunal. Munculnya narasi
tentang proxy war merefleksikan masih adanya pemikiran-pemikiran konservatif
TNI dalam pembuatan BPPI 2008. Melalui pemikiran tersebut TNI dapat
melegitimasi perannya untuk menjaga stabilitas nasional dan secara tidak
langsung terlibat dalam kehidupan sosial politik di Indonesia. Beberapa
kalaNarasi proxy war juga menunjukan masih kentalnya doktrin yang berorientasi
ke dalam, terutama doktrin TNI AD. 321 Dalam proses pembuatan BPPI 2014,
aktor-aktor militer dari kalangan TNI AD juga lebih dominan daripada yang
berlatar belakang TNI AU, TNI AL dan masyarakat sipil.
Penggolongan dan kemungkinan ancaman terhadap Indonesia sudah tidak
lagi muncul dalam BPPI 2014. Hal tersebut nampak disebabkan karena periode
diterbitkannya BPPI 2014, Indonesia masih berada di bawah kepemimpuan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan prinsip politik luar negeri One
Thousand Friends Zero Enemy. Prinsip politik luar negeri tersebut
mengasumsikan bahwa Indonesia merupakan negara yang dapat menjalin
320
Kementerian Pertahanan (2014), op.cit., 14.
Marzuki, Keoni (2016) “Proxy Wars Narrative: TNI-AD’s Quest for Relevance?” RSIS
321

Commentary, no.092: 2.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


102

hubungan dengan seluruh negara di dunia (all direction foreign policy) pada dunia
yang sedang bergejolak. Prinsip ini juga menunjukan adanya netralitas sikap
Indonesia dan mendorong kerjasama dalam hubungan internasional yang semakin
kompleks. Penggolongan ancaman dalam BPPI 2014 dapat memiliki makna yang
negatif dan bertentangan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia pada periode
tersebut.
Prinsip politik luar negeri yang dianut oleh Indonesia berpeng kepada
substansi yang berada dalam BPPI 2014. Dalam menyikapi perkembangan
lingkungan strategis yang semakin dinamis, salah satu sikap yang diambil oleh
Indonesia adalah mewujudkan keseimbangan yang dinamis (dynamic
equilibrium). Makna dari kesimbangan tersebut adalah kondisi kawasan yang
ditandai dengan tidak adanya kekuatan negara yang dominan, didasari dengan
keyakinan kemajuan sebuah negara bukan dilihat sebagai ancaman, namun
peluang bagi peningkatan kerjasama dan kemitraan dalam membangun kekuatan
pertahanan. Hal tersebut berimplikasi kepada pernyataan posisi Indonesia yang
cenderung netral dalam menyikapi konflik-konflik yang berlangsung di kawasan
Asia Pasifik. Dalam memandang peningkatan kekuatan Tiongkok dan kebijakan
rebalancing AS, BPPI menyatakan bahwa kedua negara diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan menjaga
stabilitas serta perdamaian di kawasan.
Mulai dicantumkannya perairan-perairan strategis di Indonesia
berimplikasi kepada penggunaan kekuatan pertahanan untuk menghadapai
permasalahan strategis Indonesia. Sumber daya pertahanan masih dibagi ke dalam
dua kekuatan, yaitu kekuatan militer dan nirmiliter. Akan tetapi pembahasan
mengenai kekuatan laut dan kekuatan udara sudah merefleksikan adanya
perkembangan pemikiran terhadap keamanan laut dalam BPPI 2014. Kekuatan
laut dinyatakan akan diproyeksikan untuk mengontrol penggunaan wilayah laut
(sea control) untuk kepentingan OMP dan OMSP. Selain itu, kekuatan laut juga
diproyeksikan untuk mengontrol perdagangan dan perniagaan di laut, juga untuk
kepentingan penangkalan (deterrence), penolakan di laut (sea denial), diplomasi

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


103

pertahanan, dan memberikan pengaruh politik pada masa damai. 322 Sementara
kekuatan udara dikerahkan untuk membantu pertempuran di darat dan di laut
melalui keunggulan di udara (air supremacy), mendukung strategi penolakan
(deterrence) dan diplomasi pertahanan. 323 Pengerahan kekuatan laut dan udara
tersebut tidak pernah dinyatakan dalam BPPI sebelumnya. Pertahanan nirmiliter
dalam BPPI 2014 dinyatakan sebagai instrumen penangkalan, yang mencakup
instrumen ideologi, politik, ekonomi sosial budaya, teknologi, dan hukum. Dalam
menjelaskan instrumen penangkalan nirmiliter BPPI 2014 nampak sudah tidak
lagi memberikan perhatian terlalu dalam, tetapi lebih menjelaskan pentingnya
instrumen-instrumen tersebut dalam aspek pertahanan. BPPI 2014 juga sudah
tidak lagi menjelaskan program Bakti TNI untuk meningkatkan integrasi antara
pertahanan militer dan nirmiliter dalam menghadapi ancaman.
Selanjutnya BPPI 2014 juga menjelaskan Postur Pertahanan yang akan
dibangun berdasarkan Renstra lima tahunan tahap II yaitu tahun 2015-2019.
Dalam pembangunan postur TNI diarahkan untuk membangun Tri Matra Terpadu
dengan mewujudkan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan).
Postur pertahanan yang akan dibangun di antaranya adalah, TNI AD yang
direncanakan akan menambahkan satu Kodam dan satu Divisi Kostrad.
Sementara, TNI AL dinyatakan akan disusun sesuai dengan struktur Komando
Pertahanan Laut (Kohanla RI) dengan menambah satu Komando Armada.
Struktur tersebut adalah: pertama, Komando Armada (Koarmada) Barat dengan
Markas Komando (Mako) di Jakarta untuk menjaga Perairan Barat Sumatera
sampai dengan ALKI-I; kedua, Koarmada Tengah dengan Mako di Surabaya
untuk menjaga Perairan Laut Jawa, Perairan Selatan Jawa (Samudra Hindia)
sampai dengan ALKI II; dan ketiga, Koarmada Timur dengan Mako di Sorong
untuk menjaga ALKI III sampai dengan perairan terluar Papua. 324 Untuk
Angkatan Udara (AU), Satuan Rudal (Satrudal) akan dibangun dengan gelar yang
diprioritaskan di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Timor, Maluku Selatan
dan Papua. Skadron Tempur AU juga akan digelar secara seimbang di setiap
322
Kementerian Pertahanan (2014) op.cit., 55.
323
Ibid., 56.
324
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014), op.cit., 124.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


104

Komando Operasi (Koops) AU yang meliputi Pekanbaru, Jawa Timur dan


Makassar. Berdasarkan pemaparan tersebut BPPI 2014 sudah menyediakan
informasi yang saling mendukung antara posisi geografis Indonesia yang
melahirkan peluang dan tantangan tersendiri dengan upaya pertahanan yang
dilakukan untuk menghadapi permasalahan tersebut.
BPPI 2014 merupakan BPPI yang paling komprehensif dalam
memberikan pemahaman mengenai kebijakan pertahanan Indonesia. Berdasarkan
proses pembuatan BPPI 2014, dokumen tersebut dinyatakan dipersiapkan untuk
periode pemerintahan selanjutnya, dan dirancang berdasarkan RJPMN tahun
2015-2019. Dalam RJPMN tersebut sudah dinyatakan kebijakan pembangunan
nasional yang diarahkan kepada pembangunan maritim. Sehingga BPPI 2014
secara lebih komprehensif memproyeksikan kekuatan laut dan kekuatan udara.
Selain itu apabila melihat kepada aktor, Menhan Purnomo Yusgiantoro dinilai
penuh dengan perencanaan, detil serta efisien. Purnomo yang berasal dari
kalangan sipil juga dinilai sukses memimpin Kemhan yang semi militer. Purnomo
mampu memelihara hubungan yang harmonis dengan pejabat di lingkungan
Kemhan, serta hubungan yang sinergis antara Kemhan dengan Mabes TNI atau
Kemhan dengan TNI AD, TNI AL dan TNI AU. 325

3.2.6. Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015


Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Kementerian Pertahanan
kembali menerbitkan BPPI pada tahun 2015. Secara garis besar, BPPI 2014 dan
BPPI 2015 memiliki kesamaan substansi, namun BPPI 2015 diterbitkan sebagai
kebijakan pertahanan untuk mendukung visi presiden Joko Widodo untuk
menjadikan Indonesia sebagai PMD.326 Untuk mewujudkan visi pemerintah,
kebijakan pertahanan dalam BPPI 2015 diarahkan kepada pertahanan maritim
untuk mendukung PMD. Maka dari itu, untuk pertama kalinya dalam BPPI 2015
Indonesia dinyatakan sebagai negara kepulauan sekaligus negara maritim.

325
Syaugi, M (2016) “Pawang di Kandang Harimau,” dalam Sachro, Sri Sangkawati, et.al.,
(editor) Purnomo Yusgiantoro: Sahabatku, Humanis, Humoris, Profesional, Semarang: PT.
UPGRI Semarang: 285.
326
BPPI 2014 belum menyebutkan visi PMD.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


105

Semenjak berakhirnya kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid pada


tahun 2001, Indonesia sudah tidak lagi mengukuhkan diri sebagai negara maritim.
Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo juga menyampaikan bahwa bangsa
Indonesia harus bekerjakeras untuk mengembalikan identitas Indonesia sebagai
negara maritim, karena Indonesia sudah terlalu lama mengabaikan arti pentingnya
laut, selat dan teluk. 327 Menurut KSAL Laksamana Marsetio (2012-2015) pada
masa kepemimpinan Presiden Soekarno (1945-1968) Indonesia berorientasi
kepada maritim, kekuatan TNI AL tercatat sebagai angkatan laut terkut di belahan
bumi Asia Selatan. 328 Namun, setelah itu pembangunan Indonesia lebih
diorientasikan kepada pembangunan darat daripada laut.
Meskipun BPPI 2015 menyatakan akan mendukung visi PMD Pemerintah,
namun BPPI 2015 sudah tidak lagi memiliki pembahasan mengenai perairan-
perairan strategis di Indonesia. Apabila BPPI 2014 menjabarkan ALKI dan choke
points di Indonesia yang memerlukan adanya prioritas pengamanan. Padahal
ALKI dan choke points di Indonesia merupakan salah satu identitas Indonesia
sebagai negara kepulauan sekaligus negara maritim. Selain itu salah satu tujuan
PMD adalah untuk menciptakan TNI AL dan TNI AU yang kuat untuk
melindungi aset-aset maritim dan jalur-jalur perdagangan Indonesia. 329
Tidak disebutnya ALKI merupakan bentuk ketidakpekaan pembuat
kebijakan terhadap pentingnya ALKI sebagai wilayah pertahanan, karena ALKI
merupakan jalur internasional yang memilki nilai strategis. Seluruh jenis kapal
dan pesawat, mencakup kapal perang, memiliki hak lintas damai ketika melintasi
ALKI Indonesia.330 Indonesia juga memiliki hak untuk mencabut hak lintas damai
tersebut untuk menjaga keamanan negara. 331 Akan tetapi, pelanggaran kedaulatan
juga kerap terjadi di wilayah ALKI, seperti kapal perang AS yang pernah

327
Ritonga, op.cit., 125.
328
Ibid.
329
Goh, Evelyn, Greg Fealy, Ristian Atriandi Supriyanto (2015) A Strategy Towards Indonesia,
Australia: Australian National University: 5.
330
Forbes, op.cit., 85.
331
Ibid.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


106

melakukan perang-perangan di wilayah selat Makassar.332 Lebih lanjut, konstelasi


kekuatan AS dan Tiongkok di kawasan membutuhkan adanya pertahanan maritim
yang kuat untuk mengamankan wilayah ALKI, karena kapal-kapal Induk kedua
negara juga menggunakan ALKI Indonesia. Sekalipun pemerintah sudah memiliki
Badan Keamanan Laut (Bakamla) serta Kementerian dan Lembaga lain yang juga
memiliki tanggung jawab untuk melakukan penegakan hukum di laut, akan tetapi
tidak memiliki kapasitas untuk mempertahankan. Kapal-kapal yang dapat
melintasi ALKI juga mencakup kapal selam, kapal perang, dan pesawat-pesawat
militer, sehingga hanya TNI AL yang memiliki kapasitas untuk mengatasi apabila
terjadi pelanggaran. 333 Tidak disebutkannya ALKI dan choke points dalam BPPI
2015 merupakan bentuk pengabaian terhadap pentingnya ALKI dalam konsep
pertahanan Indonesia.
Tidak disebutkannya ALKI dan choke points nampaknya disebabkan
karena adanya ketidakseriusan Kemhan dalam mendukung PMD. Selain itu
pembuat kebijakan juga menilai bahwa PMD merupakan visi pemerintah yang
baru saja diterapkan, sehingga untuk menurunkannya ke dalam kebijakan
pertahanan masih terjadi trial-and-error.334 KSAL Laksamana Marsetio juga
menyampaikan bahwa untuk mendukung PMD diperlukan adanya kesadaran
lingkungan maritim oleh berbagai pihak. Akan tetapi hal tersebut belum dapat
diwujudkan karena kepentingan nasional belum berorientasi kepada pendekatan
maritim, selain itu masih ada ego sektoral masing-masing pemangku kepentingan
dalam mewujudkan PMD.335
Dalam menganalisis lingkungan eksternal, BPPI 2015 cenderung memiliki
posisi yang sama dengan BPPI 2014. Akan tetapi dalam penjelasan mengenai
proxy war, BPPI 2015 sudah tidak lagi mengankat isu-isu demokratisasi dan
HAM, melainkan konflik sosial yang dilatarbelakangi oleh dinamka
primordialisme, sosial budaya, suku, ras dan agama. Meskipun begitu BPPI 2015

332
Berdasarkan wawancara dengan Narasumber V pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Institut
Pertanian Bogor.
333
Ibid.
334
Berdasarkan wawancara dengan Narasumber II pada hari Selasa, 9 Mei 2017 di Badan
Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pertahanan, Pondok Labu.
335
Ritonga, op.cit., 135.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


107

kembali menjelaskan mengenai penggolongan ancaman terhadap Indonesia. BPPI


2015 memandang bahwa ancaman nyata berupa perang atau konflik terbuka kecil
kemungkinannya. Sementara ancaman nyata yang dihadapi oleh Indonesia adalah
terorisme dan radikalisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam,
wabah penyakit, serangan siber dan spionase, serta peredaran dan penyalahgunaan
narkoba. Berdasarkan uraian ancaman tersebut, BPPI 2015 kembali menunjukan
pemikiran pertahanan dan ancaman yang berorientasi ke dalam. Padahal, untuk
membangun kekuatan pertahanan maritim dengan basis kekuatan TNI AL dan
TNI AU, pemikiran Indonesia tentang pertahanan seharusnya sudah berorientasi
ke luar.336
Dalam menjelaskan kebijakan pertahanan negara BPPI 2015 nampak tidak
memberikan perhatian kepada penjelasan mengenai upaya yang dilakukan untuk
mewujudkan pertahanan maritim. BPPI 2015 nampak lebih menekankan kepada
penjelasan mengenai sinergitas antara pertahanan militer dan nirmiliter untuk
menghadapi ancaman. BPPI 2015 juga nampak memiliki penyederhanaan dengan
hanya menyatakan akan memanfaatkan teknologi satelit dan sistem drone untuk
mewujudkan pertahanan maritim. Keamanan maritim dinyatakan akan dilakukan
dengan menggelar kekuatan laut yang mempu menjangkau pulau-pulau kecil
terluar atau terdepan, serta mampu menjaga wilayah yurisdiksi nasional, dan
memantau keamanan wilayah Samudera Pasifik dan Hindia. 337 Sementara
keamanan udara digelar untuk mendukung pengamanan perbatasan darat dan laut
dengan meningkatkan kemampuan pengamatan dan penginderaan udara
menggunakan sistem drone yang mampu memantau hingga ke wilayah Samudera
Pasifik dan Hindia. Lebih lanjut, untuk menjaga pulau-pulau kecil terluar akan
dilakukan dengan gelar kekuatan darat yang efektif dalam pemberdayaan wilayah.
Selain tidak adanya pembahasan mengenai transisi kekuatan pertahanan
Indonesia menuju kekuatan pertahanan maritim, BPPI 2015 juga nampak lebih
menyoroti kepada pembangunan kesadaran bela negara. BPPI 2015 memiliki satu
pembahasan tersendiri mengenai program Bela Negara, yang dinyatakan sebagai
336
Sebastian., loc.cit.
337
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2015) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015,
Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia: 54.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


108

upaya untuk memperkuat sistem pertahanan negara. BPPI 2015 menjelaskan


bahwa pembinaan kesadaran bela negara diarahkan untuk menangkal paham-
paham, idelogi, dan budaya yang bertentangan dengan nilai kepribadian bangsa
Indonesia.338 Pembinaan bela negara dilakukan di lingkungan pendidikan,
pemukiman, serta lingkungan pekerjaan. Dalam kondisi pemerintah yang
mengusung pembangunan kekuatan pertahanan maritim, BPPI 2015 juga tidak
menjelaskan bagaimana bela negara dapat berkontribusi untuk mendukung
pertahanan maritim.
Arah pembangunan postur pertahanan juga mengalami perubahan dari
BPPI 2014. Dalam BPPI 2015 sudah tidak lagi disebutkan mengenai penambahan
Koarmada TNI AL, serta wilayah-wilayah perairan yang menjadi tanggung
jawabnya. Selain itu, arah pembangunan untuk TNI AU dengan prioritas di pulau-
pulau tertentu juga sudah tidak disebutkan lagi dalam BPPI 2015. Sementara
untuk TNI AD, dinyatakan akan dibentuk satuan-satuan baru yang meliputi
Satuan Tempur, Satuan Bantuan Tempur dan Satuan Bantuan Administrasi,
Satuan Komando Wilayah, Satuan Intelijen, dan Badan Pelakasana Pusat. 339
Pada proses pembuatan kebijakan pertahanan dalam BPPI 2015
nampaknya terjadi kondisi yang masih didominasi oleh pemikiran-pemikiran
konservatif TNI AD. BPPI kembali mengangakat permasalahan mengenai nilai-
nilai yang tidak sesuai, sehingga dapat menjadi ancaman untuk Indonesia. Hal
tersebut menunjukan masih adanya upaya dari TNI, terutama TNI AD, untuk
terlibat secara tidak langsung dalam kehidupan sosial masyarakat. Robert Lowry
menyatakan bahwa diangkatnya isu ideologi, politik, dan sosial budaya
merupakan sebuah upaya untuk menjustifikasi peran sosial-politik TNI.
Berdasarkan uraian aktor dan proses, dapat dilihar bahwa masih terdapat
dominasi peran TNI AD dalam pembuatan BPPI 2015. Menhan sebagai aktor
utama pembuat kebijakan pertahanan memiliki latar belakang TNI AD. Menhan
Ryamizard juga memiliki cara pandang yang sangat nasionalis terhadap
pertahanan Indonesia. Selain itu Panglima TNI yang memimpin pada periode

338
Ibid., 96.
339
Ibid., 116.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


110

penerbitan BPPI 2015 juga berasal dari kalangan TNI AD. Panglima TNI Gatot
Nurmantyo juga merupakan seorang nasionalis yang seringkali menyampaikan
narasi tentang proxy war selama masa kepemimpinannya. Maka dari itu, dapat
dilihat bahwa meskipun dalam proses pembuatan BPPI 2015 berada pada
lingkungan yang sedang membangun PMD, namun dominasi aktor militer
menyebabkan tidak terefleksikannya kepentingan geopolitik Indonesia dalam
BPPI 2015.

3.3 Kesimpulan
Berdasarkan uraian mengenai aktor yang terlibat dan proses pembuatan, dapat
dilihat bahwa geopolitik bukan menjadi faktor yang menentukan BPPI 1995-
2015. Terdapat dua faktor lain yang mempengaruhi BPPI, yaitu aktor-aktor yang
terlibat dalam pembuatan, serta kondisi politik domestik pada saat proses
dibuatnya BPPI. Cara pandang aktor utama, yaitu Menhan, terhadap pertahanan
menentukan tercermin atau tidaknya geopolitik Indonesia sebagai negara
kepulauan dalam BPPI. Seperti yang dapat dilihat pada BPPI 1995, 1997 dan
2015. Aktor utama, yaitu Menhan, cenderung memiliki pandangan yang
konservatif terhadap konsep pertahanan di Indonesia. Hal tersebut tercermin
dalam BPPI yang nampak lebih memberikan perhatian kepada permasalahan-
permasalahan internal (inward looking). Sementara Menhan pada BPPI 2014
cenderung lebih terbuka dan mampu memelihara hubungan yang baik dengan
seluruh pejabat di Kemhan. Hal tersebut tercermin dalam BPPI yang paling
menggambarkan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan, bila
dibandingkan dengan BPPI lainnya. Lebih lanjut, BPPI 2003 dan 2008
menunjukan kondisi politik domestik, yang membuka peluang bagi aktor militer,
juga menentukan tercermin atau tidaknya geopolitik Indonesia sebagai negara
kepulauan dalam BPPI.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


BAB 4
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bagian ini bertujuan untuk mendiskusikan hasil penelitian dan memberikan


rekomendasi. Uraian pada bab ini dibagi ke dalam dua sub bab. Sub bab pertama
menjelaskan mengenai temuan dan hasil penelitian. Sub bab kedua merupakan
rekomendasi yang dibagi ke dalam dua bagian, yaitu rekomendasi untuk pembuat
kebijakan dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

4.1. Kesimpulan
Dalam hubungan internasional, penerbitan Buku Putih Pertahanan telah menjadi
praktik umum yang dilakukan oleh negara-negara. Buku Putih Pertahanan
memiliki dua fungsi utama, yaitu: pertama, mewujudkan tata laksana
pemerintahan yang baik; kedua, meningkatkan transparansi dan rasa saling
percaya antar negara. Buku Putih Pertahanan merupakan bagian dari kebijakan
pertahanan yang juga digunakan untuk menjadi panduan bagi perencanaan dan
penyelenggaraan pertahanan negara.
Penerbitan Buku Putih Pertahanan Indonesia (BPPI) diatur oleh Pasal 16
UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, yang memandatkan Menteri
Pertahanan untuk menyusun dan menerbitkannya. Setelah diundangkan,
Kementerian Pertahanan (Kemhan) telah menerbitkan empat BPPI yaitu pada
tahun 2003, 2008, 2014 dan 2015. Sebelumnya diundangkan, Departemen
Pertahanan dan Keamanan juga pernah menerbitkan dua Buku Putih Pertahanan
pada tahun 1995 dan 1997.
Dalam perkembangannya, BPPI masih memiliki ketidaksesuaian dalam
menggambarkan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan. Kebijakan
pertahanan Indonesia dalam BPPI nampak menunjukan cara pandang terhadap
keamanan yang berorientasi ke dalam dan pembangunan kekuatan darat atau
teritorial. Penelitian lain menyatakan bahwa cara pandang tersebut dipengaruhi
oleh budaya strategis Indonesia yang pernah mengalami perang kemerdekaan
dengan menggunakan strategi pertahanan teritorial dengan taktik perang gerilya.
Sementara geopolitik merupakan pemilihan politik atau kepentingan nasional

111

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


111

dengan mempertimbangkan posisi geografis pada permukaan bumi. Pertimbangan


geografis dalam kebijakan pertahanan juga berguna untuk mengidentifikasi
permasalahan strategis dan solusi untuk menghadapinya. Ketidaksesuaian dalam
BPPI diteliti untuk mengetahui mengapa geopolitik Indonesia sebagai negara
kepulauan kurang tercermin dalam BPPI.
Pemikiran geopolitik selalu mengalami perkembangan dalam setiap
penerbitan BPPI. Pemikiran-pemikiran geopolitik tersebut dapat dilihat dengan
tiga faktor geopolitik, yaitu posisi geografis yang berkorelasi dengan potensi
kekuatan Indonesia, analisis lingkungan eksternal dan pilihan kekuatan
pertahanan. Dalam menggambarkan posisi geografis Indonesia, BPPI 1995 hanya
menyebutkan Indonesia sebagai negara kepualaun yang besar dan memiliki
17.508 pulau yang dihubungkan oleh laut. Pernyataan tersebut kemudian
berkembang pada BPPI 1997 berkembang dengan pernyataan memiliki potensi
SDA pada lepas pantai, udara dan ruang udara di atasnya sesuai dengan ketetapan
UNCLOS III. Pada BPPI 2003, posisi geografis Indonesia digambarkan sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 17.500 pulau dan posisi yang berada
di antara dua samudera dan dua benua. Posisi strategis tersebut menjadikan
Indonesia selalu menjadi perhatian negara-negara besar. Lebih lanjut, pada BPPI
2008 dan 2014 pernyataan mengenai posisi geografis Indonesia menjadi lebih
berkembang dengan adanya pertimbangan mengenai posisi geologi Indonesia,
serta pembahasan mengenai perairan strategis di Indonesia. Sementara pada BPPI
2015, pembahasan mengenai perairan strategis sudah tidak lagi muncul.
Dalam melakukan analisis lingkungan eksternal, BPPI juga mengalami
perkembangan setiap penerbitannya. Pada BPPI 1995 dan 1997, analisis
lingkungan eksternal nampak hanya fokus kepada perkembangan negara-negara di
kawasan Asia Pasifik dan beberapa negara besar seperti Amerika Serikat. Pada
BPPI 2003, analisis lingkungan eksternal lebih ditekankan kepada peran negara-
negara besar dan negara-negara yang masih memiliki konflik perbatasan dengan
Indonesia. BPPI 2003 juga sudah menyoroti isu-isu non tradisional seperti
terorisme dan perompakan. Lebih lanjut, BPPI 2008 sudah mulai meyoroti pulau-
pulau kecil terluar di Indonesia yang membutuhkan prioritas pengamanan. dalam
menganalisis lingkungan eksternal. Isu-isu keamanan juga semakin berkembang

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


112

pada BPPI 2008 seperti isu senjata pemusnah masal dan krisis energi. Pada BPPI
2014 pemikiran geopolitik nampak bergeser kepada isu-isu keamanan tradisional
seperti konflik antar negara dan perimbangan kekuatan yang terjadi di kawasan
Asia Pasifik. Selain itu, BPPI 2014 menyatakan gangguan keamanan laut yang
sering terjadi di wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Selain itu,
terdapat konsep proxy war yang baru muncul semenjak BPPI 2014. BPPI 2015
tidak memiliki banyak perubahan dari BPPI 2014 dalam memandang lingkungan
eksternal.
Perkembangan juga terjadi dalam menjelaskan pilihan kekuatan
pertahanan dalam BPPI. Pada BPPI 1995 dinyatakan bahwa kekuatan pertahanan
yang dibangun oleh Indonesia adalah kekuatan pertahanan teritorial dan
diwujudkan dalam strategi pertahanan pulau besar. Padahal, kekuatan pertahanan
teritorial dan strategi pertahanan pulau besar merupakan ciri khas negara-negara
kontinental. Selanjutnya, pada BPPI 1997 pilihan kekuatan pertahanan sudah
mulai bergeser dengan adanya pembagian wilayah pertahanan ke dalam tiga lapis,
yaitu lapis ZEE hingga laut lepas, lapis ZEE hingga mencapai garis pantai, dan
lapis perlawanan darat. BPPI 2003 dan 2008 nampak memiliki penyederhanaan
kebijakan penggunaan kekuatan pertahanan Indonesia. Kedua BPPI lebih fokus
kepada pembangunan kekuatan pertahanan nirmiliter yang berdimensi ideologi,
politik, ekonomi, sosial dan budaya. BPPI 2014 merupakan BPPI yang paling
komprehensif dalam menjelaskan kebijakan pertahanan Indonesia. Pertahanan
akan diarahkan untuk mewujudkan penangkalan. Kekuatan penangkalan terbagi
menjadi dua, yaitu penangkalan dengan penolakan dan dengan pembalasan. Selain
itu, kekuatan pertahanan juga diarahkan untuk mencapai kontrol di laut dan
kontrol di udara. Sementara BPPI 2015 merupakan BPPI pertama yang
menyebutkan bahwa Indoenesia akan membangun kekuatan pertahanan maritim
untuk mendukung visi pemerintah mewujudkan PMD. Akan tetapi, BPPI 2015
tidak memberikan pemahaman secara komprhensif mengenai bagaimana transisi
kekuatan pertahanan Indonesia akan dilakulkan. BPPI 2015 lebih menitikberatkan
pembahasan kepada sinergitas kekuatan militer dan nirmiliter dalam menghadapi
ancaman, serta program Bela Negara untuk memperkuat karakteristik bangsa.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


113

Setelah melakukan analisis geopolitik, penelitian ini melihat kepada aktor


yang terlibat dan proses pembuatan BPPI, untuk menjawab pertanyaan penelitian
mengapa geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan kurang tercermin. Sesuai
dengan teori pembuatan kebijakan pertahanan, aktor-aktor yang diidentifikasi
terlibat dalam pembuatan BPPI adalah Kementerian Pertahanan (Kemhan), aktor
militer dan aktor non militer. Terdapat perbedaan pada aktor-aktor yang terlibat
dalam pembuatan BPPI 1995 dan 1997 (Orde Baru) dengan pembuatan BPPI
2003-2015 (Reformasi). Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perubahan
peraturan perundang-undangan. Pada masa Orde Baru, aktor Kemhan yang
diidentifikasi adalah Menteri Pertahanan (Menhan). Aktor militer yang
diidentifikasi adalah Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI/Pangab), Kepala Staf masing-masing angkatan dan Kapolri. Sementara
aktor non militer yang terlibat berasal dari kalangan akademisi Universitas
Indonesia. Sementara, pada masa Reformasi aktor-aktor yang diidentifikasi
berperan adalah Menhan, Panglima TNI dan aktor non militer.
Dalam proses pembuatan BPPI, terdapat aktor-aktor yang memiliki peran
lebih yang lebih besar daripada aktor lainnya. Menhan sebagai pimpinan
Kementerian Pertahanan memiliki peran yang lebih besar daripada aktor lainnya,
karena Menhan memiliki hak eksekutif untuk membuat kebijakan pertahanan.
Menhan yang memimpin pada saat ditrerbitkannya BPPI memiliki latar belakang
yang berbeda-beda. Selanjutnya, Panglima TNI juga memiliki peran dalam
pembuatan, karena salah satu tugas Panglima TNI adalah memberikan masukan
kepada Menhan dalam membuat kebijakan. Selain itu, ketika dalam proses
pembuatan BPPI Panglima yang memimpin selalu berasal dari kalangan TNI AD.
Sementara masyarakat sipil memiliki peran yang kurang dominan bila
dibandingkan dengan peran Menhan dan TNI, keterlibatan masyarakar sipil juga
terbatas kepada aktor-aktor sipil tertemtu saja. Dalam proses pembuatan BPPI,
masyarakat sipil yang terlibat juga diidentifikasi merupakan aktor-aktor khusus
yang memiliki kedekatan dengan TNI. Untuk memperjelas, aktor dan proses
pembuatan BPPI dapat dilihat di bawah ini:

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


114

Tabel 4.1
Aktor dan Proses Pembutan Kebijakan Pertahanan dalam Buku Putih
Pertahanan, 1995-2015

Periode Menhan Panglima Sipil


Penerbitan TNI Aktif Purn Sipil AD AL AU
BPPI 1995 BSD B KB
BPPI 1997 BSD B KB
BPPI 2003 BSD B KB
BPPI 2008 BSD B KB
BPPI 2014 BSD B KB
BPPI 2015 BSD B KB
Keterangan: BSD, Berperan Sangat Dominan; B, Berperan; KB, Kurang Berperan.

Berdasarkan uraian aktor yang terlibat dan proses pembuatan BPPI 1995
dan 1997, geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan tidak tercermin karena
pada prosesnya Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang
mengatur perairan Indonesia sesuai dengan prinsip negara kepulauan. Selain itu,
dominasi aktor-aktor militer, terutama TNI AD, menyebabkan kekuatan
pertahanan yang dicetuskan dalam BPPI 1995 berorientasi kepada pertahanan
teritorial. Meskipun terdapat aktor non militer yang terlibat dalam pembuatan
BPPI 1995 dan 1997, namun dalam kondisi lingkungan yang didominasi ABRI
peran sipil menjadi sangat terbatas. Meskipun terdapat kesamaan aktor yang
terlibat antara BPPI 1995 dan 1997, namun dalam proses pembuatan BPPI 1997
sudah ada UU di Indonesia yang mengatur tentang perairan Indonesia sesuai
dengan hukum United Nations Convention on the Law of the Sea III (UNCLOS
III). Hal tersebut menyebabkan adanya perubahan pada BPPI 1997 yang sudah
mulai memperhatikan sumber daya alam yang berada di laut dan udara sesuai
dengan prinsip negara kepulauan. Akan tetapi, konsep pertahanan Indonesia yang
terdapat pada BPPI 1997 masih dititikberatkan kepada konsep pertahanan
teritorial. Hal tersebut disebabkan karena dalam proses pembuatannya, TNI AD
masih menjadi aktor yang dominan dalam membentuk kebijakan pertahanan
dalam BPPI 1997.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


115

Geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan juga nampak kurang


tercermin pada kebijakan pertahanan dalam BPPI 2003. Hal tersebut disebabkan
karena aktor militer masih memiliki peran yang dominan dalam pembuatan BPPI
2003. Meskipun Menhan yang memimpin berasal dari kalangan sipil, namun
belum nampak menunjukan peran yang lebih besar dari aktor militer. Menhan
Matori Abdul Djalil yang memimpin pada masa itu juga memiliki pemikiran
tentang pertahanan dan keamanan yang sama dengan aktor-aktor militer, yaitu
memprioritaskan terciptanaya stabilitas nasional. Dalam proses pembuatan BPPI
2003 kondisi politik domestik yang dipimpin oleh Presiden Megawati juga
nampak memberikan ruang yang lebih besar untuk TNI. Selain itu, kondisi politik
domestik yang masih berada pada masa transisi demokrasi menyebabkan belum
adanya panduan untuk menentukan arah kebijakan pertahanan pada periode 2003.
Kebijakan pertahanan dalam BPPI 2008 juga nampak belum
mencerminkan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal tersebut
disebabkan karena masih terdapat peran aktor militer yang lebih besar daripada
aktor-aktor sipil. Meskipun Kemhan pada periode 2008 dipimpin oleh Menteri
dari kalangan sipil, jabatan-jabatan strategis di lingkungan Kemhan masih
didominasi oleh kalangan militer, terutama dari TNI AD. Sekalipun dalam proses
pembuatan BPPI 2008 sudah terdapat Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, namun panduan tersebut nampak
belum mendapat perhatian dalam kebijakan pertahanan dalam BPPI 2008.
Dominasi aktor militer, terutama yang berasal dari kalangan TNI AD
menyebabkan BPPI 2008 masih merefleksikan cara pandang pertahanan yang
melihat ke dalam dan cenderung berorientasi kepada pembangunan kekuatan
pertahanan darat.
BPPI 2014 merupakan BPPI yang paling komprehensif dalam
memberikan pemahaman mengenai kepentingan geopolitik Indonesia sebagai
negara kepulauan. Hal tersebut disebabkan karena dalam proses pembuatan BPPI
2014, dokumen tersebut dinyatakan dipersiapkan untuk periode pemerintahan
selanjutnya, dan dirancang berdasarkan RJPMN tahun 2015-2019. Selain itu,

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


116

faktor kepemimpinan Purnomo yang diapat mengakomodir kebutuhan Kemhan


dan TNI juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi.
Memasuki periode pembuatan kebijakan pertahanan dalam BPPI 2015,
aktor-aktor yang terlibat nampak kembali didominasi oleh TNI AD. Menhan
Ryamizard Ryacudu sebagai aktor utama pembuat kebijakan pertahanan memiliki
latar belakang TNI AD. Cara pandang Ryamizard mengenai pertahanan juga
merefleksikan pemikiran-mikiran konservatif yang sangat menekankan
pentingnya stabilitas nasional. Panglima TNI Gatot Nurmantyo juga merupakan
memiliki latar belakang dari TNI AD dan cenderung memiliki pola pikir yang
sama dengan Ryamizard. Selain itu selama menjabat sebagai Panglima, Gatot juga
dinilai lebih mengutamakan pembangunan darat daripada mendukung kebijakan
pemerintah Poros Maritim Dunia (PMD). Maka dari itu, dapat dilihat bahwa
meskipun dalam proses pembuatan BPPI 2015 berada pada lingkungan yang
sedang membangun PMD, namun dominasi aktor militer menyebabkan tidak
terefleksikannya kepentingan geopolitik Indonesia dalam BPPI 2015.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa geopolitik Indonesia
sebagai negara kepulauan tidak tercermin pada kebijakan pertahanan dalam BPPI
disebabkan oleh adanya pengaruh aktor yang membuat dan kondisi politik
domestik. Tercermin atau tidaknya geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan
ditentukan oleh cara pandang Menhan, sebagai aktor utama pembuat kebijakan
pertahanan, terhadap konsep pertahanan Indonesia. Keterlibatan aktor dalam
pembuatan BPPI juga dipengaruhi oleh kondisi politik domestik pada periode
dibuatnya BPPI. Ketika kondisi politik domestik membuka peluang bagi dominasi
aktor militer, terutama TNI AD, dalam membentuk BPPI maka kepentingan
geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan akan terabaikan.
Berdasarkan temuan dan hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa pendekatan dan konsep geopolitik yang digunakan dalam penelitian ini
tidak serta merta mempengaruhi pembuatan BPPI. Pendekatan geopolitik yang
digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa posisi geografis dan
lingkungan eksternal negara mempengaruhi pembuat kebijakan dalam
menentukan tujuan politik negara. Kekuatan pertahanan kemudian akan dibangun
untuk mencapai kepentingan geopolitik negara. Selain itu, penggunaan geopolitik

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


117

dalam sektor pertahanan menjadi penting untuk membangun kekuatan pertahanan


yang mampu mengatasi permasalahan strategis negara, yang lahir dari posisi
geografisnya. Akan tetapi, di Indonesia geopolitik tidak serta merta
mempengaruhi BPPI. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi pembuatan BPPI,
yaitu cara pandang aktor utama pembuat kebijakan, serta kondisi politik domestik
pada saat BPPI dibuat.
Kemudian, teori pembuatan kebijakan pertahanan oleh David Chuter
memiliki kesesuaian dengan praktik pembuatan kebijakan pertahanan di
Indonesia. Pembuatan kebijakan pertahanan dengan model bottom-up seperti yang
dijelaskan oleh David Chuter berfungsi di Indonesia, yaitu proses pembuatan
kebijakan dengan pembangunan konsesus pada aktor-aktro yang berada di hirarki
lebih rendah. Akan tetapi, meskipun konsensus telah dibangun dan disepakati
pada level bawah, Menhan memiliki wewenang untuk melakukan intervensi
ketika isu tersebut diangkat kepada level yang lebih tinggi. Hal tersebut sesuai
dengan praktik pembuatan kebijakan pertahanan di Indonesia yang ditentukan
oleh cara pandang aktor utama pembuat kebijakan, yaitu Menhan.

4.2. Rekomendasi
Bagian ini memberikan rekomendasi berdasarkan hasil temuan dari penelitian
yang sudah dilakukan. Rekomendasi terbagi ke dalam dua bagian, yaitu
rekomendasi untuk pembuat kebijakan dan rekomendasi untuk penelitian
selanjutnya.

4.2.1. Rekomendasi Pembuat Kebijakan


Berdasarkan hasil temuan dari penelitian ini, terdapat lima rekomendasi yang
dapat diberikan kepada pembuat kebijakan. Pertama, pemerintah Indonesia
semestinya konsisten untuk menempatkan BPPI sebagai panduan
penyelenggaraan pertahanan negara. Kedua, Indonesia perlu memiliki posisi yang
geopolitik yang kuat di kawasan Asia Pasifik, yang dinyatakan dalam Buku Putih
Pertahanannya. Ketiga, geopolitik seharusnya mendapatkan pertimbangan lebih
besar dalam pembangunan kapabilitas pertahanan. Keempat, mengingat
pentingnya BPPI dan merujuk kepada pengalaman negara lain (Amerika Serikat

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


119

dan Inggris), BPPI atau platform untuk membuat kebijakan pertahanan hendaknya
sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh kandidat Presiden untuk menentukan arah
kebijakan pertahanan negara. AS dan Inggris, walaupun terminologi yang
digunakan sudah bukan lagi Buku Putih Pertahanan, secara gradual sudah
menyediakan platform dan panduan yang menentukan arah kebijakan
pertahanannya. Kelima, pemerintah Indonesia diharapkan dapat konsisten dalam
membangun Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

4.2.2. Rekomendasi Untuk Penelitian Selanjutnya


Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis komparatif mengenai
BPPI dengan lebih komprehensif. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam
menemui aktor-aktor pembuat BPPI, terutama pada periode 1995 dan 1997. Maka
dari itu, penelitian selanjutnya dapat melakukan kajian yang lebih komprehensif
dengan mewawancarai aktor-aktor tersebut.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


DAFTAR PUSTAKA
.
Aji, Wahyu. 2016, Oktober 4. Berharap TNI Punya Hak Politik, Jenderal Gatot:
Kami Seperti Warga Negara Asing Saja. Tribun News
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/10/04/berharap-tni-punya-hak-
politik-jenderal-gatot-kami-seperti-warga-negara-asing-saja diakses 27
Mei 2017

Aji, Wahyu. 2017, Januari 26. Wacana Pembentukan SP3T, Panglima TNI Gatot
Nurmantyo Disebut Berpolitik. Tribun News
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/01/26/wacana-pembentukan-
sp3t-panglima-tni-gatot-nurmantyo-disebut-berpolitik diakses 27 Mei
2017.

Alexandra, Lina A. 2008. “Telaah Regulasi TNI: Beberapa Agenda Tersisa,”


dalam Dwi Ardhanariswari dan Yandry K. Kasim (editor) Sistem
Keamanan Nasional Indonesia: Aktor, Regulasi, dan Mekanisme
Koordinasi, 10-27. Jakarta: Pacivis.

Aliabbas, Anton. 15 Juni 2016. What the Defense White Paper is Lacking. The
Jakarta Post http://www.thejakartapost.com/news/2016/06/15/what-
defense-white-paper-lacking.html diakses 31 Januari 2017.

Amrullah, Zaki. Oktober, 22 2009. “Pasca Pengumuman Kabinet, Kritik Terus


Mengalir.” Deutsche Welle http://www.dw.com/id/pasca-pengumuman-
kabinet-kritik-terus-mengalir/a-4815526 diakses 23 Mei 2017.

Anggoro, Kusnanto dan Anak Agung Banyu Perwita (editor). 2006. Rekam Jejak
Proses ‘SSR’ Indonesia 2000-2005. Jakarta: ProPatria.

Anggoro, Kusnanto. 2005. “Geopolitik, Pengendalian Ruang Laga dan Strategi


Pertahanan Nasional,” dalam Bantarto Bandoro (editor) Perspektif Baru
Keamanan Nasional, 61-79. Jakarta: CSIS.

Ardhanariswari, Dwi dan Yandry K. Kasim (editor). 2008. Sistem Keamanan


Nasional Indonesia: Aktor, Regulasi, dan Mekanisme Koordinasi. Jakarta:
PACIVIS.

120

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


120

ASEAN Regional Forum, “The ASEAN Regional Forum: A Concept Paper.”


http://aseanregionalforum.asean.org/files/library/Terms%20of%20Referen
ces%20and%20Concept%20Papers/Concept%20Paper%20of%20ARF.pdf
diakses 20 Oktober 2016.

Audrey Doerr. 1973. The Role of White Papers in the Policy-Making Process:
The Experience of the Government of Canda. Ottawa: University Carleton
(Ph.D. Disertation).

Badan Pusat Statistik. 2017. Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Provinsi.
2002-2015 https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1366 diakses 26
Mei 2017

Basrie, Chaidir. 1995. Wawasan Nusantara Wawasan Nasional Indonesia.


Banten: Lembaga Ilmu Humaniora Institut Tekologi Indonesia.

BBC Indonesia. 2012, Januari 19. Menhan: Kebutuhan Tank Berat Tak Bisa
Dihindari. BBC Indonesia
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2012/01/120119_tank_leo
pard diakses 23 Mei 2017

Beach, Derek dan Rasmus Brun Pedersen. 2013. Process-Tracing Methods:


Foundations and Guidelines. Ann Arbor: The University of Michigan.

Bennet, Andrew. 2010. “Process Tracing and Causal Inference,” dalam Derek
Beach dan Rasmus Brun Pedersen (editor) 2013. Process-Tracing
Methods: Foundations and Guidelines. Ann Arbor: The University of
Michigan.

Bhakti, Ikrar Nusa. 2004. “Geopolitik, Lingkungan Strategis Asia Pasifik, dan
Arah Kebijakan Pertahanan Indonesia di Masa Mendatang,” dalam Sri
Yanuarti (editor) Kaji Ulang Pertahanan Nasional: Perspektif Politik, 13-
40. Jakarta: Pusat Penelitian Politik – LIPI.

Bryman, Alan. 1988. Quantity and Quality in Social Research. New York:
Routledge.

Chrisnall, Steve. 2010. “Why Defence Reviews Do Not Deliver.” The Political
Quarterly 81, no. 3: 420-423.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


121

Chuter, David. 2011. Governing and Managing the Defence Sector.


Pretoria/Tshwane: Institute for Security Studies.

Cope, John A. dan Laurita Denny. 2000. “Defense White Papers in the Americas:
A Comparative Analysis.” Institute for National Strategic Studies.

Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia. 1995. The Policy of


the State Defence and Security of The Republic of Indonesia 1995. Jakarta:
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.

Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia. 1997. The Policy of


the State Defence and Security of The Republic of Indonesia 1997. Jakarta:
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.

Departemen Pertahanan Republik Indonesia. 2008. Buku Putih Pertahanan


Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia.

Detik News. 2014. Sosok Militer Pemikir dan Loyal, Alasan Ryamizard Ditunjuk
Jokowi jadi Menhan. https://news.detik.com/berita/d-2729958/sosok-
militer-pemikir-dan-loyal-alasan-ryamizard-ditunjuk-jokowi-jadi-menhan
diakses 23 Mei 2017.

Deutsche Welle. 2015, Juli 8. Pilih Nurmantyo, Jokowi Langgar Tradisi TNI.
Deutsche Welle http://www.dw.com/id/pilih-nurmantyo-jokowi-langgar-
tradisi-tni/a-18570136 diakses 24 Mei 2017.

Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta. Juwono


Sudarsono
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1295/Juwono-Sudarsono
diakses 25 Mei 2017.

Djalal, Dino Patti. 1996. The Geopolitics of Indonesia’s Maritime Territorial


Policy. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies.

Dupont, Alan. 1996. “Defence Strategy and Security: Time for a Rethink?”
Contemporary Southeast Asia 18, no. 3.

Edmunds, Timothy. 2010. “The Defence Dilemma in Britain.” International


Affairs 86, no.2: 377-394.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


122

Forbes, Vivian Louis. 2014. Indonesia Maritime Boundaries. Heidelberg:


Springer.

Fruhling, Stephan. 2014. “Australian Defence Policy and the Concept of Self
Reliance.” Australian Journal of International Affairs 68, no. 5: 531-547.

Fujita, Edmundo Sussumu. 1998. “The Brazilian Policy of Sustainable Defence.”


International Affairs 74, no. 3: 577-585.

George, Alexander L. dan Andrew Bennett. 2005. Case Studies and Theory
Development in the Social Sciences. Massachusetts: BCSIA Studies in
International Security.

Gilli, Andrea, Alessandro R Ungaro dan Alessandro Marrone. 2015. “The Italian
White Paper for International Security and Defence.” The RUSI Journal
160, no. 6: 34-41.

Goh, Evelyn, Greg Fealy, Ristian Atriandi Supriyanto. 2015. A Strategy Towards
Indonesia, Australia: Australian National University.

Good, Carter V. dan Douglas E. Scates. 1954. Methods of Research. New York:
Appleton-Century-Crofts, Inc.

Gottmann, Jean. 1964. “Geography and International Relations,” dalam W. A.


Douglas Jackson (editor) Politics and Geographic Relationships. New
Jersey: Prentice Hall.

Gray, Colin S. 2006, “Geography and Grand Strategy,” dalam Colin S. Gray
(editor) Strategy and History: Essays on Theory and Practice. Oxon:
Routledge.

Gray, Colin S. 2006. “Strategic Culture as Contect: The First Generation of


Theory Strikes Back,” dalam Colin S. Gray (editor) Strategy and
History: Essays on Theory and Practice, 151-169. Oxon: Routledge.

Gray, David E. 2009. Doing Research in the Real World, edisi ke-2. London:
Sage Publication.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


123

Harold dan Margaret Sprout. 1964. “Geography and International Politics in an


Era of Revolutionary Change,” dalam W.A. Douglas Jackson (editor)
Politics and Geographic Relationships. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Honna, Jun. 2001. “Military Ideology in Response to Democratic Pressure,”


dalam Benedict R. O’G Anderson (editor) Violence and the State in
Suharto’s Indonesia. New York: Cornell Southeast Asia Program
Publications.

Ichsan, M. Iqbal. 2015, April 15. Moeldoko: Tidak Ada Negara Besar Tanpa
Tentara Yang Kuat, Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/21/078668241/moeldoko-
tidak-ada-negara-besar-tanpa-tentara-yang-kuat diakses 23 Mei 2017.

Derek, Johnson dan Mark Valencia. 2005. Piracy in Southeast Asia: Status,
Issues, and Responses, Singapura: ISEAS Publications.

Karsidi, Asep dan Sobar Sutisna. 2013. “Yurisdiksi Perairan Indonesia Dalam
Rangka Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia,” dalam Karsidi,
Asep, et., al (editor) NKRI Dari Masa ke Masa. Bogor: Sains Press.

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Menhan: Jenderal Purnawirawan


Ryamizard Ryacudu. https://www.kemhan.go.id/menhan diakses 23 Mei
2017

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2014. Buku Putih Pertahanan


Indonesia 2014. Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2015. Buku Putih Pertahanan


Indonesia. Jakarta: Kementerian Pertahanan Indonesia.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor:


II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Maksud dan
Tujuan.

Kusumadewi, Anggi dan Ansyari, Syahrul. 2012, November 6. Mantan Kapolri


Jenderal Pol (Purn) Banurusman Wafat. Viva News
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/365172-mantan-kapolri-
jenderal-pol-purn-banurusman-wafat diakses 15 Mei 2017

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


124

Laksmana, Evan. 2011. “Indonesia’s Rising Regional and Global Profile: Does
Size Realy Matter?” Contemporary Southeast Asia 33, no. 2.

Lampiran UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka


Panjang Nasional Tahun 2005-2025.

Lampiran UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka


Panjang Nasional Tahun 2005-2025

Liputan 6. 2002, Juni 8. Jenderal Endriartono Sutarto Resmi Menjadi Panglima


TNI. Liputan 6 http://news.liputan6.com/read/35569/jenderal-endriartono-
sutarto-resmi-menjadi-panglima-tni diakses 23 Mei 2017

Lowry, Bob. 1993. Indonesian Defence Policy and the Indonesian Armed Forces.
Canbera: Strategic and Defence Studies Centre.

Lowry, Robert. 1996. The Armed Forces of Indonesia. St. Leonards: Allen &
Unwin Pty Ltd.

Marzuki, Keoni. 2016. “Proxy Wars Narrative: TNI-AD’s Quest for Relevance?”
RSIS Commentary, no.092.

Museum Dirgantara Jogjakarta. Marsekal TNI Rilo Pambudi: Kepala Staf TNI
Angkatan Udara tahun 1993-1996.
http://dirgantara.museumjogja.org/id/content/31-marsekal-tni-rilo-
pambudi diakses 21 Mei 2017

Newman, Lawrence. 2014. Social Research Methods: Qualitative and


Quantitative Approaches, edisi ke-7. London: Pearson Education
Limited.

Nitikoesoema, Chaerudin. 1982. “Bunga Rampai Wawasan Nusantara I.” Jakarta:


Lembaga Ketahanan Nasional.

Owens, Mackubin T. 2015. “In Defense of Classical Geopolitics,” Foreign Policy


Research Institute, Fall: 463-478.

Pambudi, A. 2009. Kalau Prabowo Jadi Presiden. Yogyakarta: NARASI.

Pandoyo, Toto. 1985. Wawasan Nusantara: Dan Implementasinya Dalam UUD


1945 Serta Pembangunan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


125

Payne, Geoff dan Judy Payne. 2004. Key Concepts in Social Research, London:
Sage Publications, ltd.

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Detail Biodata Pejabat Menteri


Feisal Tanjung. http://kepustakaan-
presiden.pnri.go.id/cabinet_personnel/popup_profil_pejabat.php?id=596-
presiden_id=2&presiden=suh diakses 23 Mei 2017

Prasetyono, Edy. 2005. “Reinterpretasi Sistem Pertahanan Nasional Indonesia,”


dalam Bantarto Bandoro (editor) Perspektif Baru Keamanan
Nasional, 80-90. Jakarta: CSIS.

Pratomo, Yulistyo. 2016, November 24. Proxy War, Perang yang Ditakuti
Jenderal Gatot Terjadi di Indonesia. Merdeka
https://www.merdeka.com/peristiwa/proxy-war-perang-yang-ditakuti-
jenderal-gatot-terjadi-di-indonesia.html diakses 27 Mei 2017

Prihatono, T. Hari dan Anak Agung Banyu Perwita. 2006. Mencari Format
Komprehensif Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara. Jakarta:
ProPatria.

Prihatono, T. Hari, Jessica Evangeline dan Iis Gindarsah. 2007. Keamanan


Nasional: Kebutuhan Membangun Perspektif Integratif Versus Pembiaran
Politik dan Kebijakan. Jakarta: ProPatria.

Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia. 2012. Panglima TNI Sematkan


Bintang Yudha Dharma Utama Kepada Menhan. http://tni.mil.id/view-
15150-panglima-tni-sematkan-bintang-yudha-dharma-utama-kepada-
menhan.html diakses 25 Mei 2017

Pusat Penerangan TNI. 2004. Visi dan Misi Panglima TNI Jenderal TNI
Endriartono Sutartono. http://tni.mil.id/view-4-visi-misi-panglima-tni-
jenderal-tni-endriartono-sutarto.html diakses 23 Mei 2017

Putro, Ismed Hasan (editor) 1998. Indonesia Memasuki Milenium III: Gagasan
dan Pemikiran Edi Sudradjat. Surabaya: Pusat Studi Indonesia

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


126

Rabasa, Angel dan John Haseman. 2002. The Military and Democracy in
Indonesia: Challenges, Politics, and Power. Arlington: RAND.

Rahbek-Clemmensen, Jon. 2013. Beyond ‘The Soldier and the State’ – The
Theoritical Framework for Elite Civil-Military Relations. London: London
School of Economics and Political Science, (Ph.D. Dissertation).

Rajab Ritonga. 2016. Kesadaran Baru Maritim: Biografi Laksamana TNI Dr.
Marseti, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rajasa, M. Agung. Mei, 2015 20. Moeldoko: Tak Ada Dwifungsi, TNI Kini
Multifungsi. Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/20/078667949/moeldoko-
tak-ada-dwifungsi-tni-kini-multifungsi diakses 23 Mei 2017

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, Buku I:


Agenda Pembangunan Nasional.

Rinakid, Sukardi. 2005. The Indonesian Military After the New Order, Denmark:
NIAS Press.

Rustam, Ismah. 2016. “Tantangan ALKI dalam Mewujudkan Cita-Cita sebagai


Poros Maritim Dunia.” Indonesian Perspective 1, No.1.

Sachro, Sri Sangkawati, et.al., (editor). 2016. Purnomo Yusgiantoro: Sahabatku,


Humanis, Humoris, Profesional. Semarang: PT. UPGRI Semarang.

Said, Salim. 2006. Legitimizing Military Rule: Indonesian Armed Forces


Ideology, 1958-2000. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Samego, Indria, et.al. 1998. Bila ABRI Menghendaki: Desakan Kuat Reformasi
Atas Konsep Dwifungsi ABRI. Bandung: Mizan.

Samego, Indria. 2006. “Perkembangan Lingkungan Strategis dan Potensi


Ancaman Terhadap Pertahanan Negara,” dalam T. Hari Prihatono dan
Anak Agung Banyu Perwita (editor) Mencari Format Komprehensif
Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara, 44-54. Jakarta: Propatria
Institute.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


127

Santosa, Iwan. 2013, Februari 18. Rekaman Karier Feisal Tanjung. Kompas,
http://nasional.kompas.com/read/2013/02/18/12342562/Rekaman.Karier.F
eisal.Tanjung diakses, 22 Mei 2017.

Sebastian, Leonard C. 2006. Realpolitik Ideology: Indonesia’s Use of Military


Force. Singapura: ISEAS Publications.

Sihaloho, Markus Junianto. 2013, April 12. DPR Kritik Menhan Soal HAM.
Berita Satu http://www.beritasatu.com/hukum/107522-dpr-kritik-menhan-
soal-ham.html diakses 23 Mei 2017
Sloan, Geoffrey dan Colin S. Gray. 1999. “Why Geopolitics?” dalam Colin S.
Gray dan Geoffrey Sloan (editor) Geopolitics: Geography and Strategy, 1-
11. London: Frank Cass Publishers.

Storey, Ian. 2009. “Maritime Security in Southeast Asia: Two Cheers for
Regional Cooperation,” dalam Daljit Singh (editor) Southeast
Asian Affairs 2009, Singapura: ISEAS Publications.

Sudarsono, Juwono “Perimbangan Kekuatan di Asia Tenggara.” Pidato ilmiah


pada dies natalis ke XXX Universitas Indoneisa, 9 Februari 1980.

Suhada, Amirullah dan Faiz, Ahmad. 2017, Februari 7. Panglima TNI dan
Menhan Tak Sinkron, Wiranto Turun Tangan. Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2017/02/07/078843865/panglima-tni-
dan-menhan-tak-sinkron-wiranto-turun-tangan diakses 27 Mei 2017

Sukamto, Imam. 2016, Februari 2016. Menteri Pertahanan: LGBT Itu Bagian
dari Proxy War. Tempo
https://m.tempo.co/read/news/2016/02/23/078747529/menteri-pertahanan-
lgbt-itu-bagian-dari-proxy-war diakses 27 Mei 2017

Sumardiman, Adi, et.al. 1982. Wawasan Nusantara. Jakarta: PT Djaya Pirusa.

Sumida, Jon. 1999. “Alfred Thayer Mahan, Geopolitician,” dalam Geoffrey Sloan
dan Colin S. Gray (editor) Geopolitics: Geography and Strategy, 39-62.
London: Frank Cass Publisher.

Sutari, Tiara. 2017, Mei 3. Imparsial Minta Panglima TNI Diganti, CNN
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170503073029-20-
211806/imparsial-minta-panglima-tni-diganti/ diakses 24 Mei 2017

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


128

Syaugi, M. 2016. “Pawang di Kandang Harimau,” dalam Sachro, Sri Sangkawati,


et.al., (editor) Purnomo Yusgiantoro: Sahabatku, Humanis, Humoris,
Profesiona., Semarang: PT. UPGRI Semarang.

Tagarev, Todor. 2006. “The Art of Shaping Defense Policy: Scope, Components,
Relationships (But No Algorithms).” The Quarterly Journal, Spring
Summer: 15-34.

Taylor, Claire. 2010. “A Brief Guide to Previous British Defence Review.” House
of Commons.

The National Resilience Institute. 1997. The Indonesian Armed Forces and
National Development. Jakarta: The National Resilience Institute.

Tokoh Indonesia. 2012. Djoko Santoso: Panglima TNI (2007-2010.


http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1080-
jenderal-yang-perfeksionis diakses 25 Mei 2017

Tokoh Indonesia. 2012. Matori Abdul Djalil: Menteri Pertahanan (2001-2004).


http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/240-
politisi-penurut-yang-teguh-prinsip diakses 23 Mei 2017

Tokoh Indonesia. 2012. Ryamizard Ryacudu: Kepala Staf Angkatan Darat


(KSAD), 2002-2005, http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-
ensiklopedi/2028-prajurit-profesional-sejati diakses 23 Mei 2017

Tokoh Indonesia, Andi Widjajanto: Sekretaris Kabinet RI (2014-2015),


http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/4404-alpa
posisi-strategisnya diakses 23 Mei 2017

Tokoh Indonesia. Feisal Tanjung.


http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/4123
militer-islam-mitra-sejati diakses 15 Mei 2017

Undang-Undang Republik Indonesia (UURI), Nomor 3 Tahun 2002. “Pertahanan


Negara.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


129

United Nations. Security Sector Reforms.


http://www.un.org/en/peacekeeping/issues/security.shtml diakses pada 31
Januari 2017.

Universitas Indonesia, Dr. Edy Prasetyono, http://staff.ui.ac.id/edy.prasetyo


diakses 21 Mei 2017.

US Department of State. “Diplomacy in Action: OAS Guidelines on Defense


White Paper.” https://www.state.gov/p/wha/rls/70119.htm diakses 3 April
2017.

US Energy Information Administration. “World Oil Transit Chokepoints.”


http://www.connaissancedesenergies.org/sites/default/files/pdf-pt-
vue/world_oil_transit_chokepoints.pdf diakses 18 Mei 2017

UU No. 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan UNCLOS

UU No. 17 tahun 1985 Tentang Pengesahan UNCLOS.

Wahono, Tri. 2013, November 24. Kompas, Mantan Panglima TNI Djoko
Santoso Siap Jadi Capres.
http://nasional.kompas.com/read/2013/11/24/2116099/Mantan.Panglima.T
NI.Djoko.Santoso.Siap.Jadi.Capres diakses 25 Mei 2017

Widjajanto, Andi (editor). 2004. Reformasi Sektor Keamanan Indonesia. Jakarta:


ProPatria.

Yin, Robert K. 2014. Case Study Research: Design and Method. edisi ke-5:
California: Sage Publications.

Yuliastuti, Dian dan Gunanto. 2007, Mei 13. Matori Abdul Djalil Meninggal
Dunia, Tempo
https://m.tempo.co/read/news/2007/05/13/05599934/matori-abdul-djalil-
meninggal-dunia diakses 16 Mei 2017

Yuliawati. 2005, April 18. DPR Pertanyakan Dominasi Militer di Dephan, Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2005/04/18/05559783/dpr-
pertanyakan-dominasi-militer-di-dephan diakses 28 Mei 2017

Yusgiantoro, Purnomo. 2014. Ekonomi Pertahanan: Teori dan Praktik. Jakarta:


PT Gramedia Pustaka Umum.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.


130

DAFTAR WAWANCARA

Wawancara dengan Narasumber I, pada 8 May 2017 di Forum Kajian Pertahanan


Maritim (FKPM), Pasar Baru.

Wawancara dengan Narasumber II pada hari Selasa, 9 Mei 2017 di Badan


Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pertahanan, Pondok Labu.

Wawancara dengan Narasumber V pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Institut


Pertanian Bogor.

Aktor dan proses..., Yovia Rizky Arvianissa, FISIP UI, 2017.

Anda mungkin juga menyukai