Aktor Dan Proses Pembuatan Kebijakan Pertahanan Studi Kasus Buku Putih Pertahanan Indonesia, 1995-2015 - Yovia Rizky Arvianissa - Tesis UI
Aktor Dan Proses Pembuatan Kebijakan Pertahanan Studi Kasus Buku Putih Pertahanan Indonesia, 1995-2015 - Yovia Rizky Arvianissa - Tesis UI
TESIS
PROGRAM MAGISTER
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2017
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains (M.Si)
PROGRAM MAGISTER
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2017
xi Universitas Indonesia
Puji syukur saya panjatkan sebesar-besarnya kepada Allah SWT atas kasih sayang
dan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Sains Jurusan Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu,
saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Evi Fitriani, Ph.D., selaku dosen pembimbing dan panutan yang sangat saya
hormati. Terimakasih saya ucapkan sebesar-besarnya karena Ibu telah bersedia
menerima saya sebagai salah satu anak bimbing Ibu. Terimakasih Ibu telah
memberikan waktu, tenaga dan pikiran sehingga saya dapat menyelesaikan tesis
ini dengan tepat waktu. Terimakasih sebesar-besarnya karena ibu telah mendidik
saya dan selalu mendorong untuk segera menyelesaikan tesis ini. Ibu adalah
pembimbing terbaik yang tidak akan pernah saya lupakan;
(2) Edy Prasetyono, Ph.D., selaku Penguji Ahli dan dosen selama menempuh
pendidikan di departemen HI UI. Terimakasih atas saran-saran yang telah Bapak
berikan untuk perbaikan tesis saya. Terimakasih juga saya ucapkan karena Bapak
telah memberikan banyak referensi selagi saya mengerjakan tesis ini. Terakhir,
terimakasih atas segala ilmu yang telah Bapak berikan selama proses belajar di
departemen HI UI;
(3) Dr. Fredy Buhama Lumban Tobing, M.Si., selaku Kepala Departemen Ilmu
Hubungan Internasional, FISIP UI;
(4) Asra Virgianita, Ph.D., selaku Ketua Sidang dan Ketua Program Pascasarjana
Departemen Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UI – terimakasih atas segala
saran-saran yang telah diberikan pada saat sidang proposal tesis dan sidang tesis.
Terimakasih juga atas perhatian yang telah Ibu berikan kepada saya selama
menjadi mahasiswi di departemen HI UI.
(5) Ali Abdullah Wibisono, Ph.D., selaku Sekretaris Sidang, Sekretaris Program
Pascasarjana Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Pembimbing Akademik,
dan dosen pengajar selama menempuh pendidikan di departemen HI UI.
xii Universitas Indonesia
(7) Segenap jajaran staf Departemen Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UI.
Terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan selama menempuh
pendidikan di departemen HI UI.
(10) Seluruh narasumber, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Terimakasih telah bersedia memberikan waktunya untuk mendukung
penyelesaian tesis saya.
(13) Sahabat-sahabat tersayang, Geng SMP, Geng SMA, Geng TNI, Geng
Parmad, Geng Bombox, Geng Plesso, terimakasih buat semua dukungannya.
Terimakasih doa-doa dan semangat yang selalu diberikan untuk saya. Sahabatku
tersayang, Sandhi Yudha, terimakasih untuk semua dukungannya.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu.
Tesis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara geopolitik dan Buku Putih
Pertahanan Indonesia (BPPI). Pada tingkat internasional, BPPI berperan untuk
meningkatkan transparansi dan membangun saling percaya (Confidence Building
Measures/CBMs) antar negara. Pada tingkat nasional, BPPI berperan sebagai
panduan penyelenggaraan pertahanan dan pembangunan kapabilitas pertahanan
negara. Dalam perkembangannya, BPPI 1995-2015 nampak tidak sepenuhnya
mencerminkan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan. Tesis ini
mempertanyakan mengapa geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan tidak
tercermin dalam BPPI. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam tesis ini
adalah pendekatan geopolitik dan teori pembuatan kebijakan pertahanan.
Pendekatan geopolitik digunakan untuk menganalisis ketidaksesuaian aspek-
aspek geopolitik Indonesa sebagai negara kepulauan dalam BPPI. Teori
pembuatan kebijakan pertahanan digunakan untuk mengidentifikasi aktor yang
terlibat dan proses pembuatan BPPI. Tesis ini merupakan penelitian kualitatif
dengan menggunakan studi kasus. BPPI 1995-2015 merupakan data primer yang
akan dianalisis, dan didukung dengan hasil wawancara. Hasil dari penelitian ini
adalah geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan tidak tercermin dalam BPPI
disebabkan karena pengaruh aktor dan kondisi politik domestik pada proses
perumusannya. Cara pandang Menteri Pertahanan sebagai aktor utama dalam
proses pembuatan BPPI menentukan tercermin atau tidaknya geopolitik
Indonesia. Selain itu, kondisi politik domestik yang membuka peluang dominasi
aktor militer, terutama AD, dalam pembuatan kebijakan pertahanan menyebabkan
geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi terabaikan.
This thesis aims to capture the relations between geopolitics and Indonesia’s
Defense White Paper (DWP). On international level, DWP plays an important
role in increasing transparency and confidence building measures (CBMs) among
states. Meanwhile on the national level, the DWP serves as a guideline for
developing state’s defense. However, Indonesia’s DWP between 1995-2015 have
not fully reflect Indonesian geopolitical interests as an archipelagic country. This
thesis questions why Indonesia’s DWP have not reflect Indonesian geopolitical
interests as an archipelagic country. This thesis employ a geopolitical approach
and the theory of the making of defense policy. Geopolitical approach is used in
this thesis to analyze Indonesia’s DWP. The theory of the making of defense
policy is utilised to identify actors involved in the process of DWP making.
Furthermore, this thesis is qualitative study by using case study. Indonesia’s
DWPs are the primary data that will be analyzed, supported by interview
participant in the development process. This study argues that the perspective of
main actors involved in the making of DWP determines whether or not
geopolitics of Indonesia as an archipelagic country is reflected by Indonesia’s
DWP. In addition, the political environment in which the DWPs have been
formulated is also considered in this thesis. As the political environment gives the
military, particularly Indonesian Army, opportunities to shape defense policy, it
undermines Indonesia’s geopolitical interests in Indonesia’s DWP.
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
UCAPAN TERIMA KASIH....................................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.............................................................viii
ABSTRAK..............................................................................................................ix
ABSTRACT.............................................................................................................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiv
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................xv
1. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah……....................................................................................5
1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian..................................................................6
1.4 Tinjauan Pustaka ..............................................................................................6
1.5 Kerangka Pemikiran…...................................................................................10
1.5.1 Pembuatan Kebijakan Pertahanan…........................................................10
1.5.2 Geopolitik.................................................................................................13
1.6 Hipotesis.........................................................................................................16
1.7 Metode Penelitian..........................................................................................16
1.7.1 Pemilihan Kasus.......................................................................................18
1.7.2 Teknik Pengumpulan Data.......................................................................19
1.7.3 Analisis Data ............................................................................................19
1.8 Sistematika Penulisan…................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................119
DAFTAR WAWANCARA................................................................................130
xx Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Aktor dan Proses Pembuatan Kebijakan Pertahanan dalam Buku
Putih Pertahanan, 1995-2015...............................................................................114
i Universitas Indonesia
1
Fruhling, Stephan (2014) “Australian Defence Policy and the Concept of Self Reliance,”
Australian Journal of International Affairs 68, no. 5: 532.
2
Ibid.
3
Tagarev, Todor (2006) “The Art of Shaping Defense Policy: Scope, Components, Relationships
(But No Algorithms),” The Quarterly Journal, Spring-Summer: 20-24.
4
US Department of State, “Diplomacy in Action: OAS Guidelines on Defense White Paper,”
https://www.state.gov/p/wha/rls/70119.htm diakses 3 April 2017.
5
Ibid.
6
Undang-Undang Republik Indonesia (UURI), Nomor 3 Tahun 2002, “Pertahanan Negara,”
7
Alexandra, Lina A. (2008) “Telaah Regulasi TNI: Beberapa Agenda Tersisa,” dalam Dwi
Ardhanariswari dan Yandry K. Kasim (editor) Sistem Keamanan Nasional Indonesia: Aktor,
Regulasi, dan Mekanisme Koordinasi, Jakarta: Pacivis: 10.
8
United Nations, “Security Sector Reforms,”
http://www.un.org/en/peacekeeping/issues/security.shtml diakses pada 31 Januari 2017
9
Sebastian, Leonard C. (2006) Realpolitik Ideology: Indonesia’s Use of Military Force,
Singapura: ISEAS Publications: 225.
10
Ibid.
11
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003) Mempertahankan Tanah Air Memasuki
Abad 21, Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia: 42.
12
Lowry, Robert, (1996) The Armed Forces of Indonesia, St. Leonards: Allen & Unwin Pty Ltd:
29.
13
Ibid.
14
Prasetyono, Edy (2005) “Reinterpretasi Sistem Pertahanan Nasional Indonesia,” dalam Bantarto
Bandoro (editor) Perspektif Baru Keamanan Nasional, Jakarta: CSIS: 81.
15
Ibid., 83.
16
Ibid., 84.
17
Anggoro, Kusnanto (2005), “Geopolitik, Pengendalian Ruang Laga dan Strategi Pertahanan
Nasional,” dalam Bantarto Bandoro (editor) Perspektif Baru Keamanan Nasional, Jakarta: CSIS:
71-74.
18
Gray, Colin S. (2006) “Strategic Culture as Contect: The First Generation of Theory Strikes
Back,” dalam Colin S. Gray (editor) Strategy and History: Essays on Theory and Practice, Oxon:
Routledge: 152.
19
Ibid., 151
20
Gottmann, Jean (1964) “Geography and International Relations,” dalam W.A. Douglas Jackson
(editor) Politics and Geographic Relationships, New Jersey: Prentice Hall: 20.
21
Gray, loc. cit., 138.
26
Mengenai kajian yang membahas hubungan geopolitik dan strategi pertahanan, lihat:
Widjajanto, Andi (editor) (2004) Reformasi Sektor Keamanan Indonesia, Jakarta: ProPatria;
Anggoro, Kusnanto dan Anak Agung Banyu Perwita (editor) (2006) Rekam Jejak Proses ‘SSR’
Indonesia 2000-2005, Jakarta: ProPatria; Prihatono, T. Hari dan Anak Agung Banyu Perwita
(2006) Mencari Format Komprehensif Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara, Jakarta:
ProPatria; Prihatono, T. Hari, Jessica Evangeline dan Iis Gindarsah (2007) Keamanan Nasional:
Kebutuhan Membangun Perspektif Integratif Versus Pembiaran Politik dan Kebijakan, Jakarta:
ProPatria; Ardhanariswari, Dwi dan Yandry K. Kasim (editor) (2008) Sistem Keamanan Nasional
Indonesia: Aktor, Regulasi, dan Mekanisme Koordinasi, Jakarta: PACIVIS.
27
Nitikoesoema, Chaerudin (1982) “Bunga Rampai Wawasan Nusantara I” Jakarta: Lembaga
Ketahanan Nasional, 15. Lihat juga Basrie, Chaidir (1995) Wawasan Nusantara Wawasan
Nasional Indonesia, Banten: Lembaga Ilmu Humaniora Institut Tekologi Indonesia.
28
Pandoyo, Toto (1985) Wawasan Nusantara: Dan Implementasinya Dalam UUD 1945 Serta
Pembangunan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta; Sumardiman, Adi, et.al., (1982) Wawasan
Nusantara, Jakarta: PT Djaya Pirusa.
29
Djalal, Dino Patti (1996) The Geopolitics of Indonesia’s Maritime Territorial Policy, Jakarta:
Centre for Strategic and International Studies: 136.
30
Samego, Indria (2006) “Perkembangan Lingkungan Strategis dan Potensi Ancaman Terhadap
Pertahanan Negara,” dalam T. Hari Prihatono dan Anak Agung Banyu Perwita (editor) Mencari
Format Komprehensif Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara, Jakarta: Propatria Institute: 43-
49.
31
Bhakti, Ikrar Nusa (2004) “Geopolitik, Lingkungan Strategis Asia Pasifik, dan Arah Kebijakan
Pertahanan Indonesia di Masa Mendatang,” dalam Sri Yanuarti (editor) Kaji Ulang Pertahanan
Nasional: Perspektif Politik. Jakarta: Pusat Penelitian Politik – LIPI: 15.
32
Widjajanto, Andi (2004) (editor) Reformasi Sektor Keamanan Indonesia, Jakarta: ProPatria:
101.
33
Prihatono, T. Hari, Jessica Evangeline dan Iis Gindarsah (2007) Keamanan Nasional:
Kebutuhan Membangun Perspektif Integratif Versus Pembiaran Politik dan Kebijakan, Jakarta:
ProPatria: 49.
34
Ibid.
35
Anggoro, loc. cit., 79.
36
Chrisnall, Steve (2010) “Why Defence Reviews Do Not Deliver,” The Political Quarterly 81,
no. 3: 420
37
Edmunds, Timothy (2010) “The Defence Dilemma in Britain,” International Affairs 86, no.2:
377.
38
Gilli, Andrea, Alessandro R Ungaro dan Alessandro Marrone (2015) “The Italian White Paper
for International Security and Defence,” The RUSI Journal 160, no. 6: 34-41.
39
Fujita, Edmundo Sussumu (1998) “The Brazilian Policy of Sustainable Defence,” International
Affairs 74, no. 3: 577-585.
40
Sloan, Geoffrey dan Colin S. Gray (1999) “Why Geopolitics?” dalam Colin S. Gray dan
Geoffrey Sloan (editor) Geopolitics: Geography and Strategy, London: Frank Cass Publishers: 2.
41
Chuter, David (2011) Governing and Managing the Defence Sector, Pretoria/Tshwane: Institute
for Security Studies: 86-90.
42
Ibid., 89.
43
Ibid., 74-79.
44
Ibid., 90.
45
Ibid., 89.
1.5.2 Geopolitik
Geopolitik digunakan untuk menjawab pertanyaan dan melihat apa yang
dimaksud dengan geopolitik dalam kebijakan pertahanan. Terdapat berbagai
macam definisi mengenai pendekatan geopolitik dalam Studi Hubungan
Internasional. Geoffrey Sloan dan Colin S. Gray mendefenisikan esensi geopolitik
sebagai teori yang memperhatikan hubungan spasial atau pola geografis dan
sejarah dengan politik negara.46 Selanjutnya, tujuan dari pendekatan geopolitik
adalah untuk mendapatkan kekuasaan dari sumber daya alam dan manusia dalam
sebuah wilayah, serta menguasai konteks geografisnya. Posisi geografis negara
memberikan peluang bagi pembuat kebijakan untuk memanfaatkan sumber daya
yang ada di dalamnya. Peluang-peluang yang terdapat dalam sebuah wilayah
geografis akan mempengaruhi tujuan politik negara, sementara eksploitasi
terhadap peluang-peluang tersebut akan bergantung kepada formulasi strategi. 47
Dalam sistem internasional, pertimbangan geopolitik dapat mempengaruhi
perilaku negara dalam hubungannya dengan negara lain. Menurut Mackubin T.
Owens, geopolitik merupakan kajian politik dan relevansi strategis dari geografi
terhadap pengejaran kekuatan dalam sistem internasional.48 Geopolitik fokus
kepada kontrol terhadap, atau akses kepada, area-area spasial yang memiliki
dampak terhadap keamanan dan kesejahteraan sebuah negara. Perspektif
geopolitik dalam hubungan internasional memberikan perhatian pada aspek-aspek
spasial, yang kemudian membentuk cara pandang terhadap dunia serta langkah-
langkah strategis untuk meningkatkan kekuatan negara. 49 Geopolitik bersifat
dinamis karena menghubungkan faktor-faktor geografis, kekuatan negara yang
juga mencakup kekuatan ekonomi, dan perkembangan teknologi militer. Friedrich
Ratzel menyatakan bahwa politik internasional merupakan sebuah perjuangan
untuk mempertahankan keberlangsungan negara, sehingga negara harus
beradaptasi oleh kondisi lingkungannya. 50
46
Sloan dan Gray, op.cit.
47
Ibid.
48
Owens, Mackubin T., (2015) “In Defense of Classical Geopolitics,” Foreign Policy Research
Institute, Fall: 464.
49
Ibid., 468.
50
Ibid., 469.
51
Gottmann, Jean (1964) “Geography and International Relations,” dalam W. A. Douglas Jackson,
(editor) Politics and Geographic Relationships, New Jersey: Prentice Hall: 20.
52
Gray, Colin S. (2006) “Geography and Grand Strategy,” dalam Colin S. Gray (editor) Strategy
and History: Essays on Theory and Practice, Oxon: Routledge: 144.
53
Ibid., 137.
54
Harold dan Margaret Sprout (1964) “Geography and International Politics in an Era of
Revolutionary Change,” dalam W.A. Douglas Jackson (editor) Politics and Geographic
Relationships, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.: 37.
55
Ibid.
56
Ibid., 144.
Model Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
1.6 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah Buku Putih Pertahanan Indonesia kurang
mencerminkan pertimbangan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan
sebagai sebagai akibat dari adanya bias di antara aktor-aktor yang terlibat dalam
proses pembuatan.
57
Neman, Lawrence (2014) Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches,
edisi ke-7, London: Pearson Education Limited: 20.
58
Ibid.
59
Gray, David E. (2009) Doing Research in the Real World, edisi ke-2, London: Sage Publication:
166.
60
Newman, loc.cit., 42
61
Ibid., 53.
62
Bryman, Alan (1988) Quantity and Quality in Social Research, New York: Routledge: 61.
63
Newman, loc.cit., 42.
64
Ibid.
65
Checkel, Jeffrey T. (2008) Tracing Causal Mechanisms, dalam Derek Beach dan Rasmus Brun
Pedersen (2013) Process-Tracing Methods: Foundations and Guidelines, Ann Arbor: The
University of Michigan: 10.
66
Bennet, Andrew (2010) Process Tracing and Causal Inference, dalam Derek Beach dan Rasmus
Brun Pedersen (2013) Process-Tracing Methods: Foundations and Guidelines, Ann Arbor: The
University of Michigan: 10.
studi kasus hanya menjadi sebuah contoh, dan tidak berupaya untuk mewakili
seluruh kasus.67 Oleh karena itu, BPPI hanya menjadi sebuah contoh, dan bukan
mewakili seluruh kebijakan pertahanan Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman yang mendalam mengenai hubungan geopolitik dengan
BPPI. Penelitian ini juga mengisi kesenjangan literatur dalam kajian geopolitik
dan kebijakan pertahanan Indonesia.
67
Payne, Geoff dan Judy Payne (2004) Key Concepts in Social Research, London: Sage
Publications, ltd.: 32.
68
George, Alexander L. dan Andrew Bennett (2005) Case Studies and Theory Development in the
Social Sciences, Massachusetts: BCSIA Studies in International Security: 18.
69
Payne, loc.cit., 31.
70
Yin, Robert K. (2014) Case Study Research: Design and Method, edisi ke-5: California: Sage
Publications: 10-11.
71
Good, Carter V. dan Douglas E. Scates (1954) Methods of Research, New York: Appleton-
Century-Crofts, Inc: 170.
72
Beach, Derek dan Rasmus Brun Pedersen (2013) Process-Tracing Methods: Foundations and
Guidelines, Ann Arbor: The University of Michigan: 10.
73
Ibid., 14.
74
Ibid.
75
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995) The Policy of the State
Defence and Security of The Republic of Indonesia 1995, Jakarta: Departemen Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia: i.
21
76
Fruhling, Stephan (2014) “Australian Defence Policy and the Concept of Self Reliance,”
Australian Journal of International Affairs 68, no. 5: 532.
77
ASEAN Regional Forum, “The ASEAN Regional Forum: A Concept Paper”
http://aseanregionalforum.asean.org/files/library/Terms%20of%20References%20and%20Concept
%20Papers/Concept%20Paper%20of%20ARF.pdf diakses 20 Oktober 2016.
78
Audrey Doerr (1973) The Role of White Papers in the Policy-Making Process: The Experience
of the Government of Canda, Ottawa: University Carleton: 18 (Ph.D. Disertation)
79
Taylor, Claire (2010) “A Brief Guide to Previous British Defence Review,” House of Commons, 2.
80
Cope, John A. dan Laurita Denny (2000) “Defense White Papers in the Americas: A
Comparative Analysis,” Institute for National Strategic Studies: 6.
81
Fruhling, loc., cit.
82
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995) op.cit., 8.
83
Ibid.
84
Ibid., 12.
85
Ibid., 8.
86
Ibid., 18-23.
87
Ibid., 33.
88
Ibid., 15.
89
Laksmana, Evan (2011) “Indonesia’s Rising Regional and Global Profile,” Contemporary
Southeast Asia 33, no. 2: 165.
90
Ibid., 17.
91
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1997) The Policy of the State
Defence and Security of The Republic of Indonesia 1997, Jakarta: Departemen Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia: 13.
dianggap sebagai musuh. Dalam BPPI 1997 perkiraan ancaman mulai dijelaskan
dengan menyajikan spektrum ancaman terhadap kedaulatan Indonesia.
Konsep Sistem Nasional merupakan salah satu kebaruan yang terdapat
dalam BPPI 1997, yaitu sebuah sistem kehidupan nasional untuk mengatur dirinya
sendiri. Sistem nasional dinyatakan merupakan integrasi antara aspek politik,
ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan yang selalu berinteraksi
dengan lingkungan strategis yang dinamis. 92 Integrasi seluruh aspek tersebut
dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis menjadi tolak ukur Ketahanan
Nasional Indonesia. Berbeda dari sebelumnya, BPPI 1997 melihat kepada isu-isu
nasional yang dapat mempengaruhi eksistensi Indonesia. Isu tersebut adalah
eksklusivisme, radikalisme, primordialisme, ketidakseimbangan ekonomi,
wilayah geografis, etnis dan kelompok, isu tenaga kerja dan pengangguran, polusi
dan distribusi pembangunan yang tidak merata. 93
Apabila dokumen sebelumnya hanya menyebutkan potensi SDA Indonesia
yang beragam, BPPI 1997 mulai memperhatikan potensi SDA yang dimiliki
Indonesia sebagai negara kepulauan. Pertimbangan tersebut didasari hukum laut
internasional the United Nations Convention of the Law of the Sea III (UNCLOS
III) tahun 1982 yang telah mengakui Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Hal
tersebut tercermin dari adanya pernyataan mengenai tugas ABRI untuk
melindungi seluruh potensi SDA yang berada dalam batas kedaulatan Indonesia,
termasuk pada lepas pantai, udara, dan ruang udara di atasnya. Seluruh potensi
sumber daya nasional tersebut masih dinyatakan akan digunakan untuk
pembangunan ekonomi serta untuk upaya pertahanan dan keamanan.
Terdapat beberapa penambahan dalam BPPI 1997 mengenai posisi
Indonesia dalam melihat perkembangan lingkungan srategis global. Isu yang
menjadi perhatian Indonesia adalah munculnya geoekonomi yang mengurangi
peran geopolitik dalam sistem internasional. 94 Geopolitik dimaknai sebagai
92
Ibid., 10.
93
Ibid., 12.
94
Sama seperti dokumen sebelumnya, BPPI 1997 juga masih memberikan perhatian kepada
perkembangan isu demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup, serta perkembangan lingkungan
strategis global pasca berakhirnya Perang Dingin. Geoekonomi itu sendiri merupakan visi untuk
melakukan ekspansi ekonomi yang fokus kepada membangun jaringan, koneksi, dan ikatan yang
bersifat lintas batas negara. Berbeda dari geopolitik yang memperhatikan batas-batas negara,
geoekonomi cenderung mendorong adanya keterhubungan antar negara-negara dalam konteks
ekonomi dan perdagangan. Lihat Sparke, Matthew (2007) “Geopolitical Fears, Geoeconomic
Hopes, and the Responsibilites of Geography,” Annals of the Association of American
Geographers 97, no.2: 340.
95
Ibid., 2
96
Ibid., 3.
97
BPPI 1995 belum menjelaskan mengenai perjanjian kerjasama pertahanan yang dibangun antara
kedua negara.
98
BPPI 1995 hanya memberikan perhatian kepada klaim Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan,
yang juga masih menjadi perhatian dalam BPPI 1997.
99
Posisi ini tidak terdapat dalam BPPI 1995 yang hanya memberikan perhatian kepada
pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang pesat, serta peran Jepang dalam memberikan bantuan
ekonomi kepada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
100
Departemen Pertahanan dan Keamanan RI (1997), loc. cit., 15-18
101
Widjajanto, Andi, Edi Prasetyono dan Makmur Keliat (2012) Dinamika Persenjataan dan
Revitalisasi Industri Pertahanan, Jakarta: Universitas Indonesia: 1.
102
Pada masa Orde Baru, terdapat penggabungan bidang pertahanan dan keamanan di Indonesia.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya tumpang tindih peran dan fungsi TNI, sebagai kekuatan
pertahanan, dengan Polri, sebagai kekuatan keamanan. Selain itu, RSK juga menghapus peran TNI
dalam kehidupan sosial dan politik di Indonesia, atau yang dikenal sebagai dwifungsi TNI.
belakang lahirnya BPPI 2003 serta reformasi nasional dan pertahanan. Hal
tersebut dapat disebabkan karena Indonesia masih berada pada tahap awal
reformasi nasional. Selanjutnya, BPPI 2003 memiliki bagian khusus yang
menjelaskan mengenai perkiraan ancaman dan kepentingan strategis pertahanan.
Berbeda dari dokumen sebelumnya, BPPI 2003 tidak memberikan informasi
mengenai postur kekuatan pertahanan dan keamanan Indonesia, seperti yang
terdapat di dokumen-dokumen sebelumya.
Secara substansi, BPPI 2003 juga memiliki banyak pengembangan dari
dokumen-dokumen sebelumnya. Pertama, kedua BPPI sebelumnya sudah
menjelaskan posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, yang kemudian
dijelaskan secara lebih detil pada BPPI 2003. Kedua, BPPI 2003 sudah tidak lagi
menjelaskan posisi Indonesia dalam memandang negara-negara di sekitarnya dan
di kawasan lain, seperti yang dijelaskan dalam BPPI 1995 dan 1997. Ketiga, BPPI
2003 sudah lebih banyak membahas mengenai sengketa perbatasan yang masih
terjadi antara Indonesia dengan negara-negara lain, yang tidak terdapat pada dua
BPPI sebelumnya. BPPI 2003 jugamemberikan penekanan kepada negara-negara
lain yang memiliki pengaruh di kawasan Asia Tenggara. Keempat, terdapat
pemisahan mengenai peninjauan lingkungan strategis dan kerjasama pertahanan
yang dibangun oleh Indonesia dengan negara lain. Sebelumnya, BPPI 1995 dan
1997 menggabungkan kedua pembahasan ini.
Seperti dokumen sebelumnya, BPPI 2003 menggambarkan posisi
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Akan tetapi, terdapat penambahan
mengenai korelasi posisi tersebut dengan kepentingan negara-negara besar. Posisi
geografis Indonesia digambarkan terdiri lebih dari 17.500 pulau, dengan posisi
strategis di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera
Pasifik dan Samudera Hindia. 103 Hal ini menyebabkan banyaknya kepentingan
negara-negara lain, khususnya negara-negara besar, terhadap stabilitas keamanan
Indonesia. Konsekuensinya, banyak negara-negara yang memberikan campur
tangan atau kepedulian tinggi terhadap kemungkinan gangguan stabilitas
103
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003) Mempertahankan Tanah Air Memasuki
Abad 21, Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia: 50.
104
Pada BPPI 1995 dan 1997 disebutkan bahwa konsep geopolitik yang diterapkan oleh Indonesia
adalah konsep Wawasan Nusantara atau Prinsip Negara Kepulauan.
105
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003), loc. cit., 27.
106
Ibid., 42.
107
Ibid., 34-36.
108
Rustam, Ismah (2016) “Tantangan ALKI dalam Mewujudkan Cita-Cita sebagai Poros Maritim
Dunia,” Indonesian Perspective 1, No.1: 2.
109
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003), loc. cit., 58.
kemampuan TNI masih ditujukan untuk matramdarat saja. 110 BPPI tahun 2003
juga menyebutkan pentingnya pembangunan teritorial untuk kepentingan
pertahanan, dan masih mempertahanan organisasi teritorial atau wilayah TNI yang
ada.
110
BPPI 1995 dan 1997 juga menjelaskan bahwa kekuatan cadangan dan pendukung diarahkan
kepada matra darat saja.
111
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2008) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008,
Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia: iv.
Pulau Rondo, Pulau Sebatik dan Pulau Sekatung. 112 Beberapa pulau tersebut juga
mengalami permasalahan perbatasan dengan negara lain, sebagaimana dijelaskan
pada BPPI tahun 2003, yaitu Pulau Miangas, Pulau Sekatung dan Pulau Rondo.
Selain itu, BPPI 2008 juga menyebutkan Indonesia terletak pada cincin gunung
berapi dan pertemuan sejumlah lapisan kerak bumi, sehingga menjadi sangat
rawan terhadap bencana alam.113
Pembahasan mengenai ALKI telah mengalami perkembangan dalam BPPI
2008 yang diikuti dengan penyebutan choke points Indonesia. cpoints Beberapa
choke points di Indonesia, yaitu Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makasar. 114
Wilayah perbatasan darat yang juga menjadi prioritas pengamanan yaitu di
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, Papua dan Timor Barat.
Terdapat perkembangan pada BPPI 2008 dalam meninjau perkembangan
lingkungan strategis. BPPI 2008 menjelaskan bahwa isu lingkungan dapat
berdampak keapada naiknya permukaan laut yang dapat menenggelamkan
beberapa pulau di Indonesia, serta ancaman gelombang pasang yang akan
mempengaruhi kehidupan di wilayah pesisir. 115 Isu-isu global yang baru muncul
pada BPPI 2008 adalah kepemilikan senjata pemusnah masal oleh beberapa
negara. Posisi Indonesia dinyatakan menentang setiap usaha proliferasi senjata
pemusnah masal. BPPI 2008 juga memperhatikan peningkatan kebutuhan energi
dunia yang berdampak kepada krisis energi dan menjadi sumber konflik antar
negara yang memperebutkan sumber energi.
Isu keamanan maritim untuk mengatasi gangguan keamanan di laut
semakin berkembang dan menjadi perhatian dalam BPPI 2008. Isu yang
diperhatikan adalah isu penyelundupan wanita dan anak-anak, pembalakan liar,
pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun, narkotika dan obat terlarang,
112
Ibid., 56.
113
Pada dokumen-dokumen sebelumnya, belum pernah ada pembahasan mengenai posisi
geografis ini. BPPI 2008 juga masih menjelaskan Indonesia memiliki 17.504 pulau dengan
wilayah maritim yang luasnya hampir enam juta kilometer persegi. Meskipun begitu, tidak ada
pembahasan mengenai garis pantai sepanjang 81.000km dan wilayah ZEE seluas 4 juta km2,
seperti yang digambarkan pada BPPI 2003.
114
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, (2008), loc.cit., 17.
115
Sama seperti tiga BPPI sebelumnya, BPPI 2008 masih memperhatikan isu-isu demokrasi,
HAM, lingkungan hidup, terorisme dan kejahatan lintas negara sebagai isu yang mempengaruhi
hubungan internasional
perdagangan manusia dan pencurian ikan. 116 Penyelesaian isu-isu ini menjadi
prioritas bagi Indonesia dan membutuhkan adanya kerja sama dengan negara lain.
BPPI 2008 mulai menyadari nilai strategis wilayah maritim bagi kepentingan
perdagangan internasional. Perairan yang menjadi fokus di Asia Tenggara adalah
Selat Malaka sebagai lalu lintas perdagangan dunia, sehingga mendorong negara-
negara besar untuk berperan langsung dalam mengamankannya. Untuk
menyikapinya, BPPI 2008 secara tegas menyatakan hak untuk mengamankan
kedaualatan Selat Malaka berada pada Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Partisipasi negara-negara lain dapat diberikan dalam pengamanan tidak langsung.
Apabila BPPI 2003 menitikberatkan kepada peran negara-negara besar di
kawasan, BPPI 2008 lebih menekankan kepada konflik-konflik antar negara yang
masih terjadi di kawasan Asia-Pasifik. Seperti dokumen-dokumen sebelumnya,
konflik yang masih menjadi perhatian adalah konflik Tiongkok-Taiwan, konflik
di semenanjung Korea, konflik antara India-Pakistan terkait wilayah Kashmir, dan
konflik Israel-Palestina. Terkait dengan konflik LTS, BPPI 2008 memiliki posisi
yang berbeda dari dokumen-dokumen sebelumnya. BPPI 2008 menyatakan
meskipun konflik tersebut tidak terlalu menonjol, tetapi masih memiliki potensi
konflik yang melibatkan berbagai negara. Konflik lain yang mulai menjadi
perhatian dalam BPPI 2008 adalah konflik Lebanon-Israel. Perhatian juga
diberikan kepada lima negara pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB yang
memiliki pengaruh besar terhadap keamanan baik di kawasan dan di dunia. BPPI
2008 juga memberikan perhatian kepada kinerja Uni Eropa dan ASEAN yang
semakin meningkat.
Terdapat penggolongan ancaman yang berbeda dalam BPPI 2008, yaitu
ancaman militer dan nirmiliter. Bentuk ancaman militer dapat berupa agresi,
pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror
bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal. Ancaman
militer yang diperkirakan peluangnya cukup tinggi adalah tindakan pelanggaran
wilayah oleh negara lain, yang merupakan konsekuensi dari kondisi geografi
116
Isu perompakan, penyelundupan manusia, senjata dan amunisi, yang sudah dibahas pada BPPI
2003 masih mendapatkan perhatian pada BPPI 2008.
Indonesia yang luas dan terbuka. Ancaman nirmiliter dimaknai sebagai faktor-
faktor ancaman bukan berdimensi militer, tetapi berdimensi ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, teknologi informasi dan keselamatan umum. BPPI 2008
memperkirakan tidak ada indikasi ancaman militer konvensional terhadap
Indonesia selama beberapa tahun ke depan, akan tetapi pembangunan kemampuan
untuk melindungi NKRI akan tetap berlangsung.
Seperti dokumen sebelumnya, BPPI 2008 juga memisahkan antara
proyeksi kerjasama pertahanan Indonesia dengan analisis lingkungan strategisnya.
Kerjasama pertahanan yang terdapat dalam BPPI 2008 juga mengalami
perkembangan dan dijelaskan memiliki tiga sasaran utama, yaitu sebagai CBM,
mencegah konflik, dan mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan perselisihan.
Kerjasama pertahanan jangka panjang nampak lebih diprioritaskan dengan
negara-negara ASEAN dan mitra-mitra lain seperti ASEAN+3, ASEAN+6 dan
negara-negara anggota ARF. 117 Selain itu, Indonesia juga dinyatakan akan
memberdayakan Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defense
Ministerial Meeting/ADMM) untuk menangani isu-isu keamanan di kawasan Asia
Tenggara. Pada lingkup global. Indonesia juga dinyatakan akan memainkan peran
yang lebih besar dalam GNB dan Organisasi Konferensi Islam (OKI), untuk
kesejahteraan rakyat, pencegahan dan resolusi konflik.
Proyeksi kerjasama pertahanan bilateral dalam BPPI 2008 juga mengalami
perubahan dari BPPI 2003. Untuk negara-negara anggota ASEAN, Brunei turut
diikutsertakan dalam proyeksi kerjasama pertahanan bilateral. 118 Sementara untuk
negara di kawasan Asia Pasifik, BPPI 2008 sudah tidak lagi mencantumkan Papua
Nugini dan Timor Leste, namun menambahkan India, Korea Selatan, dan
Jepang.119 Sementara, untuk negara-negara besar BPPI 2008 sudah tidak lagi
mencantumkan Inggris dalam memproyeksikan kerjasama pertahanan
117
BPPI 2008 sudah tidak lagi menyebutkan prioritas kerjasama pertahanan dengan negara-negara
anggota Forum Dialog Pasifik Barat Daya, seperti yang terdapat pada BPPI 2003.
118
Seperti BPPI 2003, BPPI 2008 masih menjelaskan proyeksi kerjasama pertahanan dengan
Malaysia, Singapura, Thailand.
119
Negara lain di kawasan Asia Pasifik yang juga menjalin hubungan kerjasama pertahanan
dengan Indonesia adalah Australia dan Tiongkok, sebagaimana telah dijelaskan pada BPPI 2003.
120
BPPI 2008 masih menjelaskan kerjasama pertahanan dengan AS, Uni Eropa dan Rusia.
121
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, (2008), op.cit., 142.
122
Ibid., 43.
123
Nomenklatur Departemen mengalami perubahan menjadi Kementerian yang diatur dalam
Undang-Undang No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Peraturan Presiden
No.47/2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Kementerian Negara. Perubahan nama dan
organisasi Departemen Pertahanan menjadi Kementerian Pertahanan terjadi pada tahun 2010
setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertahanan No. 16 Tahun 2010 yang diundangkan pada
27 September 2010.
dan perkembangan lingkungan strategis. 124 Penyusunan dan penerbitan BPPI 2014
dinyatakan telah disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019, yang merupakan visi dari presiden terpilih atau
pemimpin yang akan datang. 125 Selain itu, BPPI 2014 juga diharapkan dapat
menjadi acuan atau pedoman bagi pemerintah yang baru.126
Terdapat banyak kebaruan dalam BPPI 2014, baik secara susunan maupun
substansi, bila dibandingkan dengan dokumen-dokumen sebelumnya. Pertama,
terdapat penjelasan mengenai proyeksi postur pertahanan Indonesia dalam BPPI
2014.127 Kedua, BPPI 2008 sudah menjelaskan mengenai ALKI dan Choke Points
Indonesia, akan tetapi BPPI 2014 memiliki pembahasan lebih lengkap yang
menjabarkan pembagian tiga ALKI dan empat Choke Points Indonesia. Ketiga,
dalam meninjau perkembangan lingkungan strategis BPPI 2014 nampak
memberikan perhatian kepada isu-isu keamanan tradisional di kawasan Asia
Pasifik, yang kurang disorot pada BPPI 2008. Keempat, tidak terdapat
pembahasan mengenai prediksi acaman terhadap Indonesia dalam BPPI 2014.
Keempat, BPPI 2008 sudah menyebutkan bahwa Indonesia membangun kekuatan
pertahanan yang memiliki efek penangkalan. Pada BPPI 2014, konsep kekuatan
penangkalan digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu penangkalan dengan cara
penolakan dan penangkalan dengan cara pembalasan.
Dalam menggambarkan posisi geografis Indonesia, BPPI 2014 memiliki
perubahan dari BPPI 2008. Dalam dokumen ini sudah tidak lagi disebutkan
bahwa Indonesia memiliki 17.508 pulau. 128 Meskipun masih dijelaskan bahwa
Indonesia memiliki 92 pulau kecil terluar dan dua belas menjadi prioritas,
dokumen ini sudah tidak lagi menjabarkan dua belas pulau yang diprioritaskan.
Geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan juga tercermin dari pernyataan
124
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2014,
Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia: iii.
125
Ibid., ix.
126
Ibid.
127
Pembahasan mengenai postur pertahanan Indonesia sudah terdapat dalam BPPI 1995 dan 1997,
namun tidak terdapat dalam BPPI 2003 dan 2008.
128
BPPI 2014 masih menyebutkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, berada di
antara dua benua dan dua samudera, terletak pada cincin gunung berapi dan pertemuan lapisan
kerak bumi, serta berbatasan darat dan maritim dengan beberapa negara.
129
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014), loc.cit., x.
130
Hal tersebut menunjukan perkembangan pemikiran dalam melihat dinamika konflik di LTS,
yang pada dokumen sebelumnya hanya dinyatakan berpotensi menjadi potensi konflik. Konflik
LTT juga baru pertama kalinya muncul dalam BPPI.
dijelaskan dalam BPPI 2008. Selain itu, konflik di negara dan kawasan lain yang
baru dicantumkan dalam BPPI 2014 adalah konflik di Afrika Utara, Afrika
Tengah, dan Irak. Seperti dokumen sebelumnya, Indonesia dinyatakan akan turut
berpartisipasi dalam menjaga perdamaian dunia baik melalui mekanisme PBB,
OKI ataupun ASEAN.
Salah satu kebaruan yang terdapat dalam BPPI 2014 adalah munculnya
konsep proxy war sebagai kecenderungan konflik kontemporer. Konsep tersebut
didefinisikan sebagai upaya untuk menguasai suatu negara dengan menggunakan
senjata asimetris, seperti propaganda di media sosial dan, untuk menguasai suatu
negara.131 Konsep proxy war tersebut diikuti dengan munculnya konsep devide et
impera atau memecah belah dari dalam negeri untuk menghancurkannya dari
dalam. Fenomena Arab Spring yang terjadi di Mesir, Irak, Afghanistan, Libya dan
Suriah dinilai merupakan pola-pola devide et impera.
Analisis mengenai isu-isu keamanan non-tradisional juga semakin
berkembang dalam BPPI 2014. Terorisme internasional semakin meningkat dan
telah memunculkan teroris perorangan yang tidak terafiliasi dengan jaringan
teroris, yang disebut sebagai home-grown terrorist. Kategori senjata pemusnah
masal yang dipertimbangkan bukan hanya senjata nuklir, tetapi sudah mencakup
senjata kimia, biologi, radiologi, nuklir dan bahan peledak. Kemajuan teknologi
juga dinyatakan dapat dimanfaatkan untuk melakukan tindak kejahatan, seperti
pencurian dan penyelundupan objek budaya, perdagangan organ tubuh manusia,
serta kejahatan lingkungan. Isu-isu baru yang dipertimbangkan dalam BPPI 2014
adalah perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), keamanan
pangan, air dan energi, serta epidemi.
Perubahan paling besar terdapat dalam penjelasan isu kejahatan lintas
negara. BPPI 2014 menjelaskan gangguan keamanan laut yang rawan terjadi di
ALKI dan choke points Indonesia. Untuk pertama kalinya, BPPI 2014
membagimembagi ALKI dalam tiga zona. ALKI I mencakup LTS, Laut Natuna,
Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda dan Samudra Indonesia. ALKI II
melintasi Laut Sulawesi, Selat Makasar, Laut Flores, dan Selat Lombok ke
131
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014), loc.cit., 13.
Samudra Indonesia. ALKI IIIterbagi atas beberapa jalur dan sumbu, yaitu:
pertama, ALKI IIIA, melintasi Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut
Banda, Laut Ombai, Laut Sawu ke Samudra Indonesia; kedua, ALKI IIIB
melintasi Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Laut Leti, dan
Laut Timor; ketiga, ALKI IIIC melintasi Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut
Seram, Laut Banda ke Laut Arafuru; keempat, ALKI IIID melintasi Samudra
Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sewu
sebelah timur pulau Sawu ke Samudra Indonesia; kelima, ALKI IIIE melintasi
Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut
Sawu. Empat choke points di Indonesia yang dijelaskan dalam BPPI 2014
mencakup Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar. 132
Proyeksi kerjasama pertahanan yang terdapat dalam BPPI 2014 juga
memiliki banyak penambahan dari sebelumnya. Prioritas kerjasama pertahanan
masih diberikan kepada negara-negara di Asia Tenggara, mitra dialog, negara
yang berbatasan dengan Indonesia, serta negara yang memiliki pengaruh baik di
kawasan maupun bagi kepentingan Indonesia. 133 Hal tersebut diwujudkan melalui
forum-forum dialog regional seperti ADMM, ADMM Plus,134 ARF, forum-forum
dialog regional,135 dan forum-forum keamanan lainnya. Indonesia juga dinyatakan
telah berkontribusi dalam menjaga perdamaian dunia melalaui keikutsertaan
dalam misi perdamaian PBB dan pembangunan Indonesia Peace and Security
Center (IPSC).136
Kerjasama pertahanan bilateral yang dicetuskan dalam BPPI 2014 juga
memiliki penambahan dari sebelumnya. Kerjasama dengan negara-negara anggota
ASEAN lebih dipusatkan kepada pengelolaan perbatasan darat dan laut,
pendidikan dan latihan militer, pertukaran informasi, serta penanganan terorisme,
132
Ibid., 20-21.
133
Ibid., 82.
134
ADMM Plus merupakan forum dialog antara Menteri Pertahanan negara-negara anggota
ASEAN dengan Menteri Pertahanan negara lain.
135
Beberapa forum-forum dialog regional yang diikuti Indonesia adalah Shangrila Dialogue,
Western Pacific Naval Symposium, dan Indian Ocean Naval Symposium. Forum tersebut
merupakan forum one and a half track yang melibatkan pemerintah dan akademisi untuk mencari
solusi bagi isu-isu keamanan regional.
136
IPSC merupakan pusat pelatihan Indonesia untuk mempersiapkan kontingen Indonesia yang
akan mengikuti misi-misi internasional dalam bendera PBB.
137
Dokumen-dokumen sebelumnya menjabarkan kerjasama bilateral yang dijalin dengan negara-
negara anggota ASEAN.
138
Seperti BPPI 2008, kerjasama pertahanan juga masih dibangun dengan AS, Uni Eropa dan
Rusia.
139
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014), loc.cit., 63.
140
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2015) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015,
Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia: V.
besar substansi yang terdapat dalam BPPI 2015 banyak memiliki kesamaan
dengan BPPI 2014. AkanA tetapi terdapat beberapa penambahan dalam dokumen
ini. Pertama, BPPI 2015 untuk pertama kalinya menggambarkan posisi geografis
Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara maritim. Kedua, BPPI 2015
menjelaskan mengenai visi pemerintah dan kepentingan Indonesia untuk menjadi
Poros Maritim Dunia (PMD). Kekuatan pertahanan akan diarahkan untuk
mendukung kebijakan PMD. Ketiga, terdapat bagian yang secara khusus
menjelaskan mengenai program Bela Negara. Bela Negara dijelaskan dalam BPPI
2015 sebagai hak dan kewajiban setiap warga negara dalam upaya pembelaan
negara, melalui perwujudan sikap dan perilaku yang dijiwai oleh kecintaan
kepada bangsa dan negara. 141 Keempat, BPPI 2015 kembali menyajikan
pembahasan mengenai prediksi ancaman terhadap Indonesia yang tidak terdapat
dalam BPPI 2014.
Meskipun terdapat kesamaan dengan dokumen sebelumnya dalam
menggambarkan posisi geografis Indonesia, BPPI 2015 menyebutkan untuk
pertama kalinya bahwa Indonesia merupakan negara maritim. Pada dokumen-
dokumen sebelumnya, Indonesia hanya disebutkan sebagai negara kepulauan.
Penyebutan tersebut tidak terlepas dari upaya mendukung kepentingan PMD dan
visi pemerintah untuk memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara maritim,
serta menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional. 142 Meskipun begitu, dalam BPPI 2015 tidak
ada pembahasan mengenai ALKI dan choke points, yang terdapat di Indonesia.
Dalam menganalisis perkembangan lingkungan strategis, BPPI 2015 tidak
mengalami banyak perubahan dari dokumen sebelumnya. Peninjuan terhadap
lingkungan strategis merupakan dasar dalam merumuskan kebijakan dan strategi
pertahanan, serta untuk mendukung kebijakan PMD. BPPI 2015 menilai kawasan
Asia Pasifik memiliki peluang dan tantangan yang sangat kompleks dan beresiko
menimbulkan konflik antar negara. Isu-isu keamanan tradisional yang menjadi
perhatian masih meliputi peningkatan kapabilitas militer Tiongkok, kebijakan
141
Ibid., 95.
142
Ibid., 36.
143
BPPI 2014 tidak memaparkan kerjasama bilateral dengan negara-negara anggota ASEAN.
kekuatan pertahanan dan isu-isu keamanan bersama.144 BPPI 2015 sudah tidak
lagi menjelaskan mengenai kerjasama pertahanan yang dijalin dengan Uni Eropa
dan Brasil.145 Selain itu, dalam kerjasama multilateral, BPPI 2015 juga nampak
hanya fokus kepada ASEAN, ARF, ADMM dan ADMM Plus.
Kepentingan Indonesia dan visi pemerintah untuk mewujudkan PMD
berpengaruh terhadap pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia dalam BPPI
2015. Untuk mewujudkan kebijakan PMD pembangunan pertahanan akan
diarahkan kepada kemampuan penangkalan sebagai negara kepulauan sekaligus
negara maritim. Hal tersebut akan didukung dengan pembangunan postur
pertahanan negara yang diselenggarakan untuk mewujudkan pertahanan militer
dan nirmiliter. BPPI 2015 menyebutkan bahwa Indonesia diharapkan dapat
menuju kepada kekuatan maritim regional yang disegani di kawasan Asia Pasifik
dengan prinsip defensif aktif. Untuk membangun pertahanan maritim BPPI 2015
menyatakan prioritas akan diberikan kepada pembangunan kekuatan pertahanan
maritim dengan memanfaatkan teknologi yang terintegrasi pada satelit dan sistem
drone. Akan tetapi, BPPI 2015 tidak lagi menjelaskan wilayah-wilayah perairan
strategis di Indonesia, yang memerlukan prioritas pengamanan, yang mencakup
tiga ALKI dan empat Choke Points.146 Pembangunan kekuatan pertahanan negara
hanya dijelaskan akan ditingkatkan di kepulauan Natuna dan Merauke untuk
mengantisipasi kondisi keamanan maritim di Indonesia.
Karakteristik Sishanta yang dijelaskan dalam BPPI 2015 mengalami
perkembangan dari dokumen-dokumen sebelumnya. Sishanta merupakan sistem
pertahanan dinyatakan akan terus dikembangkan oleh Indonesia. Sishanta
memiliki tiga karakteristik yaitu kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan.
Karakteristik kewilayahan dalam BPPI 2015 memiliki perubahan dari dokumen
sebelumnya yang hanya menyebutkan Indonesia sebagai negara kepulauan.
Sementara, BPPI 2015 menyatakan bahwa kewilayahan merupakan gelar
kekuatan pertahanan yang menyebar di seluruh wilayah NKRI, sesuai dengan
kondisi geografi sebagai negara kepulauan sekaligus negara maritim.
144
Kerjasama pertahanan dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang juga dijelaskan
dalam BPPI 2015 mencakup India, Korea Selatan, Jepang.
145
Sementara untuk negara-negara di luar kawasan Asia Pasifik, kerjasama pertahanan masih
dijalin dengan AS, Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, Spanyol dan Afrika.
146
Penjelasan ALKI dan Choke Points Indonesia telah dijelaskan secara rinci pada BPPI 2014.
2.7. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor geopolitik yang
paling mempengaruhi BPPI 1995-2015 adalah posisi geografis Indonesia dan
lingkungan eksternal. Dalam menggambarkan posisi geografis, Indonesia
digambarkan sebagai negara kepulauan dengan posisi geografis yang unik pada
BPPI 1995. Kemudian berkembang dengan memperhatikan ketetapan UNCLOS
III pada BPPI 1997. Selanjutnya, BPPI 2003 sudah mulai mempertimbangkan
wilayah perairan Indonesia yang memiliki nilai strategis seperti ALKI dan choke
points. Memasuki periode 2008, penggambaran posisi geografis Indonesia
menjadi semakin berkembang dengan mempertimbangkan posisi geologi dan
pulau-pulau kecil terluar di Indonesia. Lebih lanjut, BPPI 2014 merupakan BPPI
yang paling komprehensif dalam menjelaskan wilayah perairan strategis di
Indonesia. Meskipun begitu, BPPI 2015 sudah tidak lagi menjelaskan mengenai
perairan strategis di Indonesia.
Dalam menggambarkan perkembangan lingkungan eksternal, BPPI 1995
sampai dengan 2015 juga mengalami perkembangan. Isu-isu keamanan non
tradisional seperti isu terorisme, gangguan keamanan laut dan kejahatan lintas
negara mulai dibahas semenjak BPPI 2003. Kemudian semenjak tahun 2008,
BPPI sudah mulai menyoroti isu keamanan manusia seperti bencana alam,
keamanan pangan dan energi, serta wabah penyakit. Konflik-konflik yang
disoroti, baik di kawasan Asia Pasifik maupun di luar kawasan, juga menjadi
semakin meluas.
Meskipun penggambaran posisi geografis dan lingkungan eksternal telah
berkembang, BPPI cenderung memiliki kesamaan dalam pembangunan kekuatan
pertahanan. Pemilihan kekuatan pertahanan dari 1995 sampai dengan 2015
dibangun dalam sishankamrata, dan nampak lebih fokus kepada permasalahan
internal. Semenjak BPPI 2008, sudah mulai dinyatakan bahwa Indonesia akan
membangun kekuatan pertahanan yang memiliki efek penangkalan. Pemilihan
kekautan pertahanan dalam BPPI 2014 paling mencerminkan geopolitik Indonesia
sebagai negara kepulauan. Akan tetapi, kekuatan pertahanan yang mencerminkan
geopolitik Indonesia sudah tidak lagi muncul dalam BPPI 2015.
147
Pada masa Orde Baru, nama resminya adalah Departemen Pertahanan dan Keamanan
(Dephankam). Restrukturasi organisasi kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
mengubah nama resminya menjadi Departemen Pertahanan (Dephan). Setelah dikeluarkannya UU
No. 39 tahun 2008, nama resminya menjadi Kementerian Pertahanan (Kemhan). Restrukturasi
organisasi TNI dan Polri juga turut mengubah nama Menteri Pertahanan dan Keamanan menjadi
Menteri Pertahanan.
53
3.1.1. Aktor Pembuat Buku Putih Pertahanan Indonesia 1995 dan 1997
Bagian ini menggabungkan identifikasi aktor yang terlibat dalam pembuatan
kebijakan pertahanan dalam BPPI 1995 dan 1997. Penggabunggan pembahasan
dalam bagian ini didasari oleh pertimbangan adanya kesamaan Menteri
Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) dan Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI/Pangab) yang terlibat dalam pembuatan kebijakan
pertahanan dalam BPPI 1995 dan 1997. Selain itu, kedua BPPI ini juga
diterbitkan pada masa pemerintahan yang sama, yaitu pada masa kepemimpinan
Presiden Soeharto dan secara umum memiliki kesamaan substansi. 148
Pada periode pembuatan BPPI 1995 dan 1997 Menhankam tidak memiliki
dasar legal untuk menerbitkan kebijakan pertahanan. Menurut pasal 35 ayat (3)
UU No. 20 Tahun 1982 tentang Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia, kebijakan pertahanan negara dikeluarkan
oleh Presiden. Sementara menurut pasal 36 ayat (2) Menhankam hanya bertugas
untuk menyelenggarakan pembinaan kemampuan pertahanan keamanan negara
dan upaya pendayagunaan sumber daya nasional yang tersedia untuk kepentingan
pertahanan keamanan negara. Sekalipun demikian, Robert Lowry menjelaskan
Presiden dibantuk oleh penasihat, atau yang disebut sebagai Dewan Pertahanan
Keamanan Nasional (Wanhankamnas), untuk merancang Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN).149 Berdasarkan Pasal 35 ayat (4) Komposisi inti dari
148
Seperti yang sudah dijelaskan secara lebih detil pada Bab II, BPPI 1997 menambahkan
beberapa penjelasan yang tidak terdapat dalam BPPI 1995. Beberapa penambahan tersebut
mencakup penjelasan peran kekuatan pertahanan dan keamanan dalam mencapai sasaran dan
kepentingan nasional (bagian ini merupakan penjabaran dari strategi pertahanan dalam BPPI
1995), BPPI 1997 menambahkan konsep Sistem Nasional sebagai tolak ukur Ketahanan Nasional
Indonesia (konsep Ketahanan Nasional sudah dijelaskan pada BPPI 1995), serta pertimbangan
UNCLOS dalam BPPI 1997 yang tidak dijelaskan dalam BPPI 1995.
149
Lowry, Robert (1996) The Armed Forces of Indonesia, St. Leonards: Allen& Unwin Pty
Ltd.:16.
150
Pada masa Orde Baru, Pangab membawahi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
yang terdiri dari TNI Angkatan Darat (AD), TNI Angkatan Laut (AL), TNI Angkatan Udara (AU),
dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
151
Kepala Staf Angkatan merupakan pemimpin dari masing-masing angkatan yang terdiri dari,
yaitu AD, AL dan AU. Kepala Staf Angkatan bertugas membina kemampuan tiap-tiap angkatan
dan bertanggungjawab kepada Panglima Angkatan Bersenjata.
152
Putro, Ismed Hasan (editor), (1998) Indonesia Memasuki Milenium III: Gagasan dan
Pemikiran Edi Sudradjat, Surabaya: Pusat Studi Indonesia: 3.
153
Pambudi, A. (2009) Kalau Prabowo Jadi Presiden, Yogyakarta: NARASI: 48-49.
154
Ibid., 23.
155
Putro, op.cit., 33.
156
Honna, Jun (2001) Military Ideology in Response to Democratic Pressure, dalam Benedict R.
O’G Anderson (editor) Violence and the State in Suharto’s Indonesia, New York: Cornell
Southeast Asia Program Publications: 75-78.
157
Ibid.
158
Tokoh Indonesia, Feisal Tanjung, http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-
ensiklopedi/4123-militer-islam-mitra-sejati diakses 15 Mei 2017
159
Pambudi, loc.cit.
160
Honna, op.cit., 65.
161
Ibid.
162
Museum Dirgantara Jogjakarta, Marsekal TNI Rilo Pambudi: Kepala Staf TNI Angkatan Udara
tahun 1993-1996, http://dirgantara.museumjogja.org/id/content/31-marsekal-tni-rilo-pambudi
diakses 21 Mei 2017
163
Kusumadewi, Anggi dan Ansyari, Syahrul (2012, November 6) Mantan Kapolri Jenderal Pol
(Purn) Banurusman Wafat, Viva News http://nasional.news.viva.co.id/news/read/365172-mantan-
kapolri-jenderal-pol-purn-banurusman-wafat diakses 15 Mei 2017
164
Djalal, Dino Patti (1996), The Geopolitics of Indonesia’s Maritime Territorial Policy, Jakarta:
Centre for Strategic and International Studies: 101.
KSAU dan Kapolri di antara penerbitan BPPI 1995 dan BPPI 1997. KSAD
Jenderal TNI R. Hartono digantikan oleh Jenderal TNI Wiranto pada 7 Juni 1997.
KSAL Laksamana TNI Tanto Kuswanto digantikan oleh Laksamana TNI Arief
Koeshariadi pada 15 Maret 1996. Selanjutnya, KSAU Marsekal TNI Rilo
Pambudi digantikan oleh Marsekal TNI Sutria Tubagus pada 15 Maret 1996.
Terakhir, Jenderal Polisi Banarusman Astrosemitro digantikan oleh Jenderal
Polisi Dibyo Widodo pada 15 Maret 1996.
Selain Kemhan dan ABRI, aktor sipil juga sudah mulai terlibat dalam
pembuatan BPPI 1995 dan 1997. Aktor non militer yang teridentifikasi terlibat
dalam pembuatan BPPI 1995 dan 1997 adalah Edy Prasetyono, Andi Widjajanto
dan Kusnanto Anggoro. 165 Ketiga aktor non militer yang terlibat merupakan
akademisi dari Universitas Indonesia. Ketiga aktor ini aktif dalam mendorong
terciptanya militer yang profesional dan melakukan kajian tentang pertahanan
Indonesia.166 Semenjak tahun 1992 Edy Prasetyono aktifmengajar di Sesko-AU
sebagai dosen tamu, semenjak tahun 1994 Edy juga aktif menjadi dosen tamu di
Sesko-TNI dan Sesko-AL.167 Selain Edy, Andi Widjajanto juga aktif menjadi
dosen di Sesko-TNI dan Sesko-AD.168
165
Berdasarkan komunikasi personal dengan Edy Prasetyono, 26 April 2017 di Fisip UI.
166
Lihat Anggoro, Kusnanto (2005), “Geopolitik, Pengendalian Ruang Laga dan Strategi
Pertahanan Nasional,” dalam Bantarto Bandoro (editor) Perspektif Baru Keamanan Nasional,
Jakarta: CSIS: dan Prasetyono, Edy (2005) “Reinterpretasi Sistem Pertahanan Nasional
Indonesia,” dalam Bantarto Bandoro (editor) Perspektif Baru Keamanan Nasional, Jakarta: CSIS.
167
Universitas Indonesia, Dr. Edy Prasetyono, http://staff.ui.ac.id/edy.prasetyo diakses 21 Mei
2017.
168
Tokoh Indonesia, Andi Widjajanto: Sekretaris Kabinet RI (2014-2015),
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/4404-alpa-posisi-strategisnya
169
UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara menggantikan UU No. 20 Tahun 1982
Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia.
170
Wanhanas berbeda dari Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas). Sebab, Wantanas berdiri
berdasarkan Keputusan Presiden No.101 Tahun 1999 dan rujukannya adalah UU No. 20 Tahun
1982. Semenjak diundangkan pada tahun 2002 sampai dengan 2017, Wanhanas belum pernah
terbentuk.
171
Hal ini disebabkan karena pemisahan organisasi TNI dan Polri pada tahun 2000 sebagai
konsekuensi adanya TAP MPR VI/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan TAP MPR VII/MPR/2000 Tahun 2000
tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.
172
Pasal 15 ayat (7) dan ayat (8) UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
173
Tokoh Indonesia (2012) Matori Abdul Djalil: Menteri Pertahanan (2001-2004),
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/240-politisi-penurut-yang-teguh-
prinsip diakses 23 Mei 2017
174
Ibid.
175
Liputan6, (2002, Juni 8) Jenderal Endriartono Sutarto Resmi Menjadi Panglima TNI, Liputan6
http://news.liputan6.com/read/35569/jenderal-endriartono-sutarto-resmi-menjadi-panglima-tni
diakses 23 Mei 2017
176
Pusat Penerangan TNI (2004) Visi dan Misi Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono
Sutartono, http://tni.mil.id/view-4-visi-misi-panglima-tni-jenderal-tni-endriartono-sutarto.html
diakses 23 Mei 2017
177
Ibid.
178
Berdasarkan komunikasi personal dengan Edy Prasetyono, 26 April 2016.
179
The National Resilience Institute, (1997) The Indonesian Armed Forces and National
Development, Jakarta: The National Resilience Institute: 5.
180
Sudarsono, Juwono “Perimbangan Kekuatan di Asia Tenggara” Pidato ilmiah pada dies natalis
ke XXX Universitas Indoneisa, 9 Februari 1980.
181
Ibid.
182
Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (2012) Panglima TNI Sematkan Bintang Yudha
Dharma Utama Kepada Menhan, http://tni.mil.id/view-15150-panglima-tni-sematkan-bintang-
yudha-dharma-utama-kepada-menhan.html diakses 25 Mei 2017
183
Rahbek-Clemmensen, Jon (2013) Beyond ‘The Soldier and the State’ – The Theoritical
Framework for Elite Civil-Military Relations, London: London School of Economics and Political
Science, (Ph.D. Dissertation): 42.
184
Tokoh Indonesia (2012) Djoko Santoso: Panglima TNI (2007-2010)
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1080-jenderal-yang-perfeksionis
diakses 25 Mei 2017
185
Wahono, Tri (editor), (2013, November 24) Kompas, Mantan Panglima TNI Djoko Santoso
Siap Jadi Capres,
http://nasional.kompas.com/read/2013/11/24/2116099/Mantan.Panglima.TNI.Djoko.Santoso.Siap.
Jadi.Capres diakses 25 Mei 2017
186
Ibid.
187
Ibid.
188
Amrullah, Zaki (Oktober, 22 2009) Pasca Pengumuman Kabinet, Kritik Terus Mengalir,
Deutsche Welle http://www.dw.com/id/pasca-pengumuman-kabinet-kritik-terus-mengalir/a-
4815526 diakses 23 Mei 2017
189
BBC Indonesia (2012, Januari 19) Menhan: Kebutuhan Tank Berat Tak Bisa Dihindari, BBC
Indonesia http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2012/01/120119_tank_leopard diakses
23 Mei 2017
190
Ichsan, M. Iqbal (2015, April 15) Moeldoko: Tidak Ada Negara Besar Tanpa Tentara Yang
Kuat, Tempo https://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/21/078668241/moeldoko-tidak-ada-
negara-besar-tanpa-tentara-yang-kuat diakses 23 Mei 2017
191
Ibid.
192
Rajasa, M. Agung, (Mei, 2015 20) Moeldoko: Tak Ada Dwifungsi, TNI Kini Multifungsi,
Tempo https://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/20/078667949/moeldoko-tak-ada-dwifungsi-
tni-kini-multifungsi diakses 23 Mei 2017
193
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Menhan: Jenderal Purnawirawan Ryamizard
Ryacudu, https://www.kemhan.go.id/menhan diakses 23 Mei 2017
194
Detik News (2014) Sosok Militer Pemikir dan Loyal, Alasan Ryamizard Ditunjuk Jokowi jadi
Menhan, https://news.detik.com/berita/d-2729958/sosok-militer-pemikir-dan-loyal-alasan-
ryamizard-ditunjuk-jokowi-jadi-menhan diakses 23 Mei 2017
kepada KSAU Agus Supriatna sebagai kandidat terkuat. 195 Pasca reformasi TNI
membangun sebuah tradisi perputaran matra pada Panglima TNI untuk
melunturkan dominasi AD di TNI. 196 Beberapa pengamat militer juga menyatakan
pemilihan ini menunjukan adanya perlakuan istimewa terhadap AD.
Pada saat menjabat sebagai Panglima TNI, Gatot juga menuai banyak
kritik dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat sipil
lainnya. Hal tersebut disebabkan karena pemikiran-pemikirannya terhadap TNI
dan pertahanan yang dianggap ingin mengembalikan dominasi TNI AD dan peran
militer dalam kehidupan sosial dan politik. Beberapa pengamat juga menilai
bahwa harus dilakukan pergantian panglima, selain karena untuk mewujudkan
keamanan maritim yang menjadi visi pemerintah, tetapi juga karena kinerja Gatot
yang tidak menunjukan perkembangan. 197 Gatot juga dinilai lebih fokus kepada
pembangunan sektor pertahanan darat dengan membangun dua Kodam selama
kepemimpinannya, padahal pemerintah memiliki visi untuk mewujudkan
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD).198 Isu lain yang juga menjadi
perhatian terkait kinerja Gatot di antaranya adalah harapan untuk mengembalikan
hak politik TNI,199 rencana keterlibatan pada sektor pangan, 200 serta memberikan
kritik mengenai anggaran pertahanan kepada Kemhan. 201
Dalam memandang isu pertahanan Gatot dan Ryamizard sama-sama
dinilai memiliki pandangan yang sangat nasionalis. Pada beberapa kesempatan,
195
Deutsche Welle (2015, Juli 8) Pilih Nurmantyo, Jokowi Langgar Tradisi TNI, Deutsche Welle
http://www.dw.com/id/pilih-nurmantyo-jokowi-langgar-tradisi-tni/a-18570136 diakses 24 Mei
2017
196
Ibid.
197
Sutari, Tiara (2017, Mei 3) Imparsial Minta Panglima TNI Diganti, CNN
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170503073029-20-211806/imparsial-minta-panglima-
tni-diganti/ diakses 24 Mei 2017
198
Ibid.
199
Aji, Wahyu (2016, Oktober 4) Berharap TNI Punya Hak Politik, Jenderal Gatot: Kami Seperti
Warga Negara Asing Saja, Tribun News
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/10/04/berharap-tni-punya-hak-politik-jenderal-gatot-
kami-seperti-warga-negara-asing-saja diakses 27 Mei 2017
200
Aji, Wahyu (2017, Januari 26) Wacana Pembentukan SP3T, Panglima TNI Gatot Nurmantyo
Disebut Berpolitik, Tribun News http://www.tribunnews.com/nasional/2017/01/26/wacana-
pembentukan-sp3t-panglima-tni-gatot-nurmantyo-disebut-berpolitik diakses 27 Mei 2017
201
Suhada, Amirullah dan Faiz, Ahmad (2017, Februari 7) Panglima TNI dan Menhan Tak
Sinkron, Wiranto Turun Tangan, Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2017/02/07/078843865/panglima-tni-dan-menhan-tak-
sinkron-wiranto-turun-tangan diakses 27 Mei 2017
Gatot melontarkan pemikirannya mengenai isu negara asing yang ingin merebut
kekayaan alam Indonesia, yang juga menjadi dasar dicetuskannya konsep perang
proksi terhadap Indonesia. 202 Selain itu, Gatot juga memberi perhatian kepada
perwira militer yang menempuh pendidikan di luar negeri menjadi agen pengaruh
asing. Pemikiran mengenai perang proksi juga dinyatakan oleh Ryamizard ketika
melihat gerakan Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT). Hal tersebut
dinyatakan telah dituliskan Ryamizard semenjak lima belas tahun lalu dengan
konsep perang modern, yang sudah tidak lagi menggunakan senjata namun
menggunakan pemikiran. 203
Komposisi aktor-aktor yang terlibat dalam pembuatan BPPI 2015 juga
nampak didominasi oleh aktor yang berlatarbelakang TNI AD. Pegawai Kemhan
yang berlatar belakang militer dan menjadi anggota pembuat BPPI 2015
berjumlah 33 orang. Dari 33 orang tersebut, empat belas di antaranya berlatar
belakang TNI AD, tujuh orang berlatarbelakang TNI AL, dan sepuluh orang
berlatarbelakang TNI AU. Sementara pegawai kemhan yang berlatarbelakang
sipil hanya berjumlah lima orang. Aktor-aktor militer yang dilibatkan berjumlah
tiga belas orang. Enam orang di antaranya berasal dari TNI AD, lima orang
berasal dari TNI AL dan dua orang berasal dari TNI AU. Aktor-aktor non militer
yang menjadi narasumber dalam BPPI 2015 berjumlah sebelas orang.
202
Pratomo, Yulistyo (2016, November 24) Proxy War, Perang yang Ditakuti Jenderal Gatot
Terjadi di Indonesia, Merdeka https://www.merdeka.com/peristiwa/proxy-war-perang-yang-
ditakuti-jenderal-gatot-terjadi-di-indonesia.html diakses 27 Mei 2017
203
Sukamto, Imam (2016, Februari 2016) Menteri Pertahanan: LGBT Itu Bagian dari Proxy War,
Tempo https://m.tempo.co/read/news/2016/02/23/078747529/menteri-pertahanan-lgbt-itu-bagian-
dari-proxy-war diakses 27 Mei 2017
3.2.1. Proses Pembuatan Buku Putih Pertahanan Indonesia 1995 dan 1997
Salah satu faktor geopolitik yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembuatan
kebijakan pertahanan dalam BPPI adalah posisi dan karakteristik geografis
Indonesia. Posisi geografis memberikan pilihan bagi pembuat kebijakan untuk
memanfaatkan peluang-peluang yang dilahirkan dari posisi geografis Indonesia.
Geopolitik merupakan penggunaan konteks geografis dalam merumuskan tujuan
politik.204 Merujuk kepada Geoffrey Sloan dan Colin S. Gray, pembuat kebijakan
memiliki pilihan untuk mempertimbangkan, atau tidak mempertimbangkan, posisi
geografis negara dan peluang-peluang yang dilahirkan oleh kondisi geografis
dalam merumuskan tujuan politik. 205 Kebijakan pertahanan kemudian menjadi
sebuah strategi penggunaan kekuatan pertahanan untuk mencapai tujuan politik
tersebut.206
Secara realitas, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
dengan dua pertiga wilayahnya merupakan lautan. Indonesia memiliki lima pulau
besar dan sampai dengan tahun 2015, Indonesia diperkirakan memiliki 17.504
pulau.207 Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sekitar tujuh juta km2
204
Sloan, Geoffrey dan Gray, Colin S. (1999) “Why Geopolitcs,” dalam Geopolitics: Geography
and Strategy, Gray, Colin S. dan Sloan, Geoffrey (editor), London: Frank Cass Publishers: 2.
205
Ibid.
206
Ibid.
207
Badan Pusat Statistik, (2017) Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Provinsi, 2002-2015
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1366 diakses 26 Mei 2017
wilayah laut dan darat, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan 80.000 km 2
garis pantai.208 Vivian Louis Forbes dalam bukunya menyatakan karakteristik
geografi Indonesia sebagai berikut: 209
“Rantai kepulauan Indonesia menyebar dari Samudra Hindia hingga ke Samudra
Pasifik dan dilewati oleh garis khatulistiwa. Kepulauan Indonesia terbentang dari
ujung barat laut pulau Sumatera sampai dengan batas daratan Papua Nugini di
Kepulauan Papua Nugini hingga mencakup tiga zona waktu. Secara tektonik,
kepulauan-kepulauan di Indonesia membentuk sebuah batu loncatan yang
menghubungkan daratan Asia dan kepulauan di benua Australia. Teritori
Indonesia merentang dari Pulau Rondo diujung barat laut Sumatera (Lintang
Utara 6º) hingga barat daya Pulau Roti (Lintang Selatan 11º), dan dari garis bujur
94º hingga 141º Bujur Timur. Posisi geografis tersebut tidak mencakup bagian
Kepulauan Timor yang membentuk negara Timor Leste, dan bagian dari
Kepulauan Borneo yang merupakan bagian dari Malaysia (Sabah dan Sarawak)
dan Brunei Darussalam. Jarak dari Timur ke Barat Indonesia secara keseluruhan
adalah 5000 km yang besarnya hampir sama dengan Eropa. 80% dari wilayah
Indonesia merupakan lautan.”
energi dari Timur Tengah dan Afrika. Selain itu, negara-negara tersebut juga
bergantung kepada jalur ALKI di Indonesia untuk transportasi barang-barang
produksinya ke kawasan Asia Selatan, Eropa dan kawasan-kawasan lain. Bagi
negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, India dan Tiongkok,
ALKI dan choke points di Indonesia memiliki nilai strategis yang
menghubungkan Timur Laut Asia dan Pasifik Barat dengan Laut India. 212
Indonesia juga memiliki corong-corong strategis atau yang disebut sebagai
choke points. Keempat choke points tersebut adalah Selat Malaka, Selat Sunda,
Selat Lombok dan Selat Makasar. Choke points itu sendiri merupakan kanal
sempit yang digunakan sebagai rute laut dunia, yang pada beberapa kanal,
diberlakukan syarat ukuran kapal yang dapat melaluinya. 213 Choke points sangat
penting bagi keamanan energi global karena tingginya volume minyak bumi dan
cairan lain yang ditransportasikan melalui kanal tersebut. 214 Pasar energi
internasional sangat bergantung kepada choke points, sehingga, bila kanal-kanal
strategis tersebut ditutup dapat mengganggu perdagangan minyak internasional.
Keempat choke points yang ada di Indonesia juga merupakan jalur penghubung
antara Samudra Pasifik dan Samudra India.
Realitas geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan nilai-nilai
strategis di dalamnya tidak digambarkan dan nampak memiliki penyederhanaan
dalam BPPI 1995. Penyederhanaan tersebut tercermin ketika hanya dijelaskan
bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar dan memiliki 17.508
pulau yang dihubungkan dengan laut, serta memiliki karakteristik geografis yang
unik.215 Indonesia kemudian dinyatakan memiliki potensi sumber daya nasional
yang besar dan beragam, baik sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya
manusia (SDM). Meskipun tidak disebutkan, BPPI 1995 menyajikan peta
212
Ibid.
213
US Energy Information Administration, “World Oil Transit Chokepoints,”
http://www.connaissancedesenergies.org/sites/default/files/pdf-pt-
vue/world_oil_transit_chokepoints.pdf diakses 18 Mei 2017
214
Ibid.
215
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995) The Policy of the State
Defence and Security of The Republic of Indonesia 1995, Jakarta: Departemen Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia: 8.
Indonesia yang beserta dengan 12 mil laut teritorial dan 200 mil ZEE. Peta
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 3.1
Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sumber: Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995) The Policy of
the State Defence and Security of the Republic of Indonesia 1995, Jakarta: Departemen
Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.
III melalui UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS III, dan baru
diterapkan di Indonesia pada 16 November 1994.
Penyederhanaan dalam menggambarkan posisi geografis Indonesia dalam
BPPI 1995 disebabkan karena pemerintah menunggu pelaksanaan ratifikasi
UNCLOS III. Meskipun pemerintah Indonesia sudah meratifikasi konvensi
tersebut pada tahun 1985, akan tetapi ada beberapa ketentuan mengenai perairan
Indonesia yang perlu diperjelas oleh pemerintah melalui UU. 216 Akibatnya,
penyederhanaan posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan
sebuah bentuk ketidakpercayadirian pemerintah untuk memuat ketentuan-
ketentuan UNCLOS III dalam BPPI 1995.
Sebelum UNCLOS III, PBB sudah memiliki ketetapan mengenai perairan
internasional. Akan tetapi, ketetapan tersebut belum mengakomodasi kepentingan
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kesatuan wilayah yang mencakup
lautan, daratan serta pulau-pulaunya. Hukum Laut tersebut yaitu UNCLOS I
tentang Landas Kontinen pada tahun 1958, dan UNCLOS II tentang Laut
Teritorial pada tahun 1960. Definisi negara kepulauan berdasarkan Artikel 46 (a)
UNCLOS III, adalah negara yang dibentuk oleh satu atau lebih gugusan pulau dan
dapat mencakup pulau-pulau lain. Kemudian, Artikel 46 (b) UNCLOS III
mendefinisikan gugusan kepulauan sebagai gugusan pulau-pulau, mencakup
bagian dari pulau, yang saling menghubungkan air dan fitur alami lain yang
berhubungan dengan gugusan pulau-pulau tersebut, perairan, dan fitur lain yang
membentuk sebuh entitas, atau secara historis telah dianggap demikian.
Pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan dalam UNCLOS III juga
memungkinkan Indonesia untuk menarik garis pangkal kepulauan. Penentuan
garis pangkal kepulauan menjadi penting sebagai dasar untuk mengukur lebar laut
teritorial dan zona yurisdiksi maritim. 217 Pemerintah meratifikasi UNCLOS III
216
Berdasarkan wawancara dengan Narasumber V pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Institut
Pertanian Bogor.
217
Karsidi, Asep dan Sobar Sutisna (2013) “Yurisdiksi Perairan Indonesia Dalam Rangka
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia,” dalam Karsidi, Asep, et., al (editor) NKRI Dari
Masa ke Masa, Bogor: Sains Press: 24.
218
Forbes, loc.cit.
219
Karsidi, op.cit., 25
220
Ibid.
Indonesia sebagai satu wilayah yang utuh. Upaya tersebut juga dikenal dengan
Deklarasi Juanda yang dikeluarkan pada 13 Desember 1957. Semenjak
diterapkannya UNCLOS III, wilayah Indonesia menjadi semakin luas.
Diperkirakan wilayah Indonesia bertambah sepuluh kali lipat, dari yang tadinya
sekitar 300.000 km2 menjadi 3.000.000 km2, memiliki perairan kepulauan dan
memiliki perairan pedalaman. 221 Selain itu, ZEE Indonesia juga ditetapkan dapat
mencapai 200 mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia, landas
kontinen juga dapat melebihi 200 mil laut. 222
BPPI 1995 sudah menjelaskan bagaimana posisi Indonesia dalam melihat
perkembangan lingkungan eksternal. Beberapa perkembangan isu global yang
nampak disoroti dalam BPPI 1995 adalah isu liberalism ekonomi, demokratisasi,
HAM dan isu lingkungan hidup. Isu-isu tersebut dipandang sebagai isu global
yang dapat mengganggu hubungan antar negara dan mempengaruhi kondisi
keamanan internal. Dalam melihat demokratisasi BPPI 1995 juga menyatakan
bahwa perlu adanya perjanjian antara negara-negara Barat dan Timur dalam
menerapkan demokrasi di negaranya. Hal tersebut disebabkan karena adanya
perbedaan kebudayaan antara negara barat dan timur, yang juga berdampak
kepada perbedaan dalam menerapkan demokrasi.
Isu liberalisasi ekonomi, demokratisasi, HAM dan ligkungan hidup
menjadi sorotan dalam BPPI 1995 disebabkan karena kondisi lingkungan yang
sedang mengalami perubahan pasca berakhirnya Perang Dingin. Pada masa
Perang Dingin, Indonesia memiliki kedekatan dengan negara-negara Blok Barat
karena adanya perlawanan terhadap ideologi komunisme. Meskipun pada masa
Perang Dingin menjalankan sistem pemerintahan yang didominasi oleh ABRI,
terutama Angkatan Darat, Indonesia tetap mendapatkan dukungan dari AS dan
sekutunya karena keberhasilannya membendung ideologi Komunisme. 223
Semenjak berakhirnya Perang Dingin, terjadi gelombang demokratisasi di
berbagai negara di dunia dan Indonesia menjadi salah satu negara yang banyak
221
Ibid.
222
Ibid.
223
Samego, Indria, et.al (1998) Bila ABRI Menghendaki: Desakan Kuat Reformasi Atas Konsep
Dwifungsi ABRI, Bandung: Mizan: 171.
224
Ibid., 185.
225
Meskipun Vietnam, Laos dan Kamboja belum menjadi negara anggota ASEAN, Indonesia
sudah mempertimbangkan ketiga negara tersebut terkait dengan kondisi politik domestik dan
keanggotaannya di ASEAN.
226
Samego, op. cit., 191
227
Johnson Derek dan Valencia, Mark (2005) Piracy in Southeast Asia: Status, Issues, and
Responses, Singapura: ISEAS Publications: xiv.
228
Ibid.
229
Ibid., xv.
230
Samego, op.cit., 196.
231
Dupont, Alan (1996) “Defence Strategy and Security: Time for a Rethink?” Contemporary
Southeast Asia 18, no. 3: 276.
232
Samego, loc.cit.
233
Ibid., 280.
234
Lowry, Robert (1996) The Armed Forces of Indonesia, St. Leonards: Allen& Unwin Pty Ltd.:
80.
235
Ibid.
236
Ibid.
237
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1995) op.cit., 11.
238
Ibid.
keamanan laut.239 Area-area sensitif tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:
Gambar 3.2
Area-area Sensitif Indonesia dalam BPPI 1995 dan 1997
Sumber: Maps of World, https://www.mapsofworld.com/indonesia/ diakses 10 May 2017.
Telah diolah kembali.
245
Ibid., 20.
kebijakan pertahanan dalam BPPI 1995. Keterlibatan ABRI, terutama AD, alam
kehidupan sosial-politik di Indonesia dimulai pada tahun 1958 melalui konsep
middle way yang dicetuskan KSAD AH Nasution di Magelang, Jawa Tengah. 246
Doktrin Perang Teritorial juga diformulasikan oleh kalangan AD pada Maret 1962
oleh Seskoad, dengan tujuan untuk membendung pergerakan Partai Komunis
Indonesia (PKI).247 Doktrin ini diimplementasikan oleh Nasution dengan
pembentukan Komando Militer dari tingkat provinsi sampai dengan pedesaan
yang setingkat dengan sistem birokrasi sipil. 248 Sishankamrata juga merupakan
doktrin yang dicetuskan oleh Nasution pada tahun 1957 yang berimplikasi pada
pembagian Indonesia ke dalam enam belas komando wilayah militer. 249 Doktrin
Sishankamrata mengasumsikan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat
beragam dan sangat rentan di laut dan udaranya yang menjadi jalur perdagangan
dunia tidak dapat dipertahankan secara terpusat. 250 Doktrin tersebut terpusat
kepada TNI AD sebagai pasukan gerilya untuk melumpuhkan musuh dengan
taktik gerilya. Strategi perang gerilya terbentuk karena adanya pengalaman
menggunakan strategi tersebut selama perang kemerdekaan dan menghadapi
pemberontakan.251 Sistem tersebut juga membentuk cara pandang pemerintah
untuk selalu menjaga kesatuan dan kohesi di dalam tubuh TNI AD dan
masyarakat.
Keterlibatan ABRI dalam kehidupan sosial politik di Indonesia juga
mempengaruhi proses pembuatan kebijakan pertahaanan dalam BPPI 1995. Pada
masa Orde Baru, ABRI mendominasi lingkungan birokrasi pemerintahan dan
menempatkannya sebagai pembuat kebijakan, baik di tingkat pusat maupun
daerah. Selain itu, masyarakat sipil juga tidak dilibatkan dan tidak diakomodasi
kepentingan dan aspirasinya bila bertentangan dengan kepentingan ABRI.252
246
Said, Salim, Legitimizing Military Rule: Indonesian Armed Forces Ideology, 1958-2000,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan: 108-113.
247
Rinakid, Sukardi (2005) The Indonesian Military After the New Order, Denmark: NIAS Press:
22
248
Ibid.
249
Ibid., 167.
250
Rabasa, op.cit., 11.
251
Ibid.
252
Samego, op.cit., 112.
Dalam tubuh ABRI sendiri, TNI AD memiliki peran yang lebih dominan daripada
angkatan lain. Semenjak memasuki Orde Baru pada tahun 1966, pemerintah
Indonesia lebih memprioritaskan pembangunan dengan orientasi darat. 253 Peran
TNI AL ditekan karena dianggap lebih loyal kepada Presiden Soekarno dan
sempat terjadi perselihan antara TNI AD dan TNI AL pada tahun 1966. 254
Semenjak tahun 1969, TNI AL dan TNI AU kemudian terdegradasi perannya
kepada urusan administrasi dan sebagai pendukung AD, sementara seluruh
tanggung jawab operasional berada di bawah Pangab dan Menhankam. 255
Pada tahun 1997 Dephankam kembali menerbitkan BPPI. Secara substansi
BPPI 1997 memiliki kesamaan dengan BPPI 1995, namun terdapat beberapa
penambahan seperti ketentuan UNCLOS III dan penjabaran gelar kekuatan
pertahanan Indonesia. Meskipun Indonesia sudah meratifikasi UNCLOS III pada
tahun 1985 dan telah diterapkan pada tahun 1994, namun pertimbangan posisi dan
karakteristik geografis Indonesia sesuai dengan ketetapan UNCLOS III baru
mulai dipertimbangkan pada BPPI 1997. Hal tersebut disebabkan karena
Indonesia baru mengatur ketentuan-ketentuan mengenai perairan Indonesia pada
tahun 1996 melalui UU No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. BPPI 1997
sudah mulai menyatakan pentingnya perlindungan SDA abadi di lepas pantai,
pada udara dan ruang udara di atasnya berdasarkan ketetapan UNCLOS.
Dipertimbangkannya UNCLOS III berimplikasi kepada perubahan
kebijakan pertahanan dalam BPPI 1997. Kebijakan pertahanan dalam BPPI 1997
sudah mulai mempertimbangkan prinsip negara kepulauan. Strategi pertahanan
pulau besar juga sudah tidak lagi dicantumkan secara eksplisit dalam BPPI 1997.
Meskipun begitu pertahanan teritorial masih dinyatakan penting untuk
dikembangkan. Setelah diterapkannya ketetapan UNCLOS III, wilayah
kedaulatan di perairan Indonesia menjadi lebih luas. Luas perairan Indonesia yang
tadinya 3.166.163 km2 bertambah menjadi 5.900.000 km2 dengan perairan
253
Rajab Ritonga (2016) Kesadaran Baru Maritim: Biografi Laksamana TNI Dr. Marsetio,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama: 10.
253
Lowry, Bob (1993) Indonesian Defence Policy and the Indonesian Armed Forces, Canbera:
Strategic and Defence Studies Centre: 10.
254
Samego, loc.cit.
255
Ibid.
kepulauan 2.800.000 km2, dan ZEE seluas 2.700.000 km2.256 Oleh karena itu
dalam penjelasan mengenai tindakan pertahanan yang akan dilakukan dalam
keadaan perang, BPPI membagi medan pertempuran ke dalam tiga lapis. Lapis
pertama, merupakan lapis penangkal yang meliputi teritori dan ruang udara di luar
ZEE Indonesia. Lapis kedua, merupakan medan tempur utama yang mencakup
perairan terluar ZEE sampai ke ujung laut teritorial, yang juga meliputi ruang
udara di atasnya. Lapis ketiga, merupakan teater perlawanan yang dipisahkan ke
dalam kompartemen strategis daratan, dan mencakup perairan kepulauan serta
ruang udara di atasnya. 257 Lebih lanjut, postur pertahanan untuk mengamankan
wilayah perairan dan udara Indonesia juga ditambahkan dengan adanya
pengawasan baik di darat, laut dan udara. Postur pertahanan mencakup patroli
perbatasan dan objek vital negara untuk wilayah daratan, shadowing dan
pengawasan laut untuk wilayah lautan, patroli jarak jauh dan menengah serta
pengawasan radar untuk wilayah udara. 258
Meskipun BPPI 1997 sudah mempertimbangkan posisi geografis
Indonesia sesuai dengan UNCLOS III, akan tetapi orientasi pertahanan darat
nampak masih dominan. Hal tersebut tercermin dari pernyataan bahwa pulau-
pulau di Indonesia dipisahkan oleh lautan. 259 Semenjak diberlakukannya
UNCLOS III, Indonesia sudah diakui oleh masyarakat internasional sebagai
negara kepulauan. Idiom “laut sebagai pemisah” seharusnya sudah dihilangkan
semenjak Deklarasi Juanda pada tahun 1957, dan diganti dengan idiom “laut
sebagai pemersatu” atau “penghubung.” 260 Idiom tersebut secara tidak langsung
menunjukan kepentingan geopolitik Indonesia untuk menyatukan pulau-pulau,
wilayah laut dan wilayah udara di atasnya. 261
Digunakannya idiom laut sebagai pemisah menunjukan masih adanya
dominasi AD dalam menyusun kebijakan pertahanan dalam BPPI 1997. Melalui
256
Ritonga, op.cit., 3.
257
Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia (1997) The Policy of the State
Defence and Security of The Republic of Indonesia 1997, Jakarta: Departemen Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia: 16-17.
258
Ibid., 38.
259
Pada BPPI 1995, lautan dinyatakan sebagai penghubung pulau-pulau di Indonesia.
260
Ritonga, op.cit.,6.
261
Lowry (1993) op.cit., 1.
pertahanan dalam BPPI 1995 dan 1997. Hal tersebut juga menunjukan dominasi
aktor AD dalam proses pembuatan kebijakan menyebabkan adanya pengabaian
terhadap kepentingan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan. Selain
dominasi aktor AD, kondisi lingkungan nasional dan internasional dalam konteks
aturan perundang-undangan juga menyebabkan tidak tercerminnya geopolitik
Indonesia dalam BPPI 1995 dan 1997.
264
Semenjak reformasi, nomenklatur ABRI sudah diganti menjadi TNI berdasarkan Surat
Keputusan Panglima TNI nomor: Skep/259/P/IV/1999.
265
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003) Mempertahankan Tanah Air Memasuki
Abad 21, Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia: 42.
266
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2003) op.cit., 42. Pentingnya keamanan laut bagi
Indonesia tidak pernah muncul pada BPPI 1995 dan BPPI 1997.
267
Ibid., 80.
268
Rustam, loc.cit.
269
Storey, Ian (2009) “Maritime Security in Southeast Asia: Two Cheers for Regional
Cooperation,” dalam Daljit Singh (editor) Southeast Asian Affairs 2009 Singapura: ISEAS
Publications: 36
270
Ibid.
271
US Energy Information Administration, “World Oil Transit Chokepoints,”
http://www.connaissancedesenergies.org/sites/default/files/pdf-pt-
vue/world_oil_transit_chokepoints.pdf diakses 16 Mei 2017
272
Ibid.
Baru dinyatakannya ALKI pada BPPI 2003 disebabkan oleh belum adanya
perangkat hukum di Indonesia yang mengatur tentang alur laut kepulauan.
Berdasarkan UNCLOS III, Indonesia berkewajiban untuk membuka perairan
kepulauannya, yang dahulu merupakan bagian dari laut lepas, untuk dilalui oleh
kapal-kapal dari negara lain. 273 Kewajiban tersebut merupakan syarat untuk
mendapatkan pengakuan internasional atas Negara Kepulauan. Pasal 18 ayat (1)
UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia telah mengatur hak lintas alur
laut kepulauan bagi kapal-kapal asing yang berlayar melalui Indonesia.
Selanjutnya, Pasal 19 ayat (1) UU No. 6 tahun 1996 menyatakan bahwa
penentuan alur laut, termasuk rute penerbangan di atasnya dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia.
Pemerintah baru menetapkan alur laut kepulauan yang dapat dilalui oleh
kapal-kapal asing pada tahun 2002. Penetapan tersebut berdasarkan kepada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan
Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas
Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan. Pasal 11
ayat (1) sampai dengan ayat (5) mengatur tentang alur laut kepulauan yang dapat
dipergunakan untuk melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan. 274 ALKI
Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
273
UU No. 17 tahun 1985 Tentang Pengesahan UNCLOS.
274
Ibid.
Gambar 3.3
Alur Laut Kepulauan dan Alur Laut Kepulauan Cabang Indonesia
Sumber: Maps of World, https://www.mapsofworld.com/indonesia/ diakses 10 May 2017.
Telah diolah kembali.
Laut Maluku-Laut Seram-Laut Banda; c) ALKC IIID yang menjadi satu dengan
ALKI IIIA untuk pelayaran dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia atau
sebaliknya, melintasi Laut Maluku-Laut Seram-Laut Banda-Selat Ombai-Laut
Sawu; d) ALKC IIIE yang menjadi satu dengan ALKI IIIA untuk pelayaran dari
Samudera Hindia ke Laut Sulawesi atau sebaliknya, melintasi Laut Sawi-Selat
Ombai-Laut Banda-Laut Seram-Laut Maluku. Untuk pelayaran dari Laut Timor
ke Laut Sulawesi atau sebaliknya, melintasi Selat Leti-Laut Banda-Laut Seram-
Laut Maluku. Untuk pelayaran dari Laut Arafura ke Laut Sulawesi atau
sebaliknya, melintasi Laut Banda-Laut Seram-Laut Maluku.275
Dalam menganalisis lingkungan eksternal, BPPI 2003 menyoroti peran
negara-negara besar di era globalisasi turut mempengaruhi stabilitas keamanan
domestik Indonesia. Nilai-nilai perdagangan bebas, demokratisasi, HAM dan
ligkungan hidup masih menjadi perhatian dalam BPPI 2003. Nilai tersebut
dinyatakan memiliki pengaruh yang kuat pada kondisi nasional. Akan tetapi,
BPPI 2003 sudah mengalami perkembangan dalam melihat isu-isu global yang
mempengaruhi kondisi keamanan, seperti terorisme dan kejahatan
transnasional.276 Selain itu BPPI 2003 juga sudah menyampaikan permasalahan-
permasalahan strategis yang dihadapi oleh Indonesia karena posisi geografisnya
yang terbuka.277
Meskipun sudah menyampaikan posisi Indonesia dalam memandang
lingkungan eksternal, BPPI 2003 cenderung masih memperkirakan ancaman
terhadap Indonesia hadir dari permasalahan-permasalahan internal. Sumber
ancaman dinilai sulit untuk dipisahkan antara yang hadir dari luar maupun dari
dalam karena adanya proses globalisasi. BPPI 2003 menyoroti kondisi politik
domestik Indonesia semenjak tahun 1998 yang dinilai cukup memprihatinkan.
Dinyatakan bahwa pergantian kepemimpinan selama tiga kali dalam kurun waktu
275
Pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (5) UU Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan
Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan.
276
Perkembangan BPPI dalam memandang lingkungan eksternal dijelaskan pada Bab 2.
277
Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 2, permasalahan strategis yang dihadapi mencakup
gangguan keamanan di laut dan udara, serta permasalahan perbatasan di darat dan di laut dengan
negara lain yang belum terselesaikan.
1998-2003 sebagai bentuk kepemimpinan nasional yang rapuh dan tatanan poliik
yang belum mapan. 278 Selain itu, BPPI 2003 juga menilai bahwa rintangan
menuju tujuan reformasi menjadikan semangat reformasi mulai luntur, penonjolan
yang mengemuka dinilai hanya menjadi sebuah retorika dan euphoria reformasi.
BPPI 2003 juga menyoroti tumbuhnya kelompok-kelompok dalam masyarakat
yang memiliki fanatisme terhadap ideologi selain Pancasila yang dapat
berkembang menjadi radikalisme. Pernyataan dalam BPPI 2003 juga secara tidak
langsung menunjukan kelemahan dan kerentanan pemerintah dan sistem politik di
Indonesia pasca reformasi.
Analisis lingkungan eksternal dan persepsi ancaman yang masih melihat
ke dalam nampak disebabkan karena masih adanya dominasi aktor militer dalam
pembuatan BPPI 2003. Pemikiran tersebut merefleksikan paradigma pada masa
Orde Baru yang memandang bahwa pemerintahan sipil tidak mampu menjaga
kesatuan dan stabilitas nasional selayaknya ABRI. 279 TNI juga menganggap
bahwa proses transisi demokrasi mengancam stabilitas Indonesia dengan
munculnya partai-partai politik, demonstrasi, gerakan separatis di Aceh dan
Papua, serta munculnya gerakan-gerakan radikal islam, serta tidak efektifnya
kebijakan otonomi daerah. 280 Hal tersebut menyebabkan TNI beranggapan bahwa
pemerintahan sipil masih membutuhkan TNI pada peran-peran non militer.281
Persepsi ancaman yang melihat sulitnya memisahkan sumber ancaman internal
dan eksternal juga merupakan pemikiran yang berkembang pada masa Orde Baru.
Merujuk kepada Leonard Sebastian, dinamika keamanan nasional pada masa Orde
Baru dipahami dengan menghubungkan tingkat nasional dan internasional. Tidak
harmonisnya hubungan pada level sub-negara dapat meningkatkan derajat
kerentanan negara kepada intervensi asing, sehingga menimbulkan adanya
pendekatan holistik terhadap keamanan dengan meminimalisir perbedaan antara
keamanan internal dan eksternal. 282
278
Departemen Pertahanan (2003), op.cit., 46-47
279
Sudarsono (1997) op.cit., 2.
280
Rinakid, op.cit., 221.
281
Ibid.
282
Sebastian, Leonard C. (2006) Realpolitik Ideology: Indonesia’s Use of Military Force,
Singapura: ISEAS Publications: 129.
283
Rinakid, loc.cit.
284
Ibid., 213.
285
Departemen Pertahanan (2003), op.cit., 73.
286
Ibid., 74.
287
Alexandra, Lina A. (2008) “Telaah Regulasi TNI: Beberapa Agenda Tersisa,” dalam
Ardhanariswari, Dwi dan Yandry K. Kasim (editor) Sistem Keamanan Nasional Indonesia: Aktor,
Regulasi dan Mekanisme Koordinasi, Jakarta: Pacivis: 13.
288
Sebastian, op.cit., 225.
bangsa Indonesia untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan baik dalam jangka
sedang (5 tahun) maupun dalam jangka panjang (25 tahun). 289 Setelah memasuki
reformasi perencanaan tersebut sudah tidak ada, karena institusi yang sebelumnya
bertanggungjawab menetapkan, seperti Badan Perencanaan Pembangunan Sosial
(Bappenas) dan MPR, mengalami restrukturasi. 290 Pada teorinya, Rencana
Sasaran Strategis (Renstra) lima tahunan masih berlaku dan berada di bawah
tanggung jawab Dephan, namun belum dibuat secara serius karena prioritas TNI
masih kepada mereposisi dan memperbaharui posisinya. 291 Sebenarnya Presiden
Megawati memiliki hak prerogatif untuk menentukan arah kebijakan pertahanan,
namun tidak digunakan karena belum adanya kaji ulang pertahanan negara yang
komprehensif pada saat diterbitkannya BPPI 2003. 292
Berdasarkan uraian mengenai aktor dan proses dapat diketahui bahwa
aktor militer masih memiliki peran yang dominan dalam pembuatan BPPI 2003.
Meskipun Menhan yang memimpin berasal dari kalangan sipil, namun belum
nampak menunjukan peran yang lebih besar dari aktor militer. Apabila melihat
kepada cara pandang terhadap pertahanan, Matori juga nampak lebih
mengedepankan stabilitas nasional untuk menciptakan keamanan yang
mendukung pembangunan. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran-pemikiran TNI
yang selalu berupaya untuk menciptakan stabilitas nasional. Lebih lanjut, dalam
proses pembuatan BPPI 2003 kondisi politik domestik yang dipimpin oleh
Presiden Megawati juga nampak memberikan ruang yang lebih besar untuk TNI.
Hal tersebut sempat menimbulkan pandangan bahwa TNI akan mendapatkan
kembali legitimasi untuk berperan dalam kehidupan sosial-politik di Indonesia.
Selain itu, kondisi politik domestik yang masih berada pada masa transisi
demokrasi menyebabkan belum adanya panduan untuk menentukan arah
kebijakan pertahanan pada periode 2003.
289
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: II/MPR/1993 tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara, Maksud dan Tujuan: 655.
290
Sebastian, op.cit., 223.
291
Ibid., 224.
292
Ibid.
293
Pernyataan ini terdapat dalam BPPI 2003. Pada BPPI 1995 dan 1997 Indonesia hanya
dinyatakan sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.508 Pulau dan posisi geografis yang unik.
294
Konsep geopolitik Wawasan Nusantara dicantumkan pada BPPI 1995 dan 1997, akan tetapi
mengalami perbedaan pada BPPI 2003 yang menyatakan konsep geopolitik persatuan bangsa dan
seluruh wilayah. Meskipun berbeda, namun kedua konsep ini memiliki makna yang sama.
Penjelasan mengenai konsep geopolitik Wawasan Nusantara sudah dijelaskan pada Bab2.
295
Wawancara dengan Narasumber V pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Institut Pertanian Bogor.
296
BPPI 2008 menyebutkan Indonesia memiliki 92 terluar, dan dua belas di antaranya menjadi
prioritas. Keduabelas pulau tersebut dijelaskan pada Bab 2.
297
Ritonga, op.cit., 21.
298
Ibid.
299
Lampiran UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025: 19
300
Berdasarkan wawancara dengan Narasumber V pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Institut
Pertanian Bogor.
301
Ibid.
302
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2008) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008,
Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia: 14.
303
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, Bagian IV.32-15
304
Lampiran UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025: 74.
305
Perkembangan isu-isu keamanan maritim dan gangguan keamanan laut sudah dijelaskan pada
Bab 2.
306
Laksmana, Evan (2011) “Indonesia’s Rising Regional and Global Profile: Does Size Realy
Matter?” Contemporary Southeast Asia 33, no. 2: 165.
307
Ibid.
308
Ibid.
permasalahan tersebut. 309 Lebih lanjut aktor-aktor militer yang menduduki jabatan
strategis, yang seharusnya diduduki oleh kalangan sipil, juga lebih didominasi
dari kalangan TNI AD.310
Meskipun begitu, BPPI 2008 sudah memproyeksikan arah pembangunan
kekuatan pertahanan, yang merefleksikan kepentingan geopolitik Indonesia
sebagai negara kepulauan, untuk mengamankan wilayahnya yang luas dan
terbuka. Pertahanan negara juga disebutkan akan dilaksanakan dengan tindakan
preemtif, yaitu melumpuhkan pihak lawan yang sedang dalam persiapan untuk
melumpuhkan Indonesia atau dalam perjalanan menuju Indonesia. 311 Dalam
jangka panjang, BPPI 2008 telah menyatakan bahwa kapabilitas dan struktur
matra laut akan diarahkan untuk memiliki efek penangkalan yang tinggi, serta
kemampuan untuk menjaga seluruh laut Nusantara, baik yang berada di
permukaan maupun di bawah permukaan. Dukungan kekuatan matra udara juga
diarahkan untuk memiliki efek penangkalan dan kemampuan jelajah yang
tinggi.312 Selain itu, BPPI 2008 juga menyatakan bahwa pembangunan pertahanan
akan diarahkan kepada konsep Tri-Matra Terpadu untuk mewujudkan
keterpaduan dari seluruh matra kekuatan.
Hal tersebut disebabkan karena pada periode pembuatan BPPI 2008,
Indonesia sudah memiliki panduan untuk menentukan pembangunan pertahanan
jangka panjang. Penerbitan panduan pembangunan jangka panjang untuk
menggantikan GBHN diatur oleh UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Pasal 1 ayat (1) mengatur dokumen
perencanaan pembangunan nasional untuk periode dua puluh tahun, yang disebut
sebagai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
Pasal 1 ayat (3) kemudian mengatur Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) sebagai dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk
309
Yuliawati (2005, April 18) DPR Pertanyakan Dominasi Militer di Dephan, Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2005/04/18/05559783/dpr-pertanyakan-dominasi-militer-di-
dephan diakses 28 Mei 2017
310
Ibid.
311
Departemen Pertahanan Republik Indonesia (2008) op.cit., 46.
312
BPPI 2003 belum mencantumkan arah pembangunan kekuatan pertahanan dalam jangka
panjang.
313
Perkembangan pemikiran geopolitik dalam BPPI 2014 mengenai kawasan Asia Pasifik sudah
dijelaskan pada Bab 2.
314
Menenai pemaparan ALKI ke dalam tiga zona dan choke points yang terdapat dalam BPPI
2014 sudah dijelaskan pada Bab 2.
315
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2014,
Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia: ix.
316
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, Buku I: Agenda
Pembangunan Nasional: 5-5.
317
Ritonga, op.cit., 11.
318
Ibid.
319
Ibid.
Commentary, no.092: 2.
hubungan dengan seluruh negara di dunia (all direction foreign policy) pada dunia
yang sedang bergejolak. Prinsip ini juga menunjukan adanya netralitas sikap
Indonesia dan mendorong kerjasama dalam hubungan internasional yang semakin
kompleks. Penggolongan ancaman dalam BPPI 2014 dapat memiliki makna yang
negatif dan bertentangan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia pada periode
tersebut.
Prinsip politik luar negeri yang dianut oleh Indonesia berpeng kepada
substansi yang berada dalam BPPI 2014. Dalam menyikapi perkembangan
lingkungan strategis yang semakin dinamis, salah satu sikap yang diambil oleh
Indonesia adalah mewujudkan keseimbangan yang dinamis (dynamic
equilibrium). Makna dari kesimbangan tersebut adalah kondisi kawasan yang
ditandai dengan tidak adanya kekuatan negara yang dominan, didasari dengan
keyakinan kemajuan sebuah negara bukan dilihat sebagai ancaman, namun
peluang bagi peningkatan kerjasama dan kemitraan dalam membangun kekuatan
pertahanan. Hal tersebut berimplikasi kepada pernyataan posisi Indonesia yang
cenderung netral dalam menyikapi konflik-konflik yang berlangsung di kawasan
Asia Pasifik. Dalam memandang peningkatan kekuatan Tiongkok dan kebijakan
rebalancing AS, BPPI menyatakan bahwa kedua negara diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan menjaga
stabilitas serta perdamaian di kawasan.
Mulai dicantumkannya perairan-perairan strategis di Indonesia
berimplikasi kepada penggunaan kekuatan pertahanan untuk menghadapai
permasalahan strategis Indonesia. Sumber daya pertahanan masih dibagi ke dalam
dua kekuatan, yaitu kekuatan militer dan nirmiliter. Akan tetapi pembahasan
mengenai kekuatan laut dan kekuatan udara sudah merefleksikan adanya
perkembangan pemikiran terhadap keamanan laut dalam BPPI 2014. Kekuatan
laut dinyatakan akan diproyeksikan untuk mengontrol penggunaan wilayah laut
(sea control) untuk kepentingan OMP dan OMSP. Selain itu, kekuatan laut juga
diproyeksikan untuk mengontrol perdagangan dan perniagaan di laut, juga untuk
kepentingan penangkalan (deterrence), penolakan di laut (sea denial), diplomasi
pertahanan, dan memberikan pengaruh politik pada masa damai. 322 Sementara
kekuatan udara dikerahkan untuk membantu pertempuran di darat dan di laut
melalui keunggulan di udara (air supremacy), mendukung strategi penolakan
(deterrence) dan diplomasi pertahanan. 323 Pengerahan kekuatan laut dan udara
tersebut tidak pernah dinyatakan dalam BPPI sebelumnya. Pertahanan nirmiliter
dalam BPPI 2014 dinyatakan sebagai instrumen penangkalan, yang mencakup
instrumen ideologi, politik, ekonomi sosial budaya, teknologi, dan hukum. Dalam
menjelaskan instrumen penangkalan nirmiliter BPPI 2014 nampak sudah tidak
lagi memberikan perhatian terlalu dalam, tetapi lebih menjelaskan pentingnya
instrumen-instrumen tersebut dalam aspek pertahanan. BPPI 2014 juga sudah
tidak lagi menjelaskan program Bakti TNI untuk meningkatkan integrasi antara
pertahanan militer dan nirmiliter dalam menghadapi ancaman.
Selanjutnya BPPI 2014 juga menjelaskan Postur Pertahanan yang akan
dibangun berdasarkan Renstra lima tahunan tahap II yaitu tahun 2015-2019.
Dalam pembangunan postur TNI diarahkan untuk membangun Tri Matra Terpadu
dengan mewujudkan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan).
Postur pertahanan yang akan dibangun di antaranya adalah, TNI AD yang
direncanakan akan menambahkan satu Kodam dan satu Divisi Kostrad.
Sementara, TNI AL dinyatakan akan disusun sesuai dengan struktur Komando
Pertahanan Laut (Kohanla RI) dengan menambah satu Komando Armada.
Struktur tersebut adalah: pertama, Komando Armada (Koarmada) Barat dengan
Markas Komando (Mako) di Jakarta untuk menjaga Perairan Barat Sumatera
sampai dengan ALKI-I; kedua, Koarmada Tengah dengan Mako di Surabaya
untuk menjaga Perairan Laut Jawa, Perairan Selatan Jawa (Samudra Hindia)
sampai dengan ALKI II; dan ketiga, Koarmada Timur dengan Mako di Sorong
untuk menjaga ALKI III sampai dengan perairan terluar Papua. 324 Untuk
Angkatan Udara (AU), Satuan Rudal (Satrudal) akan dibangun dengan gelar yang
diprioritaskan di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Timor, Maluku Selatan
dan Papua. Skadron Tempur AU juga akan digelar secara seimbang di setiap
322
Kementerian Pertahanan (2014) op.cit., 55.
323
Ibid., 56.
324
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2014), op.cit., 124.
325
Syaugi, M (2016) “Pawang di Kandang Harimau,” dalam Sachro, Sri Sangkawati, et.al.,
(editor) Purnomo Yusgiantoro: Sahabatku, Humanis, Humoris, Profesional, Semarang: PT.
UPGRI Semarang: 285.
326
BPPI 2014 belum menyebutkan visi PMD.
327
Ritonga, op.cit., 125.
328
Ibid.
329
Goh, Evelyn, Greg Fealy, Ristian Atriandi Supriyanto (2015) A Strategy Towards Indonesia,
Australia: Australian National University: 5.
330
Forbes, op.cit., 85.
331
Ibid.
332
Berdasarkan wawancara dengan Narasumber V pada hari Sabtu, 13 Mei 2017 di Institut
Pertanian Bogor.
333
Ibid.
334
Berdasarkan wawancara dengan Narasumber II pada hari Selasa, 9 Mei 2017 di Badan
Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pertahanan, Pondok Labu.
335
Ritonga, op.cit., 135.
338
Ibid., 96.
339
Ibid., 116.
penerbitan BPPI 2015 juga berasal dari kalangan TNI AD. Panglima TNI Gatot
Nurmantyo juga merupakan seorang nasionalis yang seringkali menyampaikan
narasi tentang proxy war selama masa kepemimpinannya. Maka dari itu, dapat
dilihat bahwa meskipun dalam proses pembuatan BPPI 2015 berada pada
lingkungan yang sedang membangun PMD, namun dominasi aktor militer
menyebabkan tidak terefleksikannya kepentingan geopolitik Indonesia dalam
BPPI 2015.
3.3 Kesimpulan
Berdasarkan uraian mengenai aktor yang terlibat dan proses pembuatan, dapat
dilihat bahwa geopolitik bukan menjadi faktor yang menentukan BPPI 1995-
2015. Terdapat dua faktor lain yang mempengaruhi BPPI, yaitu aktor-aktor yang
terlibat dalam pembuatan, serta kondisi politik domestik pada saat proses
dibuatnya BPPI. Cara pandang aktor utama, yaitu Menhan, terhadap pertahanan
menentukan tercermin atau tidaknya geopolitik Indonesia sebagai negara
kepulauan dalam BPPI. Seperti yang dapat dilihat pada BPPI 1995, 1997 dan
2015. Aktor utama, yaitu Menhan, cenderung memiliki pandangan yang
konservatif terhadap konsep pertahanan di Indonesia. Hal tersebut tercermin
dalam BPPI yang nampak lebih memberikan perhatian kepada permasalahan-
permasalahan internal (inward looking). Sementara Menhan pada BPPI 2014
cenderung lebih terbuka dan mampu memelihara hubungan yang baik dengan
seluruh pejabat di Kemhan. Hal tersebut tercermin dalam BPPI yang paling
menggambarkan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan, bila
dibandingkan dengan BPPI lainnya. Lebih lanjut, BPPI 2003 dan 2008
menunjukan kondisi politik domestik, yang membuka peluang bagi aktor militer,
juga menentukan tercermin atau tidaknya geopolitik Indonesia sebagai negara
kepulauan dalam BPPI.
4.1. Kesimpulan
Dalam hubungan internasional, penerbitan Buku Putih Pertahanan telah menjadi
praktik umum yang dilakukan oleh negara-negara. Buku Putih Pertahanan
memiliki dua fungsi utama, yaitu: pertama, mewujudkan tata laksana
pemerintahan yang baik; kedua, meningkatkan transparansi dan rasa saling
percaya antar negara. Buku Putih Pertahanan merupakan bagian dari kebijakan
pertahanan yang juga digunakan untuk menjadi panduan bagi perencanaan dan
penyelenggaraan pertahanan negara.
Penerbitan Buku Putih Pertahanan Indonesia (BPPI) diatur oleh Pasal 16
UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, yang memandatkan Menteri
Pertahanan untuk menyusun dan menerbitkannya. Setelah diundangkan,
Kementerian Pertahanan (Kemhan) telah menerbitkan empat BPPI yaitu pada
tahun 2003, 2008, 2014 dan 2015. Sebelumnya diundangkan, Departemen
Pertahanan dan Keamanan juga pernah menerbitkan dua Buku Putih Pertahanan
pada tahun 1995 dan 1997.
Dalam perkembangannya, BPPI masih memiliki ketidaksesuaian dalam
menggambarkan geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan. Kebijakan
pertahanan Indonesia dalam BPPI nampak menunjukan cara pandang terhadap
keamanan yang berorientasi ke dalam dan pembangunan kekuatan darat atau
teritorial. Penelitian lain menyatakan bahwa cara pandang tersebut dipengaruhi
oleh budaya strategis Indonesia yang pernah mengalami perang kemerdekaan
dengan menggunakan strategi pertahanan teritorial dengan taktik perang gerilya.
Sementara geopolitik merupakan pemilihan politik atau kepentingan nasional
111
pada BPPI 2008 seperti isu senjata pemusnah masal dan krisis energi. Pada BPPI
2014 pemikiran geopolitik nampak bergeser kepada isu-isu keamanan tradisional
seperti konflik antar negara dan perimbangan kekuatan yang terjadi di kawasan
Asia Pasifik. Selain itu, BPPI 2014 menyatakan gangguan keamanan laut yang
sering terjadi di wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Selain itu,
terdapat konsep proxy war yang baru muncul semenjak BPPI 2014. BPPI 2015
tidak memiliki banyak perubahan dari BPPI 2014 dalam memandang lingkungan
eksternal.
Perkembangan juga terjadi dalam menjelaskan pilihan kekuatan
pertahanan dalam BPPI. Pada BPPI 1995 dinyatakan bahwa kekuatan pertahanan
yang dibangun oleh Indonesia adalah kekuatan pertahanan teritorial dan
diwujudkan dalam strategi pertahanan pulau besar. Padahal, kekuatan pertahanan
teritorial dan strategi pertahanan pulau besar merupakan ciri khas negara-negara
kontinental. Selanjutnya, pada BPPI 1997 pilihan kekuatan pertahanan sudah
mulai bergeser dengan adanya pembagian wilayah pertahanan ke dalam tiga lapis,
yaitu lapis ZEE hingga laut lepas, lapis ZEE hingga mencapai garis pantai, dan
lapis perlawanan darat. BPPI 2003 dan 2008 nampak memiliki penyederhanaan
kebijakan penggunaan kekuatan pertahanan Indonesia. Kedua BPPI lebih fokus
kepada pembangunan kekuatan pertahanan nirmiliter yang berdimensi ideologi,
politik, ekonomi, sosial dan budaya. BPPI 2014 merupakan BPPI yang paling
komprehensif dalam menjelaskan kebijakan pertahanan Indonesia. Pertahanan
akan diarahkan untuk mewujudkan penangkalan. Kekuatan penangkalan terbagi
menjadi dua, yaitu penangkalan dengan penolakan dan dengan pembalasan. Selain
itu, kekuatan pertahanan juga diarahkan untuk mencapai kontrol di laut dan
kontrol di udara. Sementara BPPI 2015 merupakan BPPI pertama yang
menyebutkan bahwa Indoenesia akan membangun kekuatan pertahanan maritim
untuk mendukung visi pemerintah mewujudkan PMD. Akan tetapi, BPPI 2015
tidak memberikan pemahaman secara komprhensif mengenai bagaimana transisi
kekuatan pertahanan Indonesia akan dilakulkan. BPPI 2015 lebih menitikberatkan
pembahasan kepada sinergitas kekuatan militer dan nirmiliter dalam menghadapi
ancaman, serta program Bela Negara untuk memperkuat karakteristik bangsa.
Tabel 4.1
Aktor dan Proses Pembutan Kebijakan Pertahanan dalam Buku Putih
Pertahanan, 1995-2015
Berdasarkan uraian aktor yang terlibat dan proses pembuatan BPPI 1995
dan 1997, geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan tidak tercermin karena
pada prosesnya Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang
mengatur perairan Indonesia sesuai dengan prinsip negara kepulauan. Selain itu,
dominasi aktor-aktor militer, terutama TNI AD, menyebabkan kekuatan
pertahanan yang dicetuskan dalam BPPI 1995 berorientasi kepada pertahanan
teritorial. Meskipun terdapat aktor non militer yang terlibat dalam pembuatan
BPPI 1995 dan 1997, namun dalam kondisi lingkungan yang didominasi ABRI
peran sipil menjadi sangat terbatas. Meskipun terdapat kesamaan aktor yang
terlibat antara BPPI 1995 dan 1997, namun dalam proses pembuatan BPPI 1997
sudah ada UU di Indonesia yang mengatur tentang perairan Indonesia sesuai
dengan hukum United Nations Convention on the Law of the Sea III (UNCLOS
III). Hal tersebut menyebabkan adanya perubahan pada BPPI 1997 yang sudah
mulai memperhatikan sumber daya alam yang berada di laut dan udara sesuai
dengan prinsip negara kepulauan. Akan tetapi, konsep pertahanan Indonesia yang
terdapat pada BPPI 1997 masih dititikberatkan kepada konsep pertahanan
teritorial. Hal tersebut disebabkan karena dalam proses pembuatannya, TNI AD
masih menjadi aktor yang dominan dalam membentuk kebijakan pertahanan
dalam BPPI 1997.
4.2. Rekomendasi
Bagian ini memberikan rekomendasi berdasarkan hasil temuan dari penelitian
yang sudah dilakukan. Rekomendasi terbagi ke dalam dua bagian, yaitu
rekomendasi untuk pembuat kebijakan dan rekomendasi untuk penelitian
selanjutnya.
dan Inggris), BPPI atau platform untuk membuat kebijakan pertahanan hendaknya
sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh kandidat Presiden untuk menentukan arah
kebijakan pertahanan negara. AS dan Inggris, walaupun terminologi yang
digunakan sudah bukan lagi Buku Putih Pertahanan, secara gradual sudah
menyediakan platform dan panduan yang menentukan arah kebijakan
pertahanannya. Kelima, pemerintah Indonesia diharapkan dapat konsisten dalam
membangun Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Aji, Wahyu. 2017, Januari 26. Wacana Pembentukan SP3T, Panglima TNI Gatot
Nurmantyo Disebut Berpolitik. Tribun News
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/01/26/wacana-pembentukan-
sp3t-panglima-tni-gatot-nurmantyo-disebut-berpolitik diakses 27 Mei
2017.
Aliabbas, Anton. 15 Juni 2016. What the Defense White Paper is Lacking. The
Jakarta Post http://www.thejakartapost.com/news/2016/06/15/what-
defense-white-paper-lacking.html diakses 31 Januari 2017.
Anggoro, Kusnanto dan Anak Agung Banyu Perwita (editor). 2006. Rekam Jejak
Proses ‘SSR’ Indonesia 2000-2005. Jakarta: ProPatria.
120
Audrey Doerr. 1973. The Role of White Papers in the Policy-Making Process:
The Experience of the Government of Canda. Ottawa: University Carleton
(Ph.D. Disertation).
Badan Pusat Statistik. 2017. Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Provinsi.
2002-2015 https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1366 diakses 26
Mei 2017
BBC Indonesia. 2012, Januari 19. Menhan: Kebutuhan Tank Berat Tak Bisa
Dihindari. BBC Indonesia
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2012/01/120119_tank_leo
pard diakses 23 Mei 2017
Bennet, Andrew. 2010. “Process Tracing and Causal Inference,” dalam Derek
Beach dan Rasmus Brun Pedersen (editor) 2013. Process-Tracing
Methods: Foundations and Guidelines. Ann Arbor: The University of
Michigan.
Bhakti, Ikrar Nusa. 2004. “Geopolitik, Lingkungan Strategis Asia Pasifik, dan
Arah Kebijakan Pertahanan Indonesia di Masa Mendatang,” dalam Sri
Yanuarti (editor) Kaji Ulang Pertahanan Nasional: Perspektif Politik, 13-
40. Jakarta: Pusat Penelitian Politik – LIPI.
Bryman, Alan. 1988. Quantity and Quality in Social Research. New York:
Routledge.
Chrisnall, Steve. 2010. “Why Defence Reviews Do Not Deliver.” The Political
Quarterly 81, no. 3: 420-423.
Cope, John A. dan Laurita Denny. 2000. “Defense White Papers in the Americas:
A Comparative Analysis.” Institute for National Strategic Studies.
Detik News. 2014. Sosok Militer Pemikir dan Loyal, Alasan Ryamizard Ditunjuk
Jokowi jadi Menhan. https://news.detik.com/berita/d-2729958/sosok-
militer-pemikir-dan-loyal-alasan-ryamizard-ditunjuk-jokowi-jadi-menhan
diakses 23 Mei 2017.
Deutsche Welle. 2015, Juli 8. Pilih Nurmantyo, Jokowi Langgar Tradisi TNI.
Deutsche Welle http://www.dw.com/id/pilih-nurmantyo-jokowi-langgar-
tradisi-tni/a-18570136 diakses 24 Mei 2017.
Dupont, Alan. 1996. “Defence Strategy and Security: Time for a Rethink?”
Contemporary Southeast Asia 18, no. 3.
Fruhling, Stephan. 2014. “Australian Defence Policy and the Concept of Self
Reliance.” Australian Journal of International Affairs 68, no. 5: 531-547.
George, Alexander L. dan Andrew Bennett. 2005. Case Studies and Theory
Development in the Social Sciences. Massachusetts: BCSIA Studies in
International Security.
Gilli, Andrea, Alessandro R Ungaro dan Alessandro Marrone. 2015. “The Italian
White Paper for International Security and Defence.” The RUSI Journal
160, no. 6: 34-41.
Goh, Evelyn, Greg Fealy, Ristian Atriandi Supriyanto. 2015. A Strategy Towards
Indonesia, Australia: Australian National University.
Good, Carter V. dan Douglas E. Scates. 1954. Methods of Research. New York:
Appleton-Century-Crofts, Inc.
Gray, Colin S. 2006, “Geography and Grand Strategy,” dalam Colin S. Gray
(editor) Strategy and History: Essays on Theory and Practice. Oxon:
Routledge.
Gray, David E. 2009. Doing Research in the Real World, edisi ke-2. London:
Sage Publication.
Ichsan, M. Iqbal. 2015, April 15. Moeldoko: Tidak Ada Negara Besar Tanpa
Tentara Yang Kuat, Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/21/078668241/moeldoko-
tidak-ada-negara-besar-tanpa-tentara-yang-kuat diakses 23 Mei 2017.
Derek, Johnson dan Mark Valencia. 2005. Piracy in Southeast Asia: Status,
Issues, and Responses, Singapura: ISEAS Publications.
Karsidi, Asep dan Sobar Sutisna. 2013. “Yurisdiksi Perairan Indonesia Dalam
Rangka Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia,” dalam Karsidi,
Asep, et., al (editor) NKRI Dari Masa ke Masa. Bogor: Sains Press.
Laksmana, Evan. 2011. “Indonesia’s Rising Regional and Global Profile: Does
Size Realy Matter?” Contemporary Southeast Asia 33, no. 2.
Lowry, Bob. 1993. Indonesian Defence Policy and the Indonesian Armed Forces.
Canbera: Strategic and Defence Studies Centre.
Lowry, Robert. 1996. The Armed Forces of Indonesia. St. Leonards: Allen &
Unwin Pty Ltd.
Marzuki, Keoni. 2016. “Proxy Wars Narrative: TNI-AD’s Quest for Relevance?”
RSIS Commentary, no.092.
Museum Dirgantara Jogjakarta. Marsekal TNI Rilo Pambudi: Kepala Staf TNI
Angkatan Udara tahun 1993-1996.
http://dirgantara.museumjogja.org/id/content/31-marsekal-tni-rilo-
pambudi diakses 21 Mei 2017
Payne, Geoff dan Judy Payne. 2004. Key Concepts in Social Research, London:
Sage Publications, ltd.
Pratomo, Yulistyo. 2016, November 24. Proxy War, Perang yang Ditakuti
Jenderal Gatot Terjadi di Indonesia. Merdeka
https://www.merdeka.com/peristiwa/proxy-war-perang-yang-ditakuti-
jenderal-gatot-terjadi-di-indonesia.html diakses 27 Mei 2017
Prihatono, T. Hari dan Anak Agung Banyu Perwita. 2006. Mencari Format
Komprehensif Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara. Jakarta:
ProPatria.
Pusat Penerangan TNI. 2004. Visi dan Misi Panglima TNI Jenderal TNI
Endriartono Sutartono. http://tni.mil.id/view-4-visi-misi-panglima-tni-
jenderal-tni-endriartono-sutarto.html diakses 23 Mei 2017
Putro, Ismed Hasan (editor) 1998. Indonesia Memasuki Milenium III: Gagasan
dan Pemikiran Edi Sudradjat. Surabaya: Pusat Studi Indonesia
Rabasa, Angel dan John Haseman. 2002. The Military and Democracy in
Indonesia: Challenges, Politics, and Power. Arlington: RAND.
Rahbek-Clemmensen, Jon. 2013. Beyond ‘The Soldier and the State’ – The
Theoritical Framework for Elite Civil-Military Relations. London: London
School of Economics and Political Science, (Ph.D. Dissertation).
Rajab Ritonga. 2016. Kesadaran Baru Maritim: Biografi Laksamana TNI Dr.
Marseti, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rajasa, M. Agung. Mei, 2015 20. Moeldoko: Tak Ada Dwifungsi, TNI Kini
Multifungsi. Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/20/078667949/moeldoko-
tak-ada-dwifungsi-tni-kini-multifungsi diakses 23 Mei 2017
Rinakid, Sukardi. 2005. The Indonesian Military After the New Order, Denmark:
NIAS Press.
Samego, Indria, et.al. 1998. Bila ABRI Menghendaki: Desakan Kuat Reformasi
Atas Konsep Dwifungsi ABRI. Bandung: Mizan.
Santosa, Iwan. 2013, Februari 18. Rekaman Karier Feisal Tanjung. Kompas,
http://nasional.kompas.com/read/2013/02/18/12342562/Rekaman.Karier.F
eisal.Tanjung diakses, 22 Mei 2017.
Sihaloho, Markus Junianto. 2013, April 12. DPR Kritik Menhan Soal HAM.
Berita Satu http://www.beritasatu.com/hukum/107522-dpr-kritik-menhan-
soal-ham.html diakses 23 Mei 2017
Sloan, Geoffrey dan Colin S. Gray. 1999. “Why Geopolitics?” dalam Colin S.
Gray dan Geoffrey Sloan (editor) Geopolitics: Geography and Strategy, 1-
11. London: Frank Cass Publishers.
Storey, Ian. 2009. “Maritime Security in Southeast Asia: Two Cheers for
Regional Cooperation,” dalam Daljit Singh (editor) Southeast
Asian Affairs 2009, Singapura: ISEAS Publications.
Suhada, Amirullah dan Faiz, Ahmad. 2017, Februari 7. Panglima TNI dan
Menhan Tak Sinkron, Wiranto Turun Tangan. Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2017/02/07/078843865/panglima-tni-
dan-menhan-tak-sinkron-wiranto-turun-tangan diakses 27 Mei 2017
Sukamto, Imam. 2016, Februari 2016. Menteri Pertahanan: LGBT Itu Bagian
dari Proxy War. Tempo
https://m.tempo.co/read/news/2016/02/23/078747529/menteri-pertahanan-
lgbt-itu-bagian-dari-proxy-war diakses 27 Mei 2017
Sumida, Jon. 1999. “Alfred Thayer Mahan, Geopolitician,” dalam Geoffrey Sloan
dan Colin S. Gray (editor) Geopolitics: Geography and Strategy, 39-62.
London: Frank Cass Publisher.
Sutari, Tiara. 2017, Mei 3. Imparsial Minta Panglima TNI Diganti, CNN
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170503073029-20-
211806/imparsial-minta-panglima-tni-diganti/ diakses 24 Mei 2017
Tagarev, Todor. 2006. “The Art of Shaping Defense Policy: Scope, Components,
Relationships (But No Algorithms).” The Quarterly Journal, Spring
Summer: 15-34.
Taylor, Claire. 2010. “A Brief Guide to Previous British Defence Review.” House
of Commons.
The National Resilience Institute. 1997. The Indonesian Armed Forces and
National Development. Jakarta: The National Resilience Institute.
Wahono, Tri. 2013, November 24. Kompas, Mantan Panglima TNI Djoko
Santoso Siap Jadi Capres.
http://nasional.kompas.com/read/2013/11/24/2116099/Mantan.Panglima.T
NI.Djoko.Santoso.Siap.Jadi.Capres diakses 25 Mei 2017
Yin, Robert K. 2014. Case Study Research: Design and Method. edisi ke-5:
California: Sage Publications.
Yuliastuti, Dian dan Gunanto. 2007, Mei 13. Matori Abdul Djalil Meninggal
Dunia, Tempo
https://m.tempo.co/read/news/2007/05/13/05599934/matori-abdul-djalil-
meninggal-dunia diakses 16 Mei 2017
Yuliawati. 2005, April 18. DPR Pertanyakan Dominasi Militer di Dephan, Tempo
https://nasional.tempo.co/read/news/2005/04/18/05559783/dpr-
pertanyakan-dominasi-militer-di-dephan diakses 28 Mei 2017
DAFTAR WAWANCARA