Anda di halaman 1dari 15

Askep Demensia Sdki Slki Siki

Demensia merupakan masalah yang sering dialami lansia, ditandai hilangnya fungsi kognitif
mencakup kemampuan berpikir, mengingat, dan bernalar, sehingga menimbulkan gangguan
dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari. Sebagian pasien demensia juga tidak dapat
mengendalikan emosi mereka, dan cenderung mengalami perubahan kepribadian. Pada tulisan ini
Repro Note akan merangkum mengenai konsep penyakit dan askep demensia menggunakan
pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Demensia merupakan masalah yang sering dialami lansia, ditandai hilangnya fungsi kognitif
mencakup kemampuan berpikir, mengingat, dan bernalar, sehingga menimbulkan gangguan
dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari. Sebagian pasien demensia juga tidak dapat
mengendalikan emosi mereka, dan cenderung mengalami perubahan kepribadian. Pada tulisan ini
Repro Note akan merangkum mengenai konsep penyakit dan askep demensia menggunakan
pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Konsep Penyakit dan Askep Demensia


Pendahuluan
Demensia adalah gangguan yang ditandai dengan penurunan kognitif yang melibatkan
memori dan setidaknya 1 domain lainnya, termasuk kepribadian, praksis, pemikiran
abstrak, bahasa, fungsi eksekutif, perhatian kompleks, keterampilan sosial dan
visuospasial.

Selain penurunan fungsi, tingkat keparahannya harus cukup signifikan dan


menyebabkan gangguan fungsi dan aktivitas sehari-hari.

Gejala demensia muncul secara bertahap, persisten dan progresif dimana individu
yang menderita demensia akan mengalami perubahan dalam kognisi, fungsi dan
perilaku.

Presentasi klinis demensia yang muncul biasanya bervariasi pada masing masing
individu. Defisit kognitif dapat muncul dalam bentuk kehilangan memori, gangguan
komunikasi dan bahasa, agnosia (ketidakmampuan untuk mengenali objek), apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang dipelajari sebelumnya) dan gangguan
fungsi eksekutif (penalaran).

Gejala-gejala gangguan kognitif berasal dari cedera pada korteks serebral yang
disebabkan oleh kegagalan sinaptik, peradangan dan perubahan metabolisme otak.

Dengan membaiknya sistem pelayanan kesehatan dan meningkatnya usia harapan


hidup, maka insiden dan prevalensi demensia diperkirakan akan terus meningkat. Saat
ini, 47 juta orang di dunia mengalami demensia terutama lansia, dan jumlahnya
diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050.

Tipe Demensia
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis
penurunan kognitif progresif. Demensia diklasifikasikan menurut penyebabnya dalam
beberapa jenis, yaitu:

 Penyakit alzheimer : Merupakan tipe demensia yang paling umum yaitu sekitar 60% hingga
80% kasus. Penyebab pasti penyakit Alzheimer belum diketahui, tetapi beberapa teori
memperkirakan terdapat beberapa penyebab, seperti pengurangan asetilkolin otak,
pembentukan plak, trauma kepala yang serius, dan faktor genetik. Perubahan patologis di
otak termasuk atrofi, pembesaran ventrikel, dan adanya banyak plak dan neurofibrillary yang
kusut.

 Demensia Vaskular : Demensia jenis ini disebabkan oleh penyakit serebrovaskular yang
signifikan. Klien menderita stroke ringan atau yang lainnya yang disebabkan oleh hipertensi,
emboli serebral atau trombus, yang menimbulkan kerusakan pada area otak. Timbulnya
gejala lebih tiba-tiba dibandingkan dengan penyakit alzheimer dan perkembangannya
bervariasi.

 Demensia karena penyakit HIV : Disfungsi kekebalan yang terkait dengan human
immunodeficiency virus (HIV) dapat menyebabkan infeksi otak oleh organisme lain. HIV juga
tampaknya menyebabkan demensia secara langsung.

 Demensia akibat trauma kepala: Sindrom gejala yang terkait dengan demensia dapat
disebabkan oleh cedera kepala traumatis.

 Lewy Body Disease: Secara klinis, lewi body disease cukup mirip dengan Alzheimer, namun
penyakit ini cenderung berkembang lebih cepat, dan muncul gejala awal halusinasi visual dan
gejala parkinson. Ciri khas penyakit ini adalah adanya badan Lewy eosinofilik yang terlihat di
korteks serebral dan batang otak.

 Demensia karena penyakit Parkinson: Penyakit Parkinson disebabkan oleh hilangnya sel-sel
saraf di substansia nigra ganglia basalis. Gejala demensia yang terkait dengan penyakit
Parkinson sangat mirip dengan gejala Alzheimer.

 Demensia karena penyakit Huntington: Penyakit ini ditransmisikan melalui gen dominan
dimana terjadi kerusakan di area ganglia basalis dan korteks serebral.

 Penyakit Pick: Pada penyakit ini terjadi atrofi di lobus frontal dan temporal otak. Gejalanya
sangat mirip dengan Alzheimer, dan penyakit Pick sering salah didiagnosis sebagai penyakit
alzheimer.

 Penyakit Creutzfeldt-Jakob: Bentuk demensia ini disebabkan oleh agen menular yang dikenal
sebagai "slow virus" atau prion. Presentasi klinis sindrom demensia yang khas dan
perkembangannya sangat cepat dengan kerusakan progresif dan bisa menimbulkan kematian
dalam satu tahun setelah onset penyakit.

 Demensia terkait kondisi medis umum lainnya: Sejumlah kondisi medis dapat menyebabkan
demensia. Beberapa di antaranya termasuk kondisi endokrin, penyakit paru, gagal hati atau
ginjal, insufisiensi kardiopulmoner, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, defisiensi
nutrisi, lesi lobus frontal atau temporal, epilepsi yang tidak terkontrol, infeksi sistem saraf
pusat atau sistemik, dan kondisi neurologis lainnya.

 Demensia Persisten yang Diinduksi Zat: Demensia jenis ini berhubungan dengan efek yang
menetap dari zat-zat seperti alkohol, inhalansia, sedatif, hipnotik, ansiolitik, obat lain, dan
racun yang berasal dari pencemaran lingkungan.
Epidemiologi
Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyebab paling umum dari demensia, karena
bertanggung jawab atas 70 hingga 80% kasus dari semua kasus demensia. Hal ini
dapat terjadi secara sporadis atau keluarga.

Demensia vaskular (VD) menyumbang sekitar 5% sampai 10% dari semua kasus
demensia. Insidennya meningkat seiring bertambahnya usia dan berlipat ganda setiap
5 tahun. Faktor risiko demensia vaskuler termasuk hiperkolesterolemia, diabetes
mellitus, hipertensi, dan kebiasaan merokok.

Demensia tubuh Lewy (LBD) menyumbang sekitar 5% sampai 10% dari kasus
demensia. Data epidemiologis mungkin tidak sepenuhnya akurat karena diagnosis
demensia Lewy body sering terlewatkan.

Demensia frontotemporal (FTD) adalah penyebab paling umum kedua demensia pada
pasien yang berusia kurang dari 65 tahun. 25% dari semua kasus demensia pada
pasien di atas usia 65 dikaitkan dengan demensia frontotemporal. Namun banyak
keterbatasan dalam penelitian epidemiologi demensia frontotemporal.

Penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD) sangat jarang terjadi yaitu hanya pada sekitar 1 dari
sejuta orang dalam populasi.

Demensia campuran adalah kondisi di mana pasien memiliki lebih dari 1 jenis
demensia. Dalam kondisi ini, alzheimer dengan demensia badan lewy atau demensia
vaskular sering terjadi secara bersamaan.

Penyebab
Berbagai kondisi dapat menyebabkan demensia. Demensia Alzheimer (AD) adalah
penyebab paling umum dan menyumbang sekitar 70% kasus. Penyebab umum
lainnya antara lain demensia vaskular, demensia badan Lewy (DLB), demensia
frontotemporal (FTD), dan demensia penyakit Parkinson (PDD).

Penyakit lain menyumbang lebih sedikit kasus demensia, meliputi penyakit


Huntington (HD), degenerasi basal kortikal (CBD), kelumpuhan supranuklear
progresif (PBP), atrofi multisistem (MSA), dan penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD).

Penyakit Alzheimer disebabkan oleh deposisi neurofibrillary yang kusut dan plak di
otak. Demensia vaskular disebabkan karena adanya cedera iskemik pada otak.

Demensia frontotemporal adalah gangguan yang disebabkan oleh berbagai mutasi


yang menyebabkan pengendapan protein tau dan protein lain di grey matter dan white
matter otak.Demensia tubuh Lewy disebabkan oleh agregasi abnormal dari protein
sinaptik alpha synuclein di otak.

Patofisiologi
Patofisiologi demensia belum sepenuhnya dipahami. Penyakit Alzheimer ditandai
dengan atrofi luas korteks dan deposisi plak amiloid dan hiperfosforilasi protein tau di
neuron yang berkontribusi terhadap degenerasi saraf.

Demensia badan Lewy ditandai dengan akumulasi badan Lewy intraseluler yang
merupakan agregat alfa-synuclein di dalam neuron, terutama di bagian korteks.

Demensia frontotemporal ditandai dengan deposisi TDP-43 dan hiperfosforilasi


protein tau di berbagai area di lobus frontal dan temporal yang menyebabkan
demensia, perubahan perilaku, dan afasia.

Demensia vaskular disebabkan oleh cedera iskemik pada otak, misalnya stroke yang
menyebabkan kematian neuron permanen.

Faktor-faktor tertentu seperti depresi, cedera kepala traumatis, penyakit


kardiovaskular, riwayat keluarga dengan demensia, merokok, dan adanya alel APOE
e4 telah terbukti meningkatkan risiko perkembangan Demensia.

Tanda dan Gejala


Beberapa gejala yang biasa muncul pada pasien demensia antara lain:

 Perubahan perilaku
 Sering tersesat di lingkungan yang biasa dilalui atau sebelumnya sudah familiar
 Kehilangan memori
 Perubahan mood
 Agresi
 Menarik diri dari lingkungan sosial
 Pengabaian diri
 Kesulitan kognitif
 Perubahan kepribadian
 Kesulitan melakukan tugas
 Pelupa
 Kesulitan dalam komunikasi
 Kerentanan terhadap infeksi
 Kehilangan kemandirian

Selain gejala demensia secara umum, gejala atipikal berikut dapat terlihat pada
kondisi tertentu seperti:

 Pada pasien dengan Lewy Body Dementia (LBD) : gejala halusinasi visual, delusi, gangguan
tidur, dan kesulitan memproses informasi visual dapat terlihat.

 Pada pasien dengan Creutzfeldt-Jakob DIsease (CJD) : gejala kekakuan otot, kedutan,
sentakan otot, halusinasi visual, dan penglihatan ganda dapat terlihat.

 Pada pasien dengan penyakit Huntington, muncul gejala korea, iritabilitas, dan perilaku
obsesif-kompulsif.

 Pada pasien dengan demensia vaskular: gejala ketidakseimbangan, sakit kepala, defisit
sensorimotor, dan kesulitan berbicara.
 Pada pasien dengan Frontotemporal Dementia (FTD) : terjadi perubahan perilaku, masalah
dengan orientasi spasial, dan kesulitan berbicara.

 Pada pasien dengan Parkinson’s Disease Dementia (PDD), gejala parkinsonisme yang ditandai
dengan bicara dan gerakan lambat, dan tremor. Selain itu, halusinasi visual dan delusi juga
dapat muncul terutama pada tahap akhir.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menyingkirkan kondisi lain yang
dapat menyebabkan gangguan kognitif, antara lain:

 Hitung sel darah lengkap (CBC): Kelainan dalam jumlah sel darah lengkap dan kadar
cobalamin memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan penyakit hematologi.

 Tingkat enzim hati: Kelainan yang ditemukan dalam skrining kadar enzim hati memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan penyakit hati seperti hepatitis.

 kadar hormon perangsang tiroid (TSH): Kelainan kadar hormon TSH memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk mengatasi penyakit tiroid.

 Rapid Plasma Reagent: Kelainan pada reagen plasma (RPR) memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk menyingkirkan sifilis.

 Serologi HIV: Abnormalitas pada serologi HIV atau PCR memerlukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk menyingkirkan HIV/AIDS.

 Antibodi paraneoplastik: Kelainan pada antibodi paraneoplastik memerlukan pemeriksaan


lebih lanjut untuk menyingkirkan ensefalitis autoimun.

 Protein CSS: Kelainan pada protein CSF tau, P-tau, dan 14-3-3 memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk menyingkirkan penyakit Creutzfeldt-Jakob.

Pemeriksaan neuropsikologis dapat membantu penegakan diagnosis dan pengambilan


keputusan seiring dengan perkembangan penyakit. Pemeriksaan ini memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.

Pemeriksaan neuropsikologis juga dapat membantu mengevaluasi tingkat dan tingkat


keparahan gangguan kognitif serta gangguan perilaku. Selain itu dapat membantu
membedakan penuaan normal dari gangguan kognitif ringan serta mengidentifikasi
jenis demensia.

Pemeriksaan pencitraan otak fungsional dengan PET, SPECT, dan fMRI dapat
membantu dalam diagnosis dini dan pemantauan pasien dengan demensia.
Pemeriksaan ini juga dapat membantu membedakan etiologi demensia.

Penatalaksanaan
Sampai saat ini, penatalaksanaan demensia yang tersedia sebagian besar bersifat
simtomatik untuk menangani gejala dan dilaksanakan berdasarkan evolusi dan
perkembangan penyakit.
Terapi eksperimental: Berbagai terapi eksperimental telah diusulkan untuk
penanganan demensia, seperti terapi anti-amyloid, pembalikan fosforilasi tau berlebih,
terapi estrogen, terapi vitamin E, dan terapi radikal bebas. Namun, hasil penelitian ini
belum menunjukan manfaat yang signifikan.

 Diet : Tidak ada pertimbangan diet khusus untuk pasien demensia. Kaprilidena (Axona)
adalah jenis makanan anjuran yang dimetabolisme menjadi badan keton. Otak dapat
menggunakan badan keton ini untuk energi ketika kemampuannya untuk memproses
glukosa terganggu. Hasil pencitraan otak pada pasien demensia menunjukan penurunan
penyerapan glukosa secara dramatis.

 Aktivitas fisik : Aktivitas fisik dan olahraga rutin dapat berdampak pada perkembangan
demensia dan mungkin memiliki efek perlindungan pada kesehatan otak. Aktivitas fisik rutin
dan terstruktur dapat membantu untuk mengurangi stres pasien sehubungan dengan
makanan, obat-obatan, dan aktivitas terapeutik lainnya yang bertujuan untuk
mempertahankan fungsi kognitif.

 Manajemen Farmakologi : Terapi utama untuk pasien dengan demensia adalah penggunaan
penghambat kolinesterase yang bekerja secara sentral untuk mencoba mengkompensasi
penipisan asetilkolin di korteks serebral dan hipokampus. Inhibitor kolinesterase digunakan
untuk meringankan defisiensi kolinergik.

 Suplemen nutrisi : Suplemen makanan diberikan dengan tujuan untuk mengkompensasi


masalah nutrisi tertentu yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi. Caprylidene
diindikasikan untuk manajemen diet klinis dari proses metabolisme yang terkait dengan
demensia ringan hingga sedang.

Asuhan Keperawatan
Pengkajian

Pengkajian pasien dengan demensia meliputi:

Anamnesa : Anamnesa dan wawancara psikiatri harus berisi deskripsi status mental
klien dengan deskripsi menyeluruh tentang perilaku, aliran pemikiran dan ucapan,
afek, proses berpikir dan isi mental, sumber sensorium dan intelektual, status kognitif,
wawasan, dan penilaian.

Pemantauan Berkelanjutan : Pemantauan dan Penilaian berkelanjutan status


psikiatri diperlukan untuk menentukan perjalanan penyakit yang berfluktuasi dan
perubahan akut pada status mental, wawancara dengan anggota keluarga harus
disertakan dan dapat menjadi penting dalam pengobatan pasien dengan gangguan
kognitif.

Intervensi Keperawatan Utama

Tujuan utama perencanaan asuhan keperawatan untuk demensia adalah agar pasien
bisa menerima penjelasan tentang interpretasi yang tidak akurat dalam lingkungan.
Dengan bantuan dari perawat, pasien akan dapat menginterupsi pemikiran berbasis
non-realitas.
Intervensi keperawatan utama pada pasien dengan demensia antara lain :

 Orientasikan Pasien : Sering mengorientasikan pasien pada realitas dan sekitarnya. Biarkan
pasien memiliki benda-benda yang familiar di sekitarnya. Gunakan item lain seperti jam,
kalender, dan jadwal harian, untuk membantu mempertahankan orientasi realitas.

 Dorong reorientasi pasien : Ajarkan keluarga bagaimana mengorientasikan pasien pada


waktu, orang, tempat, dan keadaan, sesuai kebutuhan. Keluarga akan bertanggung jawab
atas keselamatan pasien setelah keluar dari rumah sakit.

 Terapkan dengan umpan balik positif : Berikan umpan balik positif ketika pemikiran dan
perilaku sesuai, atau ketika pasien mengungkapkan bahwa ide-ide tertentu yang
diungkapkan tidak didasarkan pada kenyataan. Umpan balik positif meningkatkan harga diri
dan meningkatkan keinginan untuk mengulangi perilaku yang sesuai.

 Gunakan Bahasa Yang sederhana : Gunakan penjelasan sederhana dan interaksi tatap muka
saat berkomunikasi dengan pasien. Berbicara perlahan dan dalam posisi tatap muka paling
efektif saat berkomunikasi dengan individu lanjut usia yang mengalami gangguan
pendengaran.

 Menghilangkan kecurigaan terhadap orang lain : Ekspresikan keraguan yang masuk akal jika
pasien menyampaikan keyakinan yang mencurigakan sebagai respons terhadap pemikiran
delusi. Diskusikan dengan pasien potensi efek negatif pribadi dari kecurigaan yang berlanjut
terhadap orang lain.

 Amati pasien dengan cermat : Pengamatan dekat terhadap perilaku Pasien diindikasikan jika
pemikiran delusi mengungkapkan niat untuk melakukan kekerasan. Keselamatan pasien
adalah prioritas keperawatan.

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Gangguan Memori b/d Proses penuaan dan gangguan


neurologis (Sdki D.0062)

Luaran: Memori Meningkat (Slki L.09079)

 Verbalisasi kemampuan mempelajari hal baru


meningkat
 Verbalisasi kemampuan mengingat informasi faktual
meningkat
 Verbalisasi kemampuan mengingat perilaku tertentu
yang pernah dilakukan meningkat
 Verbalisasi kemampuan mengingat peristiwa meningkat
 Verbalisasi pengalaman lupa menurun

Intervensi Keperawatan:

a. Latihan Memori (Siki I.06188)

 Identifikasi masalah memori yang dialami


 Identifikasi kesalahan terhadap orientasi
 Monitor perilaku dan perubahan memori selama terapi
 Rencanakan metode mengajar sesuai kemampuan pasien
 Stimulasi memori dengan mengulang pikiran yang
terakhir diucapkan bila perlu
 Koreksi kesalahan orientasi
 Fasilitasi mengingat kembali pengalaman masa lalu
jika perlu
 Fasilitasi tugas pembelajaran
 Fasilitasi kemampuan konsentrasi jika perlu
 Stimulasi menggunakan memori pada peristiwa yang
baru

b. Orientasi Realita (Siki I.09297)

 Monitor perubahan orientasi


 Monitor perubahan kognitif dan perilaku
 Perkenalkan nama saat memulai interaksi
 Orientaikan orang, tempat dan waktu
 Sediakan lingkungan dan rutinitas secara konsisten
 Atur stimulus sensorik dan lingkungan
 Berikan waktu istirahat yang cukup sesuai kebutuhan
 Fasilitasi akses informasi misalnya televisi, surat
kabar, dan radio
 Anjurkan perawatan diri secara mandiri

2. Gangguan persepsi sensori b/d Usia lanjut (Sdki


D.0085)

Luaran: Persepsi sensori Membaik (Slki L.09083)

 Respon sesuai stimulus membaik


 Verbalisasi melihat meningkat
 Verbalisasi pendengaran meningkat
 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera
perabaan meningkat
 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra
penciuman meningkat
 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera
pengecapan meningkat

Intervensi Keperawatan: Minimalisasi Rangsangan(Siki


I.08241)

 Periksa status mental, status sensori, dan tingkat


kenyamanan
 Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
 Batasi stimulus lingkungan
 Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
 Kombinasikan prosedur tindakan dalam satu waktu
sesuai kebutuhan
 Ajarkan cara meminimalisasi stimulus, misalnya
mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, dan membatasi kunjungan
 Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur tindakan

3. Risiko Cedera b/d Perubahan Fungsi Kognitif dan


Psikomotor (Sdki D.0136)

Luaran : Tingkat Cedera Menurun (Slki L.14136)

 Toleransi aktivitas meningkat


 Kejadian cedera luka / lecet menurun
 Gangguan mobilitas menurun
 Gangguan Kognitif menurun
 Ekspresi wajah kesakitan menurun
 Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, dan
denyut jantung membaik
 Pola istirahat tidur membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Keselamatan Lingkungan (Siki L.14513)

 Identifikasi kebutuhan keselamatan


 Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
 Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan
 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
 Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis.
Pegangan tangan)
 Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping,
pintu terkunci, pagar)

b. Pencegahan Cedera (Siki I.14537)

 Identifikasi area lingkungan yang berpotensi


menyebabkan cedera
 Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
 Sediakan pencahayaan yang memadai
 Gunakan lampu tidur selama jam tidur
 Gunakan alas lantai jika beresiko mengalami cedera
serius
 Sediakan alas kaki anti slip
 Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi di tempat
tidur jika perlu
 Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
 Pastikan bel dan panggilan telepon mudah dijangkau
 Pastikan tempat tidur di posisi terendah saat
digunakan
 Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan
 Diskusikan mengenai latihan atau terapi fisik yang
diperlukan
 Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai
 Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat
mendampingi pasien
 Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien
 Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk
beberapa menit sebelum berdiri

4. Defisit Perawatan Diri (Mandi, berpakaian, dan Makan)


b/d Gangguan Neuromuskuler (Sdki D.0109)

Luaran: Perawatan diri meningkat (Slki L.11103)

 Kemampuan mandi meningkat


 Kemampuan mengenakan pakaian meningkat
 Kemampuan makan meningkat
 Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) meningkat
 Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri
 Mempertahankan kebersihan diri
 Mempertahankan kebersihan mulut

Intervensi Keperawatan:

a, Dukungan perawatan diri (Siki I.11348)

 Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri


sesuai usia
 Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan
 Sediakan lingkungan yang terapeutik
 Siapkan keperluan pribadi
 Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai
mandiri
 Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
 Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
 Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan

b. Dukungan Perawatan Diri: BAB/BAK (Siki I.11349)

c. Dukungan Perawatan Diri: Berpakaian (Siki I.11350)

d. Dukungan Perawatan Diri: Makan / Minum (Siki I.11351)


e. Dukungan Perawatan Diri:Mandi (Siki I.11352)

5. Gangguan Komunikasi Verbal b/d Gangguan neuromuskuler


dan pendengaran (Sdki D.0119)

Luaran : Komunikasi verbal meningkat (Slki L.13118)

 Kemampuan berbicara meningkat


 Kemampuan mendengar meningkat
 Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat
 Kontak mata meningkat
 Respon perilaku membaik
 Pemahaman komunikasi membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (Siki I.13492)

b. Promosi Komunikasi: Defisit Pendengaran (Siki I.13493)

c. Promosi Komunikasi: Defisit Visual (Siki I.13494)

6. Gangguan mobilitas Fisik b/d gangguan neuromuskular


dan gangguan kognitif (Sdki D.0054)

Luaran: Mobilitas Fisik Meningkat (Slki L.05042)

 Pergerakan ekstremitas meningkat


 Kekuatan otot meningkat
 Rentang gerak (ROM) meningkat
 Nyeri Menurun
 Kecemasan menurun
 Kaku sendi menurun
 Gerakan tidak terkoordinasi menurun
 Gerakan terbatas menurun
 Kelemahan fisik menurun

Intervensi Keperawatan

a. Dukungan Ambulasi (Siki I.06171)

 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik


lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai ambulasi
 Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
(mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)

b. Dukungan mobilisasi (Siki I.05173)

 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik


lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
 Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
(mis: pagar tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(mis: duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)

7. Ketidakmampuan koping keluarga (Sdki D.0093)

Luaran : Status Koping Keluarga Membaik (Slki L.09088)

 Kepuasan terhadap perilaku bantuan anggota keluarga


lain meningkat
 Perasaan diabaikan menurun
 Kekhawatiran tentang anggota keluarga menurun
 Perilaku mengabaikan anggota keluarga menurun
 Kemampuan memenuhi kebutuhan anggota keluarga
meningkat
 Komitmen pada perawatan/pengobatan meningkat
 Komunikasi antara anggota keluarga meningkat

Intervensi Keperawatan:

a. Dukungan Koping Keluarga (Siki I.09260)

 Identifikasi respons emosional terhadap kondisi


saat ini
 Identifikasi beban prognosis secara psikologis
 Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan
setelah pulang
 Identifikasi kesesuaian antara harapan pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan
 Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan
keluarga
 Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak
menghakimi
 Diskusikan rencana medis dan perawatan
 Fasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien dan
keluarga atau antar anggota keluarga
 Fasilitasi pengambilan keputusan dalam merencanakan
perawatan jangka Panjang, jika perlu
 Fasilitasi anggota keluarga dalam mengidentifikasi
dan menyelesaikan konflik nilai
 Fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar keluarga (mis:
tempat tinggal, makanan, pakaian)
 Fasilitasi anggota keluarga melalui proses kematian
dan berduka, jika perlu
 Fasilitasi memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan peralatan yang diperlukan untuk mempertahankan
keputusan perawatan pasien
 Bersikap sebagai pengganti keluarga untuk
menenangkan pasien dan/atau jika keluarga tidak
dapat memberikan perawatan
 Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang
digunakan
 Berikan kesempatan berkunjung bagi anggota keluarga
 Informasikan kemajuan pasien secara berkala
 Informasikan fasilitas perawatan Kesehatan yang
tersedia
 Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu

b. Promosi Koping (Siki I.09312)

 Identifikasi kegiatan jangka pendek dan Panjang


sesuai tujuan
 Identifikasi kemampuan yang dimiliki
 Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk
memenuhi tujuan
 Identifikasi pemahaman proses penyakit
 Identifikasi dampak situasi terhadap peran dan
hubungan
 Identifikasi metode penyelesaian masalah
 Identifikasi kebutuhan dan keinginan terhadap
dukungan sosial
 Diskusikan perubahan peran yang dialami
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri
 Diskusikan untuk mengklarifikasi kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku sendiri
 Diskusikan konsekuensi tidak menggunakan rasa
bersalah dan rasa malu
 Diskusikan risiko yang menimbulkan bahaya pada diri
sendiri
 Fasilitasi dalam memperoleh informasi yang
dibutuhkan
 Berikan pilihan realistis mengenai aspek-aspek
tertentu dalam perawatan
 Motivasi untuk menentukan harapan yang realistis
 Tinjau Kembali kemampuan dalam pengambilan
keputusan
 Hindari mengambil keputusan saat pasien berada
dibawah tekanan
 Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial
 Motivasi mengidentifikasi sistem pendukung yang
tersedia
 Damping saat berduka (mis: penyakit kronis,
kecacatan)
 Perkenalkan dengan orang atau kelompok yang
berhasil mengalami pengalaman sama
 Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
 Kurangi rangsangan lingkungan yang mengancam
 Anjurkan menjalin hubungan yang memiliki
kepentingan dan tujuan sama
 Anjurkan penggunaan sumber spiritual, jika perlu
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Anjurkan keluarga terlibat
 Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
 Ajarkan cara memecahkan masalah secara konstruktif
 Latih penggunaan Teknik relaksasi
 Latih keterampilan sosial, sesuai kebutuhan

Referensi:
1. CDC. 2019. About Dementia. U.S Department of Health
& Human Services. Centers for Disease Control and
Prevention. Diakses: 22 Oktober 2022
2. Duong S, Patel T, Chang F. 2017. Dementia: What
pharmacists need to know. Can Pharm J (Ott).
7;150(2):118-129. doi: 10.1177/1715163517690745.
3. Emmady PD, Tadi P. 2022. Dementia. Treasure Island
(FL). StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557444/
4. Marianne Belleza RN. 2021. Dementia Nursing Care
Management. Nurses Labs
5. Shrilekha Deshaies, MSN, RN, CCRN. 2022. Caring For
Patients With Dementia And Alzheimer’s. Nurse
Journal. Diakses: 23 Oktober 2022.
6. PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
7. PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan
Indonesia edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
8. PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan
Indonesia edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai