Perlindungan Data Pribadi Di Komputasi Awan
Perlindungan Data Pribadi Di Komputasi Awan
PENDAHULUAN
2
http://www.telkomcloud.com/ enterprise/banking/
3
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/16131/Pendapatan-Cloud-Computing-di-Indonesia-
Tumbuh-48-hingga-2014
pertama rentan terjadi pelanggaran privasi data pribadi pelanggan karena aktivitas
penyimpanan data yang ditawarkan oleh cloud computing meliputi data-data yang
berkaitan dengan kegiatan pelanggan (account activity) sehingga identitas setiap
pelanggan yang melakukan akses dan informasi penting lainnya sangat potensial
untuk disalahgunakan yang berakibat pada pelanggaran privasi atas data pribadi,
terlebih apabila pengguna menyimpan data mereka dalam program-host di
hardware orang lain, maka pengguna akan kehilangan kontrol atas informasi
pribadi mereka yang sangat sensitif. Dalam kondisi seperti ini, Kedua, siapakah
yang bertanggung jawab untuk melindungi informasi itu dari pihak yang tidak
bertanggung jawab (misalnya hacker) dan pelanggaran data internal saat data
berada di tangan perusahaan penyedia cloud computing. Ada kekhawatiran dari
masyarakat ketika data pribadi yang berisi informasi yang sangat penting jatuh ke
pihak lain atau perusahaan lain. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah data pribadi
yang disimpan di suatu tempat dengan menggunakan jasa cloud computing benar-
benar aman sebagaimana data yang dilindungi di dalam komputer yang
dikendalikan oleh pengguna sendiri. Ketiga, jasa cloud computing tentu akan terus
mengalami perkembangan mengikuti perkembangan era telematika sehingga
menjadi kendala dalam hal pembentukan regulasi yang sesuai dan komunikatif
terhadap perkembangan itu sendiri. Regulasi yang terlalu detail akan berdampak
ketidakberdayaannya mengikuti perkembangan telematika di bidang cloud
computing, sedangkan regulasi yang terlalu luas akan berdampak pada celah-celah
hukum yang sering digunakan untuk kepentingan tertentu dan terciptanya
pelanggaran-pelanggaran privasi yang aman dari hukum. Keempat, di era serba
dunia maya (cyberspace) saat ini menyebabkan hubungan dunia yang tanpa batas
(borderless), para subyek hukum antar negara akan dengan mudah melakukan
transaksi elektronik tanpa melibatkan atau izin dari negara sehingga menyebabkan
kepastian hukum semakin kabur. Jika terjadi persoalan antar subyek hukum
tersebut maka domain hukum negara mana yang akan digunakan? Pastinya
masing-masing negara memiliki kedaulatan hukumnya sendiri dalam hal
pengaturan hukum informatikanya. Kelima, perusahaan-perusahaan penyedia jasa
cloud computing tersebut sebagian besar tidak berkedudukan atau bahkan
memiliki perwakilannnya di Indonesia, sehingga jika terjadi penyalahgunaan
informasi untuk kepentingan tertentu akan sangat sulit melakukan pelacakan dan
meminta pertanggungjawaban secara langsung terhadap perusahaan jasa cloud
computing tersebut.
4
https://www.privacyrights.org/ar/cloud-computing.htm
5
http://epic.org/privacy/cloudcomputing/
6
https://investigasi.tempo.co/panama/
Mengamati hal tersebut diatas, menjadi kajian menarik saat hal ini
dihadapkan pada aspek hukum di Indonesia. Pertanyaan yang paling mendasar
adalah, apakah sistem hukum teknologi informasi (law of information technology)
yang ada di Indonesia telah mampu mengakomodir dan menjawab tantangan dan
persoalan tersebut diatas. Pada tahun 2008, Pemerintah Indonesia telah
mengesahkan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
undang-undang ini kemudian dirubah pada tahun 2016 dengan UU No. 19 tahun
2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dijelaskan bahwa data pribadi adalah salah satu bagian dari hak pribadi
yang mengandung pengertian merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi
dan bebas dari segala macam gangguan, hak untuk dapat berkomunikasi dengan
orang lain tanpa tindakan pemata-matai dan hak untuk mengawasi akses informasi
tentang kehidupan pribadi dan data seseorang. Tetapi dalam Pasal 26 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini
tidak menjelaskan apa yang menjadi bagian-bagian dari data pribadi tersebut dan
dalam Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik dijelaskan bahwa bagi orang yang merasa hak
atas perlindungan data pribadinya dilanggar, ia dapat mengajukan gugatan atas
kerugian yang ditimbulkan. Melihat uraian unsur dalam pasal ini, perlindungan
data pribadi lebih diarahkan ke ranah hukum perdata dengan akhir penyelesaian
adalah perolehan suatu bentuk ganti rugi.
Penulisan penelitian ini menjadi sangat penting, karena akan melakukan
penelitian terhadap perlindungan data pribadi di komputasi awan (cloud
computing) dalam sistem hukum Indonesia terutama melalui perspektif teori
hukum positivistik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan analisis diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
C. Landasan Teori
13
Sinta Dewi. Konsep Perlindungan Hukum Atas Privasi dan Data Pribadi dikaitkan dengan
Penggunaan Cloud Computing di Indonesia. Lihat dalam Yustisia, Edisi 94, Januari-April 2016.
Di dalam doktrin ilmu hukum dikenal adagium “dimana ada masyarakat
disitu pasti ada hukum”. Hukum memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
masyarakat, karena hukum bertindak sebagai control social guna mengatur
hubungan kepentingan-kepentingan antar individu atau kelompok dan juga
sekaligus alat untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian.
14
Ilham Yuli Isdiyanto. Rekonstruksi Hukum dan Ketatanegaraan Indonesia, UII Press,
Yogyakarta, 2017.
15
Paul Scholten. Struktur Ilmu Hukum. Penejermah: B. Arief Sidharta. Bandung; Alumni, 2003.
Hal. 47
16
Marjanne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2002, Hal.
210
disepakati oleh masyarakat wilayah hukum tersebut, legitimasi politik yakni jika
hukum tersebut secara politik disetujui lewat wakil-wakil di parlemen, sedangkan
legitimasi yuridis adalah pembuatan hukum tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah
hukum yang ditetapkan terlebih dahulu oleh negara. Kemudian adalah otoritas
yakni kekuasaan atau wewenang dalam pembuatan hukum tersebut.
Era modern saat ini, baik legitimasi atau otoritas terhadap pembuatan hukum
sering dilakukan oleh negara. Hakekat negara sebagai wadah adalah wujud dari
upaya suatu bangsa untuk mewujudkan cita-cita bersama17 diantaranya seperti
terwujudnya kesejahteraan, ketertiban dan keadilan sosial. Kemudian negara
tersebut dibentuk struktur birokrasi dan sistem ketatanegaraan sehingga mampu
menjalankan fungsinya berdasarkan mandat dari bangsanya untuk membuat dan
menegakkan hukum.
18
Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Pen. M. Khozim, Bandung: Nusa
Media, Hal. 46
Kompleksitas sosial yang semakin jamak di era globalisasi dan kemajuan
teknologi hari ini menyisakan berjuta pekerjaan yang harus segera ditangani. Jika
sebelumnya hukum hanya mengatur suatu hal yang secara actual, ada, bisa dilihat
dan dirasakan, maka kini munculnya dunia maya (cyberspace) di era teknologi
menjadikan hukum juga harus mampu mengakomodirnya.
19
Anthon F. Susanto, Ilmu Hukum Non Sistemik: Fondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum
Indonesia, Yogyakarta, Genta Publishing, 2010, Hal. 282-283.
Walaupun secara universal hukum yang berkembang di cyberspace adalah
hukum yang tidak tertulis, yakni sebuah nilai-nilai normatif yang berkembang
secara organis sebagai pembatas-pembatas hubungan didalamnya, namun bukan
berarti didalamnya peran negara tidak ada. Kepentingan negara didalam
cyberspace sangat kuat, tidak dapat dipungkiri juga jika cyber community pada
dasarnya adalah warga negara dari suatu negara juga. Oleh karenanya, negara
tetap membutuhkan peraturan atau cyberlaw yang berfungsi untuk mengatur
konten-konten dan juga mengatur punishment terhadap pelaku cybercrime.
20
H. Sutarman, Cyber Crime; Modus Operandi dan Penanggulangannya, Yogyakarta: Laksbang
Pressindo, 20017, Hal. 112
21
Ibid, hlm. 4
halnya bentuk regulasi seperti apakah yang akan diterapkan jika persoalan ini
menyangkut sesuatu yang lebih kompleks, termasuk didalamnya jika ini berkaitan
dengan yuridiksi antar wilayah bahkan antar negara.
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
2. Obyek Penelitian
Karena penelitian ini adalah normatif, maka bahan hukum yang digunakan
adalah bahan hukum primer (regulasi dan hukum), sekunder (teori dan doktrin),
dan tersier (kamus dan ensiklopedia).
6. Sistematikan Penulisan