Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL TESIS

ARAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERLINDUNGAN DATA

PRIBADI PADA KOMPUTASI AWAN

“ANALISA BERDASARKAN UU ITE NO. 11 TAHUN 2008”

OLEH:

SISTHA WIDITA, S.KOM

MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Perkembangan dunia informasi dan teknologi hari ini sangat massif dan selalu bergerak

maju ke arah inovasi-inovasi terbarukan. Sistem informasi juga mengalami perkembangan yang

sangat signifikan ke bentuk digital dan sangat mudah untuk di pindahkan bahkan tidak sampai

hitungan detik. Perkembangan tegnologi sistem informasi yang massif ini bergerak berbarengan

dengan dunia persaingan bisnis teknologi di dunia yang selalu menawarkan berbagai macam

kemudahan-kemudahan untuk manusia-manusia modern.

Cara konvensional dulu untuk mengirim sebuah data diperlukan jasa kurir pengiriman,

kemudian berkembang melalui jaringan kabel, hingga kini setelah berates-ratus satelit mengorbit

mengelilingi dunia maka perpindahan data dapat dilakukan melalui gelombang-gelombang yang

dikirimkan melalui udara dan ruang hampa.

Era postmodern kini menjadi babak baru terhadap perkembangan kehidupan manusia

yang serba digital dan serba internet, bahkan kebutuhan akan internet itu sendiri sudah

berangsur-angsur menjadi ‘kebutuhan primer’ disamping kebutuhan akan makan dan minum.

Kebutuhan akan internet dan sistem informasi digital ini kini merambah hampir semua

lini, tidak hanya kebutuhan komunikasi antara individu dalam masyarakat, tetapi juga berbagai

macam kebutuhan mulai dari bisnis atau perdagangan, pemerintahan, militer atau keamanan, dan

berbagai bidang lainnya.


Pada bidang bisnis dan perdagangan kita mengenal e-commerce, bidang pemerintahan

dikenal e-government, dan bidang keuangan kita mengenal e-payment. Banyak sekali bidang-

bidang lainnya yang menggunakan inisial ‘e’ sebagai penyebutan untuk ‘elektronik’ yang

menjadi simbol bentuk digitalisasi. Seperti e-bugeting, e-ticketing, e-tendering dan contoh

lainnya juga menjadi tanda bahwa era digitalisasi sudah menjadi kebutuhan dan bagian dari

kehidupan sosial manusia dewasa ini.

Perkembangan teknologi informasi diberbagai bidang dewasa ini juga sampai pada

persoalan yang paling mendasar, yakni terkait informasi pribadi. Penyalahgunaan terhadap

informasi pribadi sangat terbuka lebar dan potensial di era serba digital, karena informasi pribadi

yang berbentuk digital dapat berpindah dengan sangat cepat dan hitungan sepersekian detik.

Sejak berkembanganya teknologi informasi (cyberspace) yang sangat pesat dan berkembanganya

jejaring sosial sebagai ‘gaya baru’ komunikasi di dunia, maka berkembang juga teknologi

komputasi awan (cloud computing).

Istilah komputasi awan (cloud computing) sendiri dimaksudkan untuk menjelaskan

kecenderungan terakhir di industri komputer berdasarkan pada penggunaan aplikasi komputer

sebagai layanan yang dikirim dari server yang memiliki kapasitas besar1. Teknologi komputasi

awan ini memiliki keunggulan utama karena mampu memusatkan penyimpanan, pemosresan

serta memori data sehingga lebih efesien 2. Pada intinya, aplikasi komputasi awan ini

memungkinkan untuk mengelola data dari server mereka yang telah dikirimkan oleh pengguna.

Data ini kemudian dapat diunduh kembali baik olehnya maupun orang lain yang dituju dengan

1
Jovan Karbalija. Sebuah Pengantar Tentang Tata Kelola Internet. Penerjemah : Andreas Adianto dan Swastika
Nohara. APJII. 2010. Hlm. 68
2
http://netindonesia.net/blogs/ianhutomo/archive/2011/07/14/apa-itu-cloud-computing.aspx
tanpa melakukan instalasi tertentu. Contoh seperti jasa aplikasi Google Drive, DropBox dan lain

sebaganinya merupakan salah satu bentuk penggunaan aplikasi komputasi awan.

Secara umum, di era smartphone hari ini tentunya hampir setiap pengguna layanan

internet pasti menggunakan aplikasi komputasi awan. Terutama bagi mereka yang menggunakan

jejaring sosial. Data informasi yang diunggah atau dikirim melalui komputasi awan ini sejatinya

sangat rentan jika tidak ada kehati-hatian dari pengguna, terutama jika pengguna tidak tahu

menahu tentang akibat apa saja yang bisa terjadi jika tidak ada kehati-hatian dengan data pribadi.

Masyarakat secara umum memang belum begitu mengerti tentang pentingnya

perlindungan terhadap data pribadi, terutama bagi mereka yang tidak mengerti tentang komputasi

awan. Data pribadi kadang kala tidak menjadi sebuah privacy karena dengan mudah diberikan

saat melakukan kegiatan di dunia maya (cyberspace). Hal ini diperparah dengan minimnya

regulasi yang secara khusus mengamankan pentingnya data pribadi masyarakat umum yang

dikelola oleh Perusahaan yang mengelola komputasi awan.

Tidak hanya masyarakat secara umum, setiap kepentingan bisnis dewasa ini di era

teknologi informatika juga didorong untuk menggunakan jasa komputasi awan karena sangat

mengguntungkan, seperti;3 efektifitas biaya (murah), skala dan kecepatan, stabilitas dan

kemampuan sistem yang handal, inovasi, tidak terbatas tempat dan waktu, dapat digunakan

secara bersamaan, dan ruang penyimpanan besar.

Kebutuhan yang besar akan komputasi awan yang kemudian merangsang perusahaan-

perusahaan untuk mengembangkan bisnis ini semakin serius. Tidak tanggung-tanggung,

sebanyak 8 (delapan) perusahaan IT telah resmi menggumumkan kerjasama untuk menyediakan

3
James Tandy dan Siswono. Cloud Computing dan Dampaknya Terhadap Bisnis. Lihat dalam Jurnal Comptech Vo.
4 No. 2 Desember 2013.
jasa komputasi awan secara end-to-end kepada pelanggan, mereka diantaranya;4 Multipolar

Technology, Sisindokom Lintasbuana, Mastersystem Infotama, Logicalis Metrodata Indonesia,

Expert Data Voice Solution, Kayreach System, Sinergy Informasi Pratama, dan Revo Solusindo.

Bahkan jauh sebelumnya, sebuah perusahaan VMware yang bergerak di bidang jasa komputasi

awan telah terlebih dahulu masuk di Indonesia dan berhasil menggandeng perusahaan-

perusahaan besar di Indonesia5. Hal ini membuktikan jika jasa komputasi awan di Indonesia

sangat menggiurkan, sebuah riset yang dilakukan oleh Lembaga riset Internasional Data

Corporation (IDC) sendiri memprediksi nilai total pasar cloud Indonesia pada tahun 2016 akan

mencapai US$308 juta dan meningkat mencapai US$ 378 juta pada tahun 2017 dengan tingkat

pertumbuhan sekitar 22%-36% setiap tahunnya6.

Melihat satu sisi teknologi informasi lewat komputasi awan pada pragmatisme

keuntungan bisnis dan kemudahannya tentu menjadi sesuatu yang keliru, semakin berkembang

suatu teknologi maka tantangan dan persoalan yang ada didalamnya juga semakin besar.

Persoalan yang paling utama adalah bagaimana data pribadi yang disimpan dalam komputasi

awan benar-benar dapat dilindungi? Dalam konteks pengamanan data pribadi ini, paling tidak

ada 3 (tiga) bentuk hubungan yang mempengaruhi keamanan data pribadi, yakni: 7 data pribadi

dengan badan usaha, negara dengan kalangan bisnis, dan individu dengan individu. Untuk ini

setidaknya dapat ditambah lagi dengan hubungan individu dengan negara.

Keberadaan negara dalam hal perlindungan data pribadi maupun data-data perusahaan

yang ada pada komputasi awan menjadi sangat penting. Negara harus tampil menjadi guardian

4
http://mastel.id/cloud-computing-di-indonesia/
5
http://tekno.kompas.com/read/
2011/11/01/21535982/10.penyedia.layanan.quotcloud.computingquot.gunakan.solusi.dari.vmware
6
http://mastel.id/cloud-computing-di-indonesia/
7
Jovan Karbalija. Sebuah Pengantar ….. Op. Cit. Hlm. 150-151.
terhadap jaminan keamanan atas data-data tersebut. Negara kemudian dituntut untuk dapat

melindungi penggunaan data-data informasi pribadi tersebut sehingga tidak ada penyalahgunaan.

Terutama jika data-data tersebut malah digunakan tidak hanya oleh pelaku bisnis penyedia

layanan, melainkan oleh individu-individu yang memiliki kemampuan untuk meretas layanan

komputasi awan dan mengambil data-data tersebut secara illegal.

Menaruh data di server komputasi awan memang memudahkan pengguna untuk

mengambil kapanpun dan dimanapun data tersebut melalui jaringan internet, namun disisi lain

ada ketidakberdayaan dari pengguna itu sendiri karena data berada di server penyedia jasa dan

terhubunga ke internet. Secara fisik pengguna tidak memiliki kekuasaan atas data tersebut dan

tidak dapat mengelolanya secara langsung, melainkan dibawah penyedia jasa komputasi awan.

Karena data dipegang oleh pihak lain atau jasa penyedia komputasi awan, maka tentu hal ini

sangat rentan untuk disalah gunakan. Di era cyberspace dimana setiap hal serba digital dan

artifisial, data-data pribadi yang sudah digitalisasi tersebut dapat dengan mudah berpindah dan

disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab jika tidak ada kontrol dan pengamanan

yang cukup memadai dari pemerintah, terutama dalam hal regulasinya.

Didalam aspek hukum, teknologi komputasi awan juga memiliki beberapa persoalan,

diantara; pertama, rentan terjadinya pelanggaran karena data-data yang disimpan didalam

komputasi awan biasanya data pribadi yang berhubungan dengan kegiatan pelanggan (account

activity). Kedua, siapakah yang nantinya dapat dimintakan pertanggungjawaban baik Pidana

maupun Perdata jika ada penyalahgunaan data internal penyedia jasa komputasi awan baik

pelanggaran secara internal amupun pihak lainnya (ulah hacker) yang menerobos server

penyedia jasa.8 Ketiga, jasa dibidang teknologi informasi seperti komputasi awan tentu akan
8
Seperti halnya kasus Wikileaks yang mengambil data-data milik pemerintah, maka akan menjadi mudah jika yang
diambil dalah data yang disimpan oleh perusahaan swasta.
berkembang secara terus menerus menyesuaikan dengan kebutuhan dan inovasi-inovasi

kemudahan oleh perusahaan penyedia jasa, oleh karenanya hal ini akan menyulitkan dalam

pembentukan regulasi jika obyeknya selalu berubah-ubah. Keempat, di era serba dunia maya

(cyberspace) saat ini menyebabkan hubungan dunia yang tanpa batas (borderless), para subyek

hukum antar negara akan dengan mudah melakukan transaksi elektronik tanpa melibatkan atau

izin dari negara sehingga menyebabkan kepastian hukum semakin kabur. Kelima, perusahaan-

perusahaan penyedia jasa cloud computing tersebut sebagian besar tidak berkedudukan atau

bahkan memiliki perwakilannnya di Indonesia,9 sehingga jika terjadi penyalahgunaan informasi

untuk kepentingan tertentu akan sangat sulit melakukan pelacakan dan meminta

pertanggungjawaban secara langsung terhadap perusahaan jasa cloud computing tersebut.

Permasalahan lain salah satu bentuk pelanggaran data pribadi seperti adanya pertukaran

data yang dilakukan oleh antar perusahaan demi kepentingan bisnis. Tak dapat dipungkiri juga

nantinya jika pertukaran atas data pribadi untuk hal pemasaran menjadi bagian dari kegiatan

‘bisnis sampingan’ mereka. Tentunya hal ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran privasi

karena memberikan data ke orang lain tanpa izin 10. Bahkan, dalam hal pelanggaran tersebut

sudah sejak awal muncul dalam perjanjian baku yang mereka buat. Seperti halnya google privacy

yang menyatakan bahwa Google dapat merubah data, mendistribusikan data pribadi tanpa ada

izin terlebih dahulu dari pemilik data.

Berbagai persoalan terhadap keamanan data pribadi didalam jasa komputasi awan

menyisakan beragam pertanyaan, terutama tentang bagaimana perlindungan hukumnya di

Indonesia? Jika dilihat dalam mengesahkan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, undang-undang ini kemudian dirubah pada tahun 2016 dengan UU No. 19
9
Seperti halnya Gmail, Google Drive, Facebook, Instagram, Dropbox, dll.
10
https://www.privacyrights.org/ar/cloud-computing.htm
tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik istilah komputasi awan tidaklah ada, sedangkan dalam hal data pribadi

diatur dalam Pasal 26 ayat 1 yang menyatakan bahwa penggunaan data pribadi harus dilakukan

atas persetujuan orang yang bersangkutan. Pada penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa data

pribadi pada dasarnya masuk menjadi bagian dari Hak Pribadi (privacy right).

Pada pasal selanjutnya yakni pasal 27 disebutkan bahwa jika seseorang dilanggar haknya

(privacy right) terkait data pribadi maka yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti

kerugian ke pengadilan. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa politik hukum terkait

pembentukan pasal terkait hak pribadi diarahkan pada ranah hukum privat, bukan hukum publik?

Padahal pelanggaran hak atas penggunaan data pribadi secara tanpa hak merupakan bentuk

pelanggaran pada kepentingan umum yang dapat menjadi dasar untuk membuat sanksi

pemidanaan. Jika hanya mengacu pada pemahaman dasar hukum privat, maka UU ini akan sulit

untuk mejadi tameng perlindungan terhadap pelanggaran data pribadi terutama di jasa komputasi

awan. Secara umum bisa dikatakan bahwa regulasi terkait perlindungan data pribadi masih

sangat minim.

Pemerintah sebenarnya sangat mengerti tentang pentingnya data pribadi, hingga pada

tahun 2016 kemudian dikeluarkan Peraturan Kementrian Komunikasi dan Informatika RI No. 20

tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Secara umum,

pengaturan dari kementrian tersebut cukup lengkap, namun tidak cukup kuat untuk memberikan

perlindungan karena sifatnya Peraturan Kementrian sehingga tidak bisa memberikan sanksi

pidana atau menjadi dasar pemidanaan.


Berdasarkan pembahasan dimuka maka sangat jelas jika dalam perkembangan tekonologi

informasi di bidang komputasi awan maka perlindungan menjadi sangat penting, dan begitu

pentingnya maka hal ini harusnya menjadi tugas negara untuk melakukan perlindungan melalui

pembentukan regulasi yang baik. Dilihat dari sisi hukum maka pelangganlah yang paling rentan

menjadi korban penyalahgunaan data pribadi, sehingga dalam hal ini harus dilihat jika

penyalahgunaan terhadap data pribadi merupakan bentuk kejahatan terhadap negara sehingga

harus diakomodir menggunakan koridor hukum public atau pidana dan menjadi dasar pemidaan

terhap pelaku kejahatan di bidang penyalahgunaan data pribadi.

Penelitian ini pada dasarnya mencoba mencari aspek utama dalam hukum pidana

berdasarkan konsep, nalar hukum, dan tafsir atas undang-undang sehingga mampu untuk

mencari arah kebijakan hukum pidana di Indonesia terkait kejahatan di bidang penyalahgunaan

data pribadi berdasarkan UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasakan analisis diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penyelesaian tindak pidana penyalahgunaan data pribadi pada

komputasi awan berdasarkan UU No. 11 tahun 2008?

2. Bagaimana arah kebijakan penegakan UU No. 11 tahun 2008 terhadap tindak

kejahatan penyalahgunaan data pribadi pada komputasi awan?


C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian Tesis yang berjudul “Arah Kebijakan Hukum Pidana Terhadap

Perlindungan Data Pribadi Pada Komputasi Awan; Analisa berdasarkan UU No. 11 tahun 2008”

ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian tindak pidana penyalahgunaan data pribadi

pada komputasi awan berdasarkan UU No. 1 tahun 2008;

2. Untuk mengetahui bagaimana arah kebijakan penegakan UU No. 11 tahun 2008 terhadap

kejahatan penyalahgunaan data pribadi komputasi awan;

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah dapat diketahui sejauh mana aspek implementasi

dari undang-undang atau hukum yang mengatur terkait perlindungan data pribadi pada

komputasi awan di Indonesia. Secara praktis penelitian ini juga bermanfaat untuk dijadikan

bahan bagi praktisi hukum dalam dalam menjalankan tugasnya.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian terkait hokum di bidang informatika di Indonesia belum banyak di teliti di

Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti belum dimaksimalkannya penggunaan

teknologi informasi dalam kehidupan sehari-hari dan belum sadarnya bangsa Indonesia terkait

pentingnya teknologi tersebut mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Setidaknya, media

komunikasi modern yang kini dengan mudah dijangkau lewat smartphone hanya dilihat dalam
sisi pragmatisnya semata, belum melihat aspek-aspek negative yang dapat menimbulkan

kerugian secara pribadi dan perlindungan terhadap penggunaannya.

Indonesia sendiri mengatur hokum teknologi informasi melalui UU No. 11 tahun 2008

tentang Informasi Teknologi Elektronik. Undang-undang ini juga sebagaimana yang

diungkapkan oleh Maulina Pia Wulandari – pakar Public Relation (PR) – masih sangat rendah. 11

Salah satu contoh adalah, di Indonesia IP Address belum dianggap penting sebagaimana di

Negara-negara lain dimana IP Address langsung tersambung ke provider dan dapat dipantau

pergerakannya oleh pemerintah. Perkembangan dan dinamika sosial dewasa ini sangat cepat.

Perubahan ini meliputi budaya, cara pandang, komunikasi, perdagangan, bentuk politik, dan

perubahan lainnya. Salah satu stimulus kuat dalam hal ini adalah perkembangan teknologi

informasi yang semakin tidak terbendung. Dengan bentuk model komunikasi ‘gaya baru’ maka

hampir setiap hal menyesuaikan, terutama dalam aspek regulasinya.

Perkembangan teknologi informasasi ditandai dengan kemunculan sebuah dimensi baru

yang biasa disebut ‘dimensi maya’ atau cyberspace. Munculnya dimensi maya atau dunia maya

telah menandakan era digitalisasi dan terjadinya migrasi besar-besaran dari ‘dunia nyata’ ke

‘dunia maya’. Migrasi besar-besaran ini yang kemudian disebutkan oleh oleh Yasraf Amir

Piliang menjadikan manusia kembali memaknai apa itu arti ‘kehidupan’. 12 Menurutnya, dunia

maya nantinya akan menciptakan sebuah kehidupan yang sebagaian besar di mediasi oleh

teknologi sebagai bagian dan pemahaman terkait alam tidak hanya dalam bentuknya yang

konvensional (alam nyata) melainkan alam dalam pengertian artifial (dalam dunia nyata). Dunia

11
http://www.malangtimes.com/baca/4899/20151009/162712/uu-ite-dinilai-masih-lemah/ diakses pada 2
November 2017
12
Yasraf Amir Piliang. Masyarakat Informasi dan Digital: Teknologi Informasi dan Perubahan Sosial. Lihat dalam
Jurnal Soksioteknologi Edisi 27 tahun 11, Desember 2012.
nyata dan dunia maya ini saling berhimpitan, sehingga fenomena yang terjadi di dunia maya

makan akan berpengruh di dunia nyata, begitu juga sebaliknya.13

Dunia maya telah memberikan arti baru terhadap pemahaman ‘ada’. Penngertian tentang

ada dalam melihat obyek tidak hanya sebatas pada pemahan atas apa yang bias dirasakan secara

fisik, melainkan juga yang ada pada ruang-ruang maya hasil dari imajinasi-imajinasi. Menurut

Lessig dan Shield, dunia maya adalah sebuah ruang abstrak hasil imajinatif yang bebas dan

dikendalikan oleh sang pemilik.14 Definisi pemilik pada dasarnya memang sulit, karena pada

prinsipnya di dunia maya lebih seperti bentuk ‘anarki’ karena tidak ada territorial dan

pemerintahan yang jelas.

Disinilah kemudian tantangan muncul, terutama pertanyaan tentang dapatkah dunia maya

ini diatur melalui bentuk regulasi yang konvensional. Terkait hal ini, dapat dilihat dua hal

penting untuk dipahami:

1. Karakteristik aktivitas-aktivitas di internet sebagai bagian dari teknologi informasi

adalah lintas batas atau hubungan dunia menjadi tanpa batas sehingga tidak lagi

tunnduk pada batasan-batasan territorial dan menyebabkan perubahan ekonomi,

sosial, teknologi dan budaya secara signifikan.

2. Sistem hokum konvensional yang justru bertumpu pada territorial, dianggap tidak

cukup untuk memadai untuk menjawab permasalahan-permasalahan hukum yang

baru timbul dan dimunculkan oleh aktivitas-aktivitas manusia di dalam dunia

ruang maya.

13
Richardus Eko Indrajit. Relasi Dunia Maya dan Dunia Nyata dalam Konteks Menjaga Keamaan Internet. Lihat
dalam www.idsirtii.or.id/doc/IDSIRTII-Artikel-dunia_maya_dan_nyata.pdf.Diakses pada 4 Nivember 2017
14
Khanisa. Dilema Kebebasan Dunia Maya: Dilihat dalam Sudut Pandang Sejarah. Lihat dalam Widyariset Vol. 16
No. 1 tahun 2013
Dari dua karakterisitik tersebut, maka menjadi isu penting dalam hal ini, yakni terkait

bentuk dan territorial. Bentuk konvensional dari hukum didasarkan pada dasar teritorialnya

sebagai batasan kedaulatan politik dan hukum suatu Negara. Batasan territorial Negara ini

menjadi sesuatu yang sudah ‘asing’ dalam pemahaman dunia teknologi informasi. Sistem

informasi meniadakan garis demarkasi territorial Negara, bahkan dengan mudahnya informasi

dari suatu Negara dapat berpindah ke Negara lainnya dalam hitungan detik. Sebuah informasi di

dalam dunia digital di dunia maya ini dalam bentuknya yang digital akan sangat berpenngaruh

pada dunia nyata. Banyak sekarang kita melihat ‘kebocoran’ data atau pengambilan data tanpa

hak oleh orang lain dengan cara di hack.

Secara umum, masyarakat dunia saat ini telah menjadi bagian dari masyarakat maya

(cybercomunity). Masyarakat maya ini terdiri dari berbagai macam bentuk dan jenisnya yang

tergabung dalam kepentingan-kepentingan mereka, sehingga mereka dapat membuat dan

mendefinisikan sendiri hukum yang paling tepat untuk mereka. 15 Pada dasarnya sifat regulasi

dari dunia maya adalah self controlling dimana mereka yang memiliki kesadaran untuk membuat

regulasi untuk mereka sendiri. Barda Nawawi sendiri melihat konteks ini sebagai keterbatasan,

disatu sisi yuridiksi hukum sangatlah terbatas karena memiliki batas-batas konvensionalnya,

tetapi disisi lain dunia maya tidak memiliki batasan.16

Keterbatasan-keterbatasan tersebut diatas tidak kemudian menjadi alas an pemerintah

untuk lepas atau tidak dapat mengontrol begitu saja. Dasar-dasar konvensional masih dapat

diterapkan terkait adanya subyek yang melakuakn tindakan tersebut berada pada wilayah atau

territorial Negara yang berdaulat, sehingga mampu untuk dijadikan dasar penegakan hukumnya.

15
Ayu Putriyanti. Yurisdiksi di Internet/Cyberspace. Lihat dalam Jurnal Media Hukum No. 2 Vol. 9 tahun 2009.
16
Ibid.
Pada dasarnya, secara umum ada disebut asas universal atau biasa dikenal sebagai prinsip

ubikuitas yang berarti bahwa delik-delik yang dilakukan pada wilayah suatu Negara atau

sebagian wilayah Negara tersebut maka dapat dibawa ke yuridiksi Negara terkait. 17 Prinsip ini

menjadi pembuka dalam hal adanya dampak bagi Negara-negara terkait pelaku kejahatan dunia

maya.

Kejahatan-kejahatan dunia maya (cybercrime) sendiri akan terus berkembang. Modus

operansi kejahatan (cracker) jenis ini tentu berbeda dengan kejahatan konvensional pada

umumnya. Hal yang paling sulit adalah menentukan locus delicti atau tempat kejadian perkara,

karena yang diserang adalah jaringan internet bukan penyerangan fisik yang bisa dengan mudah

dilihat tempat kejadian perkaranya.18

Salah satu modus operansi dari kejahatan dunia maya ini adalah pencurian account yang

biasayanya tidak disadari oleh pemilik account tersebut. Pencurian account ini dimaksudkan

untuk mengetahui data-data pribadi pemilik account dan digunakan untuk kepentingan

pribadinya.

Dunia teknologi informasi kini juga mengenal bentuk komputasi awan (cloud

computing), yakni sebuah penggabungan dari pemanfaatan tekonologi computer (komputasi)

dengan teknologi internet (awan). Secara umum dapat dikatakan bahwa komputasi awan

merupakan bentuk layanan teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan atau dapat diakses

pelanggannya melalui internet. Dengan teknologi ini, pelanggan dapat mengakses data mereka

yang disimpan kapanpun dan dimanapun selama ada koneksi internet. Layanan teknologi ini

17
Ibid.
18
Nur Khalimatus Sa’diyah. Modus Operandi Tindak Pidana Cracker Menurut Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Lihat dalam Jurnal Perspektif Vol. 17 No. 2 tahun 2012.
sangat diminati karena pelanggan tidak perlu membawa data mereka kemana-mana, jika mereka

membutuhkan maka data itu dapat diakses oleh mereka kapanpun sesuai dengan kebutuhan.

Karena merupakan bentuk teknologi yang terbilang baru, maka definisi dan standar

bentuk layanan komputasi awan ini masih mencari konsepnya. Artinya, tidak menutup

kemungknan ada evolusi secara terus menerus terkait perkembangan layanan tekonologi

komputasi awan ini.

Sebuah layanan teknologi informasi, dapat dikatakan sebagai komputasi awan paling

tidak jika memenuhi syarat sebagai berikut:19

1. Layanan bersifat “On Demand”, pengguna dapat berlangganan hanya yang dia

butuhkan saja, dan membayar hanya untuk yang mereka gunakan saja.

2. Layanan bersifat elastic/scalable, di mana pengguna bisa menambah atau

mengurangi jenis dan kapasitas layanan yang dia inginkan kapan saja dan system

selalu bisa mengakomodiasi perubahan tersebut.

3. Layanan sepenuhnya dikelola oleh penyedia/provider, yang dibutuhkan oleh

pengguna hanya computer personal/notebook ditambah koneksi internet.

4. Sumber daya terkelompok (Resource pooling).

5. Akses Pita Lebar yakni layanan terhubungan melalui jaringan pita lebar, terutama

dapat diakses secara memadai melalui jaringan internet.

6. Layanan yang terukur.

19
Herwin Anggeriana. Cloud Computing.
Secara umum, komputasi awan dapat didefinisikan sebagai sebuah perusahaan yang

menyediakan tempat rental space storage20, intinya perusahaan menyediakan layanan

penyimpanan data milik pelanggan pada server yang bisa diakses oleh pelanggan melalui intenet.

Data tersebut disimpan oleh perusahaan penyedia jasa yang dipercaya untuk mengolah

data dan menjamin keamanan dari data pelanggan. Karena data data dikelola oleh pihak lain

(perusahaan komputasi awan) maka disini kerentanan terhadap data lebih besar, terutama jika

digunakan untuk kepentingan pribadi orang lain tanpa persetujuan dan sepengetahuan pelanggan.

Tentu pelanggant tidak akan mengetahui apakah datanya disalahgunakan atau tidak jika mereka

belum menerima dampaknya atau informasi terkait penggunaan data oleh pihak lainnya.

Perlindungan data atau account yang ada di komputasi awan sangatlah penting, terutama

aktulasasi dari perlindungan tersebut adanya regulasi yang jelas terkait jika adanya tindak

kejahatan atas kejahatan data didalam komputasi awan, terutama yang berhubungan dengan data

pribadi. Pelaku bisa berasal dari Pemerintah, Perusahaan dan juga perorangan yang ingin

memanfaatkan internet untuk kepentingan kejahatan.

Berdasarkan data yang ada, bentuk kejahatan yang berhubungan dengan dunia teknologi

informasi di Indonesia sangat tinggi. Berdasarkan data Ditreskrimsus Polda Metro Jaya,

sepanjang 2016 dari 1.627 laporan, 1.207 merupakan kasus cyber crime.21 Indonesia sangat

potensial bahkan dari beberpa berita terkait cybercrime maka disebutkan Indonesia menjadi salah

satu sarang dan dari pelaku cybercrime (kejahatan dunia maya) di dunia.22

20
Yuli Fauzah. Tinjauan Keamanan Sistem Pada Teknologi Colud Computing. Lihat dalam Jurnal Informatika, Vol. 8
No. 1 tahun 2014.
21
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161230232449-12-183255/cyber-crime-kasus-kejahatan-terbanyak-
di-2016/ dikases pada 4 November 2017
22
http://www.solopos.com/2015/06/01/cyber-crime-duh-indonesia-jadi-sarang-kejahatan-cyber-internasional-
610183 diakses pada 4 Novemeber 2017
Di Indonesia sendiri, seringkali data pribadi tidak begitu menjadi focus utama dalam hal

keamanannya. Hal ini terjadi karena ketidakpahaman mereka akan pentingnya data pribadi yang

dapat disalahgunakan. Permasalahan dalam komputasi awan adalah data pribadi tersebt dikelola

oleh pihak lain dalam server mereka. Sehingga, epluang untuk disalahgunakan juga jelas lebih

besar.

Regulasi terkait perlindungan data pribadi didalam komputasi awan di Indonesia sendiri

masih sangat lemah dan bahkan sangat minim. Pada Undang Undang No. 11 tahun 2008 tentang

ITE penngaturan terkait data pribadi hanya pada pasal 26 dan pasal 27. Pasal ini pun sangat

lemah karena tidak ada penjelasan khusus tentang komputasi awan, mengingat hubungan hukum

antara pelanggan dengan perusahaan komputasi awan adalah keperdataan, maka akan kesulitan

nantinya jika diarahkan kedalam aspek pemindaan, walaupun secara materiil hal ini merupakan

suatu perbuatan pidana.

Penelitian dan kajian terkait perlindungan data pribadi dalam komputasi awan sudah

beberapa kali dilakukan. Sinta Dewi dari Fakultas Hukum Pajajaran pernah melakukan penelitian

yang berjudul Konsep Perlindungan Hukum atas Privasi dan Data Pribadi Dikaitkan dengan

Penggunaan Cloud Computing.23 Dalam penelitian tersebut, Sinta Dewi menawarkan sebuah

konsep penegakan hukum dengan pendekatan hybrid yakni model pendekatan hukum dengan

non-hukum yakni melalui mekanisme pasar. Pendekatakan ini lebih terkesan pragmatis daripada

sebuah pendektakan yang komprehensif dan sistematis, menyerahkan pola penegakan hukum

dengan metode penggabungan antara hukum dengan non-hukum (mekanisme pasar) akan

memicu ketidakpastian hukum, karena dalam konteks hukum Pidana ada asas legalitas yang

menjadi pegangan dalam setiap pemidanaan.

23
Penelitian dimuat dalam Jurnal Yustisia Edisi 94 tahun 2016
Penelitian lain pernah diajukan oleh Radian Adi Nugraha dalam skripsinya S1 di Fakultas

Hukum Universitas Indonesia tahun 2012 yang berjudul Analisis Yuridis Mengenai

Perlindungan Data Pribadi Dalam Cloud Computing Sistem Ditinjau dari Undang Undang

Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam peneltiannya tersebut Radian hanya memotret terkait

penyalahgunaan data pribadi dan dasar hukumnya, namun mencari arah solutif terkait arah

kebijakan pemidanaan yang seharusnya dilakukan.

Selama ini, penelitian hanya diarahkan pada pemotretan perbuatan secara formil,

sehingga belum ada penelitian yang mencoba melakukan penggalian secara materiil untuk

sehingga menemukan langkah solutif untuk menjadi pijakan pada arah kebijakan pemidanaan

terkait kejahatan dunia maya pada penyalahgunaan data pribadi di jasa komputasi awan.

Secara khusus, penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya atau yang

pernah ada karena tidak hanya memotret secara komprehensif permasalahan data pribadi pada

jasa komputasi awan, melainkan juga arah kebijakan yang seharusnya diambil terhadap pelaku

jika melakukan perbuatan tersebut. Sehingga, nantinya ada langkah solutif yang bisa digunakan

sebagai dasar pemidanaan penyalahgunaan data pribadi pada jasa komputasi awan dan arah

kebijakan terhadap bentuk pemidanaan tersebut didasarkan pada Undang-Undang No. 8 tahun

2008 tentang ITE.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

I. PENDAHULUAN
II. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM KOMPUTASI

AWAN

III. TINDAK PIDANA KEHAJATAN DUNIA MAYA PADA DATA PRIBADI DI

KOMPUTASI AWAN

IV. ARAH KEBIJAKAN PIDANA BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO.

11 TAHUN 2008

V. KESIMPULAN

G. DAFTAR PUSTAKA

 Jovan Karbalija. Sebuah Pengantar Tentang Tata Kelola Internet. Penerjemah : Andreas

Adianto dan Swastika Nohara. APJII. 2010

 Jurnal Comptech Vo. 4 No. 2 Desember 2013

 Jurnal Soksioteknologi Edisi 27 tahun 11, Desember 2012.

 Jurnal Widyariset Vol. 16 No. 1 tahun 2013

 Jurnal Media Hukum No. 2 Vol. 9 tahun 2009

 Jurnal Perspektif Vol. 17 No. 2 tahun 2012.

 Jurnal Informatika, Vol. 8 No. 1 tahun 2014.

 Jurnal Yustisia Edisi 94 tahun 2016

 http://netindonesia.net/blogs/ianhutomo/archive/2011/07/14/apa-itu-cloud-

computing.aspx

 http://mastel.id/cloud-computing-di-indonesia/
 http://tekno.kompas.com/read/

2011/11/01/21535982/10.penyedia.layanan.quotcloud.computingquot.gunakan.solusi.dari

.vmware

 http://mastel.id/cloud-computing-di-indonesia/

 https://www.privacyrights.org/ar/cloud-computing.htm

 http://www.malangtimes.com/baca/4899/20151009/162712/uu-ite-dinilai-masih-lemah/

 www.idsirtii.or.id/doc/IDSIRTII-Artikel-dunia_maya_dan_nyata.pdf.

 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161230232449-12-183255/cyber-crime-kasus-

kejahatan-terbanyak-di-2016/

 http://www.solopos.com/2015/06/01/cyber-crime-duh-indonesia-jadi-sarang-kejahatan-

cyber-internasional-610183

Anda mungkin juga menyukai