Anda di halaman 1dari 54

MUTASI APARATUR SIPIL NEGARA DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS

KERJA PADA BADAN KEPEGAWAIN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KABUPATEN MUNA BARAT

OLEH

SITI RAHMAWATI

S1A1 19 232

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI
2021

1
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian........................................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian........................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Aparatur Sipil Negara (ASN) ..................................................................... 6
1. Pengertian Aparatur Sipil Negara (ASN) ........................................................... 6
2. Prinsip Aparatur Sipil Negara (ASN) .................................................................. 9
3. Nilai Dasar Aparatur pil Negara (ASN) ............................................................ 10
4. Jabatan-Jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) ................................................ 11
B. Konsep Mutasi............................................................................................................. 13
1. Pengertian Mutasi................................................................................................... 13
2. Tujuan Mutasi......................................................................................................... 15
3. Jenis Jenis Mutasi................................................................................................... 19
4. Dasar Pelaksanaan Mutasi.................................................................................... 22
5. Teknik Mutasi......................................................................................................... 24
6. Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan Dalam Mutasi................................. 25
7. Sebap dan Alasan Mutasi...................................................................................... 26
8. Kendala Pelaksanaan Mutasi................................................................................ 28
C. Konsep Efektivitas Kerja........................................................................................... 29
1. Pengertian Efektivitas Kerja................................................................................. 29

2
2. Faktor Faktor Efektivitas Kerja........................................................................... 36
3. Alat Ukur Efektivitas Kerja Pegawai................................................................. 38
D. Kerangka Pikir............................................................................................................. 41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian......................................................................................................... 43
B. Jenis Penelitian............................................................................................................ 43
C. Informasi Penelitian.................................................................................................... 44
D. Sumber Data................................................................................................................. 45
E. Teknik Pengumpulan Data........................................................................................ 45
F. Analisis Data................................................................................................................. 46
G. Definisi Konsep........................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak ditetapkanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur

Sipil Negara (ASN) merupakan dasar dalam manajemen ASN bertujuan membangun

aparatur berintegritas, profesional dan netralitas yang bebas dari intervensi politik

serta bebas dalam praktek korupsi, kolusi, nepotisme juga mampu melakukan

pelayanan publik yang berkualitas. Kehadiran undang-undang ASN merupakan

langkah baru reformasi birokrasi yang profesional, kompetensi, integritas serta

menjadi tolak ukur yang adil dalam sistem manajemen pegawai yang efektif dan

efesien.

Kelancaran penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan

nasional tergantung pada kesempurnaan aparatur negara baik di tingkat pusat maupun

tingkat daerah. Sumber daya manusia menjadi prioritas utama di segala bidang, harus

terencana, terarah dan saling berkesinambungan untuk mencapai sasaran

pembangunan naisonal. Kelangsungan sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh

sumber daya manusia (SDM) baik kualitas maupun kuantitasnya, sebagaimana yang

diamanahkan oleh undang-undang bahwa ASN bertugas untuk melaksanakan

kebijakan publik yang dibuat oleh pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu memberikan pelayanan yang

profesional dan berkualitas.

4
Salah satu langkah untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang

sesuai dengan kebutuhan organisasi adalah dengan adanya manajemen sumber daya

manusia yang profesional, pengalaman dan sesuai dengan ilmu pendidikan yang telah

diperolehnya sehingga mampu menjalankan tanggung jawabnya sebagai aparatur di

organisasi pemerintah. Ada beberapa faktor di birokrasi yang menyebakan kinerja

ASN terlihat tidak efektif, yaitu Arogansi kekuasaan, masih lemahnya kerja tim (team

work) dan adanya intervensi berlebihan dari institusi dan politik terutama dari

penguasa yang sedang berkuasa.

Sudah menjadi rahasia umum pasca pilkada rotasi atau mutasi pejabat

struktural sudah menjadi tradisi. Mutasi yang dilakukukan bukan berdasarkan pada

prinsip dasar the right man in the right place, sehingga mutasi yang dilakukan

kurang efektif dan efesien, pergantian pegawai sering berkaitan dengan muatan

politik, hubungan emosional dan politik balas jasa, sehingga merit system sering

dilupakan. Pada prinsipnya merit system merupakan alat ukur yang menghasilkan

pegawai yang berkompetensi, professional dan bermutu. Dengan demikian analisis

jabatan sangat berperan penting dalam penempatan pegawai, dengan adanya analisis

jabatan akan menghasilkan pegawai yang mampu bekerja efektif dan efisien dalam

mencapai tujuan organisasi.

Pergantian pejabat struktural yang dilakukan secara profesional seharusnya

mampu menjamin terciptanya kondisi obyektif yang dapat mendorong peningkatan

kinerja pegawai, sebaliknya mutasi pejabat berdasarkan spoil system (pengangkatan

seorang pegawai didasarkan hubungan kekeluargaan, hubungan emosial dan

5
pertimbangan penguasa), akan menyebabkan sistem pembinaan dan pengembangan

karir pegawai menjadi tidak jelas dan tidak ada kepastian alur karir pegawai dan akan

berdampak pada tata kelola birokrasi.

Melihat fonomena mutasi yang sering kali terjadi pada pasca pelantikan

kepala daerah yang terpilih maupun dimasa penghujung jabatan menjadi sebuah

dilema, pegawai yang berbeda pandangan politik maka akan berdampak pada mutasi

dan dipindah tempatkan sehingga menggangu kinerja, prestasi dan karir pegawai.

Pegawai yang pada hakikatnya bersifat netral dan pada akhirnya pegawai tidak

bersifat netral dengan terjadinya politik pragmatis, sehingga pegawai sering menjadi

korban kekuasaan.

Berdasarkan permasalahan yang telah penulis uraikan di atas, maka dapat di

katakana bahwa mutasi pegawai belum efektif dan efesien di Kabupaten Muna Barat

diantaranya masih terjadinya ketidak sesuaian antara pendidikan dengan bidang

keahliannya, analisis jabatan yang belum tepat sasaran dan belum berlandaskan pada

prinsip mutasi yang profesional sesuai dengan UU ASN No15 tahun 2014 dan PP No

11 tahun 2017 tentang Manajemen Kepegawaian.

Berdasarkan pemaparan diatas sehingga penilis tertarik untuk meneliti

mengenai Mutasi aparatur sipil negara dalam meningkatkan efektivitas kerja pada

badan kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Muna Barat

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, yaitu adanya hubungan

antara mutasi kerja dengan meningkatnya efektivitas kerja, maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi dasar pelaksanaan mutasi Pegawai Negeri Sipil pada Badan

Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Muna Barat?

2. Bagaimana mutasi Aparatur Sipil Negara dalam meningkatkan efektivitas

kerja pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten muna

barat?

C. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dalam

penelitian ini adalah “Untuk mengetahui mutasi Aparatur Sipil Negara dalam

meningkatkan efektivitas kerja pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan

Kabupaten muna barat”.

D. Manfaat Penelitian

Dari latar belakang diatas dapat ditemukan manfaat yang dimaksud yakni :

1) Manfaat Teoritis :

a. pengembangan Aparatur Sipil Negara pada BKPP Kabupaten muna barat.

Sebagai tujuan untuk peningkatan efektivitas kerja.

7
b. kepustakaan hasil penelitian ini diharapkan menambah informasi ilmiah yang

dapat dijadikan referensi dalam mutasi aparatur sipil negara dalam

meningkatkan efektivitasi kerja pada badan kepegawaian Pendidikan dan

Pelatihan Kabupaten muna barat.

2) Manfaat Praktis

penelitian ini menjadi bahan evaluasi tentang mutasi aparatur sipil negara

dalam meningkatkan efektivitas kerja badan kepegawaian Pendidikan dan

Pelatihan Kabupaten muna barat.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Aparatur Sipil Negara (ASN)

1. Pengertian Aparatur Sipil Negara (ASN)

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015, Aparatur Sipil Negara yang

selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai

Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja yang bekerja pada Instansi Pemerintah.

Pegawai Aparatur Sipil Negara atau (Pegawai ASN) adalah Pegawai Negeri Sipil dan

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang diangkat oleh pemerintah atau

diserahi negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangam.

Pegawai negeri sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara

indonesia yang memiliki syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap

oleh pejabat pembina kepegawain untuk menduduji jabatan pemerintah.

a. Pegawai Negeri Sipil

Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat materill mencermati

hubungan antara Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian Pegawai Negeri

setiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan Negara. Pegawai Negeri

Sipil, Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, “Pegawai” berarti “orang yang

bekerja pada pemerintah (perusahaan dan sebagainya), sedangkan “Negeri” berarti

negara atau pemerintah, jadi Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada

Pemerintah atau Negara.

9
Berkaitan dengan pengertian Pegawai Negeri atau seseorang dapat disebut

Pegawai Negeri apabila memenuhi beberapa unsur yaitu:

a. Memenuhi syarat-syarat yang dintukan;

b. Diangkat oleh pejabat yang berwewenang;

c. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri

d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian Pegawai Negeri, menurut Mahfud M.D dalam buku Hukum dan Pilar-

Pilar Demokrasi, terbagi dalam dua bagian yaitu pengertian stipulatif dan pengertian

ekstensif (perluasan pengertian).

1) Pengertian Stipulatif

Pengertian stipulatif berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan-peraturan

kepegawaian, dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan perundang-

undangan, kecuali diberikan definisi lain.

2) Pengertian Ekstensif

Pegawai Negeri berkaitan dengan pengertian stipulatif, ada beberapa golongan

yang sebenarnya bukan Pegawai Negeri. Hal tersebut dalam hal tertentu dianggap

sebagai dan diperlakukan sama dengan Pegawai Negeri, artinya di samping

pengertian stipulatif ada pengertian yang hanya berlaku pada hal-hal tertentu.

Pengertian tersebut terdapat pada :

1. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 415-437 KUHP mengenai kejahatan jabatan.

Menurut pasal-pasal tersebut orang yang melakukan kejahatan jabatan adalah yang

10
melakukan kejahatan yang berkenaan dengan tugasnya sebagai orang yang

diserahi suatu jabatan publik, baik tetap maupun sementara. Intinya, orang yang

diserahi suatu jabatan publik itu belum tentu Pegawai Negeri, menurut pengertian

stipulatif apabila melakukan kejahatan dalam kualitasnya sebagai pemegang

jabatan publik, ia dianggap dan diperlakukan sama dengan Pegawai Negeri,

khusus untuk kejahatan yang dilakukanya.

2. Ketentuan Pasal 92 KUHP yang berkaitan dengan status anggota dewan rakyat,

anggota dewan daerah dan kepala desa. Menurut Pasal 92 KUHP, di mana

diterangkan bahwa yang termasuk dalam arti Pegawai Negeri adalah orang-orang

yang dipilih dalam pemilihan berdasarkan peraturan-peraturan umum dan juga

mereka yang bukan dipilih, tetapi diangkat menjadi anggota dewan rakyat dan

dewan daerah serta kepala-kepala desa dan sebagainya. Pengertian Pegawai Negeri

menurut KUHP sangatlah luas, tetapi pengertian tersebut hanya berlaku dalam hal

ada orang-orang yang melakukan kejahatan, atau pelanggaran jabatan dan Tindak

Pidana lain yang disebut dalam KUHP, jadi pengertian ini tidak termasuk dalam

hukum kepegawaian.

3. Ketentuan Undang-Undang Nomor 20 dan Unadang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4. Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan

kegaiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta.

Pengertian stipulatif dan ekstensif merupakan penjabaran atas maksud dari

keberadaan Pegawai Negeri Sipil dalam hukum Kepegawaian. Pengertian tersebut

11
terbagi dalam bentuk dan format yang berbeda, namun pada akhirnya dapat

menjelaskan maksud pemerintah, dalam memposisikan penyelenggara negara dalam

sistem hukum yang ada, karena pada dasarnya jabatan negeri akan selalu berkaitan

dengan penyelenggara negara yaitu Pegawai Negeri Sipil.

b. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah

warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan

perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas

pemerintahan.

2. Prinsip Aparatur Sipil Negara (ASN)

Prinsip merupakan suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum

maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/kelompok sebagai sebuah pedoman

untuk berfikir atau bertindak. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara diatur mengenai prinsip ASN sebagai profesi yang ditujukan

untuk membetuk ASN yang mampu menyelenggarakan pelayanan publik dan

menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Prinsip ASN sebagai profesi diatur dalam Undang-Undang No\

mor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 3. ASN sebagai profesi

berlandaskan pada prinsip sebagai berikut :

a. Nilai dasar;

b. kode etik;

12
c. Komitmen, integritas moral,dan tanggung jawab pada pelayanan publik;

d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e. kualifikasi akademik;

f. Jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan

g. profesionalitas jabatan.

3. Nilai Dasar Aparatur Sipil Negara (ASN)

Dalam konsep Good Goovernance, ASN dituntut memiliki equality, equity,

loyalty, dan accountability .Tidak hanya itu, enam pokok integritas dalam birokrasi

pemerintahan yakni kejujuran, konsistensi, ketegasan, kedisiplinan, cinta profesi dan

prioritas profesi adalah poin-poin yang harus dipahami, diresapi dan diaktualisasikan

dalam kehidupan Aparatur Sipil Negara. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan

kepada masyarakat maka perlu ditanamkan nilai-nilai dasar kepada pegawai ASN

agar dapat menghasilkan pegawai ASN yang memiliki integritas, professional, netral

dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme,

serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat.

Untuk itu maka dalam Undang-Undang ASN diatur mengenai nilai-nilai

dasar ASN. Nilai dasar ASN diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014

pasal 4 yaitu :

a. Memegang teguh ideologi Pancasila

13
b. Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah

c. Mengabdi pada Negara dan rakyat Indonesia

d. Menjalankan tugas secara professional dan tidak berpihak

e. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian

f. Menciptakan lingkungan kerja yang non diskriminatif

g. Memelihara dan menunjang tinggi standar etika yang luhur

h. Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik

i. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program

pemerintah

j. Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat,

berdaya guna, berhasil guna, dan santun

k. Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi

l. Menghargai komunikasi, konsultasi dan kerja sama

m. Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai

n. Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan

o. Meningkatkan efektivitas system pemerintahan yang demokratis sebagai

perangkat system karier.

4. Jabatan-Jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN)

Jabatan ASN terdiri atas Jabatan Administrasi, Jabatan Fungsional dan

Jabatan Pimpinan Tinggi.

14
1. Jabatan Administrasi, yakni sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas

berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan

pembangunan. Jabatan administrasi terdiri atas jabatan administrator, jabatan

pengawas, dan jabatan pelaksanaan.

a. Pejabat dalam jabatan administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14

huruf A bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan

publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.

b. Pejabat dalam jabatan pengawas ialah pejabat yang bertanggung jawab

mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana.

c. Pejabat dalam jabatan pelaksana ialah pejabat yang bertanggung jawab

melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan

pembangunan.

2. Jabatan Fungsional, yakni sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas

berkaitan dengan pelayanan fungsional dan berdasarkan pada keahlian dan

keterampilan tertentu. Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan

fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.

Jabatan Pimpinan Tinggi, yakni sekelompok jabatan tinggi pada instansi

pemerintahan. Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas:

a. Jabatan pimpinan tinggi utama meliputi kepala lembaga pemerintah non-

kementrian

b. Jabatan pimpinan tinggi madya meliputi sekretaris jenderal kementerian,

sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan

15
lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal,

deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri,

Kepala Sekretariat Presiden, Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Sekretaris

Militer Presiden, Kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, sekretaris

daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara.

c. Jabatan pimpinan tinggi pratama meliputi direktur, kepala biro, asisten deputi,

sekretaris direktorat jenderal, sekretaris inspektorat jenderal, sekretaris kepala

badan, kepala pusat, inspektur, kepala balai besar, asisten sekretariat daerah

provinsi,sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi,

sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan jabatan lain yang setara.

3. Jabatan pimpinan tinggi berfungsi memimpin dan memotivasi setiap pegawai

ASN pada instansi pemerintah melalui:

a. Kepeloporan dalam bidang: .

b. Pengembangan kerja sama dengan instansi lain

c. Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik

dan perilaku ASN

B. Konsep Mutasi

1. Pengertian Mutasi

Kata mutasi atau pemindahan oleh sebagian masyarakat sudah dikenal, baik

dalam lingkungan maupun di luar lingkungan perusahaan. Mutasi adalah kegiatan

memindahkan tenaga kerja dari satu tempat tenaga kerja ke tempat kerja lain. Akan

16
tetapi mutasi tidak selamanya sama dengan pemindahan. Mutasi meliputi kegiatan

memindahkan tenaga kerja, pengoperan tanggung jawab, pemindahan status

ketenagakerjaan, dan sejenisnya. Adapun pemindahan hanya terbatas pada

mengalihkan tenaga kerja dari satu tempat ke tempat lain.

Menurut Nitisemito (2002:132), pengertian mutasi adalah kegiatan dari pimpinan

perusahaan untuk memindahkan karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain

yang dianggap setingkat atau sejajar. Selanjutnya Hasibuan (2008:102), menyatakan

bahwa mutasi adalah suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan

baik secara horizontal maupun vertikal di dalam satu organisasi. Pada dasarnya

mutasi termasuk dalam fungsi pengembangan karyawan, karena tujuannya untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam perusahaan tersebut.

Menurut Sastrohadiwiryo (dalam Kadarisman 2012:68) mutasi adalah kegiatan

ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung

jawab, dan status ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar

tenaga kerja yang bersangkutan memperolehkepuasan kerja yang mendalam dan

dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada

perusahaan.Menurut Hanggraeni (2012:80) “mutasi adalah pemindahan dari posisi

yang baru tapi memiliki kedudukan, tanggung jawab, dan jumlah remunerasi yang

sama”. Dan menurut Daryanto (2013:41) “mutasi adalah suatu kegiatan rutin dari

suatu perusahaan untuk dapat melaksanakan prinsip “the right men on the right

place”

17
Jadi, dapat disimpulkan bahwa mutasi diartikan sebagai perubahan mengenai

atau pemindahan kerja/ jabatan lain dengan harapan pada jabatan baru itu seorang

karyawan akan lebih berkembang. Mutasi merupakan kegiatan rutin dari perusahaan

untuk melaksanakan prinsip the right men on the right place.

Sedangkan landasan hukum pelaksanaan mutasi, pengangkatan dan

pemberhentian pegawai negeri sipil adalah:

1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1999, tentang pokok-pokok kepegawaian

(Lembaga Negara Tahun 1999 Nomor 16 tambahan lembaran Negara Nomor

3890).

2) Tentang wewenang pengangkatan, pemindahn pemberhentian pegawai negeri

sipil, diatur dalam peraturan pemerintah nomor 96, tahun 2000

Kedua peraturan perundang- undangan diatas merupakan pedoman

pelaksanaan mutasi kepegawaian di setiap instansi umum dan daerah.

2. Tujuan Dan Manfaat Mutasi

Pelaksanaan mutasi pegawai mempunyai banyak tujuan dan manfaat yang

sangat berpengaruh kepada kemampuan dan kemauan kerja pegawai yang

mengakibatkan suatu keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.

Mutasi pegawai ini merupakan salah satu metode dalam program

pengembangan manajemen yang berfungsi untuk meningkatkan efektivitas manajer

18
secara keseluruhan dalam pekerjaan dan jabatanya dengan memperluas pengalaman

dan membiasakan dengan berbagai aspek dari operasi perusahaan.

Adapun tujuan dari mutasi menurut Hasibuan (2011:102) adalah sebagai berikut :

1) Untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

2) Untuk menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi

pekerjaan atau jabatan.

3) Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan.

4) Untuk menghilangkan rasa bosan/jemu terhadap pekerjaannya.

5) Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karir

yang lebih tinggi.

6) Untuk pelaksanaan hukuman/sanksi atas pelanggaran-pelanggaran yang

dilakukannya.

7) Untuk memberikan pengakuan dan imbalan terhadap prestasinya.

8) Untuk alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui persaingan terbuka.

9) Untuk tindakan pengamanan yang lebih baik Untuk alat pendorong agar spirit

kerja meningkat melalui persaingan terbuka.

10) Untuk tindakan pengamanan yang lebih baik.

11) Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan.

12) Untuk mengatasi perselisihan antara sesama karyawan.

Menurut Moekijat (2010:117) dalam program kepegawaian mutasi bertujuan untuk :

19
1) Mempertahankan pegawai-pegawai yang telah lama masa kerjanya sebagai

perubahan atau pengurangan keperluan produksi.

2) Mengembangkan kecakapan pegawai dalam berbagi bidang.

3) Megadakan penggantian antar regu.

4) Memperbaiki penempatan yang tidak memuaskan.

Selain tujuan, mutasi juga memiliki manfaat bagi karyawan. Menurut Siagian

(2011:172) manfaat mutasi adalah :

1) Pengalaman baru.

2) Cakrawala pandangan yang lebih luas.

3) Tidak terjadinya kebosanan atau kejenuhan.

4) Perolehan pengetahuan dan keterampilan baru.

5) Perolehan perspektif baru mengenai kehidupan organisasional.

6) Persiapan untuk menghadapi tugas baru, misalnya karena promosi.

7) Motivasi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi berkat tantangan dan situasi baru

yang dihadapi.

Sedangkan menurut Endang (2010:84) manfaat mutasi adalah :

1) Untuk memenuhi kekurangan karyawan di bagian lain, sehingga tidak perlu

mengambil tenaga kerja dari luar.

2) Untuk memenuhi keinginan karyawan, disesuaikan dengan minat, keahlian, dan

bidang tugas dan kemampuannya.

20
3) Untuk mengatasi rasa jenuh dan bosan karyawan terhadap pekerjaan, jabatan, dan

suasana tempat kerja.

4) Untuk memberikan motivasi kepada karyawan dalam mengembangkan

kemampuannya.

Menurut Felix A. Nigro (dalam Moekijat, 2010: 117) menyebut 5 macam manfaat

mutasi, yaitu :

1) Mutasi merupakan alat/cara yang berguna dalam program pelatihan jabatan,

seperti misalnya dalam pengembangan administrator.

2) Mutasi merupakan alat/cara mengembangkan pegawai-pegawai lama untuk

mencapai harapan-harapan puncak. Hal ini mencegah adanya penyewaan pegawai-

pegawai baru dari luar yang mahal untuk memenuhi kebutuhan tenaga manusia

yang mendadak.

3) Untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan perseorangan. Kadang-kadang

baik pemimpin maupun bawahan adalah cakap, tetapi apabila terjadi pertentangan

antara mereka, maka satu-satunya cara penyelesaian adalah mungkin

memindahkan pegawai.

4) Untuk memenuhi kebutuhan pegawai perseorangan. Pemindahan dapat diminta

oleh pegawai untuk memnuhi kebutuhan atau preferensi perseorangan pada tempat

pekerjaan.

5) Mutasi sebagai suatu tindakan disipliner.

21
Selain itu tujuan mutasi yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43

Tahun 1999, tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah sebagai berikut :

1) Peningkatan produktivitas kerja.

2) Pendayagunaan pegawai.

3) Pengembangan karier.

4) Penambahan tenaga-tenaga ahli pada unit-unit yang membutuhkan.

5) Pengisian jabatan-jabatan lowongan yang belum terisi.

6) Sebagai hukuman.

3. Jenis-Jenis Mutasi

Mutasi seringkali dilakukan atas keinginan/kebutuhan perusahaan atau atas

keinginan karyawan sendiri. Jenis mutasi menurut Endang (2010:87) adalah :

1) Dintinjau dari tempat kerja karyawan (sudah sesuai):

a) Mutasi antarurusan

b) Mutasi antarseksi

c) Mutasi antarbagian

d) Mutasi antarbiro

e) Mutasi antarinstansi

2) Ditinjau dari tujuan dan maksud mutasi :

a) Production transfer, mutasi pada jabatan yang sama, karena produksi di tempat

yang lama menurun.

22
b) Replacement transfer, mutasi dari jabatan yang sudah lama dipegang ke jabatan

yang sama di bagian lain, untuk menggantikan karyawan yang belum lama

bekerja atau karyawan yang diberhentikan.

c) Versatility transfer, mutasi dari jabatan yang satu ke jabatan lain untuk

menambah pengetahuan karyawan yang bersangkutan.

d) Shift transfer, mutasi dalam jabatan yang sama. Misalnya, shift A (malam)

pindah ke shift B (pagi).

e) Remedial transfer, mutasi karyawan ke bagian mana saja untuk memupuk dan

memperbaiki kerja sama antarkaryawan.

3) Ditinjau dari masa kerja karyawan :

a) Temporary transfer, mutasi yang bersifat sementara untuk mengganti karyawan

yang cuti atau berhalangan.

b) Permanent transfer, mutasi yang bersifat tetap.

Menurut Hasibuan (2011:105) ada beberapa sebab dan alasan dilakukannya mutasi

adalah sebagai berikut :

1) Permintaan sendiri. Alasan-alasannya adalah :

a) Kesehatan; misalnya fisik karyawan kurang mendukung untuk melaksanakan

pekerjaan. Misalnya dinas luar, mohon dimutasi menjadi dinas malam.

b) Keluarga; misalnya untuk merawat orang tua yang sudah lanjut usianya.

c) Kerja sama; misalnya tidak dapat bekerja sama dengan karyawan lainnya

karena terjadi pertengkaran atau perselisihan.

23
2) Alih Tugas Produktif (ATP) Alasannya didasarkan pada kecakapan, kemampuan,

sikap, dan disiplin karyawan. Jadi ATP ini biasanya bersifat mutasi vertikal

(promosi atau demosi). Menurut Paul Pigors dan Charles Mayers (dalam

Hasibuan,2011) mengemukakan 5 macam transfer, yaitu :

a) Production transfer, mengalihtugaskan karyawan dari satu bagian ke bagian

lain secara horizontal, karena pada bagian lain kekurangan tenaga kerja padahal

produksi akan ditingkatkan.

b) Replacement transfer, mengalihtugaskan karyawan yang sudah lama dinasnya

ke jabatan lain secara horizontal untuk menggantikan karyawan yang masa

dinasnya sedikit atau diberhentikan.

c) Versality transfer, mengalihtugaskan karyawan ke jabatan/pekerjaan lainnya

secara horizontal agar karyawan yang bersangkutan dapat melakukan pekerjan

atau ahli dalam berbagai lapangan pekerjaan.

d) Shift transfer, mengalihtugaskan seorang karyawan yang sifatnya horizontal

dari satu regu ke regu lain sedang pekerjannya tetap sama.

e) Remedial transfer, mengalihtugaskan seorang karyawan ke jabatan/pekerjaan

lain, baik pekerjaannya sama atau tidak atas permintaan karyawan bersangkutan

karena tidak dapat bekerja sama dengan rekanrekannya.

3) Pendekatan mutasi dari segi waktu yaitu:

a) Temporary transfer, mengalihtugaskan karyawan ke jabatan/pekerjaan lainnya

baik horizontal maupun vertikal yang sifatnya sementara.

24
b) Permanent transfer, mengalihtugaskan karyawan ke jabatan/pekerjaan baru

dalam waktu lama sampai dia dipindahkan/pensiun.

4) Masalah merit rating dan mutasi Merit rating artinya penilaian prestasi kerja yang

telah dilaksanakan apakah dengan rencana semula. Dalam hal ini penilaian

dilakukan apabila pekerjaan telah selesai dikerjakan atau pekerjaan sedang

dikerjakan. Merit rating terdiri atas initial appraisal (penilaian awal) dan periodical

appraisal (penilaian akhir).

5) Kendala-kendala pelaksanaan mutasi yaitu:

a) Formasi jabatan tidak (belum) memungkinkan.

b) Pengaruh senioritas.

c) Soal etis (etika).

d) Kesulitan menetapkan standar-standar sebagai kriteria untuk pelaksanaan.

4. Dasar Pelaksanaan Mutasi

Ada 3 sistem yang menjadi dasar pelaksanaan mutasi pegawai menurut H.

Malayu S.P. Hasibuan (2008:103) yaitu:

1) Merit system adalah mutasi pegawai yang didasarkan atas landasan yang bersifat

ilmiah, objektif dan hasil prestasi kerja. merit system ini merupakan dasar yang

baik karena:

a) Semangat kerja meningkat.

b) Output dan produktivitas kerja meningkat.

c) Jumlah kesalahan yang diperbuat menurun.

25
d) Absensi dan disiplin karyawan semakin baik.

e) Jumlah kecelakaan akan menurun.

2) Seniority systemadalah mutasi yang didasarkan atau landsan masa kerja, usia, dan

pengalaman kerja dari pegawai yang bersangkutan . sistem mutasi ini tidak

objektif karena kecakapan yang dimutasikan berdasarkan senioritas belum tentu

mampu menduduki jabatan yang baru

3) Spiol system adalah mutasi yang didasarkan landasan kekeluargaan. Sistem

mutasi ini kurang baik karena didasarkan atas pertimbangan suka atau tidak suka

Menurut Manullang (2008: 276) dalam penera pan mutasi, ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan, yaitu:

1) Jabatan karyawan yang dipindahkan harus bersamaan isinya dengan jabatan yang

ditinggalkan.

2) Metode melakukan pekerjaan harus sama antara yang satu dengan yang lain.

3) Pejabat yang dimutasikan harus mempunyai pengalaman yang memungkinkan

mengerti dasar-dasar pekerjaan baru.

Siswanto (2002:214) mengemukakan ada tiga jenis penolakan pegawai terhadap

mutasi pegawai, yaitu:

1) Faktor logis atau rasional : Penolakan ini dilakukan dengan pertimbangan waktu

yang diperlukan untuk menyesuaikan diri, upaya ekstra untuk belajar kembali,

kemungkinan timbulnya situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan

tingkat ketrampilan, serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan.

26
2) Faktor Psikologis : Penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan

penolakan yang dilakukan berdasarkan emosi, sentimen, dan sikap. Seperti

kekhawatiran akan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi

terhadap perubahan, tidak menyukai pimpinan atau agen perubahan yang lain,

rendahnya kepercayaan terhadap pihak lain, kebutuhan akan rasa aman.

3) Faktor Sosiologis (kepentingan kelompok) : Penolakan terjadi karena beberapa

alasan antara lain konspirasi yang bersifat politis, bertentangan dengan nilai

kelompok, kepentingan pribadi, dan keinginan mempertahankan hubungan

(relationship) yang terjalin sekarang.

5. Teknik Mutasi

Mutasi dalam suatu organisasi dapat dilakukan dengan dua cara menurut

Hasibuan (2011:103), yaitu:

1) Cara tidak ilmiah Mutasi dengan cara tidak ilmiah dilakukan :

a) Tidak didasarkan kepada norma/standar kriteria tertentu.

b) Berorientasi semata-mata kepada masa kerja dan ijazah, bukan atas prestasi

atau faktor-faktor riil.

c) Berorientasi kepada banyaknya anggaran yang tersedia, bukan atas kebutuhan

riil karyawan.

d) Berdasarkan spoil system.

2) Cara ilmiah Mutasi dengan cara ilmiah dilakukan :

a) Berdasarkan norma atau standar kriteria tertentu, seperti analisis pekerjaan.

27
b) Beriorentasi pada kebutuhan yang riil/nyata.

c) Berorientasi pada formasi riil kepegawaian.

d) Berorientasi kepada tujuan yang beraneka ragam.

e) Berdasarkan objektivitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Endang (2010:84) mutasi dalam suatu organisasi dapat dilakukan dengan

dua cara, yaitu:

1) Horizontal (rotasi kerja/mutasi biasa), pemindahan karyawan dari satu posisi/

jabatan/tempat/pekerjaan yang lain yang setara tanpa diikuti dengan kenaikan atau

penurunan jabatan.

2) Vertikal (promosi dan demosi)

Promosi adalah pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain yang tinggi

disertai dengan wewenang, dan tanggung jawap yang lebih besar. Sedangkan

denosi adalah pemindahan kariawan dari suatu jabatan kejabatan lain yang lebih

rendah dalam suatu organisasi, sehingga wewenang, tanggung jawap dan

pendapatan statusnya pun lebih rendah

6. Faktor faktor yang Harus Diperhatikan Dalam Mutasi

Mutasi yang dilaksanakan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi oleh

karena itu perlu ada evaluasi pada setiap perkerja secara berkesinambungan secara

objekif. Dalam melaksanakan mutasi harus dipertimbangkan faktor-faktor yang

dianggap objektif dan rasional, yaitu (Siswanto, 2002 : 221):

a. Mutasi disebabkan kebijakan dan peraturan manajer.

28
b. Mutasi atas dasar prinsip The right man on the right place.

c. Mutasi sebagai dasar untuk meningkatkan modal kerja.

d. Mutasi sebagai media kompetisi yang maksimal.

e. Mutasi sebagai langkah untuk promosi.

f. Mutasi untuk mengurangi labour turn over.

g. Mutasi harus terkoordinasi.

7. Sebab dan Alasan Mutasi

Mutasi atau pemindahan pegawai menurut H. Malayu S.P. Hasibuan (2008 :

104) dapat terjadi karena 2 hal, yaitu :

a. Mutasi atas keinginan pegawai

Mutasi atas permintaan sendiri adalah mutasi yang dilakukan atas keinginan sendiri

dari pegawai yang bersangkutan dengan mendapat persetujuan pimpinan

organisasi. Misalnya, karena alasan keluarga untuk merawat orang tua yang sudah

lanjut usia. Kemudian alasan kerja sama, dimana tidak dapat bekerja sama dengan

pegawai lainnya karena terjadi pertengkaran atau perselisihan, iklim kerja kurang

cocok dengan pegawai dan alasan-alasan sejenisnya.

b. Alih tugas produktif (ATP)

Alih tugas produktif adalah mutasi karena kehendak pimpinan perusahaan untuk

meningkatkan produksi dengan menempatkan pegawai bersangkutan ke jabatan

atau pekerjaan yang sesuai dengan kecakapannya. Alasan lain tugas produktif

29
didasarkan pada kecakapan, kemampuan pegawai, sikap dan disiplin pegawai.

Kegiatan ini menuntut keharusan pegawai untuk menjalankannya.

Paul Pigors dan Charles Mayers (Nasution, 2000:155) mutasi dibagi dalam beberapa

jenis yaitu production transfer, replacement transfer, versatility transfer, shift

transfer, dan remedial transfer.

1) Production transfer adalah mengalih tugaskan karyawan dari satu bagian ke

bagian lain secara horizontal, karena pada bagian lain kekurangan tenaga kerja

padahal produksi akan ditingkatkan.

2) Replacement transfer Replacement transfer adalah mengalih tugaskan

karyawan yang sudah lama dinasnya ke jabatan kain secara horizontal untuk

menggentikan karyawan yang masa dinasnya sedikit atau diberhentikan.

Replacement transfer terjadi kerena aktivitas perusahaan diperkecil.

3) Versality transfer Versality transfer adalah mengalih tugaskan karyawn ke

jabatan/pekejaan lainnya secara horizontal agar karyawn yang bersangkutan

dapat melakukan pekerjaan atau ahli dalam berbagai lapangan pekerjaan.

4) Shift transfer Shift transfer adalah mengalih tugaskan karyawan yang sifatnya

horizontal dari satu regu ke regu lain sedangkan pekerjaannya tetap sama.

5) Remedial transfer Remedial transfer adalah mengalih tugaskan seorang

karyawan ke jabatan lain, baik pekerjaannya sama atau tidak atas permintaan

30
karyawan bersngkutan karena tidak dapat bekerja sama dengan rekan-

rekannya.

8. Kendala Pelaksanaan Mutasi

Sastrohadiwiryo (2002 : 214) mengemukakan ada tiga jenis penolakan pegawai

terhadap mutasi pegawai, yaitu :

1. Faktor logis atau rasional

Penolakan ini dilakukan dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk

menyesuaikan diri, upaya ekstra untuk belajar kembali, kemungkinan timbulnya

situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan tingkat keterampilan karena formasi

jabatan tidak memungkinkan, serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh

perusahaan.

2. Faktor Psikologis

Penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan penolakan yang

dilakukan berdasarkan emosi, sentimen, dan sikap. Seperti kekhawatiran akan sesuatu

yang tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi terhadap perubahan, tidak

menyukai pimpinan atau agen perubahan yang lain, rendahnya kepercayaan terhadap

pihak lain, kebutuhan akan rasa aman.

3. Faktor Sosiologis (kepentingan kelompok)

Penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang bersifat

politis, bertentangan dengan nilai kelompok, kepentingan pribadi, dan keinginan

mempertahankan hubungan (relationship) yang terjalin sekarang.

31
C. Konsep Efektivitas Kerja

1. Pengertian Efektivitas Kerja

Pembicaraan sekitar efektivitas kerja pegawai adalah sesuatu yang sangat

menarik untuk dilakukan,dan pasti akan berkaitan dengan banyak faktor. Jika

dikatakan bahwa efektivitas kerja pegawai merupakan sikap atau kondisi umum

seseorang yang positif terhadap kehidupan organisasionalnya,maka jelaslah bahwa

setiap pemimpin perlu mengambil berbagai langkah agar semakin banyak (apabila

mungkin semua) bawahannya merasa puas dan selalu bersemangat dalam

bekerja,yang pada saatnya nanti akan mencapai tingkat efektivitas kerja pegawai yang

bersangkutan sesuai yang diharapkan.Untuk dapat melakukan dengan cepat dan

tepat,diperlukan pemahaman teknik dan cara yang dapat digunakan untuk mengukur

tingkat efektivitas kerja para pegawai tersebut.

Dalam hubungan ini perlu diperhatikan bahwa seseorang pegawai tidak akan

melakukan tugasnya dengan baik dalam suasana kehampaan.Artinya seseorang dalam

melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya tidak membatasi keberadaannnya

dalam organisasi hanya pada penyelesaian tugas itu berdasarkan keterampilan dan

diskripsi tugas yang sudah jelas.

Disamping hal-hal yang bersifat tehnis,terdapat faktor-faktor lain yang

sifatnya tidak tehnis,melainkan psikologi,sosio kultural dan intelektual.Artinya dalam

kehidupan berorganosasi,berkarya tidak dapat dipandang semata-mata hanya sebagai

wahana untuk merumuskan kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya wahana untuk

memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya individualistic dan ekonomis,tetapi

32
juga berbagai kebutuhan lainnya. Interaksi dengan berbagai pihak seperti rekan

sekerja,atasan dan bawahan mutlak diperlukan.

Tidak satu pun pekerjaan organisasi yang dapat diselesaikan hanya oleh

seseorang tanpa interaksi sama sekali dengan pihak lain.ketaatan terhadap berbagai

ketentuan yang berlaku dalam organisasi,melakukan penyesuaian dengan tradisi dan

kultur organisasi adalah beberapa contoh lain dari faktor-faktor yang perlu mendapat

perhatian dalam mendorong tercapainya tingkat efektifitas kerja pegawai dalam

kehidupan organisasi.

Mengenai faktor-faktor yang penting dalam mendorong peningkatan

efektifitas kerja pegawai dalam menyelesaikan tugasnya menurut pendapat ahli yang

penulis kutip,antara lain sebagai berikut:

Menurut Stephen P.Robbins (1996 : 24) mennyatakan bahwa faktor-faktor

yang mendorong peningkatan efektivitas kerja pegawai,adalah:

1. sikap (disiplin)

2. Kepentingan atau minat

3. Motif

4. Pengalaman masa lalu

5. Penerapan (dispektasi)

Masih Stephen P.Robbins (1996:225), dalam halaman berikutnya

mengemukakan terdapat empat faktor yang dapat mendukung atau mendorong tingkat

efektifitas kerja pegawai,yaitu:

33
1. kendali (kontrol pengawasan)

2. motivasi

3. pengungkapan emosional

4. Informasi

Menurut Adam Ibrahim Indrawijaya (2000:73),Mengatakan bahwa faktor-

faktor yang dapat mendorong efektivitas pegawai adalah:

1. Pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahliannya.

2. pekerjaan yang menyediakan perlengkapan yang baik.

3. Pekerjaan yang menyediakan informasi yang lengkap.

4. Pengawasan yang tidak terlalu ketat.

5. Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang memadai.

6. Pekerjaan yang memberikan rasa aman dan tenang.

7. Harapan yang dikandung pegawai itu sendiri.

Kemudian Sondang P.Siagian (1995:101), menyatakan bahwa faktor-faktor

yang menentukan efektivitas kerja pegawai (seseorang) adalah:

1. Karakteristik individual

2. sikap

3. Motif

4. Kepentingan

5. Minat

6. Pengalaman

34
7. Harapan

Menurut Stan Kossen (1993:228) dikatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi efektivitas kerja pegawai adalah:

1. Organisasi itu sendiri

2. Kegiatan-kegiatan itu sendiri

3. Sifat pekerjaan

4. Teman-teman sejawat mereka

5. Majikan-majikan mereka

6. Konsep-konsep mereka sendiri

7. Pemenuhan keperluan mereka

Menurut Handayaningrat (1996:16):

“Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasran atau tujuab yang telah

ditentukan sebelumnya”.

Pengertian efektivitas kerja menurut Susanto (2004:41):

“Efektivitas artinya informasi harus sesuai dengan kebutuhan pemakai dalam

mendukung suatu proses bisnis,termasuk di dalam informasi tersebut harus disajikan

dalam waktu yang tepat,format yang tepat sehingga dapat dipahami,konsisten dengan

format sebelumnya,isinya sesuai dengan kebutuhan saat ini dan lengkap atau sesuai

dengan kebutuhan dan ketentuan.

Sedangkan menurut Amsyah (2003:131) Efektifitas adalah kegiatan dengan

mulai adanya fakta kegiatan sehingga menjadi data,baik yang berasal dari hubungan

35
dan transaksi internal dan eksternal maupun berasal dari hubungan antar unit dan di

dalam unit itu sendiri.. Pengertian yang dikemukakan para ahli diatas mengenai

efektivitas pada dasarnya hanya mengenai tujuan organisasi/instansi terhadap kinerja

pegawai sebagai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dari sudut pandang:

pertama dari segi hasil,tujuan atau akibat yang dikehendaki dapat dicapai,dan kedua

dari segi usaha yang ditempuh dan dilaksanakan telah tercapai dan keduanya secara

maksimal.

Dari berbagai pendapat mengenai efektivitas tersebut,penulis dapat menarik

suatu kesimpulan bahwa efektivitas kerja pegawai dapat dikatakan sebagai taraf

tercapainya suatu tujuan tertentu secara maksimal,baik ditinjau dari segi

proses,jumlah format,serta ketepatan waktu sesuai prosedur,kebutuhan,dan ketentuan

yang ditetapkan dalam organisasi tersebut. membahas masalah rendahnya tingkat

efektivitas kerja pegawai dalam menyelesaikan tugas pokok dan fungsinya sebagai

aparatur Pemerintah di Kantor Dinas Sosial Propinsi Sulawesi Selatan,terlebih dahulu

perlu diketahui bagaimana suatu organisasi itu dapat dikatakan mencapai tujuan

dengan efektif. Atau dengan kata lain,apa kriteria yang digunakan untuk bisa

mengatakan bahwa suatu organisasi dapat mencapai efektivitas yang diinginkan

dalam mencapai tujuannya.

Perkataan efektivitas meskipun sering diucapkan,tetapi sering pengertiannya

mempunyai makna yang berbeda. Suatu upaya untuk mendefinisikan yang umum dan

sering digunakan adalah bertumpu pada pendekatan efektifitas dari segi optimasi

36
tujuan,yakni kemampuan organisasi memanfaatkan sumber daya untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

Pendefinisian yang sederhana tersebut menimbulkan kebingungan apabila kita

hendak mengoperasikan konsep tujuan. Oleh karena itu, definisi yang bertumpu pada

optimasi tujuan haruslah diberi makna sebagai tujuan yang diukur menurut konsep

organisas, yaitu ukuran mengenai seberapa jauh suatu organisasi mencapai tujuan

yang hendak capai.

Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok.Hal ini

disebabkan adanya beberapa pandangan mengenai efektivitas itu sendiri.

Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau

sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut Harbani Pasolong (2007:4),

efektivitas pada dasarnya berasal dari kata “efek” dan digunakan istilah ini sebagai

hubungan sebab akibat. Efektivitas menurut arti harfiahnya adalah suatu efek atau

akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan.

Kata efektivitas tidak dapat disamakan dengan efisien. karena keduanya

memiliki arti yang berbeda walupun dalam berbagai penggunaan kata efisien lekat

dengan efektivitas. Efisiensi mengandung pengertian perbandinganantara biaya dan

hasil,sedangkan efektivitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian tujuan.

Kamus Ilmiah populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan pengguna, hasil

guna atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari

produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal,yaitu

37
mengarah kepada pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas,kuantitas dan

waktu.

Menurut Patron (1986:157) Efektifitas kerja adalah sebuah kriteria evaluasi

tentang pengukuran keberhasilan dari suatu kebijaksanaan atau perencanaan

dibandingkan dengan akibat atau hasil yang diharapkan. Jadi antara hasil pekerjaan

yang dicapai dengan tujuan perencanaan harus sinkron, karena itu sebagai indikator

dari efektifitas kerja dalam sebuah kantor atau organisasi. Pengertian efektivitas

secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang

terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektivitas menurut

Hidayat,1986.

pengertian efektivitas menurut Hidayat,1986 adalah suatu ukuran yang

menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai.

Dimana makin besar presentase target yang di capai, makin tinggi efektivitasnya”.

Pendefinisian yang sederhana tersebut menimbulkan kebingungan apabila hendak

mengoperasionalkan konsep tujuan. Oleh karena itu,defenisi yang bertumpu pada

optimalisasi tujuan haruslah diberi makna sebagai tujuan yang diukur menurut konsep

organisasi,yaitu ukuran mengenai seberapa jauh suatu organisasi mencapai tujuan

yang hendak dicapai.

Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok,hal ini

disebabkan oleh adanya beberapapandangan mengenai efektivitas itu sendiri. Secara

sederhana dapat dikatakan bahwa efektivitas kerja berarti penyelesaian pekerjaan

tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Artinya,apakah pelaksanaan suatu

38
kegiatan/tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung pada bilamana tugas itu

diselesaikan,dan tidak terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara pelaksanaan

dan biaya yang dikeluarkan untuk itu.

Efektivitas kerja pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

dapat dicapai apabila organisasi itu juga mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan

perubahan lingkungan. Dalam hal ini efektivitas harus termasuk juga efisiensinya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja

Efektivitas yang diartikan sebagai keberhasilan melakukan program

dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor yang dapat menentukan efektivitas kerja

pegawai berhasil dilakukan dengan baik atau tidak dipengaruhi oleh gaya

kepemimpinan. Tugas pegawai dapat berjalan dengan baik apabila dilakukan

pemberitahuan (komunikasi) tentang pendelegasian tugas/tanggung jawab serta

adanya evaluasi kerja dari pimpinan. Menurut Relly (2003:119) Faktor-faktor yang

mempengaruhi efektivitas kerja dalam organisasi :

1. Waktu

Ketepatan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan faktor utama.

Semakin lama tugas yang dibebankan itu dikerjakan, maka semakin banyak tugas

lain menyusul dan hal ini akan memperkecil tingkat efektivitas kerja karena

memakan waktu yang tidak sedikit.

2. Tugas

Bawahan harus diberitahukan maksud dan pentingnya tugas-tugas yang

didelegasikan kepada pegawainya.

39
3. Produktivitas

Seorang pegawai mempunyai produktivitas kerja yang tinggi dalam bekerja

tentunya akan dapat menghasilkan efektivitas kerja yang baik demikian pula

sebaliknya.

4. Motivasi

Pimpinan dapat mendorong pegawainya melalui perhatian pada kebutuhan dan

tujuan mereka yang sensitif. Semakin termotivasi karyawan untuk bekerja secara

positif semakin baik pula kinerja yang dihasilkan.

5. Evaluasi Kerja

Pimpinan memberikan dorongan, bantuan dan informasi kepada

pegawainya,sebaliknya pegawai harus melaksanakan tugas dengan baik dan

menyelesaikan untuk dievaluasi tugas terlaksana dengan baik atau tidak.

6. Pengawasan

Dengan adanya pengawasan maka kinerja pegawai dapat terus terpantau dan hal

ini dapat memperkecil resiko kesalahan dalam pelaksanaan tugas.

7. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah menyangkut tata ruang, cahaya alam dan pengaruh suara

yang mempengaruhi konsentrasi seseorang pegawai sewaktu bekerja.

8. Perlengkapan dan Fasilitas

Adalah suatu sarana dan peralatan yang disediakan oleh pimpinan dalam bekerja.

Fasilitas yang kurang lengkap akan mempengaruhi kelancaran pegawai dalam

bekerja. Semakin baik sarana yang disediakan oleh pemerintah akan

40
mempengaruhi semakin baiknya kerja seorang dalam mencapai tujuan atau hasil

yang diharapkan

3. Alat Ukur Efektivitas Kerja Pegawai

Untuk mencakup keseluruhan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas

kerja tersebut maka penulis menggunakan teori menurut Richard dan M. Steers

(1980:192) untuk mengukur efektivitas kerja pegawai yang meliputi unsur

kemampuan menyesuaikan diri / prestasi kerja dan kepuasan kerja :

1. Kemampuan menyesuaikan diri

Kemampuan manusia terbatas dalam sagala hal, sehingga dengan

keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapai pemenuhan

kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini sesuai pendapat

Ricard M. Steers yang menyatakan bahwa kunci keberhasilan organisasi adalah

kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap orang yang masuk dalam organisasi

dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja didalamnya

maupun dengan pekerjaan dalam organisasi tersebut. Jika kemampuan menyesuaikan

diri tersebut dapat berjalan maka tujuan organisasi dapat tercapai.

Indikator-indikator penilaian kemampuan menyesuaikan diri pegawai yaitu:

a) Situasi:Situasi baik di dalam kantor maupun di luar yang kondusif dapat

menimbulkan rasa nyaman bagi para pegawai untuk melaaksanakan tugasnya.

b) Komunikasi:komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen

banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya.Dalam hal ini adanya

kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar,memahami dan mengakui

41
pendapat ataupun prestasi pegawainya sangat berperan dalam menimbulkan rasa

puas terhadap kerja.

c) kerjasama:saling bekerja sama antar pegawai dapat menjadikan pekerjaan

semakinmudah.dalam hal ini setiap pegawai mampu bekerjasama dengan baik

dengan sesamanya sehingga tujuan organisasi dapat terwujud.

2. Prestasi kerja

Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas

kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu (Hasibuan, 2001:94). Dari pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan kecakapan, pengalaman, kesungguhan

waktu yang dimiliki oleh pegawai maka tugas yang diberikan dapat dilaksanakan

sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

Prestasi kerja merupakan gambaran hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dalam jangka waktu

tertentu,dengan kata lain prestasi kerja pegawai adalah kemampuan kerja pegawai

untuk melaksanakan tugasnya sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang

menunjukkan pada pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki.

Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa

inggris disebut dengan performance.Pada prinsipnya,ada istilah lain yang yang lebih

menggambarkan pada “prestasi” dalam bahasa inggris yaitu kata “to achieve” yang

42
berarti “mencapai”,maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi

“pencapaian” atau “apa yang dicapai’.

hal utama yang dituntut oleh badan pemerintahan dari pegawainya adalah

prestasi kerja mereka yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.Prestasi kerja

pegawai akan membawa dampak bagi pegawai yang bersangkutan maupun badan

pemerintahan tempat mereka bekerja.Prestasi kerja yang tinggi akan meningkatkan

prodiktivitas,Sebaliknya prestasi kerja pegawai yang rendah dapat menurunkan

tingkat kualitas dan produktivitas kerja pegawai.

Ukuran suatu prestasi kerja menurut Manulang (2014) dapat di bagi menjadi

beberapa bagian antara lain:

a) kualitas kerja

b) kuantitas kerja

c) ketetapan waktu

3. Kepuasan kerja.

Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting,karena

terbukti besar manfaatnya bagi kepentingan individu,pemerintahan dan masyarakat.

Bagi individu,penelitian tentang sebab-sebab dan sumber-sumber kepuasan kerja

memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahgiaan hidup mereka. Bagi

pemerintahan,penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha

peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah

laku pegawainya.Selanjutnya,masyarakat tentu akan menikmati hasil kapasitas

maksimum dari industri serta naiknya nilai manusia di dalam konteks pekerjaan.

43
Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya

dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang

setimpal, dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi tempat

mereka berada.

Adapun indikator-indikator penilaian kepuasan kerja pegawai:

a. Isi pekerjaaan:Penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol

terhadap pekerjaan.

b. Supervisi:Keadilan dalam kompetensi penugasan managerial oleh pimpinan.

c. Organisasi dan manajemen: Mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang

stabil.

d. Kesempatan untuk maju:Dalam hal ini setiap pegawai diberikan kesempatan

untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama keja.

44
D. Kerangka Pikir

Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini perlu dioperasionalkan,

bertujuan untuk menyamakan persepsi sehingga kesalah pahaman dalam menafsirkan

dapat diminimalisir dan penulisan penelitian ini didukung dengan melihat fenomena-

fenomena yang penulis temui dilapangan.

Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai

berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir

Mutasi ASN Dalam Meningkatkan Efektifitas Kerja Pada


Badan Kepegawaian Pendidikan Dan Pelatihan Kabupaten
Muna Barat

Pelaksanaan Mutasi Alat Ukur Efektivitas Kerja

1) Merit System 1) Kualitas Kerja

1) Seniority System 2) Kuantitas kerja

3) Spiol System 3) Ketepatan Waktu

Hasibuan (2008:103) Manulang (2014)

BAB III

45
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan

Kabupaten Muna Barat yang akan dijadikan sebagai unit analisis penelitian. Dengan

pertimbangan memudahkan penulis dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan

dan pada akhirnya waktu, tenaga dapat dimanfaatkan dapat dimanfaatkan seefisien

mungkin.

B. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang ditelah dengan

menggunakan deskriptif kualitatif, untuk memperoleh hasil secara mendalam dan

menyeluruh mengenai “Mutasi Aparatur Sipil Negara Dalam Meningkatkan

Efektivitas Kerja Pegawai Pada Badan Kepegawian Pendidikan Dan Pelatihan

Kabupaten Muna Barat”.Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif.

Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan

masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Data yang diperolah dalam

penelitian ini akan dianalisa dengan menggunakan bentuk analisis kualitatif. Analisis

ini akan mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan temuan di lapangan dan

selanjutnya diberi penafsiran dan kesimpulan.

C. Informan Penelitian

46
Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama dalam

pengumpulan data adalah pemilihan informan.Informan penelitian adalah orang yang

dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang

penelitian (Moleong 2007). Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui

permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah

populasi. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik penentuan informan dengan pertimbangan tertentu

atau penentuan informan yang disengaja berdasarkan tujuan dan kebutuhan peneliti

(Sugiyono 2008:85). Dengan mempertimbangkan bahwa informan mampu

memberikan keterangan dan informasi mengenai permasalahan dalam penelitian ini.

Guna mendapatkan dan melengkapi data-data penelitian, penulis menetapkan 6

orang sebagai informan sebagai berikut :

1. Kepala Badan

2. Kepala Sub Kepegawaian dan Umum

3. Kepala Sub Bidang Mutasi, Promosi Dan Disiplin

4. Kepala Sub Bidang Struktural Dan Diklat Pejabat

5. Pegawai yang di mutasi (2 orang)

Dalam penelitian ini ditetapkan seorang informan kunci (key informan) yang

dianggap paling mengetahui kondisi mengenai Mutasi ASN dalam meningkatkan

efektivitas kerja.

D. Sumber Data

47
Sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian maka sumber data yang

digunakan adalah :

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh pertama kali dan merupakan segala informasi

yang diperoleh dari informan dan melalui wawancara yang dicatat oleh peneliti

secara langsung dari objek penelitian.

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dan berhubungan

dengan penelitian seperti dokumen, buku, catatan-catatan, jurnal, laporan, arsip dan

monografi.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara:

1. Observasi yaitu kegiatan untuk mendapatkan data yang faktual dengan cara

mengadakan pengamatan terhadap kondisi fisik, fasilitas dan perilaku secara

langsung pada objek penelitian. Mengumpulkan data secara langsung terhadap

objek yang diteliti dan diambil dari hasil pengamatan gejala yang dapat menunjang

penelitian ini.

2. Interview (wawancara) yaitu pengumpulan data melalui tanya jawab secara

langsung dan terarah kepada beberapa informan yang dianggap dapat memberikan

informasi mengenai beberapa hal yang relevan dengan penelitian.

3. Studi dokumentasi yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data yang

diperlukan dengan mempelajarai dokumen-dokumen yang sudah ada. Hal ini

dimaksud untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan materi

48
penelitian. Studi dokumentasi dilakukan dengan mempelajari buku-buku dan hasil

laporan lain yang ada kaitannya dengan penelitian

F. Analisis Data

Data yang akan dihimpun dalam penelitian baik data primer maupun data sekunder

akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Teknik analisis ini dilakukan dalam beberapa

langkah yaitu :

1. Pertama reduksi data sebagi pemilihan, pemusatan fokus pada penyederhanaan dan

abstraksi serta transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di

lapangan.

2. Kedua penyajian data, dimaknai sebagai sekumpulan informasi tersusun yang

terdapat variasi bentuk yang dapat digunakan dalam penyajian, antara lain; matriks,

grafik, jaringan, serta bagan-bagan.

3. Ketiga, data-data yang didapatkan kemudian disimpulkan, data-data yang

disimpulkan merupakan hasil interpretasi peneliti dari keseluruhan data-data yang

diperoleh dari hasil wawancara dengan informan.

4. Keempat, seluruh data-data hasil wawancara yang telah disimpulkan dan

diinterpretasikan kemudian dilakukan triangulasi. Data-data hasil wawancara

informan akan dibandingkan dengan data hasil wawancara dari informan lainnya.

Selanjutnya data yang telah disimpulkan dan diinterpretasikan oleh peneliti kemudian

dicocokkan dengan hasil pengamatan (observasi) selama peneliti berada di lapangan.

G. Defenisi Konsep

49
Berdasarkan perumusan penelitian masalah dan kajian literatur yang telah

disebutkan di atas maka dalam menganalisis permasalahan dan ditetapkan variabel

yang di analisis terkait dengan permasalahan yang ada. Pada tahap ini adalah

mendefiniskan konsep-konsep yang menjadi variabel bebas dan variabel tergantung

sebagai termenologi penelitian ini.Pengertian konsep adalah abstraksi mengenai suatu

fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik

kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu. Penggunaan konsep diharapkan

dapat menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa

kejadian (event) yang berkaitan satu sama lainnya. Defenisi konsep dijelaskan sebagai

berikut :

1. Jabatan-jabatan aparatur sipil negara (ASN)

a. jabatan administrasi yakni sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas

berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan

pembangunan

b. jabatan fungsional yakni sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas

berkaitan dengan pelayanan fungsional dan berdasarkan pada keahlian dan

keterampilan tertentu

c. jabatan pimpinan tinggi yakni sekelompok jabatan tinggi pada instansi

pemerintahan

2. Pelaksanaan Mutasi

50
a. Merit system adalah mutasi karyawan yang didasarkan atas landasan yang

bersifat ilmiah, objektif, dan hasil prestasi kerjanya.

b. Seniority systemadalah mutasi yang didasarkan atas landasan masa kerja, usia

dan pengalaman kerja dari karyawan bersangkutan.

c. Spoil system adalah mutasi yang didasarkan atas landasan kekeluargaan.

3. Alat ukur efektivitas kerja pegawai

a. Kualitas kerja yaitu mutu hasil kerja sesuai dengan standar yang telah di

tetapkan oleh instansi atau perusahaan.

b. Kualitas kerja adalah jumlah hasil kerja sesuai dengan standar yang telah di

tetapkan oleh instansi atau perusahaan.

c. Ketepatan waktu adalah waktu penyesuaian pekerjaan sesuai dengan standar

waktu yang telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

51
B. Siswanto Sastrohadiwiryo. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan

Administrasi dan Operasional. Jakarta : Bumi Aksara

Bukhori Endang. (2010).“Hubungan Faktor Resiko Peker jaan Dengan Terjadinya

Keluhan Musculosketal Disorder (MSDs) Pada Tukang Angkut Beban

Penambang Emas Di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak”.Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Daryanto. 2013. Sari Kuliah Manajemen Pemasaran (cetakan 2). Bandung. Penerbit:

PT Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.

Hanggraeni, Dewi. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta. Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas b Indonesia.

Hasibuan, Malayu S.P 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,

Bandung, PT. Bumi Aksa.

_____2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

_____2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.

_____2013.Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta : bumi aksara

Indrawijaya, I.Adam, 2000, Perilaku organisasi, Cetakan Keenam, Sinar Biru

Algensindo, Bandung

Manullang, 2008, Dasar-Dasar Manajemen, Yogyakarta: Ghalia Indonesia (GI)

_________2014, Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta.

52
Moekijat, 2010, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan kesembilan, Penerbit :

Mandar Maju, Bandung

Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja

Rosdakarya Offset, Bandung

Munandar.2004. Peran Budaya Organisasi dalam Peningkatan Untuk Kerja

Perusahaan.Jakarta : Bagian Psigokologi Industri dan Organisasi Fakultas

Psikologo Universitas Indonesia.

Musanef ,1990:16-17. Manajemen Kepegawaian di Indonesia, PT Gunung Agung,

Jakarta.

Nitisemito, Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia ,1983.

Nigro Felix A, Public Personal Administratrion, Holt, Rinehart and Winston, Inc,

New York, 1963.

P. Robins, Stephen, 1990, Teori Organisasi, Struktur, Desain dan Aplikasi, Arcan,

Jakarta.

Peraturan Pemerintah, No11 tahun 2017 tentang Manajemen Kepegawaian PNS.

Pigors, Paul.,& Charles A. Myers. 1961. Personal Administration. New York : Mc

Graw Hill Book Company, Inc.

Sastrohadiwiryo. 2012. “Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia”.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

53
Sondang P. Siagian. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Jakarta.

Stand Kossen, 1986, Aspek Manusia dan Organisasi, penterjemah : Bakri Siregar,

Erlangga, Jakarta.

Steers Richard.M.. 2005. Efektivitas Organisasi. (Terjemahan). Jakarta: ErlanggaS

Sugiyono (2004) . Metode Penelitian.Bandung: Alfabeta.

________(2008). Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung

Alfabeta.

54

Anda mungkin juga menyukai