Anda di halaman 1dari 2

Bab Al-Fawaat (Ketertinggalan) dan Al-Ihshar

(Pencegahan)

Al-fawaat artinya tidak bisa menunaikan haji karena tidak bisa masuk Arafah disebabkan sakit yang
terhalang dari wukuf atau telat untuk wukuf, atau ia tersesat di jalan.
Al-ihshaar artinya jika ada musuh yang mencegahnya sehingga sulit menyempurnakan manasik haji.
Ihshaar ini terjadi perselisihan apakah hanya terkait dengan musuh saja ataukah umum untuk hal lain
pula.

Hadits #779
,ُ‫ { َق ْد ُأحْ صِ َر َرسُو ُل هَّللَا ِ ( َف َح َل َق َو َجا َم َع ن َِسا َءه‬:‫َّاس َرضِ َي هَّللَا ُ َع ْن ُه َما َقا َل‬
ٍ ‫ْن َعب‬
ِ ‫َع ِن ِاب‬
ِ ‫ َح َّتى ِاعْ َت َم َر َعامًا َق ِاباًل } َر َواهُ اَ ْلب َُخ‬,ُ‫َو َن َح َر َه ْد َيه‬
. ُّ‫اري‬
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah terhalang, lalu beliau mencukur rambut kepalanya, berhubungan intim dengan istrinya, dan
menyembelih hadyu hingga berumrah tahun depan. (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 1809]

Faedah hadits
​ Al-Ihshaar adalah ada yang menghalangi untuk sampai ke Makkah sehingga tidak bisa
menjalankan manasik haji atau umrah padahal telah niat berihram. Sebab penghalang adalah
karena sakit, tidak mampu secara mendadak, atau keadaan takut.
​ Hadits ini menjadi dalil siapa yang sudah berihram untuk umrah kemudian ia dicegah masuk
ke Baitullah oleh musuh, hendaklah ia bertahallul dari umrahnya dengan: (1) menyembelih
hadyu jika mudah baginya, yaitu seekor kambing atau 1/7 unta atau 1/7 sapi; (2) halq
(mencukur rambut). Tahallul ketika itu dibutuhkan karena jika tetap berihram, maka ada
kesulitan besar.
​ Para ulama pakar tafsir bersepakat bahwa ihshar yang dimaksud dalamsurah Al-Baqarah ayat
196 adalah pada peristiwa Hudaibiyah, tahun enam hijriyah, di mana orang-orang musyrik
menghalangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya untuk memasuki
Makkah, maka menyembelih hadyu, lalu mencukur rambut kepala, lalu sudah bertahallul,
mereka kembali ke Madinah. Kemudian mereka melakukan umrah qadha pada tahun
berikutnya, tahun tujuh hijriyah.
​ Ihshar pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi pada umrah. Para ulama qiyaskan
dengan haji.
​ Menurut jumhur ulama, jika tidak memiliki hadyu saat ihshar ini, wajib membelinya. Jika tidak
mendapatkan hadyu, maka berpuasa selama sepuluh hari. Tahallul ini diqiyaskan dengan haji
tamattu’. Namun, pensyariatan puasa ini tidak disebutkan dalam Al-Qur’an dan tidak ada
nukilan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perlu dipahami pula bahwa hadyu untuk
tamattu’ adalah dalam rangka bersyukur karena adanya penggabungan antara haji dan
umrah. Demikian kritikan dari Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 5:368-369.
​ Jika telah tahallul karena al-ihshaar, maka sudah halal berhubungan dengan istri.

Hadits #780
‫ْن َع ْب ِد‬ ِ ‫لز َبي ِْر ب‬ ِ ‫اع َة ِب ْن‬
ُّ َ‫ت ا‬ َ ‫ض َب‬ ُ ‫ { دَ َخ َل اَل َّن ِبيُّ ( َع َلى‬:‫ت‬ ْ ‫َو َعنْ َعاِئ َش َة َرضِ َي هَّللَا ُ َع ْن َها َقا َل‬
‫ َف َقا َل‬،‫ َوَأ َنا َشا ِك َي ٌة‬,َّ‫ َيا َرسُو َل هَّللَا ِ! ِإ ِّني ُأ ِري ُد اَ ْل َحج‬:‫ت‬ْ ‫ َف َقا َل‬,‫ب َرضِ َي هَّللَا ُ َع ْن َها‬ َّ ‫اَ ْلم‬
ِ ِ‫ُطل‬
. .ِ‫ْث َح َبسْ َتنِي ” } ُم َّت َف ٌق َع َل ْيه‬ ُ ‫ َأنَّ َم َحلِّي َحي‬:‫اَل َّن ِبيُّ ( ” حُجِّ ي َوا ْش َت ِرطِ ي‬
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumah
Dhubaa’ah binti Az-Zubair bin ‘Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, ‘Wahai Rasulullah,
sesunguhnya aku ingin menunaikan haji, tetapi aku sakit.’” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Berhajilah dan tetapkanlah syarat, bahwa tempat tahallulku ialah di mana aku terhalang.” (Muttafaqun
‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5089 dan Muslim, no. 1207]

Faedah hadits
​ Menambahkan syarat pada saat berniat ihram adalah mustahab secara mutlak karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada Dhubaa’ah binti Az-Zubair. Inilah pendapat
jumhur sahabat (di antaranya: ‘Umar, ‘Ali, Ibnu Mas’ud) dan kebanyakan tabiin (di antaranya:
Sa’id bin Al-Musayyib, ‘Atho’ bin Abi Robbah, ‘Atho’ bin Abi Yasar), dan juga pendapat Imam
Syafii, Ahmad, dan Ibnu Hazm. Pendapat lainnya menyatakan bahwa menambahkan syarat
tidaklah disyariatkan secara mutlak dan tidak bermanfaat dalam tahallul. Sedangkan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa menambahkan syarat pada saat berniat ihram
tetap disyariatkan bagi yang khawatir dari menyempurnakan manasik. Sedangkan yang tidak
khawatir, sunnahnya adalah ditinggalkan. Pendapat Ibnu Taimiyyah ini dianggap lebih kuat
menurut Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan.
​ Siapa yang menambahkan syarat saat berihram, kemudian datang penghalang seperti sakit,
adanya musuh, atau hilangnya nafkah, hendaklah ia tahallul dari ihramnya, ia tidak terkena
denda apa pun, tidak terkena qadha’, dan lainnya.

Sumber
https://rumaysho.com/37201-apa-yang-harus-dilakukan-jika-terhalang-dari-melakukan-umrah-atau-haj
i-padahal-sudah-berihram.html

Anda mungkin juga menyukai