Pedoman PPI Jebus
Pedoman PPI Jebus
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas harus didukung
oleh sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan
yang prima dan optimal. Pelayanan yang prima dan optimal dapat
diwujudkan dengan kemampuan kognitif dan motoric yang cukup yang
harus dimiliki oleh setiap petugas kesehatan khususnya di UPTD
Puskesmas Candilama. Seperti yang kita ketahui pengendalian infeksi di
Puskesmas merupakan rangkaian aktifitas kegiatan yang wajib dilakukan
oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang merupakan tuntutan
kualitas sekaligus persyaratan administrasi Puskesmas menuju akreditasi.
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien
selama dirawat di Rumah Sakit. Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya
transmisi mikroba pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit
dan perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari
rawat penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta
merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang
membantu.
Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare associated
Infection (HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana pelayanan
kesehatan di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat
pemeliharaan kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan
dirinya atau keluarganya kepada petugas kesehatan, maka kewajiban
petugas kesehatan adalah menjaga kepercayaan tersebut. Pelaksanaan
Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana
kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) sebagai tempat penyembuhan,
bukan menjadi sumber infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program
yang berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian
Infeksi (PPI). Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas
(Bachroen, 2000) menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan
petugas yang potensial meningkatkan penularan penyakit kepada diri
mereka, pasien yang dilayani dan masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan
tertular akibat tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang
terinfeksi. Sementara pasien dapat tertular melalui peralatan yang
terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah yang mengandung
virus.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya
manusia tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat
melindungi petugas dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna
meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic
di Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan
infeksi dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan
penyuluhan kepada pasien/ keluarga pasien tentang tindakan
pencegahan infeksi.
C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di
Puskesmas dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi
pada pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik
kontak langsung, droplet dan udara.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
KEDUDUKAN
NO.
DALAM TIM
1. Ketua
2. Tim Mutu
3. Anggota Tim
B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari
masing-masing unit terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. StandarFasilitas
1. Kebersihan tangan
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
6. Pengelolaan limbah dan benda tajam
7. Penempatan pasien
v. Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x),
punggung tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku
(5x), hingga bersih. Ganti tangan kanan, kerjakan serupa
berulang ulang lima sampai sepuluh menit.
vi. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi
Jari tangan lebih tinggi dan posisi siku.
vi. Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan
bawah sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan
seluruh area lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub
alkohol kering sempurna (15 detik)
vii. Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri
(5 detik), dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku,
sampai dengan kering sempurna (15 detik)
- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air
bersih adalah sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun
biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah
iritasi kulit dan dermatitis kontak karena seringnya mencuci tangan,
direkomendasikan penggunaan produk perawatan tangan (losion
pelembab/krem).
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih
atau keringkan di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan
cepat terkontaminasi dan tidak lagi direkomendasikan. Membawa handuk
/sapu tangan kecil pribadi membantu menghindari pemakaian handuk
kotor.
40 – 60 Detik
Sumber : Pedoman WHO, 2009
Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
Dilakukan setelah petugas mencuci tangan sampai dengan siku dengan sabun
berbahan chlorhexidin 4% tanpa sikat, tangan dalam kondisi kering.
B.
Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan
munculnya AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di
banyak negara, pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi
petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung),
sars dan penyakit infeksi lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian
APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan
pasien maupun petugas.
A. Penggunaan Sarung Tangan
Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal,
seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah
tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu
meebersihan alat kesehatan, membersihkan permukaan meja kerja,
membersihkan permukaan lingkungan, dll. Sarung tangan jenis ini
dapat digunakan lagi setelah dicuci besih
Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan Sarung
Tangan
Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:
a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau
melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar
robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau
penjepit;
Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat
melekat sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
Langkah 1:
Langkah 3:
Langkah 4:
Langkah 5:
Langkah 5.a :
C. Penggunaan Topi
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada
saat melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril
dipakai di berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar
bePuskesmasalin, ruang pulih di kamar bedah atau di ruang isolasi.
b. Melakukan irigasi
c. Tindakan drainase
a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju
terkena kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;
E. Penggunaan Apron
- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan sistem paket
buffer floor stock.
- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara
barang UPTD Puskesmas Ngemplak Simongan;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer floor
stock direncanakan dan diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai
kebutuhan pelayanan medis dan tindakan keperawatan spesifiknya;
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan
tim PPI
- Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap
penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik
pelayanan medis dan tindakan keperawatan di setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko
transmisi, dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan
di-feedback-kan kepada yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang
dan tim PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan.
7. Kenakan masker
4. Kenakan gaun luar
8. Kenakan penutup
kepala
5. Kenakan celemek plastik
9. Kenakan alat
pelindung mata
Langkah-Langkah Melepaskan Alat Pelindung Diri
7. Lepaskan pelindung
mata
2. Disinfeksi celemek dan
sepatu bot
8. Lepaskan penutup
kepala
3. Lepaskan sepasang sarung
tangan bagian luar
9. Lepaskan masker
4. Lepaskan celemek
11. Lepaskan
sepasang sarung
tangan bagian dalam
6. Disinfeksi tangan yang
mengenakan sarung tangan
12. Cuci tangan
dengan sabun dan air
bersih
Kacamat
Gaun/
Sarung a/
Jenis tindakan Masker Celeme Topi
tangan penutup
k
wajah
Metode sterilisasi :
Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan
terjaga mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat
kesehatan/instrumen pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat,
aman bagi pasien petugas serta lingkungan, yaitu :
Catatan
Prinsip pengemasan :
. Sterilisasi
d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin
autoclave dengan vakum
5. Penyimpanan:
7. Penggunaan :
- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
D. PENGELOLAAN LINEN
E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Kebersihan Ambulans
a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut
Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang
dihasilkan di Puskesmas dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti
pelayanan medis, perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah
yang dihasilkan Puskesmas pada saat dilakukan perawatan,
pengobatan atau penelitian. Limbah ini bisa membahayakan dan
menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung, masyarakat dan
terutama kepada petugas yang menangani limbah.
b. Sampah Non-Medis
Sampah non-medis adalah timbunan limbah padat pada
Puskesmas yang tidak termasuk dalam golongan sampah medis.
Sampah non-medis biasanya berupa sampah domestik seperti
timbunan sampah lain pada umumnya (sampah umum / domestik).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di
UPTD Puskemas Candilama untuk Sampah Umum / Domestik
dibedakan menjadi 2 besar, yaitu :
▪ Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa
makanan, dll.
▪ Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas,
plastik, dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah
Umum / Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu –
abu sesuai tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah
disediakan UPTD Puskesmas Ngemplak Simongan . Selanjutnya
dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA, bekerjasama dengan Dinas
pasar Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan.
PENGELOLAAN LIMBAH
▪ Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur
yang terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis
sisa hasil kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali
pakai.
Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh aktivitas
medis di Puskesmas memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No.
85/1999 menyatakan bahwa limbah yang memiliki karakteristik
besifat infeksius dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun). Salah satu upaya pengelolaan limbah
B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah dengan pengolahan
berupa proses pemanasan. Salah satu teknologi pemanasan
adalah pembakaran (incineration) dalam kondisi terkontrol pada
insenerator .
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara
optimal agar material yang dibakar dapat aman bagi lingkungan.
Untuk membuat proses insinerasi berlangsung secara optimal,
diperlukan suatu perencanaan design insenerator (incinerator)
yang baik sehingga hasil pembakaran yang diinginkan dapat
tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah:
1. Suatu teknologi pengolahan yang digunakan untuk menghilangkan
/ menghancurkan limbah dengan pembakaran terkontrol pada
temperatur yang tinggi.
2. Suatu teknologi pengolahan meliputi penghilangan/penghancuran
limbah dengan pembakaran terkontrol, seperti contoh:
pembakaran lumpur untuk memindahkan air dan mengurangi
residu yang dihasilkan, ash yang tidak terbakar dapat dibuang
dengan aman ke tanah, air, atau di bawah tanah lokasi
pengolahan. Material direduksi massa dan volume dengan
pembakaran.
3. Suatu penghilangan/penghancuran limbah padat, cair, atau gas
dengan pembakaran terkontrol pada temperatur tinggi. Komponen
B3 diubah menjadi ash, carbon dioxide, dan air. Pembakaran
digunakan untuk menghilangkan/menghancurkan komponen
organik, mengurangi volume limbah, dan penguapan air dan zat
cair lainnya yang mungkin dapat mengandung sedikit komponen
B3, seperti logam berat yang tidak terbakar, yang terkandung dari
limbah asal.
Sistem insinerasi didesain untuk menghilangkan hanya komponen
organik dari sampah. Dengan menghilangkan fraksi organik dan
mengubahnya menjadi carbon dioxide dan uap air, dapat
mengurangi volume limbah dan menjadikan komponen organik
termasuk yang toksik aman bagi lingkungan.
Pemilahan
Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat
medis dan non medis (basah dan kering).
Pembuangan Limbah
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan
sendiri;
Pecahan kaca
a. Sumber Limbah
Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen,
Phosphat, minyak – lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan
pembuangan limbah cair Puskesmas mengacu pada Baku mutu buangan
air limbah Puskesmas menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup no KEP 58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .
- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk
dalam karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu
penguapan pada temperatur 105° C. Zat – zat lain yang hilang pada
tekanan uap dan temperatur tePuskesmasebut tidak didefinisikan
sebagai total solid.
b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur
air minum. Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari
bekas pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya
kandungan polutan dalam air. Temperatur pada air buangan
memberikan pengaruh pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan
industri. Air buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan
sebagai akibat dari penguraian senyawa – senyawa organik oleh
bakteri, warna air buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan
bahwa air buangan telah menjadi atau dalam keadaan septik.
d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas
hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air
buangan adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara
anaerobik.
B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri
atas 3 (tiga) golongan utama, yaitu :
a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan
yang tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan
senyawa - senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri dari
kombinasi karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan
Phosphat (P) dalam berbagai bentuk. Senyawa – senyawa organik
ini, umumnya terdiri dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak
yang kesemuanya dinyatakan dalam parameter BOD dan COD.
Kandungan detergen dalam air, dimana umumnya detergen terbuat
dari senyawa ABS (Alkyl Benzen Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl
Sulfonat), dinyatakan dalam konsentrasi parameter MBAS (Methyline
Blue Alkyl Sulfonat ) atau CCE (Carbon Chloroform Extract).
b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat,
baik karena formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran
maupun karena penambahan buangan baru ke dlam aliran tersebut.
Konsentrasi unsur organik juga akan bertambah dengan proses
penguapan alami pada permukaan air. Adapun komponen –
komponen anorganaik yang terpenting dan berpenagruh terhadap air
buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.
c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum
diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang
disebut pertama sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan
ketiga terakhir berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri
dalam air buangan.
C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.
Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa,
sedangkan kelompok tumbuh – tumbuhan antara lain meliputi paku –
pakuan dan lumut. Bakteri berperan sangat penting dalam air buangan,
terutama dalam proses biologis. Kelompok bakteri secara dikelompokan
menjadi jenis bakteri yang patogen (menyebabkan penyakit) dan non
patogen. Kelompok bakteri patogen dianalisa dengan parameter
kandungan E. Coli , MPN (Most Problably Number) / 100 Ml. E. Coli
merupakan bakteri yang terkandung dalam tinja, semakin tinggi
kandungan bakteri E.Coli dalam air buangan maka semakin tinggi pula
kandungan bakteri patogen yang lain (seperti Typhus, Disentri dan
Cholera).
Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas
dan kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan
diterapkan. Dari kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum
digunakan, yaitu :
G. PENEMPATAN PASIEN
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan
perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan
pasien non infeksi dan khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi
immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau
campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan
pasien infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran
udara minimal 12 ACH.
Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatasi
seminimal mungkin. Bila dalam keadaan tententu pasien terpaksa harus
dibawa ke unit lain, maka petugas harus memperhatikan prinsip kewaspadaan
isolasi.
Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung
dan petugas kesehatan hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika
batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret
pernafasan (droplet nuclei).
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau
lakukan alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis
alkohol;
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
- Resiko ekspos petugas
- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Puskesmas
- Dana Puskesmas
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.
a. Kontak
• Kontak langsung
b. Droplet
c. Udara
2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/
reusable bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak.
3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai
perawatan pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis
dan kantong linen infeksius). Lakukan kebePuskesmasihan tangan segera
setelah melepas sarung tangan.
5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai
atau tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan
7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang
perawatan
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya
herpes zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya
memerlukan penerapan tindakan pencegahan kontak.
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah
setiap kali melepas alat pelindung diri
2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan
pasien
Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara
penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan
transmisi udara (merupakan jenis kewaspadaan tertinggi).
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah
setiap kali melepas alat pelindung diri
2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap
akan pakai (fit test)
4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang
rawat
6. Pengendalian Lingkungan
a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
Isolasi Perlindungan
perawatan pasien.
PANDUAN PPI TB
Pengendalian Administratif
Pengendalian Lingkungan
1. Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang
laboratorium dan lain-lain unit penunjang ditata dengan prinsip pengendalian
transmisi udara;
• Menyentuh pasien
• pengisapan lendir,
• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang
sebelum digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap.
Edukasi PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang
sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi
barang dari luar PUSKESMAS yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di
ruangan dan ketertiban jam berkunjung. Catatan edukasi bagi pasien
didokumentasikan dalam Form Pendidikan Pasien dalam rekam medis.
Di Rawat Jalan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi
pernafasan pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan
menempati tempat duduk yang telah disediakan khusus pasien batuk dan
menggunakan masker yang sudah disediakan
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media
edukasi disediakan untuk pengunjung PUSKESMAS, ditempatkan di tempat / area
publik PUSKESMAS, dengan prioritas materi:
- Kebersihan tangan;
- Kebersihan lingkungan