Anda di halaman 1dari 103

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia adalah fenomena biologis yang tidak dapat dihindari oleh

setiap individu. UU No. IV. Tahun 1965 Pasal 1, menyatakan bahwa

seseorang dapat dikatakan lanjut usia setelah mencapai umur 55 tahun,

tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk

keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain

(Ratnawati, 2017).

Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahateraan lanjut usia,

lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 tahun

(Ratnawati, 2017). Lansia menurut BKKBN (1995) adalah individu yang

berusia diatas 60 tahun yang pada umumnya memiliki tanda-tanda

terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, dan

ekonomi (Muhith, 2016)

Lansia adalah seseorang yang mengalami tahap akhir dalam

perkembangan kehidupan manusia.UU No.13/Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang

berusia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014). Proses menua adalah proses

1
2

alamiah kehidupan yang terjadi mulai dari awal seseorang hidup, dan

memiliki beberapa fase yaitu anak, dewasa, dan tua (Kholifah, 2016).

Usia lanjut adalah suatu proses yang alami yang tidak dapat dihindari

oleh manusia. Lansia ditandai dengan perubahan fisik, emosional, dan

kehidupan seksual. Gelaja-gelaja kemunduran fisik seperti merasa cepat

capek, stamina menurun, badan menjadi membongkok, kulit keriput,

rambut memutih, gigi mulai rontok, fungsi panca indra menurun, dan

pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2017).

2.1.2 Batasan Lanjut Usia

Ratnawati (2017) lanjut usia dibagi dalam berbagai klasifikasi dan

Batasan. Beberapa pendapat tentang batasan usia adalah sebagai berikut;

2.1.2.1 Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan

yaitu:

a. Usia Pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun

2.1.2.2 Menurut Kementrian Kesehatan RI (2015) lanjut usia

dikelompokkan menjadi usia lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut

dengan risiko tinggi, (lebih dari 70 tahun atau lebih dengan

masalah keshatan)
3

2.1.2.3 Menurut UU No.13 tahun 1998 (dalam Muhith, 2016) tentang

kesejahteraan lanjut usia, yang dimaksud dengan lanjut usia

adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.

2.1.2.4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004,

lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam

puluh) tahun ke atas (Analisis Lansia, Kemenkes RI, 2017)

2.1.3 Klasifikasi Lanjut Usia

Usia lanjut dibagi kedalam beberapa klisifikasi. Adapun

klasifikasi lansia menurut para ahli sebagai berikut :

2.1.3.1 Pieter (2017) Para ilmuwan sosial mengelompokkan lansia

kedalam tiga fase, yakni :

a. Lansia Muda (young old), yakni kelompok usia lansia 65-74

tahun, yang biasanya mereka masih aktif dan bugar

b. Lansia tua (old-old), yakni kelompok lansia yang berusia antara

75-84 tahun, dan biasanya sudah tampak kemunduran fisik dan

psikis.

c. Lansia tertua (oldest old), yakni kelompok lansia yang berusia

85 tahun keatas, yang biasanya sudah semakin tampak

penurunan fisik (tidak bugar lagi) dan psikis, seperti

menurunnya kemampuan mengelola aktivitas sehari-hari.


4

2.1.3.2 Maryam, dkk. (2011) menyatakan lansia dapat diklasifikasikan

kedalam beberapa golongan. Berdasarkan Kemenkes RI ada lima

klasifikasi pada lansia, yaitu ;

a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59

tahun.

b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia risiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau

lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan.

d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan

barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari

nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain

2.1.4 Karakteristik lansia

Menurut pusat data dan informasi, kementerian kesehatan RI (2016),

karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok berikut ini.

2.1.4.1 Jenis Kelamin

Dari data Kemenkes RI (2015), lansia lebih didominasi oleh jenis

kelamin perempuan.Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan

hidup yang paling tinggi adalah perempuan.


5

2.1.4.2 Status perkawinan

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI, SUPAS 2015, penduduk

lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus

kawin (60 persen) dan cerai mati (37 persen). Adapun

perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati

sekitar 56,04 persen dari keseluruhan yang cerai mati, da lansia

laki-laki yang berstatus kawin ada 82,84 persen. Hal ini

disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi

dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga

persentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih

banyak dibandingkan dengan lansia laki-laki. Sebaliknya, lansia

laki-laki yang bercerai umumnya segera kawin lagi.

2.1.4.3 Living arrangement

Angka Beban Tanggungan adalah angka menunjukkan

perbandingan banyaknya orang tidak produktif (umur <15 tahun

dan > 65 tahun) dengan orang berusia produktif (umur 15-64).

Angka tersebut menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang

harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai

pendudk usia nonproduktif.

Menurut pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016), Angka

Beban Tanggungan Indonesia adalah 48,63 persen, yang artinya

setiap 100 orang penduduk yang masih produktif akan


6

menanggung 48 orang tidak produktif di Indonesia. Angka Beban

Tanggungan menurut provinsi, tertinggi ada di Nusa Tenggara

Timur (66,74 persen) dan terendah ada diYogyakarta (45,05

persen).

2.1.4.4 Kondisi kesehatan

Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI

(2016) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk

mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan bisa

menjadi indikator kesehatan negatif. Artinya, semakin rendah

angka kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang

semakin baik.

2.1.4.5 Keadaan ekonomi

Mengacu oada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat

berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik,

sosial, dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup

dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup

sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data SUPAS 2015

(Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2016) sumber dana untuk

lansia sebagian besar pekerjaan/ usaha (46,7 persen),

anak/menantu (32,1 persen), suami,istri (8,9 persen) dan pensiun

(8,5 persen ), selebihnya 3,8 persen adalah tabungan/deposito,

saurara/famili lain, orang lain, jaminan sosial.


7

2.1.5 Tipe - Tipe Lansia

Nugroho (2000, dalam Maryam, et al. 2011) menyatakan beberapa

tipe pada lansia bergantung pada karakteristik, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe tersebut

dapat dijabarkan sebagai berikut:

2.1.5.1. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,

rendah hati.

2.1.5.2. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan

memenuhi undangan.

2.1.5.3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

2.1.5.4. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama dan melakukan pekerjaan apa saja.


8

2.1.5.5. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

2.1.5.6. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe

dependen (kebergantungan). Tipe defensif (bertahan), tipe

militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat

kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa

(benci pada diri sendiri). Sedangkan bila dilihat dari tingkat

kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk

melakukan aktifitas sehari-hari (indeks kemandirian katz), para

lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu lansia

mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung,

lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti werdha,

lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan

mental.

2.1.6 Perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Ratnawati (2017) mengatakan bahwa proses menua

mengakibatkan terjadinya banyak perubahan pada lansia. Perubahan-

perubahan itu meliputi perubahan fisik, psikologis, dan kognitif.


9

2.1.6.1 Perubahan Fisik

a. Perubahan pada kulit: kulit wajah, leher, lengan, dan tangan

menjadi lebih kering dan keriput. Kulit di bagian bawah mata

membentuk seperti kantung dan lingkar hitam dibagian ini

menjadi lebih permanen dan jelas. Selain itu, warna merah

kebiruan sering muncul di lutut dan ditengah tengkuk.

b. Perubahan otot: pada umumnya otot orang berusia madya

menjadi lembek dan mengendur di sekitar dagu, lengan bagian

atas, dan perut.

c. Perubahan pada persendian: masalah pada persendian terutama

pada bagian tungkai dan lengan yang membuat mereka menjadi

agak sulit berjalan.

d. Perubahan pada gigi: gigi menjadi kering, patah, dan tanggal

sehingga kadang-kadang memakai gigi palsu.

e. Perubahan pada mata: mata terlihat kurang bersinar dan

cenderung mengeluarkan kotoran yang menumpuk di sudut

mata, kebanyakan menderita presbiopi, atau kesulitan melihat

jarak jauh, menurunnya akomodasi karena menurunnya

elastisitas mata.

f. Perubahan pada telinga: fungsi pendengaran sudah mulai

menurun, sehingga tidak sedikit yang mempergunakan alat

bantu pendengaran. Penurunan ini bisa berlangsung secara


10

perlahan bahkan bisa terjadi secara cepat tergantung dari

kebiasaan hidup pada masa usia muda.

g. Perubahan pada sistem pernapasan: napas menjadi lebih pendek

dan sering tersengal-sengal, hal ini akibat terjadinya penurunan

kapasitas total paru-paru, residu volume paru dan konsumsi

oksigen nasal, ini akan menurunkan fleksibilitas dan elastisitas

dari paru.

2.1.6.2 Perubahan Psikososial

a. Perubahan psikososial yang dialami lansia erat kaitannya

dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu,

seorang lansia yang memasuki masa-masa pension akan

mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut :

b. Kehilangan finansial (pendapatan berkurang)

c. Kehilangan status atau jabatan pada posisi tertentu ketika masih

bekerja dulu

d. Kehilangan kegiatan/aktivitas. Kehilangan ini erat kaitannya

dengan ebberapa hal sebagai berikut :

e. Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup

(memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit)

f. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan, biaya

hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya

pengobatan bertambah.
11

g. Adanya penyakit kronis dan ketidak mampuan fisik

h. Timbul kesepian akibat pangasingan dari lingkungan sosial.

i. Adanya gangguan saraf panca-indra, timbul kebutaan dan

kesulitan.

j. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. Rangkaian

kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan

keluarga

k. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (berubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri).

2.1.6.3 Perubahan Kognitif

Keinginan untuk berumur panjang dan ketika meninggal

dapat masuk surga ialah sikap umum lansia yang perlu dipahami

oleh perawat.Perubahan kognitif pada lansia dapat berupa sikap

yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit, atau

tamak bila memiliki sesuatu.Bahkan, lansia cenderung ingin

mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap

berwibawa.Mereka mengharapkan tetap memiliki peranan dalam

keluarga ataupun masayrakat.

Faktor yang mempengaruhi perubahan kognitif:

a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa

b. Kesehatan umum

c. Tingkat Pendidikan
12

d. Keturunan (hereditas)

e. Lingkungan

Pada lansia, seringkali memori jangka pendek, pikiran,

kemampuan bicara dan kemampuan motorik terpengaruh. Lansia

akan kehilangan kemampuan dan pengetahuan yang telah

didapatkan sebelumnya. Lansia cenderung mengalami dimensia.

Dimensia biasanya terjadi pada usia lanjut dan Alzheimer

merupakan bentuk dimensia yang umum terjadi, yakni 50 hingga

60 persen dari semua kasus dimensi.

2.1.7 Dampak Kemunduran

Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran misalnya

kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit menjadi keriput karena

kurangnya bantalan lemak; rambut memutih, pendengaran berkurang,

penglihatan memburuk, gigi mulai ompong, aktivitas menjadi lambat,

nafsu makan berkurang dan kondisi tubuh yang lain juga mengalami

kemunduran (Padila, 2013).

Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami

kemunduran terutama dibidang kemampuan fisik, yang akan

mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini

mengakibatkan pula timbulnya gangguan didalam hal mencakupi

kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang


13

memerlukan bantuan orang lain. Semakin lanjut usia seseorang,

kesibukan sosial akan semakin berkurang yang mana akan mengakibatkan

berkurangnya integrasi dengan lingkungan. Hal ini dapat memberikan

dampak pada kebahagiaan seseorang (Padila, 2013).

2.1.8 Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lanjut usia

Nugroho.W (2008) dalam Padila (2013), berbagai masalah

kesehatan dan penyakit yang cenderung terjadi pada lansia yang terkait

dengan masalah fisik, antara lain :

2.1.8.1 Kurang bergerak

Gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan

lansia kurang bergerak, penyebab yang paling sering adalah

gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, serta penyakit

jantung dan pembuluh darah.

2.1.8.2 Instabilitas (mudah jatuh)

Jatuh pada usila merupakan masalah yang sering terjadi

penyebabnya multi faktor, banyak yang berperan didalamnya baik

faktor intrinsik maupun dari dalam diri usila sendiri.Sekitar 30-

50% dari populasi usila mengalami jatuh setiap tahunnya.Sepuluh

dari angka tersebut mengalami jatuh ulang. Perempuan lebih

sering jatuh dibandingkan dengan lanjut usia laki-laki.


14

2.1.8.3 Mudah lelah

Mudah lelah disebabkan, faktor fisiologis (perasaan bosan,

keletihan dan depresi) gangguan organis misalnya anemia, kurang

vitamin, perubahan tulang, gangguan pencernaan, gangguan

sistem peredaran darah dan melelahkan daya kerja otot.

2.1.8.4 Inkontinensia urine/ gangguan eliminasi

Sering ngompol yang tanpa disadari merupakan salah satu keluhan

utama pada lanjut usia. Inkontinensia adalah pengeluaran urine

atau feses yang tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang

cukup, sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau

sosial.

2.1.8.5 Gangguan intelektual

Gangguan intelektual merupakan kumpulan gejala klinik yang

meliputi gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat

sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan sehari-

hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai

85 tahun atau lebih, yaitu kurang dari 5% lansia yang berusia 60-

74 tahun mengalami dementia, delirium, alzheimer sedangkan

pada usia setelah 85 tahun kejadian ini meningkat mendekati 50%.

Salah satu hal yang dapat menyebabkan gangguan intelektual

adalah depresi sehingga perlu dibedakan dengan gangguan

intelektual lainnya.
15

2.1.8.6 Gangguan panca indra, komunikasi, pemyembuhan, dan kulit

Akibat proses menua semua panca indra berkurang fungsinya,

demikian juga gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang

digunakan untuk berbicara dapat menyebabkan terganggunya

komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih kering rapuh dan

mudah rusak dengan trauma yang minimal, dan gangguan

pendengaran, hilangnya pendengaran terhadap nada murni

berfrekuensi tinggi, pada penglihatan kelainan lensa mata reflek

direk lemah, presbiopi dan lainnya.

2.1.8.7 Infeksi

Infeksi merupakan salah satu msalah pada lansia. Beberapa faktor

resiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit

infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan tubuh yang menurun,

berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya berbagai

penyakit sekaligus yang menyebabkan daya tahan tubuh yang

sangat berkurang selain itu faktor lingkungan dan keganasan

kuman akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.

2.1.8.8 Depresi

Perubahan status sosial, serta perubahan akibat proses menua

menjadi salah satu pemicu munculnya depresi pada lansia. Gejala

depresi sering tidak dapat diketahui penyebabnya, karena gejala


16

depresi yang muncul sering kali dianggap sebagai suatu bagian

dari proses menua yang normal ataupun tidak khas.

2.1.8.9 Berat badan menurun

Berat badan menurun disebabkan oleh pada umumnya nafsu

makan menurun karena kurang adanya gairah hidup atau

kelesuan.Adanya penyakit kronis, gangguan pada saluran

pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu, faktor sosial

ekonomi.

2.1.8.10 Sulit buang air besar

Seperti kurangnya gerak fisik, makan yang kurang mengandung

serat, kurang minum, ataupun akibat pemberian obat- obat

tertentu.Akibat pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi

usus menjadi tertahan dan kotoran menjadi keras dan kering pada

keadaan tertentu dapat mengakibatkan berupa penyumbatan pada

usus disertai rasa sakit pada daerah perut.

2.1.8.11 Kurang gizi

Kekurangan gizi pada lansia disebabkan perubahan lingkungan

maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa

ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial,

gangguan panca indra, kemiskinan, hidup seorang diri, gangguan

mental, gangguan tidur obat-obatan, dan lainnya.


17

2.1.8.12 Impotensi

Merupakan ketidakmampuan untuk mencapai atau

mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama

yang memuaskan, yang terjadi paling sedikit 3 bulan.

2.1.8.13 Gangguan tidur

Lance dan Segal mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan

faktor penting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Keluhan

kualitas tidur seiring dengan bertambahnya usia. Gangguan tidur

tidak saja menunjukkan indikasi adanya kelainan jiwa yang dini,

tatpi merupakan keluhan hampir 30% penderita yang berobat ke

dokter. Gangguan tidur dapat disebabkan oleh :

a. Faktor ekstrinsik (luar) misalnya lingkungan yang kurang

tenang

b. Faktor intrinsik, baik organic (nyeri, gatal, sakit gigi, kram

betis, dll). Maupun psikogeni (depresi, kecemasan, stress, dan

marah yang tidak tersalurkan, iritabilitas).


18

Tabel 2.1 Kebutuhan Tidur Manusia

Tingkat Kebutuhan
No Umur
Perkembangan tidur
1 0-1 Bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari
2 1-18 Ulan Masa bayi 12-14 jam/hari
18 bulan - 3
3 Masa anak 11-12 jam/hari
tahun
4 3-6 Tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
5 6-12 Ahun Masa sekolah 10 jam/hari
6 12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
7 18-40 tahun Masa dewasa 7-8 jam/hari
8 40-60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari
9 ≥ 60 tahun Masa dewasa tua/lansia 6 jam/hari
Sumber : Hidayat (2010)

2.1.9 Tugas Perkembangan Lansia

Erickson (dalam Maryam, dkk. 2011), kesiapan lansia untuk

beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia

lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.

Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya

melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina

hubungan yang serasi dengan orang-orang di sekitarnya, maka pada usia

lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap

perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi,

bercocok tanam, dan lain-lain. Adapun tugas perkembangan lansia adalah

sebagai berikut:

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun

b. Mempersiapkan diri untuk pension


19

c. Membentuk hubungan baik dengan orang sekitarnya

d. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat

secara santai

e. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

2.1.10 Proses dan Teori Menua

Menua didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya

kerentanan terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan,

hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang

terkait dengan usia. Penuaan adalah suatu proses normal yang ditandai

dengan perubahan fisik, sosial, dan psikologis yang dapat terjadi pada

semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan

kronologis tertentu. Hal ini merupakan suatu fenomena yang kompleks

dan multidimensional yang dapat diobservasi dan berkembang sampai

pada keseluruhan sistem (Stanley, 2010 dalam Padila, 2013).

Ada dua jenis teori penuaan yaitu, teori biologi, teori

psikososial.Teori biologis meliputi teori genetik dan mutasi, teori

imunologis, teori stress, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori

menua akibat metabolisme.Teori psikososial meliputi pelepasan, teori

aktivitas, teori interaksi sosial, teori kepribadian berlanjut, teori

perkembangan (Stanley, 2010 dalam Padila, 2013).


20

2.1.2.1 Teori Biologis

a. Teori Genetik dan Mutasi

Teori genetik menyatakan bahwa menua itu telah

terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Teori ini

menunjukkan bahwa menua terjadi karena perubahan molekul

dalam sel tubuh sebagai hasil dari mutasi spontan yang tidak

dapat dan yang terakumulasi seiring dengan usia. Sebagai

contoh mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan

kemampuan fungsional sel (Darmojo, 2009 dalam padila,

2013).

b. Teori Imunologis

Menua merupakan suatu alternatif yang diajukan oleh

Walford (1965). Teori ini menyatakan bahwa respon imun

yang tidak terdiferensiasi meningkat seiring dengan usia.

Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya

kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika

mutasi merusak membran sel akan menyebabkan sistem imun

tidak mengenal dirinya sendiri sehingga merusaknya. Hal

inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada

lanjut usia (Darmajo, 2009 dalam Padila, 2013).


21

c. Teori Stress

Teori stress menyatakan bahwa menua terjadi akibat

hilangnya sel-sel yang biasanya digunakan oleh tubuh.

Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress yang

menyebabkan sel-sel tubuh lemah (Darmajo, 2009 dalam

Padila, 2013).

d. Teori Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di

dalam tubuh karena adanya proses metabolisme. Radikal bebas

merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena

mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat

reaktif mengikat atom atau molekul lainyang menimbulkan

berbagai kerusakan atau perubahan dalam oksidasi bahan

organik, misalnya karbohidrat dan protein.Radikal bebas

menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi.Radikal bebas

dianggap sebagai penyebab penting terjadinya kerusakan

fungsi sel. Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan

oleh akumulasi kerusakan ireversibel (Darmajo, 2009 dalam

Padila, 2013).

e. Teori Rantai Silang


22

Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh

lemak, protein, kerbohidrat, dan asam nukleat atau molekul

kolagen bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, yang

mengubah fungsi jaringan yang akan menyebabkan perubahan

pada membran plasma, yang mengakibatkan terjadinya

jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada

proses menua (Darmojo, 2009 dalam Padila, 2013).

f. Teori Menua Akibat Metabolisme

Telah dibuktikan dalam percobaan hewan, bahwa

pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat

pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan

asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat

memperpendek umur (Darmajo, 2009 dalam Padila, 2013).

2.1.2.2 Teori Psikososial

a. Teori Penarikan Diri / Pelepasan

Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang

paling awal dan pertama kali diperkenalkan oleh

Gummingdan Henry (1961). Teori ini menyatakan bahwa

mayarakat dan individu selalu berusaha untuk

mempertahankan diri mereka dalam keseimbangan dan

berusaha untuk menghindari gangguan. Oleh karena itu, lansia

mempersiapkan pelepasan terakhir yaitu kematian dengan


23

pelepasan mutual dan pelepasan yang dapat diterima

masyarakat.

Pelepasan ini meliputi pelepasan peran sosial dan

aktivitas sosial. Menurut teori ini seorang lansia akan

dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil apabila

ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan

diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam

menghadapi kematian (Stanley,2010 dalam padila, 2013).

b. Teori Aktivitas

Penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana

seseorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan

aktivitas dan memepertahankan aktivitas tersebut. Teori ini

menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka

yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial

(Stanley, 2010 dalam Padila, 2013).

c. Teori Interaksi Sosial

Teori ini menjelaskan mengapa lansia bertindak pada

suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai

masyarakat.Kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi

sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status

sosialnya atas dasar kemampuannya bersosialisasi (Stanley,

2010 dalam Padila, 2013).


24

d. Teori Kepribadian Berlanjut

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi

pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe

personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan

adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia.

Pengalaman seseorang pada suatu saat merupakan

gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat

dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang

ternyata tidak berubah walaupun ia telah lanjut usia (Stanley,

2010 dalam padila, 2013).

e. Teori Perkembangan

Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses

menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana

jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang

dapat bernilai positif maupun negatif (Stanley, 2010 dalam

Padila, 2013).

2.2 Konsep Dasar Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi

Menurut WHO, batas tekanan darah yang masih dianggap normal

adalah kurang dari 130/ 85mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90

mmHg dinyatakan sebagai hipertensi dan di antara nilai tersebut disebut


25

sebagai normal-tinggi (batasan tersebut diperuntukkan bagi individu

dewasa diatas 18 tahun). Batasan tekanan yang masih dianggap normal

adalah kurang dari 130/85 mmHg.Sebetulnya batas antara tekanan darah

normal dan tekanan darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi

hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang

mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah

(Triyanto, 2014).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal dimana tekanan darah sistolik

lebih dari 140 mmHg sedangkan diastolik 90 mmHg yang mengakibatkan

peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian /

mortalitas. (Triyanto,2014).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dengan tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di

atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai

tekanan sistolik>160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg (Brunner &

Sudarth, 2001). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price,

2005). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang melebihi

tekanan darah normal seperti apa yang telah disepakati oleh para ahli,

yaitu > 140/90 mmHg (Sudoyono, 2006 dalam Aspiani, 2015).


26

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi

pembuluh darah terus menerus mengalami peningkatan tekanan semakin

kuat jantung memompa darah (WHO, 2015 dalam Aspiani, 2015).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90

mmHg setelah dilakukan pengecekan beberapa kali Pada populasi lansia,

hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan

diastolik 90 mmHg (Hasdianah & Suprapto, 2016).

2.2.2 Etiologi Hipertensi

Menurut Triyanto (2014) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2,

yaitu :

2.2.2.1 Hipertensi esensial atau primer

Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini

masih belum dapat diketahui.Kurang lebih 90% penderita

hipertensi tergolong hipertensi esensial sedang 10% nya

tergolong hipertensi sekunder. Onset hipertensi primer terjadi

pada usia 30-50 tahun. Hipertensi primer adalah suatu kondisi

hipertensi dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak

ditemukan (Lewis, 2000).Pada hipertensi primer tidak

ditemukan penyakit renovaskuler, gagal ginjal, dan penyakit

lainnya. Genetik dan ras merupakan bagian yang menjadi

penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk faktor lain


27

yang diantaranya adalah faktor stres, intake alkohol moderat,

merokok, lingkungan, demografi dan gaya hidup.

2.2.2.2 Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang

penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh

darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit

kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme). Golongan terbesar

dari penderita hipertensi adalah hipertensi esensial, maka

penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke

penderita hipertensi esensial.

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik

menurut Triyanto, (2014) yaitu :

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi

Tekanan Darah
No Kategori Tekanan Darah Sistolik
Diastolik

1 Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg

2 Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg

3 Stadium 1 (Hipertensi ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg

4 Stadium 2 (Hipertensi sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg

5 Stadium 3 (Hipertensi berat) 180-209 mmHg 110-119 mmHg

Stadium 4 (Hipertensi 120 Hg atau lebih


6 210 mmHg atau lebih
maligna)
28

2.2.4 Faktor-Faktor Resiko Hipertensi

Faktor-faktor resiko hipertensi ada yang dapat di kontrol dan tidak

dapat dikontrol menurut (Sutanto, 2012), antara lain:

2.2.4.1 Faktor yang dapat dikontrol :

Faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol pada

umumnya berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan. Faktor-

faktor tersebut antara lain:

1. Kegemukan (Obesitas)

Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa orang yang

kegemukan mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat

gemuk pada usia 30 tahun mempunyai resiko terserang

hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita langsing

pada usia yang sama. Curah jantung dan sirkulasi volume

darah penderita hipertensi yang obesitas.Meskipun belum

diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan

obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan

sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi

lebih tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat

badan normal.

2. Kurang Olahraga

Orang yang kurang aktif melakkukan olahraga pada

umumnya cenderung mengalami kegemukan dan akan


29

menaikan tekanan darah. Dengan olahraga kita dapat

meningkatkan kerja jantung.Sehingga darah bisa

dipompadengan baik keseluruh tubuh.

3. Konsumsi Garam Berlebihan

Sebagian masyarakat kita sering menghubungkan antara

konsumsi garam berlebihan dengan kemungkinan mengidap

hipertensi.Garam merupakan hal yang penting dalam

mekanisme timbulnya hipertensi.Pengaruh asupan garam

terhadap hipertensi adalah melalui peningkatan volume

plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah. Keadaan ini akan

diikuti oleh peningkatan eksresi (pengeluaran) kelebihan

garam sehingga kembali pada kondisi keadaan sistem

hemodinamik (pendarahan) yang normal. Pada hipertensi

primer (esensial) mekanisme tersebut terganggu, disamping

kemungkinan ada faktor lain yang berpengaruh.

Tetapi banyak orang yang mengatakan bahwa mereka

tidak mengonsumsi garam, tetapi masih menderita

hipertensi.Ternyata setelah ditelusuri, banyak orang yang

mengartikan konsumsi garam adalah garam meja atau garam

yang ditambahkan dalam makanan saja.Pendapat ini

sebenarnya kurang tepat karena hampir disemua makanan


30

mengandung garam natrium termasuk didalam bahan-bahan

pengawet makanan yang digunakan.

Natrium dan klorida adalah ion utama cairan

ekstraseluler.Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan

konsetrasi natrium didalam cairan ekstraseluler

meningkat.Untuk menormalkannya kembali, cairan

intreseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan

ekstraseluler meningkat.Meningkatnya volume cairan

ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume

darah, sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi.

4. Merokok dan Mengonsumsi Alkohol

Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat

membahayakan kesehatan selain dapat meningkatkan

penggumpalan darah dalam pembuluh darah, nikotin dapat

menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh

darah.Mengonsumsi alkohol juga dapat membahayakan

kesehatan karena dapat meningkatkan sistem katekholamin,

adanya katekholamin memicu naik tekanan darah.

5. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk

sementara.Jika ketakutan, tegang atau dikejar masalah maka

tekanan darah kita dapat meningkat. Tetapi pada umumnya,


31

begitu kita sudah kembali rileks maka tekanan darah akan

turun kembali. Dalam keadaan stres maka terjadi respon sel-

sel saraf yang mengakibatkan kelainan pengeluaran atau

pengangkutan natrium.Hubungan antara stres dengan

hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang

bekerja ketika beraktivitas) yang dapat meningkatkan tekanan

darah secara bertahap.Stres berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi.Hal tersebut

belum terbukti secara pasti, namun pada binatang percobaan

yang diberikan stres memicu binatang tersebut menjadi

hipertensi.

2.2.4.2 Faktor yang tidak dapat dikontrol

1. Keturunan (Genetika)

Faktor keturunan memang memiliki peran yang sangat

besar terhadap munculnya hipertensi.Hal tersebut terbukti

dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak

terjadi pada kembar monozigot (berasal dari satu sel telur)

dibandingkan heterozigot (berasal dari sel telur yang

berbeda). Jika seseorang termasuk orang yang mempunyai

sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan tidak melakukan

penanganan atau pengobatan maka ada kemungkinan


32

lingkungannya akan menyebabkan hipertensi berkembang dan

dalam waktu sekitar tiga puluhan tahun akan mulai muncul

tanda-tanda dan gejala hipertensi dengan berbagai

komplikasinya.

2. Jenis kelamin

Pada umumnya pria lebih terserang hipertensi

dibandingkan dengan wanita.Hal ini disebabkan pria banyak

mempunyai faktor yang mendorong terjadinya hipertensi

seperti kelelahan, perasaan kurang nyaman, terhadap

pekerjaan, pengangguran dan makan tidak terkontrol.

Biasanya wanita akan mengalami peningkatan resiko

hipertensi setelah masa menopause.

3. Umur

Dengan semakin bertambahannya usia, kemungkinan

seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit

hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya

interaksi dari berbagai faktor risiko terhadap timbulnya

hipertensi. Hanya elastisitas jaringan yang erterosklerosis

serta pelebaran pembuluh darah adalah faktor penyebab

hipertensi pada usia tua. Pada umumnya hipertensi pada pria

terjadi di atas usia 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi

setelah berumur 45 tahun.


33

2.2.5 Anatomi Dan Fisiologi

Anatomi dan fisiologi jantung Menurut Tortora (2012), yaitu :

Gambar 2.1 Anatomi jantung (Tortora,2012)

2.2.5.1 Anatomi fisiologi sistem kardiovaskuler.

Jantung merupakan organ utama dalam sistem

kardiovaskuler.Jantung adalah organ yang memompa darah

melalui pembuluh darah menuju ke seluruh jaringan

tubuh.Sistem kardiovaskular terdiri dari darah, jantung dan

pembuluh darah.Darah yang mencapai sel-sel tubuh dan

melakukan pertukaran zat dengan sel-sel tersebut harus di

pompa secara terus-menerus oleh jantung melalui pembuluh

darah.Sisi kanan dari jantung, memompa darah melewati paru-

paru, memungkinkan darah untuk melakukan pertukaran antara

oksigen dan karbondioksida (Tortora, 2012).

Ukuran jantung relatif kecil, pada umumnya memiliki

ukuran yang sama, tetapi memiliki bentuk yang berbeda seperti


34

kepalan tangan setiap orang. Dengan panjang 12cm, lebar 9cm,

tebal 6cm, dan berat 250 gr pada wanita dewasa dan 300 gr

pada pria dewasa (Tortora, 2012).

Komponen penting dari sistem kardiovaskular manusia

adalah jantung, darah, dan pembuluh darah.Sistem ini

mencakup sirkulasi paru-paru yang memberikan oksigen ke

darah dan membawa keluar karbon dioksida dan uap air dari

tubuh.Orang dewasa rata-rata memiliki sekitar 5 sampai 6 liter

darah, itu merupakan 7% dari total berat badan.Sistem

pencernaan pada manusia bekerja dengan sistem sirkulasi

untuk memberikan nutrisi ke jantung (Tortora, 2012).

Jantung terletak pada anterior tulang punggung di

belakang, dan posterior pada tulang dada di dada.Dalam istilah

ilmiah dapat dikatakan jantung terletak pada sub-sternum,

pusat dada, dan superior pada perut.

Jantung terbungkus oleh kantong yang longgar yang

tidak elastis (pericardium) yang terdiri dari dua lapis : lapisan

sebelah dalam (pericardium viseral) dan lapisan luar

(pericardium parietal). Permukaan diantara dua pericardial

pada keadaan normal berisi 10 sampai 20 ml cairan pericardial

yang sedikit dan jernih.Cairan pelumas ini membasahi


35

permukaan lapisan dan mengurangi gesekan akibat gerakan

memompa jantung.

Terdapat 3 lapisan jaringan jantung yaitu epicardium

lapisan luar dari jantung, struktur sama seperti pericardium,

miocardium lapisan tengah dari jantung, terdiri dari otot-otot

berserat, yang bertanggung jawab atas kontraksi jantung.

Endocardium lapisan dalam yang terdiri dari lapisan jaringan

endotel, melapisi sebelah dalam dari bilik-bilik dan katup-

katup jantung.

1. Bilik jantung ada 4 yaitu :

a) Atrium dextra

Atrium dextra yang tipis dindingnya ini

berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah dan

sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi

sistemik ke dalam ventrikel kanan dan kemudian ke

paru- paru.Darah yang berasal dari pembuluh vena ini

masuk ke dalam atrium kanan melalui vena kava

superior, inferior dan sinus koronarius.

b) Ventrikel Dextra

Pada kontraksi ventrikel, maka tiap ventrikel

harus menghasilkan kekuatan yang cukup besar untuk

dapat menampakkan darah yang diterimanya dari


36

atrium ke sirkulasi pulmonar ataupun sirkulasi

sistemik.Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang

unik, guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah,

yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteri

pulmonalis.

c) Atrium Sinistra

Atrium kiri menerima darah yang sudah

dioksigenasi dari paru-paru melalui ke empat vena

pulmonalis.Antara vena pulmonalis dan atrium kiri

tidak ada katup sejati.Karena itu, perubahan tekanan

dalam kiri mudah sekali membalik retrograd ke dalam

pembuluh darah paru-paru.Atrium kiri berdinding tipis

dan bertekanan rendah.

d) Ventrikel sinistra

Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang

cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi

sistemik dan mempertahankan aliran darah ke

jaringan-jaringan perifer.Ventrikel kiri mempunyai

otot-otot yang tebal dan bentuknya yang menyerupai

lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan yang

tinggi selama ventrikel berkontraksi.


37

2. Katup-katup jantung

Keempat katup merupakan struktur cuping yang

berfungsi untuk mempertahankan aliran darah dari arus

darah melalui bilik-bilik jantung.Katup-katup membuka

dan menutup sebagai respon terhadap tekanan dan volume

dari dalam bilik-bilik jantung.Katup-katup jantung dapat

diklasifikasikan dalam dua jenis.Katup atrioventrikuler

(AV) yang memisahkan atrium dan ventrikel, katup

semilunaris memisahkan arteri pulmonalis dan aorta.

3. Arteri coronaria

Arteri coronaria keluar mulai dari permulaan aorta

sebelah kanan dekat katup aorta.Fungsi dari sistem arteri

coronaria adalah untuk menyuplai darah kepada

myocardium.

Terdapat dua arteri coronaria utama yang kiri dan

yang kanan. Arteri coronaria kiri mensuplai belahan

jantung kiri yang akan terbagi dua menjadi cabang left

anterior descending (LAD)/cabang anterior yang menurun,

dan the circumflex coronary arteri (RCA)/arteri coronaria

kanan mensuplai darah kepada belahan jantung kanan.


38

4. Siklus jantung

Siklus jantung adalah peristiwa yang terjadi pada

jantung berawal dari permulaan sebuah denyut jantung

sampai berakhirnya denyut jantung berikutnya.Siklus ini

terjadi dalam 2 fase yaitu fase diastole dan

sistole.Relaksasi dan pengisian kedua bilik jantung terjadi

pada saat diastole sedangkan kontriksi dan pengosongan

terjadi pada saat sistole.

5. Curah jantung

Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa

oleh ventrikel selama satu satuan waktu.Curah jantung

pada orang dewasa normal sekitar 5 liter/menit.Namun

sangat bervariasi tergantung kebutuhan metabolisme

tubuh.Curah jantung sebanding dengan volume sekuncup

kali frekuensi jantung.

Frekuensi jantung istirahat pada orang dewasa rata-

rata 60 sampai 80 denyut/menit dan rata-rata volume

sekuncup sekitar 70 ml/denyut.Perubahan frekuensi

jantung dapat terjadi akibat kontrol refleks yang dimediasi

oleh sistem saraf otonom, meliputi bagian simpatis dan

parasimpatis.Impuls parasimpatis yang berjalan ke jantung


39

melalui nervus vagus, dapat memperlambat frekuensi

jantung sementara impuls simpatis meningkatkannya.

6. Sirkulasi sistemik

Sifat-sifat struktural dari setiap bagian sistem

sirkulasi darah sistemik menentukan peran fisiologisnya

dalam integrasi fungsi kardiovaskuler.Dinding pembuluh

darah terdiri dari 3 bagian.Lapisan terluar disebut tunika

adventisia, bagian tengah yang berotot disebut tunika

media, sedangkan bagian dalam yaitu lapisan endotelnya

disebut tunika intima. Sirkulasi sistemik dapat dibagi

menjadi lima, dipandang dari sudut anatomi dan fungsi

yaitu arteria, arteriola, kapiler, venula dan vena.

7. Sirkulasi pulmonari

Pembuluh pulmonar mempunyai dinding-dinding

yang lebih tipis dan sedikit otot polos, karena itu sirkulasi

pulmonar lebih mudah teregang dan resistensinya terhadap

aliran darah lebih kecil.Besarnya tekanan dalam sirkulasi

pulmonar kira-kira seperlima tekanan dalam sirkulasi

sistemik.

8. Sirkulasi Koroner

Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari

nutrisi dan oksigenasi otot jantung.Sirkulasi koroner


40

meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen

dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang

intramiokardia yang kecil-kecil.

2.2.6 PATOFISIOLOGI

Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa rerjadi melalui

beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan

lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan

kelenturanya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat

mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.

Darah di setiap denyutan jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang

sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang

terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku

karena arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga

meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil

(arteriola) untuk sementara waktu untuk mengarut karena perangsangan

saraf atau hormon didalam darah (Triyanto,2014).

Bertambahnya darah dalam sirkulasi bisa menyebabkan

meningkatnya tekanan darah.Hal ini terjadi jika terhadap kelainan fungsi

ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari

dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami


41

pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan

menurun (Triyanto,2014).

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh

perubahan didalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari

sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).

Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui

beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan mengeluarkan

garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan

mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah menurun,

ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume

darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. (Triyanto, 2014).

Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan

enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi,

yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal

merupakan organ peting dalam mengembalikan tekanan darah; karena itu

berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya

tekanan darah tinggi.Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah

satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan

hipertensi.Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga

bisa menyebabkan naiknya tekanan darah (Triyanto 2014).

Pertimbangan Gerontology, Perubahan struktural dan fungsional

pada system pembuluh perifer bertanggung pada perubahan tekanan darah


42

yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot

polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan

distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekwensinya, aorta dan

arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume

darah yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya), mengakibatkan

penurunan curah jantunng dan meningkatkan tahanan perifer (Prima,

2015).
43

2.2.7 PATHWAY
Faktor predisposisi : usia, jenis kelamin, merokok, stress,
kurang olahraga, genetic, alkohol, konsentrasi garam, obesitas

Kerusakan vaskular Hipertensi


pembuluh darah
Defisit pengetahuan
Kerusakan struktur Perubahan situasi
Nyeri kepala
Penyumbatan pembuluh Informasi yang minim
darah
Resistensi pembuluh darah
otak ↑ Gangguan pola tidur
Vasokontriksi

Risiko perfusi serebral tidak


Gangguan sirkulasi Otak Suplai O2 ke otak ↓ efektif

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokontriksi pembuluh Spasme arteriol


darah ginjal Koroner Resiko Sistemik
Jatuh
Risiko
Blood flow darah ↓ cedera Iskemia miokard Vasokontriksi

Nyeri Fatigue Afterload ↑


Respon RAA

Intoleransi Penurunan curah


Merangsang aldosteron Retensi Na Edema Kelebihan volume cairan
aktifitas jantung
Sumber : Nurarif (2015) & Marry (2008)
44

2.2.8 Manifestasi Klinik

Menurut (Ahmad, 2013) sebagian besar penderita tekanan darah tinggi

umumnya tidak menyadari kehadirannya. Bila ada gejala, penderita darah

tinggi mungkin merasakan keluhan-keluhan berupa: kelelahan, bingung,

perut mual, masalah pengelihatan, keringat berlebihan, kulit pucat atau

merah, mimisan, cemas atau gelisah, detak jantung keras atau tidak

beraturan (palpasi), suara berdenging di telinga, disfungsi ereksi, sakit

kepala, pusing.

Menurut (Pudiastuti,2013) gejala klinis yang dialami oleh para

penderita hipertensi biasanya berupa: pengelihatan kabur karena

kerusakan retina, nyeri pada kepala, mual dan muntah akibatnya tekanan

kranial, edema dependen dan adanya pembengkakan karena

meningkatnya tekanan kapiler.

2.2.9 Komplikasi Hipertensi

Komplikasi Hipertensi menurut Aspiani (2015) adalah:

2.2.9.1 Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi

diotak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain

otak yang terpajan tekanan tinggi.

2.2.9.2 Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang

arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke

miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat


45

aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan

hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin

tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang

menyebabkan infark.

2.2.9.3 Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat

tekanan darah tinggi pada kapiler glomerulus ginjal.

2.2.9.4 Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada

hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan

berbahaya).

2.2.9.5 Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsia. Bayi yang lahir

mungkin memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang

tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis

jika ibu mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan.

2.2.10 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Aspiani (2016) pemeriksaan penunjang pada klien hipertensi

antara lain :

a. Laboratorium

1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal

2) Kreatinin serum dan BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat pada

hipertensi karena parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut

3) Darah perifer lengkap

4) Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa)


46

b. EKG

1) Hipertrofi ventrikel kiri

2) Iskemia atau infark miokard

3) Peninggian gelombang P

4) Gangguan konduksi

c. Foto Rontgen

1) Bentuk dan besar jantung

2) Pembendungan, lebarnya paru

3) Hipertrofi parenkim ginjal

4) Hipertrofi vascular ginjal

2.2.11 Penatalaksanaan

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2015)

membuat pedoman tentang tatalaksana pada penyakit hipertensi dengan

membagi terapi menjadi dua, yaitu :

2.2.11.1 Terapi Non Farmakologi

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi

ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang

dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

a) Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :


47

 Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5

gr/hr

 Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

 Penurunan berat badan

 Penurunan asupan etanol

 Menghentikan merokok

b) Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang

dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga

yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga

yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,

berenang dan lain-lain.Intensitas olah raga yang baik antara

60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut

nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan

berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan

Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik

5 x perminggu.

c) Penurunan Stres

Stress memang tidak menyebabkan hipertensi secara

langsung namun dapat menyebabkan kenaikan yang sangat

tinggi sementara waktu, menghidari stress dengan cara


48

menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi

penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode

relaksasi seperti meditasi atau yoga yang dapat mengontrol

sistem saraf yang dapat menurunkan tekanan darah tinggi.

d) Terapi Massase (pijat)

Pada prinsipnya pijat untuk penderita hipertensi ialah

pijatan untuk memperlancar aliran darah dalam tubuh

sehingga dapat meminimalisir gangguan hipertensi dan

kompilasinya, resiko hipertensi dapat ditekan dengan

ketika semua jalur energy terbuka dan aliran energy tidak

lagi terhalang oleh ketgangan otot (wijaya & Putri, 2013).

2.2.11.2 Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan

tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah

komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah

kuat.Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan

seumi-ur hidup penderita. Pengobatannya meliputi :

a. Penghambat saraf simpatis

Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf

simpatis sehingga mencegah naiknya tekanan darah,

contohnya: Metildopa 250 mg (medopa, dopamet),


49

klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan reserprin 0,1

&0,25 mg (serpasil, Resapin).

b. Beta Bloker

Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung

sehingga pada gilirannya menurunkan tekanan darah.

Contoh: propanolol 10 mg (inderal, farmadral), atenolol

50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau bisoprolol 2,5& 5

mg (concor).

c. Vasodilator

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan

merelaksasi otot pembuluh darah.

d. Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor

Bekerja dengan menghambat pembentukan zat

Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5, 25, 50 mg

(capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg

(tenase).

e. Calsium Antagonis

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung

dengan cara menghambat kontraksi jantung


50

(kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 & 10 mg (adalat,

codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg

(herbesser, farmabes).

f. Antagonis Reseptor Angiotensin II

Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat

angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan

ringannya daya pompa jantung.Contoh : valsartan

(diovan).

g. Diuretic

Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh

(lewat urin) sehingga volume cairan tubuh berkurang,

sehingga mengakibatkan daya pompa jantung menjadi

lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT) (Corwin,

2001; Adib, 2009; Muttaqin, 2011).


51

2.3 Konsep Tekanan Darah

2.3.1 Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah daya yang di perlukan agar darah dapat

mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai seluruh jaringan

tubuh manusia. Darah dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh

berfungsi sebagai media pengangkut oksigen serta zat lain yang di

perlukan untuk kehidupan sel-sel di dalam tubuh (Moniaga, 2013).

Menurut Gunawan (2007) dalam Suri (2017) istilah “tekanan

darah” berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik

di dalam tubuh manusia.Tekanan darah di bedakan antara tekanan darah

sistolik dan tekanan darah diastolik.Tekanan darah sistolik adalah tekanan

darah ketika menguncup (kontraksi) sedangkan, tekanan darah diastolik

adalah tekanan darah ketika mengendor kembali (rileksasi).

Tekanan darah tiap orang sangat bervariasi. Bayi dan anak-anak

secara normal memiliki tekanan darah lebih rendah dibandingkan

usiadewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana

tekanan darah akan lebih tinggi ketika seseorang melakukan aktivitas dan

lebih rendah ketikasedang beristirahat (Sutanto, 2010 dalam Triyanto

2014).
52

2.3.2 Fisiologi Tekanan Darah

Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru.Darah yang

mengandung oksigen memasuki jantung dan kemudian dipompakan ke

seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah yang disebut

arteri.Pembuluh darah yang lebih besar bercabang-cabang menjadi

pembuluh-pembuluh darah lebih kecil hingga berukuran mikroskopik dan

akhirnya membentuk jaringan yang terdiri dari pembuluh-pembuluh

darah sangat kecil atau disebut dengan pembuluh kapiler.Jaringan ini

mengalirkan darah ke sel tubuh dan menghantarkan oksigen untuk

menghasilkan energi yang dibutuhkan demi kelangsungan

hidup.Kemudian darah yang sudah tidak beroksigen kembali ke jantung

melalui pembuluh darah vena, dan di pompa kembali ke paru-paru untuk

mengambil oksigen lagi.Saat jantung berdetak, otot jantung berkontraksi

untuk memompakan darah ke seluruh tubuh.Tekanan tertinggi

berkontraksi dikenal dengan tekanan sistolik.Kemudian otot jantung

rileks sebelum kontraksi berikutnya, dan tekanan ini paling rendah, yang

dikenal sebagai tekanan diastolik.Tekanan sistolik dan diastolik ini diukur

ketika seseorang memeriksakan tekanan darah (Beevers, 2002 dalam

Jennie, 2013).
53

2.3.3 Pengukuran Tekanan Darah

Prosedur pengukuran tekanan darah menggunakan

sphygmomanometer manual (Susilo, 2013 dalam Suri, 2017), yaitu:

2.3.3.1 Responden duduk rileks dan tenang sekitar 5 menit.

2.3.3.2 Pemeriksa menjelaskan manfaat dari rileks, agar nilai tekanan

darah saat pengukuran tersebut dihasilkan nilai yang stabil.

2.3.3.3 Pasangkan manset pada salah satu lengan dengan jarak sisi

manset paling bawah 2,5 cm dari siku kemudianrekatkan dengan

baik.

2.3.3.4 Tangan responden diposisikan di atas meja dengan posisi telapak

tangan terbuka keatas dan sejajar dengan jantung.

2.3.3.5 Lengan yang terpasang manset harus bebas dari lapisan apapun.

2.3.3.6 Raba nadi pada lipatan lengan, lalu pompa alat hingga denyut

naditidak teraba kemudian dipompa kembali sampai tekanan

meningkat 30mmHg.

2.3.3.7 Tempelkan stetoskop pada perabaan denyut nadi, lepaskan

pemompaperlahan-lahan dan dengarkan bunyi denyut nadi

tersebut.

2.3.3.8 Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika denyut

nadiyang pertama kali terdengar dan tekanan darah diastolik

ketika bunyidenyut nadi sudah tidak terdengar.


54

2.3.3.9 Pengukuran sebaiknya dilakukan 2 kali dengan selang waktu 2

menit. Jika terdapat perbedaan hasil pengukuran sebesar 10

mmHg atau lebihlakukan pengukuran untuk ke 3 kalinya.

2.3.3.10 Apabila responden tidak mampu duduk, pengukuran dapat

dilakukandengan posisi baring, kemudian catat kondisi tersebut

di lembar catatan.

Persiapan Sphygmomanometer Sebelum Digunakan:

1) Pasang dengan rapat manset atau sabuk tensimeter pada lengan kiri

atas pasien.

2) Tempatkan stetoskop pada telinga terapis.

3) Pastikan kepala stetoskop dalam posisi terbuka (on).

4) Cara memastikannya dengan mengetuk secara perlahan-lahan pada

area sensor kepala stetoskop.

5) Jika terdengar bunyi, maka stetoskop dalam kondisi on.

6) Cari denyut nadi atau arteri brakhialis di bagian siku dalam lengan kiri

pasien.

7) Biarkan lengan nyaman, kemudian letakkan kepala stetoskop pada

denyut nadiatau arteri tadi (gunakan tangan kiri).

8) Pastikan katup kantung tekanan dalam keadaan tertutup (dengan

memutar skrup searah jarum jam sampai rapat).


55

Persiapan Pasien Sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah, berikut

beberapa persiapan yang perlu dilakukan oleh pasien (Potter, 1994) :

1) Beritahu pasien untuk menghindari latihan dan merokok selama 30

menit sebelum pengukuran.

2) Jelaskan prosedur dan buatlah pasien istirahat sedikitnya 5 menit

sebelum pengukuran.

3) Pastikan bahwa ruangan hangat dan terang. Buatlah pasien dalam

kondisi duduk.

4) Tentukan sisi anatomik terbaik untuk pengukuran tekanan darah,

seperti hindari lengan di sisi dimana telah dilakukan operasi payudara

atau ketiak dan pengangkatan jaringan limfe.

5) Hindari lengan atau tangan yang mengalami trauma, penyakit atau ila

lengan bawah telah diamputasi atau tetutup gips atau balutan yang

keras.

2.4 Konsep Slow Stroke BackMassase

2.4.1 Definisi Slow Stroke BackMassase

Slow Stroke BackMassae adalah tindakan pijat punggung

dengan usapan yang perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2003

dalam Aspiani, 2015).Slow Stroke Back Massase adalah teknik pijat

pada bagian punggung berupa selang seling tangan, remasan, gesekan,

dan tahanan menyikat (Purwanto, 2013 dalam Vicky 2017).


56

Slow Stroke Back Massase adalah pijat dengan melakukan

penekanan pada titik syaraf punggung atau bagian tubuh lainnya untuk

memberikan rangsangan bio-elektrik pada organ tubuh tertentu yang

dapat memberikan perasaan rileks dan segar karena alirah darah

didalam tubuh menjadi lebih lancar. Apabila pembuluh darah relaks

akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan

tekanan darah turun dan kembali normal (Saputro, 2018).

Slow Stroke Back Massase adalah suatu tindakan dengan

usapan perlahan dan beirama diarea punggung. Massase punggung

merupakan tipe massase yang melibatkan gerakan yang panjang,

perlahan dan halus. Massase ini disebut juga sebagai stimulasi kutenus,

karena usapan dikulit dapat menurunkan persepsi nyeri dan

mengurangi ketegangan otot, sehingga tubuh akan rileks. Massase

punggung bermanfaat melancarkan peredaran darah. Massase

punggung dapat merangsang hormone endorphin yang dapat

memberikan efek tenang pada pasien dan terjadi vasodilatasi pada

pembuluh darah sehingga pembuluh darah pun menjadi rileks dan

penurunan tekanan darah ( kozier erb, 2010).

Slow stroke back massage (SSBM) adalah stimulus ketaneus

yang dilakukan dengan beberapa pendekatan salah satu metode

dilakukan adalah dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan


57

berirama dengan tangan dengan kecepatan 60 kali usapan per menit

dengan waktu selama 3 menit (Adibah, 2016).

2.4.2 Manfaat Slow Stroke BackMassase

Sementara pada lansia, massage secara berkala dapat menekan

laju tekanan darah, meningkatkan sirkulasi darah, mengendurkan otot,

sekaligus merangsang otot yang lemah untuk bekerja, Menurut

Trisnowiyanto (2012) : .Slow stroke back massage juga memiliki

beberapa macam manfaat bagi kesehatan, diantaranya :

a. Membantu memperbaiki sirkulasi dan menurunkan tekanan

darah. Karena sirkulasinya membaik, maka organ-organ yang

ada didalam tubuh berfungsi dan bekerja denganbaik.

b. Mempengaruhi jaringan tubuh untuk memperluas kapiler dan

kapiler cadangan, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan

aliran darah ke jaringan dan organ, meningkatkan proses reduksi

oksidasi, memfasilitasi jantung dan berkontribusi terhadap

redistribusi darah dalamtubuh.

c. Mempengaruhi sistem saraf perifer, meningkatkan rangsangan

dan konduksi impuls saraf, melemahkan dan menghentikan rasa

sakit dengan mempercepat proses pemulihan saraf yangcedera.


58

d. Mempercepat aliran kelenjar getah benih yang meningkatkan

gizi jaringan, mengurangi stasis pada sendi serta organ dan

jaringanlain.

e. Memiliki efek fisiologis yang beragam terhadap terhadap kulit

dan fungsinya, seperti membersihkan saluran keringat, kelenjar

sebaceous, meningkatkan fungsi sekresi, ekskresi dan

pernapasankulit.

f. Membuat otot menjadi fleksibel, meningkatkan fungsi kontraktil

yang mempercepat keluarnya metabolit yang merupakan hasil

dari metabolisme
59

2.4.3 Klasifikasi Slow Stroke Back Massase

Ada lima macam teknik SSBM secara Khusus menurut

Adibah (2016) meliputi: eflaurage, friction, petrisage,

vibration, tapogate.

a. Eflaurage atau gosokan

Suatu gerakan dengan mempergunakan seluruh

permukaan telapak tangan melekat pada bagian-bagian

tubuh yang digosok. Tangan menggosok secara supel

menuju kearah jantung dengan dorongan dan tekanan.

Dengan bentuk telapak tangan dan jari selalu

menyesuaikan dengan bagian yang digosok. Tetapi

boleh juga menuju samping misalnya dada, perut, dll.

Teknik ini dilakukan pada permulaaan massase

dengan dosis 5 kali dan dosis 3 kali baik sebagian

maupun untuk seluruh tubuh. Adapun khasiat dari

gerakan ini adalah : menghilangkan secara mekanisme

sel-sel epitel yang mati, mempercepat pengangkutan

zat-zat sampah dan darah yang mengandung

karbondioksida.

b. Petrisage atau pijatan

Gerakan dengan pijatan menggunakan empat jari yang

merapat berhadapan dengan ibu jari yang selalu lurus

dan supel. Kesalahan pada umumnya ialah tidak


60

lurusnya jari-jari tersebut. Bagian tubuh yang terletak

dalam lekupan telapak tangan antara jari atau ibu jari.

Gearakan pijatan tangan meremas otot yang sedikit

ditarik keatas seolah-olah akan memisahkan otot dan

tulang selaputnya atau dari otot lainnya.

c. Tapotamen atau pukulan

Gerakan pukulan dengan satu tangan atau dua boleh

tangan yang dipukul-pukulkan pada obyek pijat secara

bergantian. Efek dari Tapotamen ialah : memperlancar

peredaran darah vena, merangsang otot-otot,

menimbulkan rasa nyaman dan kehangatan.

d. Frictitoin atau gerusan

Gerakan gerusan kecil yang dilakukan dengan

mempergunakan ujung tiga jari yang merapat, ibu jari,

ujung siku, pangkal telapak tangan dan yang bergerak

berputar-putar searah atau berlawanan arah dengan

jarum jam.

e. Vibration atau gerakan

Gerakan getaran yang dilakukan dengan menggunakan

ujung jari atau seluruh permukaan telapak tangan.


61

2.4.4 Mekanisme Slow Stroke Back Massase

Mekanisme slow stroke back massase adalah

(pijatan lembut pada bagian punggung) yaitu

meningkatkan relaksasi dengan menurunkan aktivitas

saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf

parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi diameter

arteriol, tindakan massase pada punggung dengan usapan

perlahan selama 3-10 menit (Cassar, 2018).

Sistem saraf parasimpatis melepaskan

neurotransmitter asetilkolin untuk menghambat aktivitas

saraf simpatis dengan menurunkan kontraktilitas otot

jantung, volume, volume sekuncup, vasodilatasi arteriol

dan vena kemudian menurunkan tekanan darah (Retno,

2012).

SSBM menstimulasi saraf-saraf di superfisial di

kulit yang kemudian diteruskan ke otak di bagian

hipotalamus.Sistem saraf desenden melepaskan opiat

endogen, seperti endorfin. Pengeluaran endorfin

mengakibatkan meningkatnya kadar endorfin dalam tubuh.

Peningkatan hormon endorfin merangsang produksi

hormon dopamin dan hormon serotonin.Hormon dopamin

yang meningkat menyebabkan kecemasan berkurang

sedangkan hormon serotonin yang meningkat dapat


62

mengurangi gangguan tidur.Pengeluaran hormon endorfin

dapat memblok transmisi stimuus nyeri sehingga

menurunkan kecemasan dan nyeri (Arisanti, 2013).

2.4.5 Indikasi Slow Stroke Back Massase

Slow Stroke Back Massase tidak boleh dilakukan

pada kulit di daerah punggung yang mengalami luka

bakar, luka memar, ruam kulit, inflamasi, dan kulit di

bawah tulang yang fraktur dikarenakan memijat jaringan

yang sensitif dapat menyebabkan cedera jaringan yang

lebih lanjut sedangkan memijat di daerah kulityang

kemerahan meningkatkan kerusakan kapiler pada jaringan

di bawahnya (Potter & Perry,2005 dalam Arisanti, 2018).

2.4.6 Tahap Pelaksanaan Slow Stroke Back Massase

Prosedur untuk melakukan slow stroke back massage

(SSBM) yaitu dengan teknik mengusap kulit klien secara

lambat, lembut dan berirama menggunakan kedua tangan

yang dilakukan 1 kali sehari selama 3-10 menit selama 7

hari berturut-turut (Potter dan Perry, 2005 dalam Arisanti,

2018).

a. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Michelle (2016)

dengan judul Langkah-langkah pelaksanaan slow stroke

back massage(SSBM)
63

Gambar 2.2 Terapi Slow Stroke Back Massase

1) Pengertian

Slow Stroke Back Massage merupakan

intervensi keperawatan yag diberikan dengan cara

memberikan usapan secara perlahan, tegas,

berirama dengan kedua tangan menutup area selebar

5 cm diluar tukang belakang yang dimulai dari

kepala hingga area sacrum dengan kecepatan sekitar

60 gerakan dalam hitungan menit dan dilakukan 1

kali sehari dibutuhkan sekitar 3 hingga 10 menit

dilakukan selama 7 hari berturut-turut.

2) Tujuan

Dapat menurunkan tekanan darah, frekuensi jantung,

dan suhutubuh

3) Kontraidikasi

f. luka bakar

g. luka memar

h. ruam kulit
64

i. peradangan kulit

j. patahtulang\kulit yang kemerahan

4) prosedur

a) Tahap Preinteraksi

1) Menyiapkan alat dan bahan

a. Bahan pelicin berupa krem, minyak

atau lotion yang aman dan tidak

kadaluwarsa

b. 1 buah mangkuk kecil

c. 1 lembar selimut

d. 1 lembar Handscoon

e. 1 lembar handuk kering

2) Mencuci tangan

3) Menjaga lingkungan : atur

pencahayaan dan privacy ruangan

b) Tahap orientasi

1) Memberikan salam pada pasien dan sapa

nama pasien

2) Menjelaskan tujuan dan prosedur

pelaksanaan

3) Menanyakan persetujuan/kesiapanpasien

4) Mengklarifikasi kegiatan massage

c) Tahap Kerja
65

1. Subyek penelitian dipersilahkan untuk

memilih posisi yang diinginkan selama

intervensi, bisa tidur miring, telungkup, atau

duduk.

2. Buka punggung klien, bahu, dan lengan

atas. Tutup sisanya dengan selimut.

3. Letakkan jempol berada di kedua sisi di

bawah pangkal kepala

4. Lakukan gerakan rotasi ringan tangan di atas

leher

5. Telapak tangan yang diletakkan di pangkal

tengkorak dan kemudian tiupan lembut ke

arah pasien, fokus area tulang belakang

6. Tempatkan tangan di sisi leher di bawah

telinga dan kemudian pijat pada tulang

klavikula orang sampai ke bahu dengan ibu

jari, Lakukan gerakan tersebut dengan

beberapakali.

7. Telapak tangan ditempatkan di atas di kedua

sisi tulang belakang didekat bahu dan

pindah ketulang belakang ke pinggang

8. Telapak tangan memijat di kedua sisi leher

dan terus menerus sampai ke leher serta di


66

atas bahu dan ke bawah punggung dekat

daerah tulang belakang

9. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang

dan beritahu klien bahwa perawat

mengakhiri usapan.

10. Bersihkan punggung klien dengan handuk

mandi

11. Memasang pakaian pasien kembali

12. Bantu klien posisi yang nyaman.

13. Letakkan handuk yang kotor pada tempatnya

14. Cuci tangan.

d) Tahap terminasi

1. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan dan kembalikan alat ketempat

semula

4. Mencuci tangan

5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan
67

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi

2.5.1 Pengkajian

2.5.1.1 Biodata

Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain:

Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama,

Status Mental, Suku, Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor

registrasi.

2.5.1.2 Riwayat Penyakit Dahulu

Seperti penyakit yang pernah diderita sebelumnya atau

penyakit yang sedang diderita sampai sekarang serta tindakan

apa yang sudah dilakukan dan obat yang sudah dikonsumsi

selama menderita penyakit tersebut.

2.5.1.3 Riwayat Penyakit sekarang

Umumnya klien mengeluh sering batuk, demam, suara serak,

sakit kepala dan kadang nyeri dada.

2.5.1.4 Riwayat penyakit keluarga

Kaji adakah keluarga klien yang sedang atau pernah

mengalami penyakit yang sama dengan penyakit klien. Dan

tanyakan apakah ada anggota keluarga klien yang mempunyai

penyakit berat lainnya.

2.5.1.5 Proses kesehatan fungsional menurut Gordon dalam Aspiani

(2016) yaitu:
68

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup

monoton.

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama

jantung, takipnea.

b. Sirkulasi

Gejala :

1) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner/katup, dan penyakit serebrovaskuler.

2) Episode palpitasi

Tanda :

1) Peningkatan tekanan darah

2) Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,

takikardia

3) Murmur stenosis valvular

4) Distensi vena jugularis

5) Kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokonstriksi

perifer)

6) Pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda

c. Integritas Ego

Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor

stress multiple (hubungan keuangan, yang berkaitan

dengan pekerjaan). Tanda : letupan suasana hati, gelisah,


69

penyempitan perhatian, tangisan meledak, otot muka

tegang, menghela napas, peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi

Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau

riwayat penyakit ginjal pada masa lalu.

e. Makanan/cairan

Gejala :

1) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi

garam, lemak, serta kolesterol

2) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini

(meningkat/turun)

3) Riwayat penggunaan diuretik

Tanda :

1) Berat badan normal atau obesitas

2) Adanya edema

3) Glikosuria

f. Neurosensori

Gejala :

1) Keluhan pusing/pening, berdenyut, sakit kepala,

suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara

spontan setelah beberapa jam)

2) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur,

epistaksis)
70

Tanda :

1) Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi

bicara, efek, proses pikir

2) Penurunan kekuatan genggaman tangan

g. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan

jantung), sakit kepala

h. Pernapasan

Gejala :

1) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja,

takipnea, ortopnea, dispnea

2) Batuk dengan atau tanpa sputum

3) Riwayat merokok

Tanda :

1. Distress respirasi/penggunaan otot aksesoris

pernapasan

2. Bunyi napas tambahan (crackles/mengi)

3. Sianosis

i. Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan, hipotensi

postural

j. Pembelajaran/penyuluhan

Gejala :
71

1) Faktor risiko keluarga; hipertensi, aterosklerosis,

penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit ginjal

2) Faktor lain; risiko etnik, penggunaan pil KB atau

hormone, penggunaan alkohol atau obat

k. Rencana pemulangan Bantuan dengan pemantau dan

tekanan darah/perubahan dalam terapi obat.

2.5.2 Pengkajian P3G khusus lansia

a. Penilaian Activity of Daily Living (ADL) dengan instrumen

indeks barthel modifikasi

Tabel 2.3 : Activity of Daily Living / Index Barthel

No Kriteria Dengan bantuan Mandiri Skor


1 Makan 5 10
2 Aktivitas ke toilet 5 10
3 Berpindah dari 5-10 15
kursi roda atau
sebaliknya
termasuk duduk
ditempat tidur
4 Kebersihan diri, 0 5
mencuci muka,
menyisir rambut
dan meng gigi
5 Mandi 0 5
6 Berjalan di 10 25
permukaan datar
7 Naik turun tangga 5 10
8 Berpakaian 5 10
9 Mengontrol 5 10
defekasi
10 Mengontrol 5 10
berkemih
TOTAL
Sumber : Sunaryo, dkk 2015
72

Interpretasi Hasil :
0 - 20 : Ketergantungan
21-61 : Ketergantungan berat / sangat tergantung
62 - 90 : Ketergantungan berat
91 - 99 : Ketergantungan ringan
100 - 110 : Mandiri

b) Instrumental Activities of Daily Living (ADL) Lawton

Tabel 2.4 : Activities of Daily Living (ADL) Lawton

Skor Hasil
Dapat menggunakan telepon
Mengoperasikan telepon sendiri dan mencari dan 1
menghubungi normor
Menghubungi beberapa nomor yang diketahui 1
Menjawab telepon tetapi tidak menghubungi 1
Tidak bisa menggunakan telepon sama sekali 0
Mampu pergi kesuatu tempat
Berpergian sendiri menggunakan kendaraan umum 1
atau menyetir sendiri
Mengatur perjalan sendiri 1
Perjalanan menggunakan transportasi umum jika ada 0
yang menyertai
Tidak melaukan perjalanan sama sekali 0
Dapat berbelanja
Mengatur semua kebutuhan belanja sendiri 1
Perlu bantuan untuk mengantar belanja 0
Sama sekali tidak mampu berbelanja 0
Dapat menyiapkan makanan
Merencanakan, menyiapkan, dan menghidangkan 1
makanan
Menyiapkan makanan jika sudah tersedia bahan 0
makanan
Menyiapkan makanan tetapi tidak mengatur diet yang 0
cukup
Perlu disiapkan dan dilayani 0
Dapat melakukan pekerjaan rumah tangga
Merawat rumah sendiri atau bantuan kadang-kadanga 1
Mengerjakan pekerjaan ringan sehari-hari (merapikan 1
tempat tidur, mencuci piring)
Perlu bantuan untuk semua perawatan rumah sehari- 1
hari
Tidak berpartisipasi dalam perawatan rumah 0
Dapat mencuci pakaian
73

Mencuci semua pakaian sendiri 1


Mencuci pakaian yang kecil 1
Semua pakaian dicuci oleh orang lain 0
Dapat mengatur obat-obatan
Meminum obat secara tepat dosis dan waktu tanpa 1
bantuan
Tidak mampu menyiapakn obat sendiri 0
Dapat mengatur keuangan
Mengatur masalah inansial (tagihan, pergi ke bank) 1
Mengatur pengeluaran sehari-hari, tapi perlu bantuan 1
untuk ke bank untuk transaksi penting
Tidak mampu mengambil keputusan inansial atau 0
memegang uang
Total
Sumber : Kemenkes, 2017

Skoring IADL
Dikerjakan oleh orang lain 0
Perlu bantuan sepanjang waktu 1
Perlu bantuan sesekali 2
Independen/mandiri 3-8

c) Penilaian Risiko Jatuh Klien Lanjut Usia

Tabel 2.5 Instrumen Risiko Jatuh Klien Lanjut Usia

No Risiko Skala Hasil


1 Gangguan gaya berjalan (diseret, 4
menghentak, berayun)
2 Pusing atau pingsan pada posisi tegak 3
3 Kebingungan setiap saat (contoh : 3
pasien mengalami demensia)
4 Nokria/inkontinesia 3
5 Kebingungan intermiten (pasien yang 2
mengalami delirium)
6 Kelemahan umum 2
7 Obat-obatan beresiko tinggi (diuretik, 2
narkotik, antihipertensi, obat
hipoglikemik, NSAID)
8 Riwayat jatuh dalam 12 bulan terakhir 2
9 Osteoporosis 1
10 Gangguan pendengaran/penglihatan 1
11 Usia 70 tahun keatas 1
JUMLAH
Sumber : Kemenkes, 2017
74

Cara pelaksanaan :

Untuk melakukan penilaian risiko jatuh, dapat dilakukan dengan


menggunakan kuesioner Penilaian Risiko Jatuh Pasien Lanjut
Usia.Tenaga medis perlu mengidentifikasi gejala/kriteria seperti yang
disebutkan dalam kuesioner. Jika pada pasien dijumpai gejala/kriteria
tersebut, maka pasien mendapat skor sesuai dengan skala yang
tercantum. Jika tidak, maka pasien mendapat nilai 0.
Selanjutnya seluruh skor dijumlah dan diklasifikasikan tingkat
risikonya yaitu :
a. Risiko rendah bila skor 1-3 : Lakukan intervensi risiko rendah
b. Risiko tinggi bila skor ≥ 4 : Lakukan intervensi risiko tinggi
d) Geriatric Depression Scale (GDS)

Pilih jawaban yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan

anda selama dua minggi terakhir

Tabel 2.6 Instrumen Geriatric Depression Scale (GDS)

No Pertanyaan Skor
1 Apakah anda pada dasarnya puas YA TIDAK
dengan kehidupan anda ?
2 Apakah anda sudah meninggalkan YA TIDAK
banyak kegiatan dan minat/ kesenangan
anda ?
3 Apakah anda merasa kehidupan anda YA TIDAK
hampa ?
4 Apakah anda sering merasa bosan ? YA TIDAK
5 Apakah anda mempunyai semangat YA TIDAK
baik setiap saat ?
6 Apakah anda takut sesuatu yang buruk YA TIDAK
akan terjadi pada anda ?
7 Apakah anda merasa bahagia pada YA TIDAK
sebagian besar hidup anda ?
8 Apakah anda sering merasa tidak YA TIDAK
berdaya ?
9 Apakah anda lebih sering tinggal di YA TIDAK
rumah dari pada pergi keluar dan
mengerjakan sesuatu hal yang baru ?
10 Apakah anda merasa mempunyai YA TIDAK
banyak masalah dengan daya ingat anda
dibandingkan kebanyakan orang ?
75

11 Apakah anda piker hidup anda sekrang YA TIDAK


ini menyenangkan ?
12 Apakah anda merasa tidak berharga YA TIDAK
seperti perasaan anda saat ini ?
13 Apakah anda merasa penuh semangat ? YA TIDAK
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan YA TIDAK
anda tidak ada harapan ?
15 Apakah anda pikir bahwa orang lain YA TIDAK
lebih baik keadaannya dari pada anda ?
TOTAL SKOR
Sumber : Kemenkes, 2017

Panduan pengisian instrumen GDS


a. Jelaskan pada pasien bahwa pemeriksa akan menanyakan
keadaan perasaannya dalam dua minggu terakhir, tidak ada
jawaban benar salah, jawablah ya atau tidak sesuai dengan
perasaan yang paling tepat akhir-akhir ini.
b. Bacakan pertanyaan nomor 1 – 15 sesuai dengan kalimat
yang tertulis, tunggu jawaban pasien. Jika jawaban kurang
jelas, tegaskan lagi apakah pasien ingin menjawab ya atau
tidak. Beri tanda (lingkari) jawaban pasien tersebut.
c. Setelah semua pertanyaan dijawab, hitunglah jumlah
jawaban yang bercetak tebal. Setiap jawaban (ya/tidak)
yang bercetak tebal diberi nilai satu (1).
d. Jumlah skor diantara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar
ada gangguan depresi.
e. Jumlah skor 10 atau lebih menunjukkan ada gangguan
depresi
b. Pemerikasaan Mini Cog Dan Clock Drawing Test
Cara pemeriksaan :
1. Mintalah klien untuk mendengarkan dengan cermat,
mengingat, dan kemudian mengulangi tiga kata yang tidak
berhubungan (bola, melati, kursi) yang akan disampaikan oleh
pemeriksa.
2. Instruksikan klien untuk menggambar jam pada selembar
kertas kosong atau berikan klien dengan lingkaran yang telah
disediakan pada selembar kertas.
3. Klien diminta untuk menggambar jam yang menunjukkan
pukul sebelas lewat sepuluh menit (pukul 11.10).
76

4. Minta klien untuk menyebutkan kembali tiga kata yang telah


disebutkan di awal pemeriksaan.
5. Bila klien tidak mampu menyebutkan kata-kata yang pertama
kali diucapkan pada awal pemeriksaan, maka tidak perlu
ditanyakan kembali. Karena hal tersebut telah menunjukkan
rendahnya kognitif.
Cara pemeriksaan Clock Drawing Tes Skor 4 (CDT 4):
1. Mintalah responden untuk menggambar sebuah jam bundar
lengkap dengan angka-angkanya dan jarum-jarumnya yang
menunjukkan pukul sebelas lewat sepuluh menit (11.10).
2. Siapkan bahan :
a. Selembar kertas putih kosong, atau selembar kertas
dengan gambar lingkaran, untuk klien yang tidak
mampu menggambar lingkaran
b. Pensil tanpa penghapus
Penilaian skor penilaian Clock Drawing Test Skor 4
(modifikasi) (CDT4) :
1) Beri skor 1 (satu) untuk masing-masing poin di bawah ini
jika benar :
Tabel 2.7 Penilaian Clock Drawing Test Skor 4
N Hasil
Poin Penilaian
o Penilaian
1 Gambar lingkaran utuh
2 Menulis angka lengkap 1-2
3 Angka beruruta dan tepat letaknya
4 Jarum jam menunjukkan pukul 11.10
Sumber : Kemenkes, 2017
2) Jika poin tersebut dilakukan tidak sesuai maka diberikan
skor 0
Interpretasi hasil pemeriksaan mini cog dan clock drawing
(CDT4):
Dikatakan curiga fungsi kognitifnya menurun apabila tidak
dapat mengingat satu atau lebih kata yang diberikan
77

sebelumnya dan atau tidak mampu menggambar jam


dengan sempurna (skor 1)
LEMBAR PEMERIKSAAN CLOCK DRAWING TEST

e) Evaluasi Status Mental Mini (MMSE)

Tabel 2.8 Evaluasi Status Mental Mini (MMSE)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan
benar :
( ) Tahun
( ) Musim
( ) Tanggal
( ) Hari
( ) Bulan
Orientasi 5 Dimana kita sekarang ?
( ) Negara ............
( ) Provinsi ..........
( ) Kota ...............
( ) RT ..................
( ) RW ................
2 Registrasi 3 Sebutkan 3 nama objek
(sebut oleh pemeriksa), 1
detik untuk mengatakan
masing-masing objek.
Kemudian tanyakan
kepada klien ketiga objek
tadi (untuk disebutkan
oleh klien).
( ) Objek ...........
( ) Objek ...........
( ) Objek ...........
3 Perhatian 5 Minta klien untuk
dan memulai dari angka 100
kalkulasi kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali/tingkat.
( ) 93
( ) 86
78

( ) 79
( ) 72
( ) 65
4 Mengingat 3 Minta klien untuk
mengulangi ketiga objek
pada no.2 (registrasi) tadi,
bila benar 1 point untuk
masing-masing objek.
( ) Objek ……
( ) Objek ……
( ) Objek ……

5 Bahasa 9 Tunjukkan kepada klien


suatu benda dan tanyakan
namanya pada klien :
( ) (Misal jam tangan)
( ) (Misal pensil)
Minta klien untuk
mengulangi kata berikut :
“Tak ada jika, dan,
atau, tetapi”.
Bila benar, nilai satu
point.
Misal: Pernyataan benar 2
buah : tak ada, tetapi.
Minta klien untuk
mengikuti perintah
berikut yang terdiri dari 3
langkah :
“Ambil kertas ditangan
anda, lipat dua, taruh
dilantai”
( ) Ambil kertas ditangan
anda
( ) Lipat dua
( ) Taruh dilantai

Perintahkan pada klien


untuk hal berikut (bila
aktivitas sesuai perintah
nilai satu point)
( ) “Tutup mata anda”
Perintahkan pada klien
untuk menulis satu
kalimat dan menyalin
gambar
( ) Menulis satu kalimat
( ) Menyalin gambar
TOTAL NILAI
Sumber : Sunaryo, dkk 2015
79

Interpretasi Hasil :
( ) > 23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik
( ) 18 – 22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
( ) ≤ 17 : Terdapat aspek kerusakan fungsi mental berat

f) Abbreviated Mental Test (AMT)

Tabel 2.9 Abbreviated Mental Test (AMT)

No Salah = 0 Benar = 1
1 Berapakah umur anda ?
2 Jam berapa sekarang ?
3 Di mana alamat rumah anda ?
4 Tahun berapa sekarang ?
5 Saai ini kita sedang berada di mana ?
6 Mampukah klien mengenali dokter dan
perawata ?
7 Tahun berapa Indonesia merdeka ?
8 Siapa nama presiden RI sekarang ?
9 Tahun berapa anda lahir ?
10 Menghitung mundur dari 20 sampai 1
Jumlah skor :
11 Perasaan hati (efek) : pilih yang sesuai
dengan kondisi klien : 1 baik 2 labil 3
depresi 4 gelisah 5 cemas
80

Sumber : Kemenkes, 2017


Cara Pelaksanaan:
1. Minta pasien untuk menjawab pertanyaan tersebut, beri tanda
centang (V) pada nilai nol (0) jika salah dan satu (1) jika benar
2. Jumlahkan skor total A sampai J, item K tidak dijumlahkan, hanya
sebagai keterangan.
3. Interpretasi :
1) Skor 8-10 menunjukkan normal,
2) Skor 4-7 gangguan ingatan sedang dan
3) Skor 0-3 gangguan ingatan berat

g) Mini Nutrional Assessment (MNA)

Tabel 2.10 : Mini Nutrional Assessment (MNA)


81

Hasil
No
Penilaian
1 Apakah anda mengalami penurunan asupan makanan
dalam 3 bulan terakhir disebutkan kehilangan nafsu
makan, gangguan saluran cerna, kesulitan mengunyah
atau menelan?
0 = kehilangan nafsu makan berat (severe)
1 = kehilangan nafsu makan sedang
2 = tidak kehilangan nafsu makan
2 Kehilangan berat badan dalam tiga bulan terakhir
0 = kehilangan BB > 3 kg
1 = tidak tahu
2 = kehilangan BB antara 1 – 3 kg
3 = tidak mengalami kehilangan BB
3 Kemampuan melakukan mobilitas ?
0 = di ranjang saja tau di kursi roda
1 = dapat meninggalkan ranjang atau kursi roda namun
tidak bisa pergi/ jalan-jalan keluar
2 = dapat berjalan atau pergi dengan leluasa
4 Menderita stress psikologis atau penyakit akut tiga
bulan terakhir ?
0 = ya
2 = tidak
5 Mengalami masalah neuropsiklogis?
0 = demensia atau depresi berat
1 = demensia sedang (moderate)
2 = tidak ada masalah psikologis
6 Nilai IMT (Indeks Massa Tubuh) ?
0 = IMT , 19 kg/m2
1 = IMT 19- 21
2 = IMT 21 – 23
3 = IMT > 23
Sumber : Kemenkes, 2017
SKOR SKRINING
1) Sub total maksimal : 14
2) Jika nilai > 12 – tidak mempunyai risiko, tidak perlu
melengkapi form penilaian
3) Jika < 11 – mungkin mengalami malnutrisi, lanjutkan mengisi
form penilaian

7 Apakah anda tinggal mandiri ? (bukan di panti / rumah


sakit) ?
0 = tidak
82

1 = ya
8 Apakah ada menggunakan lebih dari tiga macam obat
per hari ?
0 = ya
1 = tidak
9 Apakah ada luka akibat tekanan atau luka di kulit ?
0 = ya
1 = tidak
10 Berapa kali anda mengkonsumsi makan lengkap / utama
perhari ?
0 = 1 kali
1 = 2 kali
2 = 3 kali
11 Berapa banyak anda mengkonsumsi makanan sumber
protein ?
3) Sedikitnya 1 porsi dari produk (seperti susu,
keju, yogurt) perhari = ya/ tidak
4) 2 atau lebih porsi kacang-kacangan atau telur
per minggu = ya/tidak
5) Daging ikan atau ungags setiap hari = ya/tidak
0.0 = jika 0 atau hanya ada 1 jawaban ya
0.5 = jika terdapat 2 jawaban ya
1.0 = jika terdapat 3 jawaban ya
12 Pakah anda mengkonsumsi buah atau sayur sebanyak 2
porsi atau lebih per hari ?
0 = tidak
1 = ya
13 Berapa banyak cairan (air, jus, kopi, teh, susu) yang
dikonsumsi per hari?
0.0 = kurang dari 3 gelas
0.5 = 3 -5 gelas
1.0 lebih dari 5 gelas
14 Bagaimana cara makan ?
0= harus disuapi
1 = bisa makan sendiri dengan sedikit kesulitan
2 = makan sendiri tanpa kesulitan apapun juga
15 Pendengaran sendiri mengenai status gizi anda ?
0= merasa malnutrisi
1 = tidak yakin mengenai status gizi
2 = tidak ada masalah gizi
16 Jika dibandingkan dengan kesehatan orang lain yang
sebaya/seumuran bagaimanakah anda mepertimbangkan
keadaan anda dibandingkan orang tersebut?
0 = tidak sebaik dia
0.5 = tidak tahu
1.0 = sema baiknya
2.0 lebih baik
17 Lingkar lengan atas (cm) ?
0 = < 21 cm
0.5 = 21 – 22 cm
83

1.0 = >22 cm
18 Lingkar betis (cm) ?
0 = < 31 cm
1 = >31 cm
Sub Total
Sumber : Kemenkes, 2017
PENILAIAN SKOR:
I. Skor Skrining 
II. Skor Penilaian 
Skor total indikator malnutrisi (maksimum 30)
17 - 23.5 : risiko malnutrisi 
Kurang dari 17 malnutrisi 

2.4.1 Diagnosa Keperawatan

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan

afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/ rigiditas ventrikuler, iskemia

miokard.

b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan darah

vaskuler serebral dan iskemia.

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

e. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan

penurunan suplai darah ke otak.

f. Risiko cidera berhubungan dengan spasme arteriol, pusing.

g. Defisit pengetahuan berhubungan dengankurang terpapar informasi

mengenai penyakit.
84

2.4.2 Intervensi Keperawatan Standart Intervensi Keperawatan Indonesia

Tabel 2.11 Intervensi Keperawatan

INTERVENSI
No. DIAGNOSA KRETERIA HASIL
KEPERAWATAN
1. Penurunan curah Tujuan : Perawatan Jantung
jantung b.d Setelah dilakukan Observasi
peningkatan tindakan keperawatan  Identifikasi
afterload, diharapkan tanda/gejala primer
vasokonstriksi, Keadekuatan jantung penurunan curah
hipertrofi/ rigiditas memompa darah jantung
ventrikuler, iskemia meningkat.  Identifikasi
miokard. tanda/gejala
 Definisi Kriteria Hasil : sekunder penurunan
Ketidakstabilan  Tekanan darah curah jantung
jantung menurun  Monitor tekanan
memompa darah  Nadi dalam darah
untuk memenuhi rentang normal  Monitor intake dan
kebutuhan  CRT membaik output cairan
metabolisme  Palpitasi menurun  Monitor saturasi
tubuh.  Distensi vena oksigen
jugularis menurun  Monitor keluhan
 Penyebab  Gambaran EKG nyeri dada
1. Perubahan aritmia menurun  Monitor EKG 12
irama jantung  Lelah menurun Sandapan
2. Perubahan  Tidak pucat dan Terapeutik
frekuensi sianosis  Posisikan pasien
jantung  Dispnea menurun semi fowler atau
3. Perubahan  Edema menurun fowler dengan kaki
kontraktilitas ke bawah atau posisi
4. Perubahan nyaman
preload  Berikan diet jantung
5. Perubahan yang sesuai
afterload  Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
 Gejala dan memotivasi gaya
Tanda Mayor hidup sehat
Subjektif  Berikan terapi
1. Perubahan relaksasi untuk
irama jantung mengurangi stres,
1) Palpitasi jika perlu
2. Perubahan  Berian dukungan
preload emosional dan
1) Lelah spiritual
3. Perubahan  Berikan oksigen
afterload untuk
1) Dispnea mempertahankan
4. Perubahan saturasi oksigen
kontraktilitita >94%
85

s Edukasi
1) Paroxys  Anjurkan
mal beraktivitas fisik
nocturna sesuai toleransi
dyspnea  Anjurkan
(PND) beraktivitas fisik
2) Ortopnea secara bertahap
3) Batuk  Anjurkan berhenti
merokok
Objektif  Anjurkan pasien dan
1. Perubahan keluarga mengukur
irama jantung berat badan
1) Bradikar  Anjurkan pasien dan
di/ keluarga mengukur
takikardi intake dan output
2) Gambara cairan harian
n EKG Kolaborasi
aritmia  Kolaborasi
2. Perubahan pemberian
preload antiaritmia, jika
1) Edema perlu
2) Distensi  Rujuk ke program
vena rehabilitasi jantung
jagularis
3) Central
Venous
Pressure
(CVP)
meningka
t
/menurun
4) Hepatom
egali
3. Perubahan
aftrelaod
1) Tekanan
darah
meningka
t/menuru
n
2) Nadi
perifer
teraba
lemah
3) Capillary
refill time
>3 detik
4) Oliguria
5) Warna
kulit
86

pucat
dan/atau
sianosis.
4. Perubahan
kontraktilitas
1) Terdenga
r suara
jantung
S3
dan/atau
S4
2) Ejection
iraction
(EF)
menurun.
 Gejala dan
Tanda Minor
Subjektif
1. Perubahan
preload
(tidak
tersedia)
2. Perubahan
afterload
(tidak
tersedia)
3. Perubahan
kontraktilitas
(tidak
tersedia)
4. Perilaku/
emosional
1) Cemas
2) Gelisah

Objektif
1. Perubahan
preload
1) Murmur
jantung
2) Berat
badan
bertambah
3) Pulmonar
y artery
wedge
pressure
(PAWP)
menurun
2. Perubahan
87

afterload
1) Pulmonar
y vascular
resistance
(PVR)
meningkat
/menurun/
2) Systemic
vascular
resistance
(SVR)
meningkat
/menurun.
3. Perubahan
kontraktilitas
1) Cardiac
index (IC)
menurun.
2) left
ventricula
r stroke
work
index
(LVSWI)
menurun
3) Stroke
volume
index
(SVI)
menurun.
4. Perilaku/
emosional
(tidak tersedia)

 Kondisi klinis
terkait
1. Gagal jantung
kongestif
2. Syndrome
koroner akut
3. Stenosis
mitral
4. Regurgitasi
mitral
5. Stenosis aorta
6. Regurgitasi
aorta
7. Stenosis
trikuspidal
8. Regurgitasi
88

trikuspidal
9. Stenosis
pulmonal
10. Regurgitasi
pulmonal
11. Aritmia
12. Penyakit
jatung bawaan
2. Nyeri kepala b.d Tujuan : Manajemen Nyeri
peningkatan tekanan Setelah dilakukan Observasi
darah vaskuler tindakan keperawatan  Identifikasi lokasi,
serebral dan iskemia. diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
 Definisi nyeri menurun. frekuensi, kualitas,
Pengalaman intensitas nyeri
sensori atau Kriteria Hasil :  Identifikasi skala
emosional yang  Frekuensi nadi nyeri
berkaitan dengan membaik  Identifikasi respons
kerusakan  Pola nafas nyeri non verbal
jaringan aktual membaik  Identifikasi faktor
atau fungsional,  Keluhan nyeri yang memperberat
dengan onset menurun dan memperingan
mendadak atau  Meringis menurun nyeri
lambat dan  Gelisah menurun  Identifikasi
berintensitas  Kesulitan tidur pengetahuan dan
ringan hingga menurun keyakinan tentang
berat yang nyeri
berlangsung  Identifikasi
kurang dari 3 pengaruh nyeri pada
bulan. kualitas hidup
 Monitor efek
 Penyebab samping
1. Agen penggunaan
pencedera analgetik
fisiologis Terapeutik
(mis:inflamasi  Berikan teknik
, iskemia, nonfarmakologi
neoplasma) untuk mengurangi
2. Agen rasa nyeri
pencedera  Kontrol lingkungan
kimiawi (mis: yang memperberat
terbakar, rasa nyeri
bahan kimia  Ukur tanda-tanda
iritan) vital
3. Agen  Fasilitasi istirahat
pencedera dan tidur
fisik ( mis :  Pertimbangkan jenis
abses, dan sumber nyeri
amputasi, dalam pemilihan
terbakar, strategi meredakan
terpotong, nyeri
89

mengangkat Edukasi
berat,  Jelaskan penyebab,
prosedur periode, dan pemicu
operasi, nyeri
trauma,  Jelaskan strategi
latihan fisik meredakan nyeri
berlebihan)  Ajarkan teknik
nonfarmakologis
 Gejala dan untuk mengurangi
Tanda Mayor rasa nyeri
Subjektif Kolaborasi
1. Mengeluh  Kolaborasi
nyeri pemberian analgetik,
jika perlu
Objektif
1. Tampak
meringis
2. Bersikap
protektif (mis:
waspada,
posisi
menghindar
nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi
meningkat
5. Sulit tidur

 Gejala dan
Tanda Minor
Subjektif
(Tidak Tersedia)

Objektif
1. Tekanan
darah
meningkat
2. Pola napas
berubah
3. Nafsu makan
berubah
4. Proses
berfikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus
pada diri
sendiri
7. Diaphoresis
90

 Kondisi klinis
terkait
1. Kondisi
pembedahan
2. Cedera
traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom
koroner akut
5. Glaukoma

3. Kelebihan volume
Tujuan : Manajemen
cairan (hipervolemia)
Setelah dilakukan Hipervolemia
b.d retensi natrium.
tindakan keperawatan Observasi
 Definisi diharapkan  Pemeriksaan tanda
Peningkatan keseimbangan cairan dan gejala
volume cairan
meningkat. hipervolemia (mis.
intravaskuler, Ortopnea, dyspnea,
interstisial,dan/at
Kriteria Hasil : edema, JVP/CVP
 Tekanan
au intraseluler. darah meningkat, reflek
 Penyebab dalam batas hepatojegular positif,
1. Gangguan normal suara napas
mekanisme  Denyut nadi tambahan)
regulasi radial dalam  Identifikasi
2. Kelebihan batas normal penyebab
 Keseimbangan
asupan cairan hipervolemia
3. Kelebihan intake dan output  Monitor status
asupan dalam 24 jam hemodinamik (mis.
natrium  Berat badan stabil Frekuensi jantung,
4. Gangguan  Turgor kulit tidak tekanan darah,
aliran darah mengilap dan MAP,CVP, PAP,
balik vena tegang PCWP, CO, CI), jika
5. Efek  Kelembaban
agen tersedia
farmakologis (membrane  Monitor intake dan
mis: mukosa output cairan
 Hematokrit dan
kortikosteroid,  Monitor tanda
chlorpropami Nitrogen urea hemokonsentrasi
de, darah (BUN) (mis. Kadar natrium,
 Tidak
tolbutamide, ada BUN, hematocrit,
vincristine, distensi vena berat jenis urine)
tryptilinescarb
leher  Monitor tanda
amazepine)  Tidak ada edema peningkatan tekanan
perifer onkotik plasma (mis.
Kadar protein dan
 Gejala dan albumin meningkat)
Tanda Mayor  Monitor kecepatan
Subjektif infus secara ketat
1. Ortopnea  Monitor efek
2. Dispnea samping deuretik
3. Paroxysmal (mis. Hipotensi
91

nocturnal ortostatik,
dysnpnea hivopolemia,
(PND). hypokalemia,
Objektif hyponatremia)
1. Edema Terapeutik
anasarka  Timbang berat badan
dan/atau setiap hari pada
edema perifer waktu yang sama
2. Berat badan  Batasi asupan cairan
meningkat dan garam
dalam waktu  Tinggikan kepala
singkat tempat tidur 30- 400
3. Jugular
venous Edukasi
Pressure  Anjurkan melapor
(CVP)mening jika haluaran urin
kat. <0,5 ml/kg/BB
4. Refleks dalam 6 jam
hepatojugular  Anjurkan melapor
positif jika BB bertambah
>1 kg dalam sehari
 Gejala dan  Ajarkan cara
Tanda Minor mengukur
Subjektif danmencatat asupan
(tidak tersedia) dan haluaran cairan
Objketif  Ajarkan cara
1. Distensi vena mengatasi cairan
jagularis Kolaborasi
2. Terdengar  Kolaborasi
suara napas pemberian deuretik
tambahan  Kolaborasi
3. Hepatomegali penggatian
4. Kadar Hb/Ht kehilangan kalium
turun akibat diuretic
5. Oliguria  Kolaborasi
6. Intake lebih pemberian continuos
banyak dari renal replacement
output (balans therapy (CRRT)
cairan posiif)
7. Kongesti paru

 Kondisi klinis
terkait
1. Penyait ginjal
: gagal ginjal
akut/kronis,
sindrom
nefrotik
2. Hipoalbumin
emia
92

3. Gagal
jantung
kongestif
4. Kelainan
hormone
5. Penyakit hati
(mis: sirosis.
Asites,
kanker hati)
6. Penyakit
vena perifer
(mis: varises
vena,
thrombus
vena,
phlebitis)
4. Intoleransi aktifitas Tujuan : Manajemen Energi
b.d kelemahan, Setelah dilakukan Observasi
ketidakseimbangan tindakan keperawatan  Identifikasi
suplai dan kebutuhan diharapkan toleransi gangguan fungsi
oksigen. aktivitas meningkat. tubuh yang
 Definisi mengakibatkan
Ketidakcukupan Kriteria Hasil : kelelahan
energi untuk  Frekuensi nadi  Monitor kelelahan
melakukan menurun fsik dan emosional
aktivitas sehari-  Keluhan lelah  Monitor pola dan
hari. menurun jam tidur
 Dispnea saat  Monitor lokasi dan
 Penyebab aktivitas menurun ketidaknyamanan
1. Ketidakseimba  Dispnea setelah selama melakukan
ngan antara aktivitas menurun aktifitas
suplai dan  Perasaan lemah Terapeutik
kebutuhan menurun  Sediakan lingkungan
oksigen  Aritmia saat nyaman dan rendah
2. Tirah baring aktivitas menurun stimulus( mis:
3. Kelemahan  Aritmia setelah cahaya,suara,kun
4. Imobilitas aktivitas menurun jungan)
5. Gaya hidup  Sianosis menurun  Lakukan latihan
monoton  Tekanan darah rentang gerak pasif
membaik dan atau aktif
 Gejala dan  EKG iskemia  Berikan aktifitas
Tanda Mayor membaik. distraksi ang
Subjektif menenangkan
1. Mengeluh  Fasilitasi duduk di
lelah sisi tempat tidur,jika
tidak dapat
berpindah atau
Objektif
berjalan
1. Frekuensi
jantung
meningkat
93

>20% dari Edukasi


kondisi  Anjurkan tirah
istirahat baring
 Anjurkan melakukan
 Gejala dan aktivitas secara
Tanda Minor bertahap
Subjektif  Anjurkan
1. Dispnea menghubungi
saat/setelah perawat jika tanda
aktivitas dan gejala kelelahan
2. Merasa tidak tidak berkurang
nyaman  Ajarkan strategi
setelah koping untuk
beraktivitas mengurangi
3. Merasa kelelahan
lemah
Kolaborasi
Objektif  Kolaborasi dengan
1. Tekanan darah ahli gizi tentang cara
berubah >20% meningkatkan
dari kondisi asupan makanan
istirahat
2. Gambaran
EKG
menunjukkan
aritmia
saat/setelah
aktivitas
3. Gambaran
EKG
menunjukkan
iskemia
4. Sianosis

 Kondisi Klinis
Terkait
1. Anemia
2. Gagal jantung
kongestif
3. Penyakit
jantung
koroner
4. Penyakit
katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru
obstruktif
kronis
(PPOK)
7. Gangguan
94

metabolic
8. Gangguan
muskuloskleta
l
5. Gangguan pola tidur Tujuan : Dukungan Tidur
b.d Setelah dilakukan Observasi
ketidaknyamanan tindakan keperawatan  Identifikasi pola
(nyeri) diharapkan pola tidur aktivitas dan tidur
 Definisi membaik.  Identifikasi faktor
Gangguan pengganggu tidur
kualitas danKriteria Hasil : (fisik dan/atau
kuantitas waktu  Keluhan sulit psikologis)
tidur akibat faktor tidur menurun  Identifikasi makanan
eksternal.  Keluhan sering dan minuman yang
terjaga menurun mengganggu tidur
 Penyebab  Keluhan tidak (mis. kopi, teh,
1. Hambatan puas tidur alkoho3wl, makanan
lingkungan menurun mendekati waktu
(mis:kelembap  Keluhan pola tidur, minum banyak
an lingkungan tidur berubah air sebelum tidur)
sekitar, suhu menurun  Identifikasi obat
lingkungan,  Keluhan istirahat tidur yang
pencahayaan, tidak cukup dikonsumsi
kebisingan, menurun Terapeutik
bau tidak  Modifikasi
sedap, jadwal lingkungan (mis.
pemantauan/p pencahayaan,
emeriksaan/tin kebisingan, suhu,
dakan) matras, dan tempat
2. Kurang tidur)
kontrol tidur  Batasi waktu tidur
3. Kurang siang, jika perlu
privasi  Fasilitasi
4. Restraint fisik menghilangkan stres
5. Ketiadaan sebelum tidur
teman tidur  Tetapkan jadwal
6. Tidak familiar tidur rutin
dengan  Lakukan prosedur
peralatan tidur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis.
 Gejala dan pijat, pengaturan
tanda mayor posisi, terapi
Subjektif akupresur)
1. Mengeluh  Sesuaikan jadwal
sulit tidur pemberian obat
2. Mengeluh dan/atau tindakan
sering terjaga untuk menunjang
3. Mngeluh siklus tidur-terjaga
tidak pulas
tidur
95

4. Mengeluh Edukasi
pola tidur  Jelaskan pentingnya
berubah tidur cukup selama
5. mengeluh sakit
istirahat tidak  Anjurkan menepati
cukup kebiasaan waktu
tidur
Objektif  Anjurkan
(tidak tersedia) menghindari
makanan/minuman
 Gejala dan yang mengganggu
tanda minor tidur
Subjektif  Anjurkan
1. Mengeluh penggunaan obat
kemampuan tidur yang tidak
beraktivitas mengandung
menurun supresor terhadap
tidur REM
Objektif  Ajarkan faktor-
(tidak tersedia) faktor yang
berkontribusi
 Kondisi klinis terhadap gangguan
terkait pola tidur (mis.
1. Nyeri/kolik psikologis:gaya
2. Hipertiroidism hidup, sering
e berubah shift
3. Kecemasan bekerja)
4. Penyakut paru  Ajarkan relaksasi
obstruktif otot autogenik atau
kronis cara nonfarmakologi
5. Kehamilan lainnya
6. Periode pasca
partum
7. Kondisi pasca
operasi
6. Risiko perfusi Tujuan : Manajemen
serebral tidak efektif Setelah dilakukan Peningkatan TIK
b.d penurunan suplai tindakan keperawatan Observasi
darah ke otak. diharapkan tidak  Identifikasi
 Definisi terjadi risiko perfusi penyebab
Berisiko serebral tidak efektif. peningkatan TIK
mengalami  Monitor tanda atau
penurunan Kriteria Hasil : gejala peningkatan
sirkulasi darah ke  Tingkat TIK
otak kesadaran  Monitor MAP
 Faktor Risiko meningkat Terapeutik
1. Keabnormalan  Gelisah menurun  Berikan posisi semi
masa  Tekanan darah fowler
protrombin membaik  Hindari pemberian
dan/atau masa  Agitasi menurun cairan IV hipotonik
96

tromboplastin  Sakit kepala  Cegah terjadinya


parsial menurun kejang
2. Penuruna  Kecemasan Kolaborasi
kinerja menurun  Kolaborasi dalam
ventrikel kiri pemberian sedasi
3. Aterosklerosis dan anti konvulsan,
4. Diseksi arteri jika perlu
5. Fibrilasi  Kolaborasi
atrium pemberian diuretik
6. Tumor otak osmosis
7. Dilatasi
kardiomiopati
8. Koagulasi
intravaskuler
diseminata
9. Hipertensi
10.Penyalah
gunaan zat
11.Trapi
trombolitik
12.Infark
miokard akut
13.Hiper
kolesteronemi
a
14.Efek samping
tindakan (mis:
tindakan
operai
bypass).
15.Neoplasma
otak

 Kondisi Klinis
Terkait
1. Stroke
2. Cedera
kepala
3. Ateroskleroti
k aortik
4. Infark
miokard akut
5. Diseksi arteri
6. Embolisme
7. Endokarditis
akut
8. Fibrilasi
atrium
9. Hiperkolester
olemia
97

10. Hipertensi
11. Dilatasi
kardiomiopat
i
12. Stenosis
mitral
13. Stenosis
carotid
14. Neoplasma
otak
15. Miksoma
atrium

7. Risiko cidera b.d Tujuan : Manajemen


spasme arteriol, Setelah dilakukan Keselamatan
pusing. tindakan keperawatan Lingkungan
 Definisi diharapkan keparahan Observasi
Berisiko dan cedera yang  Identifikasi
mengalami diamati atau kebutuhan
bahaya atau dilaporkan menurun. keselamatan
kerusakan fisik  Monitor perubahan
yang Kriteria Hasil : status keselamatan
menyebabkan  Kejadian cedera lingkungan
seseorang tidak menurun Terapeutik
lagi sepenuhnya  Luka/Lecet tidak  Hilangkan bahaya
sehat atau dalam ada/membaik keselamatan
kondisi baik  Pendarahan tidak  Modifikasi
ada lingkungan untuk
 Faktor resiko  Fraktur tidak meminimalkan
Eksternal ada/membaik risiko
1. Terpapar  Sediakan alat bantu
pathogen keamanan
2. Terpapar lingkungan (mis.
zat kimia pegangan tangan)
toksik  Gunakan perangkat
3. Terpapar pelindung (mis. rel
agen samping, pintu
nosokomia terkunci, pagar)
l Edukasi
4. Ketidakam  Ajarkan individu,
anan keluarga dan
transportas kelompok risiko
i tinggi bahaya
lingkungan
Internal Pencegahan Cidera
1. Ketidaknor Observasi
malan  Identifikasi obat
profil yang berpotensi
darah menyebabkan cidera
2. Perubahan  Identifikasi
98

orientasi kesesuaian alas kaki


afektif atau stoking elastis
3. Perubahan pada ekstremitas
sensasi bawah
4. Disfungsi Terapeutik
auto imun  Sediakan
5. Disfungsi pencahayaan yang
biokimia memadai
6. Hiposia  Sosialisasikan
jaringan pasien dan keluarga
7. Kegagalan dengan lingkungan
mekanisme rawat inap
pertahanan  Sediakan alas kaki
tubuh antislip
8. Malnutrisi  Sediakan urinal atau
9. Perubahan urinal untk eliminasi
fungsi di dekat tempat tidur
psikomotor  Pastikan barang-
10. Perubahan barang pribadi
fungsi mudah dijangkau
kognitif  Tingkatkan
frekuensi observasi
 Kondisi Klinis dan pengawasan
Terkait pasien
1. Kejang Edukasi
2. Sinkop  Jelaskan alasan
3. Vertigo intervensi
4. Gangguan pencegahan jatuh ke
penglihata pasien dan keluarga
n  Anjurkan berganti
5. Gangguan posisi secara
pendengara perlahan dan duduk
n beberapa menit
6. Penyakit sebelum berdiri
Parkinson
7. Hipotensi
8. Kelainan
nervus
vestibularis
9. Retardasi
mental

8. Defisit pengetahuan Tujuan : Edukasi Kesehatan


b.d kurang terpapar Setelah dilakukan Observasi
informasi mengenai tindakan keperawatan  Identifikasi kesiapan
penyakit. diharapkan tingkat dan kemampuan
 Definisi pengetahuan menerima informasi
Ketiadaan atau meningkat.  Identifikasi faktor-
99

kurangnya faktor yang dapat


informasi Kriteria Hasil : meningkatkan dan
kognitif yang  Perilaku sesuai menurunkan
berkaitan dengan anjuran meningkat motivasi perilaku
topic tertentu.  Kemampuan perilaku hidup bersih
menjelaskan dan sehat
 Penyebab pengetahuan suatu Terapeutik
1. Keteratasan topik meningkat  Sediaakan materi
kognitif  Pertanyaan tentang dan media
2. Gangguan masalah yang pendidikan
fungsi dihadapi menurun kesehatan
kognitif  Persepsi yang  Jadwalkan
3. Kekeliruan keliru terhadap pendidikan
mengikuti masalah menurun kesehatan sesuai
anjuran  Menjalani kesepakatan
4. Kurang pemeriksaan yang  Berikan kesempatan
terpapar tidak tepat untuk bertanya
informasi menurun Edukasi
5. Kurang minat  Jelaskan faktor
dalam belajar risiko yang dapat
6. Kurang mempengaruhi
mampu kesehatan
mengingat  Ajarkan perilaku
7. Ketidaktahuan hidup bersih dan
menemukan sehat
sumber  Ajarkan strategi
informasi yang dapat
digunakan untuk
 Gejala dan meningkatkan
Tanda Mayor perilaku hidup bersih
Subjektif dan sehat
1. Menanyakan  Ajarkan penanganan
masalah yang non farmakologi
dihadapi

Objektif
1. Menunjukkan
perilaku
tidak sesuai
anjuran
2. Menunjukkan
persepsi
yang keliru
terhadap
masalah
 Gejala dan
Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
100

Objektif
1. Menjalani
pemeriksaan
yang tidak
tepat
2. Menunjukkan
perilaku
berlebihan(mi
s: apatis,
bermusuhan,
agitasi,
hysteria).

 Kondisi Klinis
Terkait
1. Kondisi klinis
yang baru
dihadapi oleh
klien
2. Penyakit
akut
3. Penyakit
kronis

9. Risiko Jatuh Selama dilakukan  Pencegahan Jatuh


tindakan keperawatan Observasi
 Definisi : risiko jatuh tidak 1. Identifikasi faktor
Berisiko terjadi dengan kreteria risiko jatuh
mengalami hasil: 2. Identifikasi risiko
kerusakn fisik dan  Tingkat jatuh jatuh setidaknya
gangguan 1. Jatuh dari sekali setiap shift
kesehatan akibat tempat tidur atau sesuai
terjatuh tidak terjadi dengan kebijakan
2. Jatuh saat institusi
 Faktor Risiko : berdiri 3. Identifikasi factor
1. Usia 65 tahun menurun lingkungan yang
atau lebih, 3. Jatuh saat meningkatkan
atau dibawah duduk risiko jatuh
2 tahun pada menurun 4. Hitung risiko
anak. 4. Jatuh saat jatuh dengan
2. riwayat jatuh berjalan menggunakan
3. Anggota gerak menurun skala Fall morse
bawah 5. Jatuh saat scale, humpty
prostesis dipindahkan dumpty scale
4. Penggunaan menurun 5. Monitor
alat bantu 6. Jatuh saat naik kemampuan
berjalan tangga berpindah diri
5. Menurunan mneurun dari tempat tidur
tingkat 7. Jatuh saat ke kursi roda
kesadaran dikamar mandi Teraupetik
101

6. Perubahan menurun 6. Atur tempat tidur


fungsi kognitif 8. Jatuh saat pada posisi
7. Lingkungan membungkuk terendah
tidak aman menurun 7. Pastikan roda
8. Kondisi pasca  Mobilitas fisik tempat tidur dan
operasi 1. Pergerakan kursi roda selalu
9. Hipotensi ekstremitas dalam kondisi
ortostatik meningkat terkunci
10. Perubahan 2. Kekuatan otot 8. Pasang handrail
kadar glukosa meningkat tempat tidur
darah 3. Rentang gerak 9. Atur tempat tidur
11. Anemia meningkat mekanis pada
12. Kekuatan otot 4. Nyeri posisi terendah
menurun berkurang 10. Gunakan alat
13. Gangguan 5. Kecemasan bantu berjalan
pendengaran berkurang 11. Dekatkan bel
14. Gangguan 6. Kaku sendi pemanggil dalam
keseimbangan berkurang jangkauan pasien
15. Gangguan 7. Kelemahan Edukasi
penglihatan fisik 12. Anjurkan
16. Neruopati berkurang memanggil
17. Efek agen 8. Gerakan tidak perawat jika
farmakologis terbatas membutuhkan
bantuan untuk
 Kondisi Klinis berpindah
Terkait 13. Anjurkan
1. Kejang menggunakan
2. Osteoporosis alas kaki yang
3. Penyakit tidak licin
serebrovaskul 14. Anjurkan
er berkonsentrasi
4. Katarak untuk menjaga
5. Glaukoma keseimbangan
6. Demensia tubuh
7. Hipotensi 15. Anjurkan
8. Amputasi melebarkan jarak
9. Intoksikasi kedua kaki untuk
10. Preeklamsi meningkatkan
keseimbangan
saat berdiri
16. Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil
perawat

 Dukungan
mobilisasi
Observasi
1. Identifikasi
102

adanya nyeri atau


keluhan fisik
lainnya
2. Identifikasi
toleransi fisik
melakukan
pergerakan
3. Monitor frekuensi
jantung dan
tekanan darah
sebelum memulai
mobilisasi
4. Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
Teraupetik
5. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu
6. Fasilitasi
melakukan
mobilitas fisik
7. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
8. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
9. Anjurkan
melakukan
mobilisasi
10. Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan

2.4.3 Implementasi
103

Implementasi keperawatan adalah tahap keempat dari proses

keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana

keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa

yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang

diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien

menurut Potter & Perry (2009) dalam jurnal ade cahya lesmana (Sari,

2018).

2.4.4 Evaluasi

Menurut Craven dan Hirnle (2000, dalam Kholifah 2016),

evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan

keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah ditetapkan

dengan respon perilaku lansia yang tampilkan. Penilaian dalam

keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana

tindakan yang telah ditentukan, kegiatan ini untuk mengetahui

pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari

proses keperawatan.Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah

teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan cara

membandingkan antara SOAP (Subjektive-Objektive-Assesment-

Planning) dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai