Anda di halaman 1dari 25

PRINSIP HUKUM ISLAM DAN ETIKA BISNIS ISLAM

DALAM WARALABA BERBASIS SYARI’AH


Jurnal
Oleh : Muhammad Adli Haaizun Ni’am

Abstrak
Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh perseorangan atau badan usaha
terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang
dan atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan atau
digunakan oleh pihak lain berdasarkan dengan perjanjian waralaba. Jurnal ini akan
menjelaskan bagaimana tinjauan etika bisnis islam mengenai konsep waralaba,
dan bagaimana penerapan prinsip-prinsip etika bisnis Islam dalam Waralaba untuk
mengetahui tinjauan etika bisnis islam mengenai konsep waralaba dan
mengetahui penerapan prinsip-prinsip etika bisnis islam dalam waralaba. Menurut
Bahasa franchise berasal dari Bahasa Prancis yaitu franch (bebas), fancher
(membebaskan, memberikan hak istimewa), dan dalam Bahasa Indonesia franchis
adalah waralaba. Dalam mekanisme kerja bisnis waralaba berbasis syari’ah harus
didasarkan pada prinsip keadilan dan saling menguntungkan kedua belah pihak
untuk menciptakan sinergi dalam mencapai tingkat laba optimal yang dibagi
proporsional. Begitu juga dengan penentuan franchise fee dan royalty fee, dalam
penentuan franchis fee pewaralaba harus adil dalam menentukan seberapa besar
biaya yang dibebankan kepada terwaralaba untuk semua jasa yang disediakan.

Kata Kunci : waralaba, bisnis islam, franchise fee, royalty fee.

1
Latar Belakang kegiatan ibadah dan kegiata
Model Bisnis berkembang duniawi. Oleh karena itu, hukum
seiring dengan perkembangan Islam hidup di tengah-tengah
teknologi dan kebutuhan umat masyarakat dan masyarakat
manusia. Ketika model bisnis ini senantiasa mengalami perubahan
berkembang dalam kehidupan maka hukum Islam perlu dan
sehari-hari, maka perkembangan bahkan harus mempertimbangkan
ini harus direspon dengan tepat perubahan (modernitas) yang
dan cermat. Respon yang tepat terjadi di masyarakat tersebut. Hal
tidak hanya terkait dengan aspek ini perlu dilakukan agar hukum
manfaat dan mudharatnya, tetapi Islam mampu mewujudkan
juga hukum syara’ yang terkait kemaslahatan dalam setiap aspek
dengan model bisnis tersebut1. kehidupan manusia di segala
Karena menurut Islam, kegiatan tempat dan waktu.
ekonomi harus sesuai dengan
Islam adalah agama yang
hukum syara’. Artinya, dalam
sempurna. Islam mengatur semua
konsep hukum Islam ada yang
hal, dari tata cara beribadah
boleh dilakukan dan ada yang
kepada Allah SWT hingga urusan
tidak boleh dilakukan.
duniawi seperti bermuamalah,
Kegiatan ekonomi dan yang semuanya diatur dalam Al-
kegiatan-kegiatan lainnya yang Qur’an dan As-Sunnah. Salah satu
bertujuan untuk kehidupan di bukti bahwa Al- Qur’an dan As-
dunia maupun di akhirat Sunnah tersebut mempunyai daya
merupakan suatu bentuk ibadah jangkau dan daya atur yang
kepada Allah SWT. Semua universal dapat dilihat dari segi
kegiatan dan apapun yang teksnya yang selalu tepat untuk
dilakukan di muka bumi diimplikasikan dalam kehidupan
merupakan perwujudan ibadah aktual. Misalnya, daya jangkau
kepada Allah SWT. Dalam Islam, dan daya aturnya terhadap salah
tidak dibenarkan manusia bersifat satu bentuk muamalah yaitu
sekuler, yaitu memisahkan kegiatan ekonomi. Kegiatan

1
Hafidz Abdurrahman, 2014. Bisnis dan Muamalah Kontemporer. Jakarta: Al Azhar, hal. 23.

2
ekonomi dalam pandangan Islam puncaknya ketika memasuki
merupakan tuntunan kehidupan. millenium hingga saat ini, Bisnis
waralaba sebenarnya sudah lama
Salah satu jenis bisnis yang
dikenal di Eropa dengan nama
berkembang saat ini adalah bisnis
Franchise. Kata Franchise
franchise atau waralaba.Sejak
sebenarnya berasal dari bahasa
tahun 90-an dunia bisnis
Prancis yang berarti bebas, atau
Indonesia mulai marak dengan
lebih lengkap lagi bebas dari
pola waralaba, baik dari
hambatan (free from servitude).
perusahaan asing maupun
Dalam bidang bisnis,franchise
perusahaan lokal. Banyak
berarti kebebasan yang diperoleh
pengusaha lokal yang
seorang wirausaha untuk
mewaralabakan usahanya. Sektor
menjalankan sendiri suat usaha
bisnis yang diwaralabakan
tertentu di wilayah tertentu.2
meliputi mini market, makanan,
restoran, salon, pendidikan, Namun, ada yang
kerajinan, business center, berpendapat bisnis waralaba atau
garmen, jewelry, laundry, franchise adalah sistem kapitalis
hiburan, dan sebagainya. Amerikayang notabene tidak
Fenomena ini bisa jadi sangat Islami. Bagi masyarakat Indonesia
menarik. Sebab saat Indonesia yang mayoritas muslim, layak
memasuki masa krisis di tahun kiranya mempertanyakan adakah
1997 an, ekonomi Indonesia pola bisnis waralaba dalam sistem
digambarkan dalam kondisi yang Islami. Banyak pengusaha muslim
sangat terpuruk. Akan tetapi, dari diIndonesia yang menjalankan
penelitian menunjukkan bahwa bisnis waralaba tapi tidak
sistem waralaba mampu bertahan mengetahui bagaimana konsep
bahkan dapat berkembang dengan waralaba yang sesuai dengan
pesat baik dari segi kualitas prinsip-prinsip syari’ah.
maupun kuantitas dan meraih
Rumusan Masalah

2
Darmawan Suseno. 2008. Waralaba Syari’ah. Jakarta: Cakrawala, hal. 12.

3
Dari latar belakang di atas
disusun rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tinjauan etika
bisnis Islam mengenai konsep
waralaba (frenchise)?
2. Bagaimana penerapan prinsip-
prinsip etika bisnis islam dalam
waralaba?

Tujuan
Tujuan tulisan ini tidak
lain ialah untuk :
1. Mengetahui tinjauan etika bisnis
Islam mengenai konsep Waralaba
2. Mengetahui penerapan prinsip-
prinsip etika bisnis Islam dalam
Waralaba

4
Pembahasan adalah sebagai sebuah lisensi
A. Definisi dan Sejarah merek dari pemilik yang
Waralaba mengijinkan orang lain untuk
Waralaba adalah hak khusus menjual produk atau service atas
yang dimiliki oleh perseorangan nama merek tersebut. Sedang
atau badann usaha terhadap Franchise menurut Ensiklopedia
sistem bisnis dengan ciri khas Nasional Indonesia (ENI) adalah
usaha dalam rangka memasarkan sebagai berikut :
barang dan/jasa yang telah
Suatu bentuk kerjasama
terbukti berhasil dan dapat
manufaktur atau penjualan
dimanfaatkan dan/atau
antara pemilik franchise dan
digunakan oleh pihak lain
pembeli franchise atas dasar
berdasarkan perjanjian
kontrak dan pembayaran royalty.
waralaba.3
Kerjasama ini meliputi
Menurut bahasa franchise pemberian lisensi atau hak pakai
berasal dari bahasa Prancis yaitu oleh pemegang franchise yang
franch (bebas), fancher memiliki nama atau merek,
(membebaskan, memberikan hak gagasan, proses, formula, atau
istimewa), dan dalam bahasa alat khusus ciptaannya kepada
Indonesia Franchis adalah pihak pembeli franchise disertai
waralaba. Waralaba itu sendiri dukungan teknis dalam bentuk
adalah berasal dari kata wara manajemen, pelatihan, promosi
yang artinya lebih dan laba yang dan sebagainya. Untuk itu,
artinya untung. Jadi pembeli franchise membayar
Franchise/waralaba dalam hak pakai tersebut disertai
bahasa Indonesia adalah usaha royalty, yang pada umumnya
yang memberikan keuntungan merupakan persentase dari
lebih atau istimewa. Sedangkan jumlah penjualan.4
menurut para ahli franchise

3
pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
4
Syahmin AK. 2006. Hukum Kontrak Internasional. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hal. 207
– 208.

5
Perkembangan dari Sistem di Indonesia antara lain dirintis
Waralaba baru berkembang oleh Widyaloka (kursus
secara pesat dalam kurun 25 komputer) lebih kurang 20 tahun
tahun belakangan ini, sehingga yang lalu.
masih dianggap baru. Tetapi
Sebenarnya, Pewaralabaan
pada kenyataannya, sistem ini
dimulai di Amerika pada tahun
telah ada sejak abad ke 13,
1860-an, dimulai dengan
walaupun dalam bentuk yang
perusahaan mesin jahit merk
lain, dimana Waralaba adalah
Singer yang menggunakan
pemberian suatu “hak
operator jahit (penjahit) lepas
kependudukan dan hak memilih
(independent) dalam
yang terbatas” dari “Penguasa
memasarkan mesin jahitnya. Hal
area” kepada seseorang atau
serupa dilakukan juga oleh
lebih. Dengan mendapatkan hak
perusahaan/industri mobil dalam
tersebut, mereka diharuskan
menjual mobilnya dan toko
membayar kepada Penguasa /
minuman keras. Kemudian
pemberi hak, dan pembayaran
perusahaan-perusahaan besarpun
tersebut diistilahkan Royalty,
mengikuti jejak mereka,
dan istilah ini masih dipakai
misalnya perusahaan minyak
hingga sekarang. Di Indonesia,
(khususnya stasiun pompa
Waralaba masih merupakan
bensin), minuman ringan (soft
istilah yang baru. Sistem
drink), aksesoris mobil, dan lain-
Waralaba di Indonesia dirintis
lain.
oleh salah satunya adalah Coca
Cola Bottling kira-kira 30 tahun Penjualan barang dan jasa di

yang lalu, dimana mereka Amerika melalui sistem ini,

berperan sebagai Terwaralaba yang terdiri dari lebih 500.000

dengan memegang Master outlet Terwaralaba,

Franchisee untuk menjadi diprediksikan tahun ini akan

Pewaralaba di Indonesia, tetapi mencapai 900 juta dolar

belum pernah dijalankan. Amerika, yang mana merupakan

Sedangkan Pewaralaba pertama lebih dari sepertiga total hasil


penjualan ritel di Amerika. Juga

6
diprediksikan akan segera dalam rangka penyediaan dan
mencapai milyaran dolar, atau penjualan barang dan atau
dimana berarti secara rata-rata jasa. (Peraturan Pemerintah No.
dari setiap satu orang Amerika, 42 Tahun 2007 tentang
mereka akan membelanjakan Waralaba).
dua dollar dari setiap
Usaha waralaba sebenarnya
pengeluaran rata-ratanya di
telah lama ada di Eropa dengan
outlet Terwaralaba.
nama franchise. Pengertian
Di lain sisi, walaupun harus waralaba dapat diambilkan dari
menembus gejolak ekonomi pengertian franchishing.
yang naik dan turun, sistem ini Franchisin (kadangkala disebut
terus menyebar keseluruh dunia orang perjanjian franchisee
dengan pesat. Hal ini umumnya untuk menggunakan kekhasan
disebabkan karena dalam Sistem usaha atau ciri pengenal bisnis
Waralaba, semua pihak dibidang perdagangan/jasa
mendapatkan keuntungan berupa jenis produk dan bentuk
(Pembeli, Terwaralaba, yang diusahakan termasuk
Pewaralaba), tentunya bila identitas perusahaan (logo,
melalui sistem yang benar dan merek dan desain perusahaan,
tepat.5 penggunaan rencana pemasaran
serta pemberian bantuan yang
B. Unsur-unsur Waralaba
luas, waktu/saat/jam
Waralaba adalah perikatan
operasional, pakaian usaha atau
dimana salah satu pihak
ciri pengenal bisnis dagang/jasa
diberikan hak untuk
milik franchisee sama dengan
memanfaatkan dan atau
kekhasan usaha atau bisnis
menggunakan hak atas kekayaan
dagang/jasa milik franchisor.
intelektual atau penemuan atau
ciri khas usaha yang dimiliki Rumusan yang mengatakan
pihak lain dengan suatu imbalan perjanjian franchising adalah
berdasarkan persyaratan yang suatu perjanjian dimana
ditetapkan pihak lain tersebut, franchisee menjual produk atau
5
http://eprints.uns.ac.id/5627/1/102041409200910011.pdf, akses pada 01 Mei 2023.

7
jasa sesuai dengan cara dan karena itu peraturan yang
prosedur yan telah ditetapkan digunakan adalah peraturan-
oleh franchisor yang membantu peraturan yang mengatur tentang
melalui iklan, promosi, dan jasa- perjanjian yang terdapat dalam
jasa nasihat lainnya. Pada tulisan kitab Undang-undang Hukum
ini kata franshisee diartikan perdata (disingkat
waralaba, dengan demikian K.U.H.Perdata) dan peraturan-
rumusan franchising tersebut peraturan yang mengatur
diatas dapat diartikan rumusan undang-undang tentang
waralaba. Dari defenisi ketenagakerjaan, dan undang-
(rumusan) tersebut diatas, undang pajak pertambahan nilai
terdapat beberapa unsur tentang dan pajak penghasilan, serta
waralaba (franchise) tersebut, undang-undang tentang wajib
ialah : daftar perusahaan.6

1. Merupakan suatu perjanjian C. Bentuk Konsep Dasar


Ekonomi Islam
2. Penjualan produk/jasa dengan
merek dagang pemilik Ekonomi Islam merupakan

waralaba (franchisor). ilmu yang mempelajari usaha

3. Pemilik waralaba membantu manusia untukmengalokasikan

pemakai waralaba dan mengelola sumber daya

(franchisee) dibidang untuk mencapai falah

pemasaran, manajemen dan berdasarkan pada prinsip-prinsip

bantuan tehnik lainnya. dan nilai-nilai AlQur’an dan As-

4. Pemakai waralaba membayar Sunnah.Misalnya dalam masalah

fee atau royalti atas kelangkaan sumber daya alam

penggunaan merek pemilik dalam ekonomi, Ekonomi Islam

waralaba. memiliki konsep iqtishad yaitu


mengatur masalah penghidupan
Ketentuan perundang-
manusia dengan hemat dan
undangan yang mengatur secara
cermat.7 Ekonomi Islam dalam
khusus tentang waralaba ini di
beberapa aspek dapat dikatakan
Indonesia belum ada, oleh
6
http://library.usu.ac.id/download/fh/perdata-wansa djaruddin.pdf, diakses pada 01 Mei 2023

8
mirip dengan sistem pengaturan Etika bisnis merupakan
ekonomi campuran.Tapi aspek ilmu yang dibutuhkan banyak
tambahannya adalah pad pihak tetapi masih
mekanisme sistemnya yang bersifatproblematis dari sisi
melibatkan peran pelaku metodologis. Ilmu ini
ekonomi termasuk negara. Di dibutuhkan untuk merubah
lain pihak secara filosofis pada performen dunia bisnis yang
tataran pelaku ekonomi secara dipenuhi oleh praktek praktek
individual dilandasi oleh mal bisnis. Yang dimaksud
pertanggungjawabannya kepada praktek mal-bisnis adalah
Allah secara vertikal selain mencakup baik business crimes
secara sosial dan horizontal. maupun business tort, yakni
Jadi, negara secara institusional business crime sebagai
memiliki peranan yang cukup perbuatan bisnis yang melanggar
strategis sebagai pengendali dan hukum pidana atau business
pengatur mekanisme para pelaku tort sebagai perbuatan bisnis
ekonomi di masyarakat. Pada yang melanggar etika.8 Al-
sistem ekonomi Islam, perangkat Qur’an sebagai sumber nilai,
utama aspek makronya adalah telah memberikan nilai-nilai
terciptanya sistem bisnis yang prinsipil untuk mengenali
Islami.Sistem bisnis yang Islami perilaku-perilaku yang
inilah yang didambakan oleh bertentangan dengan nilai-nilai
pelaku ekonomi mikro dalam al-Qur’an. Dalam al-Qur’an
rangka membudayakan sistem terdapat terma-terma,al-bathil,
pengelolaan bisnis yang al- fasad dan azh-zhalim yang
berorientasi pada kebersamaan dapat difungsikan sebagai
dalam kesejahteraan ekonomi landasan-landasanatau muara
bagi semua umat manusia. perilaku yang bertentangan
dengan nilai perilaku yang
D. Etika Bisnis dalam Islam
7
Al Kaaf, Abdullah Zaky. 2002. Ekonomi Dalam Perspektif Islam.Bandung: CV. Pustaka Setia,
hal. 213 – 214.

8
Suwantoro . Aspek-aspek Pidana di Bidang Ekonomi, Jakarta: Ghalia, 1990. Hal. 20-21

9
dibolehkan atau dianjurkan al- Baqarah:188 ditegaskan bahwa
Qur’an khususnya dalam dunia sifat kebatilan seringkali
bisnis. Hal ini beralasan bahwa digunakan untuk memperoleh
beberapa ayat yang mempunyai harta benda secara sengaja. Pada
kandungan tentang bisnis, ayat kedua, yaitu dalam surat an-
seringkali mengunakan terma- Nisa:29 ditegaskan larangan
terma di atas ketika menjelaskan bisnis yang dilakukan dengan
tentang perilaku bisnis yang proses kebatilan. Pada ayat
buruk. Pertama, Al-bathil dalam ketiga, yaitu dalam surat an-
al-Qur’an terdapat sebanyak 36 Nisa: 160-161; al-bathil
kali dalam berbagai derivasinya. disebutkan dalam konteks
Menurut pengertiannya, al- kezhaliman kaum Yahudi yang
bathil yang berasal dari kata suka melakukan riba dan
dasar bathala, berarti fasada atau memakan harta orang lain
rusak, sia-sia, tidak berguna, dengan jalan batil. Pada ayat
bohong. Al-Bathil sendiri keempat disebutkan bahwa
berarti; yang batil, yang salah, kebatilan dalam bisnis telah
yang palsu, yang tidak berharga, banyak dilakukan baik dengan
yang sia-sia dan menghalang-halangi dari jalan
syaitan.9Menurut al-Maraghi, Allah, menimbun harta atau
al-bathil berasal dari al-buthlu tidak mengeluarkan infak al-
dan al-buthlan, berarti kesia- Taubah (9): 34. Di sinilah posisi
siaan dan kerugian, yang strategisnya etika bisnis, untuk
menurut syara’ mengambil harta menjaga pengelolaan dan
tanpa pengganti hakiki dan tanpa pengembangan harta benda
keridlaan dari pemilik harta yang sangat dibutuhkan oleh
yang diambil tersebut10. masyarakat dari jalan kebatilan.
Penggunaan al-bathil dalam Kedua dari praktek mal bisnis
konteks bisnis tersebut dalam al- adalah al-fasad. Terma ini
Qur’an sebanyak empat kali. disebut 48 kali dalam al-Qur’an.
Pertama dalam surat al- Dalam penggunaannya terma

9
Ahmad Warson Munawwir. Op.cit, hal. 99 – 100

10
al-fasad kebanyakan atau diproses dengan
mempunyai pengertian menggunakan media takaran
kebinasaan, kerusakan, membuat atau timbangan dinilai alQur’an
kerusakan, kekacauan di muka seperti telah membuat kerusakan
bumi, mengadakan kerusakan di di muka bumi. Ketiga, dari
muka bumi. Misalnya dalam praktek mal bisnis adalah Azh-
Dalam surat Hud: 85 ditegaskan zulm terambil dari kata dasar zh-
bahwa mengurangi takaran dan l-m bermakna, meletakkan
timbangan merupakan sesuatu tidak pada tempatnya,
kedzaliman. Demikian pula ketidakadilan, penganiayaan,
dalam surat al-A’raf: 85 atau al- penindasan, tindakan sewenang-
Baqarah: 205 ditegaskan tentang wenang, kegelapan.11Dalam
perintah menyempurnakan konteks hubungan kemanusiaan,
takaran dan timbangan alQur’an pada beberapa tempat
disandingkan dengan larangan menyatakan kandungan makna
mengadakan kerusakan atau kezhaliman sebagai landasan
kedzaliman di muka bumi. Di praktek yang berlawanan
tempat lain pada surat al- dengan nilai-nilai etika,
Maidah: 32 menyatakan termasuk dalam mal bisnis.
bagaimana besar dan luasnya Dalam al-Baqarah: 279
akibat yang ditimbulkan oleh mengatakan, bahwa kita
suatu kezaliman. seharusnya tidak menganiaya
dan tidak pula dianiaya oleh
Dari ayat-ayat di atas dapat
pihak lain. Dengan demikian
diambil pemahaman bahwa
dari pemahaman al-bathil,
perbuatan yang mengakibatkan
alfasad dan az-zalim di atas
kerusakan atau kebinasaan,
dihubungkan dengan
walaupun kelihatannya sedikit
pengertian hakikat bisnis, dapat
dianggap oleh al-Qur’an
diambil kesimpulan bahwa
sebagai kerusakan yang banyak.
salah satu landasan praktek
Mengurangi hak atas suatu
mal bisnis adalah setiap
barang (komoditas) yang didapat

10
Mustafa Al-Maraghi. Tafsir Al- Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1998. Hal. 24

11
praktek bisnis yang mengandung 1. Kesatuan (unity)
unsur kebatilan, kerusakan dan Adalah kesatuan
kezaliman baik sedikit maupun sebagaimana terefleksikan
banyak, tersembunyi maupun dalam konsep tauhid yang
terang-terangan. Dapat memadukan keseluruhan aspek
menimbulkan kerugian secara aspek kehidupan muslim baik
material maupun immateri baik dalam bidang ekonomi, politik,
bagi si pelaku, pihak lain sosial menjadi keseluruhan yang
maupun masyarakat. Dapat homogen, serta mementingkan
menimbulkan konsep konsistensi dan
ketidakseimbangan dan keteraturan yang menyeluruh.
ketidakadilan. Menimbulkan Dari konsep ini maka islam
akibat-akibat moral maupun menawarkan keterpaduan
akibat hukum yang agama,ekonomi,dan sosial demi
mengikutinya, baik menurut membentuk kesatuan. Atas dasar
hukum agama maupun hukum pandangan ini pula maka etika
positif. Namun demikian dan bisnis menjadi terpadu,
penilaian terhadap suatu praktek vertikal maupun
mal bisnis tidak disyaratkan horisontal,membentuk suatu
adanya tiga. Landasan persamaan yang sangat penting
kebatilan, kerusakan dan dalam sistem Islam.12
kezhaliman sekaligus, melainkan
2. Keseimbangan (keadilan)
adanya salah satu dari ketiga
Dalam beraktivitas di dunia
landasan di atas secara otomatis
kerja dan bisnis,Islam
telah memasukan suatu aktivitas
mengharuskan untuk berbuat
maupun entitas bisnis ke dalam
adil,tak terkecuali pada pihak
kategori praktek mal bisnis.
yang tidak disukai.Hal ini sesuai
Dalam Islam prinsip-prinsip dengan firman Allah dalam
etika bisnis meliputi: Surat Al-Maidah:8.

11
Ahmad Warson Munawwir.Op.Cit. Hal. 946-947)
12
Syed Nawab Naqvi. Ethict and Eco- nomics: An Islamic Syntesis, diterjemahkan oleh Husin
Anis: Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami, Bandung: Mizan, 1993. Hal. 50-51

12
Keseimbangan atau keadilan untuk memberi arahan dan
menggambarkan dimensi membimbing kehidupannya
horizontal ajaran Islam yang sendiri sebagai khalifah di muka
berhubungan dengan bumi al-Baqarah, 2:30.
keseluruhan harmoni pada alam Berdasarkan prinsip kehendak
semesta. Hukum dan tatanan bebas ini, manusia mempunyai
yang kita lihat pada alam kebebasan untuk membuat suatu
semesta mencerminkan perjanjian termasuk menepati
keseimbangan yang janji atau mengingkarinya.
harmonis.13Dengan demikian Tentu saja seorang muslim yang
keseimbangan, kebersamaan, percaya kepada kehendak Allah
kemoderatan merupakan prinsip akan memuliakan semua janji
etis mendasar yang harus yang dibuatnya.
diterapkan dalam aktivitas
4. Pertanggungjawaban
maupun entitas
Kebebasan tanpa batas adalah
3. Kehendak Bebas suatu hal mustahil, lantaran
Kebebasan merupakan bagian tidak menuntut tanggung jawab.
penting dalam nilai etika bisnis Menurut Al-Ghozali, konsep
islam,tetapi kebebasan itu tidak adil meliputi hal bukan hanya
merugikan kepentingan equilibrium tapi juga keadilan
kolektif.Kepentingan individu dan pemerataan. Untuk
dibuka lebar.Tidak adanya memenuhi tuntutan keadilan dan
batasan pendapatan bagi kesatuan, manusia perlu
seseorang mendorong manusia mempertanggung jawabkan
untuk aktif berkarya dan bekerja tindakannya. Allah menekankan
dengan segala potensi yang konsep tanggung jawab moral
dimilikinya.Sampai pada tindakan manusia,14Karena itu
tingakat tertentu, manusia menurut Sayyid Qutub prinsip
dianugerahi kehendak bebas pertanggungjawaban Islam

13
Dikutip oleh Haris Hidayatullah pada http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=116595&val=5316/ . akses pada 01 Mei 2023.
14
Lihat Q.S. al-Baqarah:123-124

13
adalah pertanggungjawaban penegasan keharusan
yang seimbang dalam segala menunaikan atau memenuhi
bentuk dan ruang lingkupnya. perjanjian atau transaksi
Antara jiwa dan raga, antara bisnis.Termasuk ke dalam
person dan keluarga,individu kebajikan dalam bisnis
dan sosial antara suatu adalahsikap kesukarelaan dan
masyarakat dengan masyarakat keramahtamahan. Kesukarelaan
lainnya.15 dalam pengertian, sikap suka-
rela antara kedua belah pihak
5. Kebenaran: Kebajikan dan
Kejujuran yang melakukan transaksi, kerja

Kebenaran dalam konteks ini sama atau perjanjian bisnis. Hal

selain mengandung makna ini ditekankan untuk

kebenaran lawan dari kesalahan, menciptakan dan menjaga

mengandung pula dua unsur keharmonisan hubungan serta

yaitu kebajikan dan kejujuran. cinta mencintai antar mitra

Dalam konteks bisnis kebenaran bisnis. Adapun kejujuran adalah

dimaksudkan sebagia niat, sikap sikap jujur dalam semua proses

dan perilaku benar yang meliputi bisnis yang dilakukan tanpa

proses akad (transaksi) proses adanya penipuan sedikitpun.

mencari atau memperoleh Sikap ini dalam khazanah Islam

komoditas pengembangan dapat dimaknai dengan amanah.

maupun dalam proses upaya Dengan prinsip kebenaran ini

meraih atau menetapkan maka etika bisnis Islam sangat

keuntungan. Adapun kebajikan menjaga dan berlaku preventif

adalah sikap ihsan,yang terhadap kemungkinan adanya

merupakan tindakan yang dapat kerugian salah satu pihak yang

memberi keuntungan terhadap melakukan transaksi ,kerjasama

orang lain. Dalam al-Qur’an atau perjanjian dalam bisnis.

prinsip kebenaran yang Dari sikap kebenaran, kebajikan

mengandung kebajikan dan dan kejujuran demikian maka

kejujuran dapat diambil dari suatu bisnis secara otomatis

15
Haris Hidayatullah, Op. Cit.

14
akan melahirkan persaudaraan, dekat kepada takwa, dan
dan kemitraan yang saling bertakwalah kepada
menguntungkan, tanpa adanya Allah.Sesungguhnya Allah
kerugian dan penyesalan. Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”.
E. Konsep Keadilan dan
Kejujuran dalam Waralaba
Keadilan menggambarkan
Syari’ah
dimensi horizontal ajaran Islam
Islam sangat menganjurkan
yang berhubungan dengan
untuk berbuat adil dalam
keseluruhan harmoni pada alam
berbisnis, dan melarang berbuat
semesta.Hukum dan tatanan
curang atau berlaku
yang ada di alam semesta ini
dzalim.Rasulullah SAW diutus
mencerminkan keseimbangan
Allah SWT untuk membangun
yang harmonis. Keadilan bukan
keadilan.Cukuplah bagi Al-
hanya sekedar karakteristik
Qur’an telah menjadikan semua
alami, melainkan merupakan
tujuan risalah langit adalah
karakteristik dinamis yang harus
melaksanakan keadilan karena
diperjuangkan oleh setiap
keadilan lebih mendekatkan
kepada ketakwaan.Seperti
firman Allah SWT dalam Al-
Qur’an surat Al-Maidah ayat 8
yang artinya:

“Hai orang-orang yang


beriman hendaklah kamu
menjadi orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil
dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu
kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidakadil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih

15
muslim dalam kehidupannya.16 bisnis waralaba berbasis syari’ah
Keadilan adalah pengakuan dan harus didasarkan pada prinsip
perlakuan yang seimbang antara keadilan dan saling
hak dan kewajiban.Keadilan menguntungkan kedua belah
juga dapat berarti suatu tindakan pihak untuk menciptakan sinergi
yang tidak berat sebelah atau dalam mencapai tingkat laba
tidak memihak ke salah satu optimal yang dibagi
pihak, memberikan sesuatu proporsional. Begitu juga
kepada orang sesuai dengan hak dengan penentuan franchise fee
yang harus dan royalty fee, dalam
diperolehnya.Bertindak secara penentuan franchise fee
adil berarti mengetahui hak dan pewaralaba harus adil dalam
kewajiban, mengerti mana yang menentukan berapa besar biaya
benar dan mana yang salah, yang dibebankan kepada
bertindak jujur dan tepat terwaralaba untuk semua jasa
menurut peraturan dan hukum yang disediakan, termasuk biaya
yang telah ditetapkan serta tidak rekruitmen sebesar biaya
bertindak sewenang-wenang. pendirian yang dikeluarkan oleh
pewaralaba untuk kepentingan
Keadilan sangat diperlukan
terwaralaba dalam menjalankan
dalam kegiatan bisnis supaya
bisnisnya tersebut.Tidak boleh
bisnis tersebut bisa membawa
ada biaya-biaya terselebung di
berkah untuk kedua belah pihak
luar hal tersebut. Dan hendaknya
dan tidak merugikan salah satu
pemilik waralaba juga bijak
pihak yang bekerja sama dalam
dalam menentukan pengeluaran
menjalankan suatu bisnis
untuk terwaralaba sehingga tidak
tertentu. Implementasi sikap adil
membebankan rekan
merupakan hal yang sangat
bisnisnya.Untuk penentuan
penting dalam kegiatan bisnis
royalty fee bisnis waralaba
waralaba berbasis
berbasis syari’ah juga harus adil.
syari’ah.Dalam mekanisme kerja

16
Muhammad Lukman Fauroni, R. 2002. Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis. Jakarta:
Salemba Diniyah, hal. 12.

16
Biaya royalti merupakan memang dapat dikatakan
pembayaran atas jasa tes kategori dari syirkah dalam
menerus yang diberikan hukum Islam.
pewaralaba atau biasa disebut 2. Terdapat prestasi bagi
uang waralaba terus menerus penerima waralaba, hal ini
yang diberikan pewaralaba. sama dengan syirkah.
Dalam praktiknya, uang tersebut 3. Terdapat barang, jasa dan
dihitung dalam bentuk tenaga memenuhi salah satu
prosentase dari pendapatan kotor syarat syirkah.
terwaralaba tanpa ada tambahan 4. Terdapat dua orang atau lebih
pembayaran lain di luar hal yang bertransaksi, sepakat,
tersebut. hal tertentu, ditulis (dicatat)
dan oleh sebab tertentu sesuai
F. Aspek Kemitraan
Waralaba Syari’ah dengan syarat syirkah
Suatu waralaba adalah bentuk G. Prinsip Pembayaran
perjanjian kerja sama (syirkah) Franchise Fee dan Royalty
Fee dalam Waralaba
yang isinya memberikan hak dan Syari’ah
wewenang khusus kepada pihak
Adapun konsep pembayaran
penerima. Waralaba merupakan
franchise fee dalam bisnis
suatu perjanjian timbal balik,
waralaba berbasis syari’ah
karena pemberi waralaba
adalah sebagai berikut:
(franchisor) maupun penerima
waralaba (franchisee) keduanya 1. Dalam pembayaran franchise

berkewajiban untuk memenuhi fee bisnis waralaba berbasis

prestas tertentu. Berikut alasan syari’ah, sesuai dengan

waralaba dikategorikan sebagai kaidah syirkah abdan dan

bentuk syirkah:17 syirkah inan yang dalam


akadnya pengambilan
1. Waralaba adalah kerjasama
keuntungan dua mitra yang
yang saling menguntungkan,
bekerjasama (dalam hal ini
berarti bisnis waralaba
pemberi waralaba
17
Muhammad Yusuf. 2009. Tinjauan Konsep Bisnis Waralaba (Franchise) Berdasarkan
Ketentuan Hukum Islam. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret., hal. 56.

17
(franchisor) dan penerima hak) dan larangan merugikan
waralaba (franchisee)) harta maupun hak orang lain
diperbolehkan setelah usaha terdapat dalam surat An-
berjalan, tidak boleh Nisa’ ayat 29 yang artinya:
mengambil keuntungan jika
“Hai orang- orang yang
usaha belum berjalan.
beriman, janganlah kamu
Franchisor tidak
saling memakan harta
diperbolehkan mengambil
sesamamu dengan jalan
keuntungan dari penjualan
perniagaan yang berlaku
bahan baku utama yang
dengan suka sama suka di
merupakan satu paket dengan
antara kamu dan janganlah
pemberian waralaba
kamu membunuh
(exclusive purchase
dirimu.Sesungguhnya Allah
arrangement). Berbeda
Maha penyayang
dengan pengambilan
kepadamu”.
keuntungan atas pemanfaatan
HAKI (Hak Atas Kekayaan 2. Franchise fee yang

Intelektual) dalam franchise dibebankan franchisor kepada

fee hal ini diperbolehkan franchisee sebagai

sebagai kompensasi atas kompensasi atas pemanfaatan

dipergunakannya hak atas dan penghargaan hak atas

kekayaan kekayaan intelektual yang

intelektualfranchisor oleh telah dimiliki oleh franchisor

franchisee yang ditegaska tidak boleh terdapat

dalam keputusan fatwa kompensasi, tidak langsung

Majelis Ulama Indonesia dalam bentuk nilai moneter

Nomor 1/ Munas VII/ MUI/ (indirect moneter

15/2005 tentang perlindungan compensation). Hak atas

hak atas kekayaan intelektual. kekayaan intelekual

Firman Allah SWT tentang seseorang harus dihargai.

larangan memakan harta Adapun konsep pembayaran

orang lain secara batil (tanpa royalty fee dalam bisnis

18
waralaba berbasis syari’ah oleh biaya-biaya selama
yaitu: usaha .
3. Pembayaran royalty fee tidak
Berbeda dengan waralaba
boleh dilakukan oleh
konvensional yang dalam
franchisee jika nilai
prakteknya ada sebagian yang
keuntungan dibawah nilai
melakukan bagi hasil yang
batas yang telah disepakati,
diambil dari omset penjualan.
Hal ini sesuai dengan fiman
Hal ini tentu bisa merugikan
Allah SWT dalam surat An-
franchisee karena belum jelas
nahl ayat 90 yang artinya:
keuntungan yang didapat tetapi
“Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu belaku adil
dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum
kerabat dan Allah melarang
pebuatan keji, kemungkaran,
dan permusuhan.Dia
memberi pengajaran
kepadamu agar kamu
mengambil pelajaran”.

Dalam pembagian
keuntungan bisnis waralaba
berbasis syari’ah harus
berdasarkan prinsip bagi hasil
sebagai berikut:

1. Gross pofit yaitu keuntungan


kotor yang belum dikurangi
biaya-biaya yang dikeluarkan
sebelum usaha.
2. Net profit yaitu keuntungan
bersih yang sudah dikurangi

19
sudah harus membayar royalty pikiran itu jika dilihat dari
fee.18 kacamata fiqh Islam bisa
dimasukkan dalam kategori
H. Aspek Hak Cipta dalam
Waralaba Berbasis manfaat, bukan benda. Hal ini
Syari’ah dapat dilihat dari hadist yang
Unsur yang terpenting dalam mengatakan: “Apabila seorang
sistem bisnis waralaba adalah manusia meninggal dunia,
masalah hak cipta.Hak cipta teputuslah segala amal
dalambisnis waralaba meliputi perbuatannya, kecuali tiga hal:
logo, merk, buku petunju sedekah jariah, ilmu yang
pengoperasian bisnis, brosur bermanfaat dan diamalkan ke
atau pamflet serta arsitektur orang lain, dan anak sholeh yang
tertentu yang berciri khas dari mendo’akan orrang tuanya”.
usahanya.Adapun imbalan dari (H.R. Ahmad bin Hanbal dari
penggunaan hak cipta ini adalah Abu Hurairah, hadist Musnad
pembayaran fee awal dari pihak bin Hanbal).
terwaralaba kepada pihak
Aspek bahwa hak cipta
pewaralaba.
berupa merk dagang dan nama
Hak cipta di dalam khazanah perusahaan merupakan
hukum Islam termasuk hal baru, jasa/manfaat yang dihasilkan
akan tetapi beberapa ahli hukum oleh karya intelektual, dan
Islam telah berusaha untuk mempunyai nilai finansial yang
membahasnya, seperti Fathi telah dinyatakan jelas dalam
Daroini menyebut hak cipta syari’ah. Akad terhadap
sebagai haqqul ihtikar. Karya jasa/manfaat yang dihasilkan
cipta yang bersumber dari hasil juga merupakan akad yang sah,
pemikiran merupakan jalan bagi sebagai salah satu objek akad
perkembangan dan kemajuan selain benda. Hanya saja ada
kebudayaan manusia.Hasil beberapa hal yang harus

18
Anisa Utami. 2010. Konsep Franchise Fee dan Royalty Fee pada Waralaba Bakmi Tebet
Menurut Prinsip Syari’ah. Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, hal. 43 – 46.

20
diperhatikan dalam hal hak cipta
bisnis waralaba berbasis syari’ah
yaitu franchisor harus
menyediakan apa saja informasi
dan keahlian yang diperlukan
oleh franchisee agar barang-
barang baru yang dia produksi
kualifikasinya sama dengan
barang aslinya (yang diproduksi
oleh franchisor). Sebab, jika
diantara keduanya berbeda,
maka ini merupakan bentuk
penipuan dan tipu muslihat.19

19
Hafidz Abdurrahman. 2014, Op.Cit. hal. 98 – 99.

21
Kesimpulan melaksanakan kerja sama
1. Dalam mekanisme kerja bisnisnya. Karena sangat
bisnis waralaba berbasis mungkin dalam sebuah
syari’ah harus didasarkan bentuk bisnis kerja sama
pada prinsip keadilan dan seperti waralaba terjadi
saling menguntungkan kedua penzaliman satu sama lain,
belah pihak untuk kecuali orang-orang yang
menciptakan sinergi dalam berpegang teguh pada perinta
mencapai tingkat laba Tuhannya dan selalu ingin
optimal yang dibagi berbuat baik akan
proporsional. Begitu juga mempunyai rasa takut untuk
dengan penentuan franchise berbuat zalim.Bisnis
fee dan royalty fee, dalam waralaba syari’ah
penentuan franchise fee mengutamakan attitude bisnis
pewaralaba harus adil dalam yang baik sebagai kunci
menentukan berapa besar keberhasilan bisnis waralaba
biaya yang dibebankan tersebut.
kepada terwaralaba untuk 2. Ketentuan- ketentuan syirkah,
semua jasa yang disediakan, khususnya syirkah abdan dan
termasuk biaya rekruitmen syirkah inan merupakan teori-
sebesar biaya pendirian yang teori yang dapat dijadikan
dikeluarkan oleh pewaralaba landasan dalam melakukan
untuk kepentingan bisnis waralaba berbasis
terwaralaba dalam syari’ah. Hal ini disebabkan
menjalankan bisnisnya karena dengan adanya
tersebut. Tidak boleh ada perjanjian franchising, maka
biaya-biaya terselebung di secara otomatis antara
luar hal tersebut. Dalam franchisordan franchisee
bisnis waralaba syari’ah terbentuk hubungan kerja
antara pewaralaba dan sama untuk waktu tertentu
terwaralaba harus menanam sesuai dengan perjanjian.
nilai kejujuran dalam Kerja samatersebut

22
dimaksudkan untuk dalam bisnis waralaba
memperoleh keuntungan bagi berbasis syari’ah, aspek
kedua belah pihak. Dalam bahwa hak cipta berupa merk
pembayaran Franchise fee dagang dan nama perusahaan
bisnis waralaba berbasis merupakan jasa/manfaat yang
syari’ah, sesuai dengan dihasilkan oleh karya
kaidah syirkah abdan dan intelektual, dan mempunyai
syirkah inan yang dalam nilai finansial yang telah
akadnya pengambilan dinyatakan jelas dalam
keuntungan dua mitra yang syari’ah. Akad terhadap
bekerjasama (dalam hal ini jasa/manfaat yang dihasilkan
franchisor dan franchisee) juga merupakan akad yang
diperbolehkan setelah usaha sah, sebagai salah satu objek
berjalan, tidak boleh akad, selain benda. Hanya
mengambil keuntungan jika saja ada beberapa hal yang
usaha belum berjalan. Dalam harus diperhatikan dalam hal
pembagian keuntungan bisnis hak cipta bisnis waralaba
waralaba berbasis syari’ah berbasis syari’ah yaitu
harus berdasarkan prinsip franchisor harus
bagi hasil gross pofit yaitu menyediakan apa saja
keuntungan kotor yang belum informasi dan keahlian yang
dikurangi biaya-biaya yang diperlukan oleh franchisee
dikeluarkan sebelum usaha. agar barang-barang baru yang
Dan Net profit yaitu dia produksi kualifikasinya
keuntungan bersih yang sama dengan barang aslinya.
sudah dikurangi oleh biaya- 1.
biaya selama usaha.Sedang

23
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Hafidz, 2014. Bisnis dan Muamalah Kontemporer. Jakarta: Al
Azhar,

Al Kaaf, Abdullah Zaky. 2002. Ekonomi Dalam Perspektif Islam.Bandung: CV.


Pustaka Setia.

Al-Maraghi, Mustafa. Tafsir Al- Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1998.

Al-Qur’an Al-Karim
Buku dan Peraturan Perundang-undangan

Fauroni, Muhammad Lukman, R. 2002. Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis.
Jakarta: Salemba Diniyah.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=116595&val=5316/ . akses
pada 10 November 2014.

http://eprints.uns.ac.id/5627/1/102041409200910011.pdf, akses pada 12 Mei


2015.

http://library.usu.ac.id/download/fh/perdata-wansa djaruddin.pdf, diakses pada 10


Mei 2015.

Internet dan lainnya

Naqvi, Syed Nawab. Ethict and Eco- nomics: An Islamic Syntesis, diterjemahkan
oleh Husin Anis: Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami,
Bandung: Mizan, 1993.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba

Suseno, Darmawan. 2008. Waralaba Syari’ah. Jakarta: Cakrawala.

Suwantoro . Aspek-aspek Pidana di Bidang Ekonomi, Jakarta: Ghalia, 1990.

24
Syahmin AK. 2006. Hukum Kontrak Internasional. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.

Utami, Anisa. 2010. Konsep Franchise Fee dan Royalty Fee pada Waralaba
Bakmi Tebet Menurut Prinsip Syari’ah. Jakarta: Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Yusuf, Muhammad. 2009. Tinjauan Konsep Bisnis Waralaba (Franchise)


Berdasarkan Ketentuan Hukum Islam. Surakarta: Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.

25

Anda mungkin juga menyukai