Anda di halaman 1dari 3

Sesuatu yang bisa kita pastikan dari ucapan mereka (akhbariyyin) secara global adalah bahwasanya

tidak boleh bersandar pada pengetahuan2 akliah utk menetapkan hukum2 syariat. Perkataan ini
dapat ditafsirkan dalam 3 aspek sesuai dengan ibarat2 (akhbariyyin) yang berbeda2:

1. Mengingkari bahwa akal itu dapat mengetahui baik dan buruk yang terjadi di luar. Dan
pembahasan ini yang telah kita bahas pada pembahasan kedua ini.
2. Setelah mereka mengakui bahwasanya akal itu mampu mengetahui aspek baik buruknya
suatu perbuatan tetapi mereka mengingkari adanya mulazamah antara apa yang ditetapkan
akal dengan hukum syari’, inilah nanti yang akan dibahas dipembahasan ke3
3. Kalau mereka mengetahui bahwa mampu mengetahui aspek baik buruknya suatu perbuatan
dan mengakui adanya mulazamah, tapi dia mengingkari wajibnya mentaati hukum syariat
yang diperoleh melalui akal. Pembahasan ini akan dibahas pada bagian tiga (mabahisul
hujjiah).

Berdasarkan ini, apabila yang mereka maksudkan adalah makna yang pertama setelah mengakui baik
dan buruk oleh para akliah maka itu kalimat yang tidak ada maknanya. Karena pembahasan
sebelumnya tidak adanya ralitas di luar bagi baik dan buruk itu tidak ada perdebatan antara aqli dan
syari. yang menjadi perdebatan adalah makna ke-3, kecuali akal mengetahui karena itu sesuai
dengan pandangan masyarakat atas pujian bagi pelaku baik dan celaan bagi pelaku buruk
berdasarkan yang kami jelaskan sebelumnya.

Dan apabila mereka mengakui adanya keburukan dan kebaikan dengan makna ini maka dia mengakui
bahwa akal mampu diketahi oleh akal. Dan tidak bisa dipisahkan antara kebaikan dan keburukannya
suatu perbuatan dengan kemampuan akal utk mengetahui baik buruknya suatu perbuatan kecuali
kalau sesuatu itu bisa dipisahkan dengan dirinya. Ya, apabila mereka menafsirkan baik dan buruk itu
dengan dua makna awal maka bisa dipisahkan. Akan tetapi kedua makna awal itu bukan menjadi
perdebatan.

Perkara ini sudah jelas dan tidak butuh lebih banyak penjelsan karena sudah ada dibahas pada
pembahasan pertama.
......apakah syariat juga pasti mengehukumi seperti yang dihukumi akal?

Dan inilah masalah ushuliah yang khusus harus kita ketahui. Semua pembhsan yang lewat adalah
muqaddimah utk masalah ini. Kita telah katakana sebelumnya: bahwa akhbariyyin menafsirkan
perkataan2nya bahwa mereka mengingkari mulazamah. Dan Adapun ushuliyyun ada juga yang
mengingkari mulazamah antara akal dan syariat yakni sohibul fushul, dia tidak mengetahui adanya
mulazamah itu. Dan akan kita beri sudut pandang perkataan ushuliyyin dan perkataan akhbariyyin.

Dan yang benar bahwa mulazamah itu ditetapkan secara akal. Akal apabila menghukumi kebaikan
sesuatu atau buruknya yakni bahwa apabila seluruh pandangan uqala sesuai dengan baiknya sesuatu
secara akal ................. kalau sesuatu itu disepakati oleh ukala baik buruknya maka syara’ juga
menghukumi sebagaimana ukala menghukuminya, karena syari’ itu yang memberikan akal kepada
manusia, dia yang menciptakan akal. Syari’ harus menghukumi sebagaimana uqala menghukuminya,
kalau kita menganggap

Anda mungkin juga menyukai