Anda di halaman 1dari 2

Mujmal dan mubayyan

Para ushuliyun mendefenisikan secara istilah dan kebalikannya adalah mubayyan. Ulama ushul
memberikan kritikan defenisi ini dengan penjelesan yang Panjang

Yang dimaksud dari mujmal atas seluruh kondisi: apa yang tidak diketahui dari maksud pembicara
jika itu adalah berupa lafadz. Dan juga tidak diketahui maksud dari pelaku atas perbuatannya aoabila
itu adalah pekerjaan. Jadi rujukan di sini bahwa mujmal itu berupa lafadz dan perbuatan yang tidak
memiliki maksud yang jelas. Maka kebalikannya adalah mubayyan yakni sesuatu yang memiliki dzahir
yang menunjukkn maksud dari yang berbicara atau yang melakukan perbuatan dengan bentuk dzan
atau yakin. Maka mubayyan itu meliputi yang dzahir dan yang nash (yakin) secara bersamaan.

Dari penjelasan ini kita mengetahui bahwa mujmal meliputi lafadz dan perbuatan secara istilah. Dan
meskipun ada yang berpendapat: bahwa mujmal secara istilah itu dikhususkan untuk lafadz dan
perbuatan itu termasuk istilah saja.

Dan makna dari mujmalnya perbuatan adalah tidak diketahuinya maksud dari perbuatan itu. Seperti
kalau Imam berwudhu’ dengan hadirnya seorang mata-mata atau mungkin Imam dalam keadaan
taqiyah. Maka ada kemungkinan bahwa wudhu’ imam dalam posisi taqiyah maka perbuatan wudhu’
Imam tidak bisa menyingkap legalitas syariat wudhu’ terkait tatacara berwudhu’ yang sebenarnya.
Dan mungkin juga bahwa Imam ini benar-benar mempraktekkan cara wudhu’ yang benar (sesuai
syariat). Dan contoh lain yakni Ketika Imam mengerjakan sesuatu dalam shalatnya seperti duduk
istirahah maka tidak diketahui bahwa perbuatan Imam ini bentuknya wajib atau mustahab. Dari sisi
ini itu adalah mujmal. Dan meskipun dari sisi dalalahnya itu boleh dikerjakan dengan lawan dari
haram maka sisi ini adalah mubayyan.

Dan Adapun lafadz itu, maka kemujmalan lafadznya memiliki banyak sebab yang tidak bisa dihitung,
Ketika lafadz itu mufrad maka kemujmalannya itu karena lafadz itu musytarak dan tidak ada qorinah
atas salah satu maknanya seperti lafadz ‘ain dan kata tadribu itu musytarak antara mukhotob (anta)
dan ghaibah (hiya), dan mukhtaru itu musyatarak antara isim fail dan isim maf’ul.

Dan terkadang lafadz itu mujmal karena majaz. Atau karena tidak diketahui kembalinya dhamir yang
dari jenis mughalatoh mumarah seperti ada orang yang ditanya tentang keutamaan sahabat Nabi
saw, lalu ia berkata: orang yang anak perempuannya di rumahnya (nya pertama kembali ke Abu bakar
atau Ali dan nya kedua kembali ke Nabi atau siapa) dan seperti perkataan aqil bin abi thalib:
mu’awiyah memerintahkanku untuk mencaci maki Ali maka kalian laknatlah dia, kata dia apakah
kembali ke muawiyah atau ke Ali.
Dalil yang bersandar pada dua susunan itu dinamakan aqli yang terbagi dua:

1. Dua mukaddimahnya kedua-duanya adalah hukum akal

Anda mungkin juga menyukai