Anda di halaman 1dari 6

Radio Rodja 756 AM

Rodja PeduliHADITS ARBAIN NAWAWIHadits Arbain Ke 3 – Rukun Islam dan Meninggalkan Shalat

Beranda Download Kajian Ustadz Anas Burhanuddin Hadits Arbain Nawawi Hadits Arbain Ke 3 –
Rukun Islam dan Meninggalkan Shalat

By Radio Rodja | Kamis, 06 Desember 2018 pukul 1:54 pm

Terakhir diperbaharui: Sabtu, 06 April 2019 pukul 12:41 pm

Tautan: https://rodja.id/26t

Hadits Arbain Ke 3 – Rukun Islam dan Meninggalkan Shalat merupakan kajian Islam ilmiah yang
disampaikan oleh: Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (
‫ )األربعون النووية‬atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Kajian ini
disampaikan pada 19 Rabbi’ul Awwal 1440 H / 27 November 2018 M.

Daftar Isi [sembunyikan]

Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi

Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 3 – Rukun Islam dan Meninggalkan Shalat

Syahadat

Simak Penjelasan Lengkapnya dan Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 3 –
Rukun Islam dan Meninggalkan Shalat

STATUS PROGRAM KAJIAN KITAB HADITS ARBAIN NAWAWI

Status program kajian Hadits Arbain Nawawi: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja
756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 16:30 - 18:00 WIB.

hadits arbain ke 3.
‫ ُبِنَي ْاِإل ْسَالُم َع َلى‬: ‫ َسِم ْع ُت َرُسْو َل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيُقْو ُل‬: ‫َع ْن َأِبي َع ْبِد الَّرْح َمِن َع ْبِد ِهللا ْبِن ُع َم َر ْبِن اْلَخ َّطاِب َرِض َي ُهللا َع ْنُهَم ا َقاَل‬
‫ َش َهاَد ِة َأْن َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو َأَّن ُمَح َّم دًا َرُسْو ُل ِهللا َوِإَقاِم الَّص َالِة َوِإْيَتاِء الَّز َكاِة َو َح ِّج اْلَبْيِت َو َص ْو ِم َر َم َضاَن ” َر َو اُه الُبَخاِرُّي َوُم ْس ِلٌم‬: ‫“ َخ ْم ٍس‬

Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan
bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima
perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke
Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini adalah riwayat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma. Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala
menyebut radhiyallahu anhuma karena perawi hadits ini dan ayahanda beliau, keduanya sama-sama
sahabat. Umar disini adalah Umar bin Khattab radhiyallahu anhuma. Umar bin Khattab radhiallahu anhu
yang meriwayatkan hadits yang pertama dan kedua dari Arbain Nawawi ini. Hadits yang pertama
riwayat Umar, hadits yang kedua juga riwayat Umar bin Khattab, kemudian hadits yang ketiga adalah
riwayat dari putra beliau Abdullah yang merupakan salah satu sahabat junior. Dahulu dikenal ada empat
orang Abdullah yang sebaya yang dikenal sebagai Al Abadillah al-Arba’ah (Empat orang yang bernama
Abdullah), yaitu: Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Amr bin Al-
Ash.

Beliau termasuk salah satu sahabat yang dikenal sangat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan mengikuti sunnah beliau dengan sangat hati-hati. Abdullah bin Umar juga merupakan salah
satu perawi hadits utama dengan riwayat hadits paling banyak dan beliau meninggal pada tahun 73
Hijriyah.

Dalam hadits ini beliau menyampaikan bahwasanya beliau mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Beliau bersabda bahwa Islam itu dibangun diatas lima perkara:

Bersyahadat Laa ilaaha illallah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya

Menegakkan shalat

Menunaikan zakat

Haji ke Baitullah
Puasa pada bulan ramadhan.

Kalau kita melihat kandungan hadits ini, kita ingat sebagian kandungan hadits yang kedua ketika kita
membahas tentang Islam, iman dan ihsan. Di sana sudah kita masih bersama bahwasanya Islam itu
adalah bersyahadat. Bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali hanya Allah dan bahwasanya
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Kemudian menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa
ramadhan dan haji ke Baitullah jika engkau mampu. Demikian disebutkan dalam hadits yang kedua
dahulu.

Sekilas, ini sama dengan apa yang sudah kita pelajari pada hadits yang kedua, namun Imam Nawawi
rahimahullahu ta’ala tetap menyebutkan hadits yang ketiga ini karena kandungannya tidak sama persis
dengan hadits yang kedua.

Ada beberapa perbedaan yang kita dapatkan dari hadits yang ketiga ini dibandingkan potongan hadits
yang kedua dahulu. Yaitu yang pertama kalau pada hadits yang kedua disebutkan Islam itu adalah lima
ini, dalam hadits yang ketiga ini Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwasanya
kelima perkara ini adalah rukun Islam, kelima perkara ini adalah pokok dari bangunan Islam.

Beliau mengumpamakan bahwa Islam adalah sebuah bangunan. Islam itu laksana bangunan yang
memiliki bagian yang banyak. Dan bagian-bagian ini tidak sama kedudukannya, tidak sama fungsi dan
perannya dalam bangunan itu. Ada yang memiliki fungsi yang vital (pokok), ada yang fungsinya sekunder
(tetap penting tapi dia tidak primer seperti yang pertama). Kemudian ada juga bagian dari bangunan
yang sifatnya adalah hiasan.

Di sini beliau menyebutkan bahwasannya diantara rukun atau pilar atau bagian utama dari bangunan
Islam adalah lima rukun Islam ini. Maka beliau mengatakan Islam itu dibangun di atas lima perkara.
Hadits ini menjelaskan bahwasanya lima rukun ini adalah lima hal yang paling penting dalam bangunan
Islam. Lima hal yang kalau ditinggalkan maka hukumnya tidak sama dengan meninggalkan bagian-bagian
Islam yang lain

Kemudian yang kedua adalah perbedaan urutan. Dihadits yang kedua urutannya adalah syahadat,
shalat, zakat, puasa ramadhan dan kemudian haji. Sedangkan dihadits yang ketiga ini Ibnu Umar
meriwayatkan bahasanya urutannya adalahsyahadat, shalat, zakat, haji, baru kemudian puasa
ramadhan.
Ada perbedaan urutan di sini dan ketika dirujuk oleh sebagian perawi, Ibnu Umar menjelaskan
bahwasanya yang beliau dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mendahulukan puasa
sebelum Haji. Yakni seperti yang disebutkan dalam hadits yang kedua. Jadi urutannya adalah:

Syahadat Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah

Menegakkan shalat,

Menunaikan zakat

Puasa Ramadhan

Haji ke Baitullah

Yang terjadi pada hadits yang ketiga ini adalah redaksi dari sebagian rawi. Kita mengetahui bahwasanya
hadits itu boleh diriwayatkan secara makna. Tidak seperti Al-Qur’an yang harus persis, tidak boleh ada
perubahan sama sekali. Adapun hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam boleh diriwayatkan
secara arti, secara makna saja. Secara redaksinya mungkin berbeda-beda tapi maknanya sama. Selagi
tidak memberikan perubahan yang besar kepada hadits yang diriwayatkan.

Di sini Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwasanya rukun Islam atau pilar
Islam itu ada lima. Yaitu:

SYAHADAT

‫َش َهاَد ِة َأْن َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو َأَّن ُمَح َّم دًا َرُسْو ُل ِهللا‬

“bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan utusan Allah”

Ini adalah pintu gerbang Islam. Ini adalah sesuatu yang mutlak dalam Islam yang tanpanya kita tidak
dianggap Islam. Dalam hadits yang lainnya, yaitu hadits yang ke-29 dari Arbain Nawawi ini, Nabi
Muhammad shalallahu alaihi wa ssalam menyebutkan, ‘ ‫( ‘َر ْأُس ْاَألْم ِر ْاِإل ْسَالُم‬pokok perkara adalah Islam).
Yang ditafsirkan oleh riwayat yang lain, pokok perkaranya adalah dua syahadat.
Jadi, dalam hadits itu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwasannya syahadat
ini adalah pokok perkara dalam Islam. Lebih penting dari rukun Islam yang lain karena ini adalah gerbang
kita menuju Islam, gerbang kita menuju pengakuan bahwa kita adalah bagian dari umat yang besar ini.
Bagaimana kita masuk ke sana? Kita masuk ke sana dengan bersyahadat bahwasanya Lailahaillallah,
tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah subhanahu wa ta’ala saja.

Jadi kita menafikan seluruh peribadatan untuk selain Allah subhanahu wa ta’ala dan menetapkan ibadah
semata-mata hanya untuk Allah subhanahu wa ta’ala.

Jangan kita hanya mengucapkan Lailahaillallah tapi tidak memahami kandungannya. Jangan kita seperti
sebagian orang yang mudah mengatakan Lailahaillallah tapi tidak paham kandungannya, tidak paham
konsekuensinya, sehingga meskipun sudah Lailahaillallah tapi masih jatuh dalam kesalahan-kesalahan
fatal dalam agama ini.

Dahulu, orang-orang musyrikin pada zaman Jahiliyah merasa berat untuk mengucapkan Lailahaillallah.
Kenapa? Karena mereka tahu maknanya. Mereka adalah orang-orang Arab yang asli. Mereka adalah
orang-orang yang paham apa yang dimaksud dengan kata yang agung ini. Maka banyak dari mereka
enggan karena tahu konsekuensinya yang berat. Sementara ada sebagian orang dizaman kita yang yang
mudah untuk mengucapkan Lailahaillallah tapi kemudian mereka masih jatuh dalam kesalahan-
kesalahan yang menunjukkan bahwasannya mereka tidak tahu apa yang mereka ucapkan tersebut.

Lailahaillallah menuntut kita untuk meninggalkan ibadah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala dan
hanya memberikan ibadah untuk Allah subhanahu wa ta’ala saja. Maka ini punya konsekuensi.
Menuntut dari kita untuk meninggalkan segala bentuk syirik. Baik yang berupa syirik besar. Misalnya
berdoa kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala, menyembah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala,
menyembelih untuk selain Allahsubhanahu wa ta’ala, meminta kesembuhan, kemudahan rezeki kepada
selain Allahsubhanahu wa ta’ala. Ini semuanya adalah termasuk Syirik Akbar. Atau takut dengan rasa
takut yang tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja. Yakni rasa takut
yang diiringi dengan cinta dan pengagungan. Adapun kalau kita memiliki rasa takut kepada selain Allah
subhanahu wa ta’ala tapi tidak diiringi dengan cinta dan pengagungan seperti rasa takut kita kepada
binatang buas, pada ular, kegelapan malam, atau jin atau perampok, maka ini adalah rasa takut yang
alami yang jika kita jatuh kepadanya kita tidak musyrik. Dan tidak masalah kita jatuh dalam rasa takut
yang alami seperti itu selagi tidak menghalangi kita dari kewajiban kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Adapun rasa takut yang tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja
adalah rasa takut yang diiringi dengan cinta dan penggagungan. Seperti rasa takut yang dimiliki oleh
sebagian orang kepada orang yang sudah meninggal. Dia takut, mengagungkan dan mencintai orang
tersebut pada saat yang sama. Maka ini adalah rasa takut yang tidak boleh diberikan kecuali hanya
kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja. Dan kalau kita jatuh disana maka kita jatuh dalam kemusyrikan.

Anda mungkin juga menyukai