Anda di halaman 1dari 10

Radio Rodja 756 AM

Rodja PeduliHADITS ARBAIN NAWAWIHadits Arbain Ke 8 – Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Beranda Download Kajian Ustadz Anas Burhanuddin Hadits Arbain Nawawi Hadits Arbain Ke 8 –
Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

By Radio Rodja | Rabu, 04 September 2019 pukul 9:03 am

Terakhir diperbaharui: Kamis, 05 September 2019 pukul 1:38 pm

Tautan: https://rodja.id/2g7

Hadits Arbain Ke 8 – Mengajak Kepada Kalimat Syahadat merupakan kajian Islam ilmiah yang
disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (‫األربعون‬
‫ )النووية‬atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Kajian ini
disampaikan pada 6 Dzul Qa’idah 1440 H / 09 Juli 2019 M.

Daftar Isi [sembunyikan]

Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi

Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 8 – Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Kewajiban Pertama Seorang Muslim

Kewajiban Untuk Diiringkan Antara Dua Kalimat Syahadat

Empat Kewajiban Yang Melindungi Seorang Muslim

Hisab Mereka Ada Pada Allah

Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 8 – Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Hadis 8
‫ َفِإَذ ا َفَع ُلوا َذ ِلَك َع َصُم وا ِم ِّني‬،‫ َو ُيِقْيُم وا الَّصَالَة َو ُيْؤ ُتوا الَّز كَاَة‬،‫ُأِم ْر ُت َأْن ُأَقاِتَل الَّناَس َح َّتى َيْش َهُدوا َأْن َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو َأَّن ُمَحَّم دًا َرُسْو ُل ِهللا‬
‫ِد َم اَء ُهْم َو َأْم َو اَلـُهْم ِإَّال ِبَح ِّق اِإل ْسَالِم َوِح َس اُبُهْم َع َلى ِهللا َتَع الَى‬

‫َر َو اُه الُبَخاِرُّي َوُم ْس ِلٌم‬.

“Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwasanya tidak ada
yang berhak disembah kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, kemudian
menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan kalau mereka sudah lakukan itu berarti mereka telah
menjaga harta dan jiwa mereka berarti mereka telah menjaga dari saya darah dan harta mereka, kecuali
dengan hak Islam dan hisab mereka adalah urusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Bukhari dan
Muslim)

Ini adalah sebuah hadits yang agung riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu
‘Anhuma yang biografi singkatnya sudah kita jelaskan dalam hadits sebelumnya. Dalam hadits ini beliau
meriwayatkan bahwasannya Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku telah diperintahkan
untuk memerangi orang-orang sampai mereka bersaksi bahwasanya tidak ada yang Tuhan berhak
disembah kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah.
Kemudian mereka menegakkan shalat dan menunaikan zakat.”

Hadits ini menunjukkan bahwasanya di antara bagian syariat Islam yang agung adalah syariat jihad,
mengajak manusia kepada Islam, kepada pengakuan bahwasanya tidak ada yang berhak disembah
kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah. Ini adalah
bagian dari jihad, bagian dari Islam dalam rangka menyelamatkan orang-orang dari kemusyrikan. Dan ini
adalah dakwahnya para Rasul semuanya, tidak hanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
tapi seluruh Nabi dari Nabi Adam ‘Alaihis Salam sampai Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
mereka semuanya mendakwahkan tauhid ini.

Dalam hadits shahih yang lain Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwasanya
para Nabi ini adalah anak-anak dari satu ayah yang beda ibu. Satu ayah artinya adalah bahwa intisari
ajaran agamanya sama. Namun mereka berbeda dalam beberapa syariat yang mereka ajarkan. Ini
adalah ajaran para Nabi semuanya dan ini adalah intisari ajaran agama Islam. Dan kalau mereka tidak
mau untuk memenuhi panggilan ini maka mereka bisa diperangi dengan syarat-syarat tertentu.
Tapi kalau mereka sudah memenuhi panggilan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atau para ulama
setelah beliau yang mengajak mereka kepada syahadat Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah,
maka mereka sudah dianggap masuk Islam.

KEWAJIBAN PERTAMA SEORANG MUSLIM

Hadits ini menunjukkan bahwasanya masuk Islam itu adalah dengan mengucapkan Laa Ilaaha Illallah
setelah sebelumnya meyakininya. Kemudian mengucapkan juga syahadat yang kedua yaitu syahadat
bahwasanya Muhammad Rasulullah.

Ini adalah kewajiban pertama seorang Muslim. Tidak seperti yang di Sebutkan oleh sebagian orang
bahwasannya dia harus ragu dulu, harus bertanya dulu dan lain sebagainya. Hadits ini menunjukkan
bahwasanya seseorang cukup mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah setelah
meyakini kebenaran maknanya dan itu cukup untuk membuat dia masuk ke dalam Islam.

KEWAJIBAN UNTUK DIIRINGKAN ANTARA DUA KALIMAT SYAHADAT

Dalam sebuah hadis riwayat Muslim yang lain disebutkan:

‫ َو يْكُفُر ِبَم ا ُيْع َبُد ِم ْن ُدوِن ِهَّللا‬،‫َح َّتى َيْش َهُدوا َأْن َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا‬

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat Laa Ilaaha Illallah dan kafir
terhadap apa yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Ini menunjukkan bahwasanya sekedar mengimani Allah sebagai Tuhan kita saja tidak cukup. Tapi
keyakinan tersebut harus diiringi juga dengan berlepas diri atau kufur dari semua sesembahan selain
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini ditafsirkan oleh riwayat Muslim yang lain. Dan kata para ulama bahwa
riwayat-riwayat ini saling menafsirkan. Jadi bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala plus mengingkari penyembahan dan segala bentuk ibadah
untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kemudian juga diikuti dengan bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
adalah utusan Allah. Ini adalah konsekuensi dari syahadat yang pertama. Keduanya harus kita wujudkan.
Tidak cukup syahadat yang pertama saja tapi harus diikuti dengan syahadat yang ke-2.

Dan kalau ada orang yang tidak menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan apapun tapi dia tidak
beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka dia belum dihitung masuk Islam, dia
belum dihitung selamat. Yang selamat adalah mereka yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah kemudian
juga bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah hamba dan utusan
Allah.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits riwayat
Muslim yang lain:

‫ُأ‬ ‫ُأْل‬
‫ ِإاَّل َك اَن ِم ْن َأْص َح اِب الَّناِر‬،‫ ُثَّم َيُم وُت َو َلْم ُيْؤ ِم ْن ِباَّلِذ ي ْر ِس ْلُت ِبِه‬، ‫ َو اَل َنْص َر اِنٌّي‬، ‫اَل َيْس َم ُع ِبي َأَح ٌد ِم ْن َهِذِه ا َّمِة َيُهوِد ٌّي‬

“Tidaklah seseorang dari umat ini, baik Yahudi dan Nashrani, mendengar tentangku, kemudian dia
meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk
penghuni neraka.” (HR. Muslim)

Jadi orang yang hidup setelah diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka dia wajib untuk
beriman kepada beliau dan menjadikan beliau sebagai panutan. Maka syahadat yang kedua ini adalah
sebuah lazim atau konsekuensi dari syahadat yang pertama. Syahadat yang pertama tidak sah kecuali
dengan syahadat yang kedua dan syahadat yang kedua juga harus dibangun diatas syahadat yang
pertama dahulu. Ada kewajiban untuk diiringkan antara dua syahadat ini.

EMPAT KEWAJIBAN YANG MELINDUNGI SEORANG MUSLIM

Kemudian setelah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah hendaknya seorang muslim
juga menegakkan shalat, kemudian menunaikan zakat. Jadi ada empat kewajiban ini. Syahadat Laa
Ilaaha Illallah, kemudian syahadat Muhammadur Rasulullah, kemudian menegakkan shalat dan
menunaikan zakat.

Ini adalah empat hal yang bisa melindungi seorang muslim dari pedang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Maka di sini beliau mengatakan:
‫َفِإَذ ا َفَع ُلوا َذ ِلَك َع َصُم وا ِم ِّني ِد َم اَء ُهْم َو َأْم َو اَلـُهْم ِإَّال ِبَح ِّق اِإل ْسَالِم‬

“Kalau mereka sudah lakukan itu semuanya, maka mereka telah melindungi darah mereka dan harta
mereka dari aku (yakni dari senjata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pedang beliau) kecuali
dengan hak Islam.”

Apa artinya “dengan hak Islam”? Yaitu kecuali kalau mereka melakukan hal-hal yang membuat darah
mereka kembali halal. Seperti yang disebutkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dalam hadits yang ke-14 Insyaallah dirangkaian Arba’in An-Nawawiyah ini. Yaitu sabda Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

‫ َو الَّتاِرُك ِلِد ْيِنِه الُم َفاِرُق ِلْلَج َم اَع ِة‬،‫ َو الَّنْفُس ِبالَّنْفِس‬،‫ الَّثِّيُب الَّز اِني‬:‫َال َيِح ُّل َد ُّم اْم ِرٍئ ُم ْس ِلٍم ِإَّال ِبِإْح َدى َثَالٍث‬

“Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan satu dari tiga perkara; (1) orang yang berzina dalam
keadaan sudah menikah, (2) membunuh darah sesama muslim, (3) orang yang murtad meninggalkan
agamanya dan meninggalkan jamaah umat Islam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ini adalah tiga perkara yang merupakan hak Islam, yang bisa menghalalkan kembali darah mereka
meskipun mereka sudah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, sudah mengucapkan Muhammadur
Rasulullah, sudah menegakkan shalat, menunaikan zakat. Hal ini karena ada catatan, “kecuali kalau
mereka melakukan perbuatan yang bisa membuat mereka dihukum dengan dibunuh.” Maka ada hak
Islam ini.

Hadits Ibnu Umar ini adalah termasuk hadits paling lengkap yang menunjukkan bahwasanya agar
seseorang terlindung harta dan jiwanya maka mereka harus mendatangkan empat perkara ini. Dan kalau
sampai mereka tidak melakukannya maka konsekuensinya berat. Karena kalau ada orang yang sudah
Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah tapi tidak shalat, maka ini harus dipaksa untuk shalat. Dan
kalau mereka adalah sekelompok orang atau komunitas atau kaum yang memiliki kekuatan yang ingin
melawan pemerintah muslim maka mereka harus diperangi. Demikian juga kalau ada orang yang sudah
Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah tapi dia tidak mau mengeluarkan zakat saat ada kewajiban
zakat atas dirinya, maka zakat tersebut boleh diambil secara paksa oleh pemerintah muslim. Dan kalau
orang tersebut bersama sebuah kaum/sebuah komunitas/sebuah masyarakat yang punya kekuatan,
maka boleh bahkan wajib bagi pemerintah muslim untuk memerangi kaum tersebut kalau mereka tidak
mau menunaikan zakat. Inilah aturan Islam yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dalam hadits yang agung ini.

Ada sebagian riwayat hadits yang tidak menyebutkan kata “shalat dan zakat” ini. Sehingga akhirnya
sempat menimbulkan perbedaan persepsi diantara para sahabat. Sehingga setelah meninggalnya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ada sebagian kaum yang tidak mau menunaikan zakat lalu Abu
Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu berniat untuk memerangi mereka. Namun sebelum memerangi
mereka terjadi diskusi antara beliau dengan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu. Dimana Umar
menghafal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebuah hadits yang bunyinya:

‫ َفِإَذ ا َقاُلوَه َع َصُم ِم ِّني َد َم ُه َوَم َلُه ِإَّال ِبَح ِّقه‬،‫ُأِم ْر ُت َأْن ُأَقاِتَل الَّناَس َح َّتى َيُقْو ُل َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا‬

“Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallah
Muhammadur Rasulullah, maka kalau mereka sudah mengucapkannya berarti mereka telah melindungi
dariku harta dan jiwanya kecuali dengan haknya.” (HR. Muslim dari Umar Radhiyallahu ‘Anhu)

Maka Umar bertanya kepada Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu, “Wahai Abu Bakar, kenapa
engkau bertekad untuk memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat? Padahal Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda, ‘Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai
mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah. Kalau mereka sudah
mengucapkannya berarti sudah aman, kecuali dengan haknya.'”

Maka Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan bahwa zakat adalah hak harta yang
disebutkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits tersebut. Maka itu yang aku
pahami dan aku akan memerangi mereka berdasarkan hadits ini. Hal ini menunjukkan bahwasanya baik
Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu maupun Umar bin Khattab tidak menghafal haditsnya
Abdullah bin Umar. Sehingga mereka harus berdiskusi. Dan dalam diskusi ini Abu Bakar Ash Shiddiq
Radhiyallahu ‘Anhu memakai qiyas. Beliau tidak memakai nash. Beliau mengatakan bahwasanya zakat
adalah hak harta. Karena dalam hadits tersebut tidak disebut menegakkan shalat dan menunaikan zakat
secara tersurat. Maka sempat terjadi diskusi antara keduanya namun akhirnya ketika Abu Bakar Ash
Shiddiq bertekad seperti itu dan sudah klarifikasi bahwa ada dasarnya, maka Umar bin Khattab
mengatakan bahwa dia tidak melihat kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah melapangkan dada Abu
Bakar Ash Shiddiq untuk memerangi orang-orang yang tidak menunaikan zakat, maka aku tahu itulah
kebenaran.

Kalau seandainya mereka mengetahui riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Umar yang merupakan orang
yang lebih junior daripada mereka, maka niscaya tidak perlu ada diskusi yang panjang. Karena dalam
riwayat Ibnu Umar disebutkan secara lengkap. Yaitu bahwasanya syarat untuk bisa terlindung dari
pedang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah mereka harus mengucapkan syahadat Laa Ilaaha
Illallah Muhammadar Rasulullah, kemudian yang kedua menegakkan shalat dan yang ketiga adalah
menunaikan zakat.

Ini menunjukkan bahwasannya kadang-kadang ada hadits yang tidak diketahui oleh para sahabat senior
namun hadits tersebut justru dihafal oleh para sahabat junior. Sebagaimana Abu Bakar Ash Shiddiq
dalam kisah yang lain bahwa beliau didatangi oleh seorang wanita yang sudah tua. Dia adalah seorang
nenek yang bertanya tentang apakah dia berhak untuk mendapatkan jatah warisan dari cucunya yang
sudah meninggal. Maka Abu Bakar Ash Shiddiq menjelaskan bahwasanya beliau tidak mengetahui Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan jatah warisan untuk seorang nenek dari
peninggalan atau pusaka cucunya. Hal ini karena beliau tidak tahu, beliau tidak mendengar, tidak punya
ilmu dalam hal itu. Kemudian disaat yang sama ada tiga orang sahabat muda yang bersaksi bahwasanya
mereka mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau memberikan jatah
seperenam untuk seorang nenek dari warisan cucunya. Padahal Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu
‘Anhu adalah orang yang paling alim dari kalangan sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Namun beliau tidak menguasai Islam 100%, ada beberapa ilmu yang tidak sampai kepada beliau atau
awalnya tidak sampai baru kemudian beliau mengetahuinya daripada sahabat junior.

Itulah Islam, tidak ada yang menguasai ilmu ini secara lengkap, secara sempurna 100% kecuali hanya
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saja. Adapun para sahabat dan juga para ulama maka mereka
mengetahui sebagian ilmu dan tidak mengetahui sebagian yang lain. Makanya kita tidak boleh fanatik
buta kepada siapapun termasuk kepada seseorang seperti Abu Bakar Ash Shiddiq atau Umar bin Khattab
atau Imam Syafi’i dan yang berlaku adalah apa yang di tuliskan dan diucapkan oleh Imam Malik bin Anas
Rahimahullahu Ta’ala:

‫ُك ُّل َأَحٍد ُيْؤ َخ ُذ ِم ْن َقْو ِلِه َو َيُر ُّد ِإاَّل َص اِحَب َهَذ ا اْلَقْبِر‬
“Semua orang itu bisa diambil pendapatnya atau ditinggalkan kecuali hanya pemilik kuburan ini (sambil
menunjuk kepada kubur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)”

Hadits riwayat Abdullah bin Umar ini adalah hadits dengan riwayat yang lengkap dan disini ada
penyebutan menegakkan shalat dan menunaikan zakat secara tersurat langsung kecuali dengan hak
Islam. Jadi, kalau orang sudah melakukan tiga hal tadi, maka dia telah aman hartanya dan jiwanya
kecuali kalau dia melakukan hal-hal yang membuat dia bisa dihukum dengan dibunuh dalam agama
Islam.

HISAB MEREKA ADA PADA ALLAH

Adapun kalau mereka sudah melakukan tiga hal tadi, maka secara lahir mereka dianggap sebagai
Muslim. Adapun hisab mereka itu ada pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya di dunia mereka
dianggap sebagai Muslim. Adapun di akhirat maka kita serahkan urusan kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Kalau mereka memang benar-benar beriman kepada Allah dan RasulNya, kalau mereka benar-
benar mengimani bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali hanya Allah, mereka benar-benar
mengimani bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka iman mereka
diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mereka akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat.

Sebaliknya, kalau mereka tidak mau beriman dalam hati mereka, kalau mereka hanya menunjukkan
keimanan secara lahir saja tanpa diiringi dengan keimanan dalam hati, maka inilah kemunafikan. Kita
tidak boleh untuk membunuh mereka atau mengambil harta mereka, tapi kita diperintahkan untuk
bermuamalah kepada mereka dengan muamalah umat Islam. Sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam juga memperlakukan mereka dengan baik di kota Madinah. Padahal beliau tahu
bahwasannya ada diantara mereka orang-orang munafik, orang-orang yang tidak benar-benar beriman.
Mereka menutupi kekufuran mereka, mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah,
mereka juga datang ke mesjid, mereka menunaikan zakat. Karena itulah aturan Islam.

Di sini Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengamalkan perintah TuhanNya. Karena ketika
beliau mengadakan:

‫ُأِم ْر ُت َأْن ُأَقاِتَل الَّناَس‬


Yang memerintahkan adalah Tuhan beliau dan Tuhan kita semuanya sebagai umat Islam yaitu Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Allah sudah membuat syariat untuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bahwa barangsiapa yang sudah syahadat, menegakkan shalat, menunaikan zakat, maka harta dan jiwa
mereka aman.

Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau taati perintah ini. Maka di kota
Madinah mereka dibiarkan untuk hidup, dibiarkan untuk tinggal bersama umat Islam, dibiarkan untuk
ikut shalat di masjid. Bahkan mereka hadir shalat jama’ah. Dan disebutkan dalam hadits yang shahih:

‫ َو َص اَل ُة اْلَفْج ِر‬، ‫ َص اَل ُة اْلِع َشاِء‬: ‫َأْثَقُل الَّص اَل ِة َع َلى اْلُم َناِفِقيَن‬

“Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya’ dan shalat subuh.” (Muttafaqun
‘Alaih)

Hal ini karena orang-orang munafik ini adalah orang-orang yang tidak pernah beriman kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tidak pernah mengimani Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka kufur kepada
keduanya. Tapi mereka takut pedangnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketika beliau sudah
berkuasa di kota Madinah mereka takut diusir, mereka takut diperangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam. Maka mereka menunjukkan keislaman tapi menutupi kekufuran mereka.

Dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memerangi mereka padahal beliau tahu ada
orang-orang seperti itu di kota Madinah. Bahkan beliau mendapatkan wahyu di kasih tahu oleh Allah
bahwa si Fulan, si Fulan, si Fulan adalah seorang munafik. Tapi inilah aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang harus dijalankan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka kita pun sebagai umat Islam juga wajib untuk mengikuti syariat ini. Kita harus melakukan apa yang
telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yaitu menjaga harta dan jiwa orang yang
sudah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah, menegakkan shalat dan menunaikan
zakat.

Adapun urusan mereka tidak benar-benar beriman, mereka menyembunyikan kekufuran mereka, maka
itu adalah urusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah yang akan menghisab mereka kalau mereka tidak
benar-benar beriman, kalau mereka tidak benar-benar shalat dengan ikhlas, menunaikan zakat dengan
ketulusan, maka mereka akan masuk dalam ancaman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

‫ِإَّن اْلُم َناِفِقيَن ِفي الَّدْر ِك اَأْلْس َفِل ِم َن الَّناِر‬

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan di lapisan paling bawah neraka.” (QS. An-Nisa'[4]:
145)

Na’udzubillahimindzalik..

Anda mungkin juga menyukai