Anda di halaman 1dari 52

ESUME

SYARAH HADITS SHAHIH ARBA’IN NAWAWI

Disusun Guna Memenuhi Tugas pengganti Ujian Akhir Semester Pada Mata Kuliah “ Hadits”

Oleh Dosen Pengampu “ Bpk. Pepep, M.pd”

Di Susun Oleh :

Apip Pudin 018.011.0049

FAKULTAS PROGRAM STUDI TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SILIWANGI BANDUNG

2022
SYARAH HADITS ARBA’IN NAWAWI

Diterjemahkan dari Syarah Matan al-Arba’in an-Nawawiyah fi al-Hadits ashShahihat an-Nawawiyah

Terbitan Maktabah Dar al-fath, Damaskus Tahun Terbit dan Cetakan:1984/IV

Karya Muhyyidin Abi Zakaria bin Syaraf an-Nawawi

Penerjemah: H, M, Abd. Rouf, Lc, MA,

Editor: Yanuar Arifin

Tata Sampul: Alfin Rizal

Tata Isi: Atika

Pracetak: Antini, Dewi, Wardi

Cetakan Pertama, Desember 2021

Otentifikasi Hadits Nabi Dalam Sejarah

Sebagai Sumber Otorotas Keagamaan Kedua Setelah Al-Qur’an, Hadits mempunyai peran
penting dalam kehidupan umat islam. Tidak hanya karena ia meru[akan sabda Rasulullah Saw., Tetapi
juga karena merupakan cerminan kehidupan praksis dari ajaran-ajaran islam dalam berbagai
aspeknya, mulai aspek ibadah (al-‘ubudiyah), Hubungan antaramanusia (muamalah), politik (as-
Siyasiyah), dan sebagainya.

Oleh sebab itu, sejak awal, wajar bila para sahabat degan sengaha menghafalkan Hadits-
Hadits yang di sampaikan oleh Rasulullah Saw,.baik saat mereka bertemu dalam satu majlis ataupun
melalui kabar dari para sahabat yang lain. Tidak sebatas menghafalnya, tetapi mereka juga langsung
mengamalkannya. Sehingga. Pada masa itu, hadits bisa dikatakan sangat hidup, di mana Rasulullah
Saw., sebagai Role Model-nya, dan taka da persoalan atau perdebatan tentang statusnya: apakah ia
Shahih, dhoif, matruk, dan lain sebagainya.

Posisi Hadits Nabi Dalam Tradisi Hukum Islam

Apa yang dilakukan oleh para sarjana Hadits Tersebut, sejak dari masa sahabat hingga saat ini
, menunjukan bahwa hadits Nabi memang memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama islam,
umatnya dalam system hukum islam. Kenyataan ini amat beralasan, terlebih bila ditinjau posisi hadits
Nabi sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Quran. Dan, dalam kerangka yang lebih luas, bisa
dikatakan bahwa memang peradaban islam itu sesungguhnya adalah peradaban teks.

Dengan kata lain, setiap gerak kehidupan umat islam, sekecil apapun dan apa pun bentuknya itu,
senantiasa di tentukan dan disandarkan pada sumber-sumber teks primer keagamaan: Al-Quran dan
Al-Hadits. Mengenai hal ini Rasulullah Saw., pernah bersabda Ketika berada di haji wada’:

“wahai manusia, sesungguhnya aku telah meninggakan dua pusaka yang berharaga untuk kalian.
Kika kalian berpegang tenguh dengannya, maka tidak akan pernah tersesat, Yakini Kitabullah dan
Sunnahku.” ( HR. Al- Hakim)

Urgensi Kitab Syarah Arba’in Naawi

Bila dikaji lebih mendalam, kitab ini sebenarnya juga tengah memberikan rambu-rambu bagi seorang
muslim untuk memahami Hadits Nabi dan tentunya juga fiqh kehidudapan umat islam, terlebih, di
dalamnya, tidak sekedar mengulas tentang cabang-cabang agama (furu’uddin), seperti zuhud, akhlak,
jihad, dan lain sebagainya, tetatapi juga tetang pokok-pokok agama (ushuluddin), seperti keimanan,
ketakwaan, perintah dan larangan, dan lain sebagainya.

Singakatnya, penjelasan tentang cabang-cabang agama(furu’uddin) dan pokok-pokok agama


(ushuluddin) dalam buki ini dinarasikan oleh imam an-Nawawi dalam tiga tema besar islam, yaitu
islam, iman, dan ihsan melalui pemilihan 40 hadits shahih yang oleh para ulama disebut pusat ajaran
islam.

Pemilihan empat puluh hadist dalam buku ini yang kemudian ia syarahi sendiri bukanlah tanpa alas
an. Selain memang kecenderungan masa Ketika itu, dimana banyak para ulama menulis hal serupa
dalam berbagai bidang, sebut saja misalnya imam al-Ghazali yang lebih dulu menulis kitab Al-
Arba’in fi ushuluddin (empat puluh kaidah pokok agama), tetapi juga hal itu memeliki manfaat yang
besar sebab, dengan penulisan dan penjelasan yang singkat dan padat, masyarakat luas, lebih-lebih
orang awam dapat memahaminya, bahkan menghafalkannya dengan mudah.
Hadits ke-1:

Semua Perbuatan

Tergantung Niatnya

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung
niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.
Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang
dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai
sebagaimana) yang dia niatkan.

Sumber Hadits

Hadits ini di riwayatkan oleh dua imam ahli hadits, yaitu Abu Abdillah Muhammad bin ismail bin
Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari dan Abu Al-Husain Muslim bin Hajjaj bin
Muslim Al-Qushairi an-Naisaburi, dalam kedua kitab shahih meeka yang merupakan kitab paling
shahih yang pernah disusun.

Penjelasan hadits

Hadits tersebut menjelaskan tentang niat sebagai tolak ukur shahihnya suatu perbuatan . apanila niat
suatu perbuatan itu baik, maka hasil perbuatannya pun akan baik, sebaliknya, apabila niatnya itu
buruk, maka hasil dari perbuatannya juga akan buruk. Oleh sebab itu, apabila ada sesuatu amal
perbuatan (amal-amalan ketaatan) seorang hamba yang disertai dengan niat, maka hala itu tidak
terlepas dari tiga keadaan berikut:

Keadaan pertama, seorang hamba melakukan amalan perbuatan itu lantaran takut kepada Allah Swt.
Jenis amalan perbuatan ini temasuk ibadahnya seorang hamba (‘ibadatul’abid)

Keadaan kedua, seorang hamba melakukan suatu amal perbuatan dengan tujuan agar mendapatkan
surga pahala. Jenis amal perbuatan semacam ini termasuk ibadahnya seorang pedagang (‘ibadatul
tujar)
Keadaan ketiga, seorang hamba melakukan suatu amal perbuatan lanatarn ia malu kepada Allah Swt.,
dan sebagai bentuk memenuhi hak-hak ‘ubudiyah dan rasa syukur kepada-Nya, dan Ketika melihat
dirinya sendiri, ia merasa penuh dengan kekurangan, sehingga, hatinya pebuh dengan rasa takut
kepada Allah Swt. Sebagab, ia merasa bahwa dirinya tidak tahu secara pasti apakah amal-amal
perbuatanya di terima ataukah justru di tolak. Jenis amalan perbuatan ini termasuk ibadahnya orang-
orang yang merdeka (‘ibadatul ahrar)

Hadits Ke-2

Penejelasan tentang islam, iman, ihsan, dan tanda-tanda

hari kiamat

Artinya: Dari ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu juga, ia berkata: pada suatu hari kami berada di sisi
Rasulullah SAW, tiba-tiba datang kepada kami seseorang yang sangat putih pakaiannya, sangat
hitam rambutnya, tidak nampak kalau sedang bepergian, dan tidak ada seorang pun dari kami yang
mengenalnya Kemudian dia duduk menghadap Nabi SAW, lalu menyandarkan lututnya kepada lutut
beliau, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha beliau. Dia bertanya, “Ya Muhammad!
Kabarkan kepadaku tentang Islam.” Maka, Rasulullah SAW bersabda, “Islam adalah Anda
bersyahadat lâ ilâha illâllâh dan Muhammadur Rasûlûllâh, menegakkan shalat, menunaikan zakat,
berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah jika Anda mampu menempuh jalannya.”Lelaki itu
berkata, “Engkau benar.” Kami heran terhadapnya, dia yang bertanya sekaligus membenarkannya.
Lelaki itu bekata lagi, “Kabarkanlah kepadaku tentang iman!” Beliau (Nabi SAW) menjawab, “Anda
beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan Anda
beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Lelaki itu menjawab, “Engkau benar.” Dia
bekata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang ihsan!” Beliau (Nabi SAW) menjawab, “Anda menyembah
Allah seolah-olah melihatnya. Jika Anda tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat
Anda.” Dia berkata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang hari Kiamat!” Beliau menjawab, “Tidaklah
yang ditanya lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia berkata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang
tanda-tandanya.” Beliau (Nabi SAW) menjawab, “Jika seorang budak wanita melahirkan
majikannya, dan jika Anda melihat orang yang tidak beralas kaki, tidak berpakaian, miskin, dan
penggembala kambing saling bermegah-megahan meninggikan bangunan.” Kemudian lelaki itu
pergi. Aku diam sejenak lalu beliau bersabda, “Hai ‘Umar! Tahukah kamu siapa yang bertanya
itu?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya dia Jibril
yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR Muslim no 8)

Penjelasan hadits

Sabda Rasulullah Saw.:”beritahu aku, ap aitu iman.” Secara Bahasa, iman adalah memepercayai
secara mutlak. Sedangkan secara istilah, iman adalah ungkapan tentang kepercayaan secara khusus,
yaitu percaya kepada Allah Swt., malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan
qadar-Nya, baik maupun buruk. Sedangkan islam adalah ungkapan tentang perbuatan-perbuatan
wajib, yaitu tunduk dan patuh untuk melakukan amalan-amalan ketaatan yang bersifat lahir.

Allah Swt. Telah membedakan anatara iman dan islam sebagaimana di terangkan di dalam hadits
tersebut. Selain itu, Allah Swt. Juga berfirman di dalam Al-Qur’an:

Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu
belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah tunduk… (Qs,al-Hujurat:14)

Ayat tersebut bertutut demikian, karna kaum munafik itu juga shalat, puasa, dan percaya, tetapi hati
mereka ingkar Ketika mereka mengklaim beriman, maka Allah Swt, segera membuka tabir kedustaan
mereka, karna di dalam hati mereka, sejatinya terdapat pengingkaran yang sedemikian besar terhadap
perkara yang dating kepada Rasulullah Saw. Sebalaiknya, Allah Swt. Percaya kalua mereka itu hanya
“islam” yang berarti tunduk, dan ini sesuai dengan fakta-fakta keadaan mereka. Allah Swt. Berfirman:
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, “Kami mengakui,
bahwa engkau adalah Rasul Allah.” Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya;
dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta. (Qs. al munafiqun:1)

Dengan kata lain, mereka mengklaim benar-benar beriman kepada kerasulan Muhammad Saw., tetatpi
nyatanya pengakuan tersebut berbeda dengan kondisi hati mereka. Sebab, lisan-lisan mereka sama
sekali tidak mencerminkan hati mereka sedangkan “kesaksian akan risalah Nabi-Nya” adalah adanya
kesesuaian lisan dengan hati. Oleh sebab itu, Ketika mereka berdusta tentang pengakuan yang mereka
buat, Allah Swt. Segera membuka dan menjelaskan kedustaan mereka.

Hadits Ke-3:

Lima Fondasi Dasar Islam

Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin ‘Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata: aku
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Islam dibagun di atas lima hal:
syahadat lâ ilâha illâllâh dan Muhammadur Rasûlûllâh, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji
ke Baitullah, dan puasa Ramadhan.” (HR Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no 16)

Penjelasan Hadits:

Sabda Rasulullah Saw., “Islam itu dibangun atas lima dasar.” Maksudnya, barang siapa dari
kalangan muslim melaksanakan kelima dasar ini, maka keislamannya menjadi sempurna. Ibaratnya,
apabila ia sebuah rumah, bangunan-bangunannya menjadi kokoh lantaran ditompang oleh fondasi-
fondasi dan tiang-tiang yang kokoh. Demikian pula, agama islam, ia akan menjadi kokoh (sempurna),.
Apabila di tompang oleh kelima rukun (dasar) tersebut.

Bangunan yang kasat mata, apabila Sebagian tiangnya roboh, makai ia tidak lagi menjadi kuat
(kokoh). Demikian pula, bangunan maknawi. Oleh sebab itu, Rasulullah Saw. Bersabda:
“Sholat Adalah tiang Agama, Barang siapa yang mendirikannya maka ia sudah mendirikan agama,
Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia sudah menghancurkan agama”

Demikian pula, rukun-rukun yang lain selain shalat. Apabalila salah satunya di tinggalkan, sama saja
dengan merobohkan agamanya.

Mengenai hal ini, Allah Swt. Telah memeberikan contoh bagi orang-orang mukmin dan munafik,
sebagaimana dalam firman-Nya:

Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunan (masjid) atas dasar takwa kepada Allah dan
keridaan(-Nya) itu lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang
yang runtuh, lalu (bangunan) itu roboh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam? (Qs.
attaubah ayat 109)

Ayat Tersebut menggambarkan seorang mukmin yang membangun bangunan (rumah)-nya yang
berdiri kokoh di atas gunung, dan seorang kafir yang membangun bangunan rumahnya di tepi jurang
laut, dan sewaktu-waktu bisa di telan air laut, Ketika jurang itu runtuh, maka bangunannya juga ikut
runtuh, sehingga bisa tenggelam ke laut, dan kemudian masuk ke dalam jahanam.

Hadits ke-4

Proses Penciptaan Manusia

Dan Catatanya
“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur dan
terpercaya: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya diperut ibunya sebagai setetes
mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari,
kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang
malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara:
menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak
ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga
hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya
ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya
di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka
tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga 
maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pnje;asan Hadits:

Ibnu Mas’ud Ra. Berkata:”Rasulullah Saw. Adalah orang yang benar lagi dibenarkan ucapannya.”
Makna perkataan ini adalah bahwa sesungguhnya Allah Swt. Telah beraksi bersaksi bahwa Rasulullah
Saw. Adalah benar-benar orang yang benar (ash-Shadiq). Sementara, maksud al- masduq adalah
mushaddaqfih, yaitu sesuatu yang beliau bawa ialah perkara yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dibenarkan.

Sabda Rasulullah Saw,.:” Dihimpun dalam perut ibunya.” maksudnya adalah dihimpunnya anatara air
mani laki-laki (seperma) dengan air mani perempuan (ovum), sehingga dirinya tercipta seorang anak.
Hal ini sebagaimana firman Allah Swt,:

Dia diciptakan dari air (mani) yang di pancarkan

(Qs. Ath-Thaariq.:6)

Demikian pula, frasa hadits tersebut juga mengandung pengertian, dihimpun dari badan seluruhnya.
Sebab, ada pendapat yang mengatakan bahwa sperma (nutfah) itu dalam tahap pertama akan berjalan
dalam tubuh seorang Wanita selama 40 hari, tahap ini biasa disebut dengan masa mengidam. Lalu,
nutfah itu berhimpun dengan lumpur janin, sehingga menjadi segumpal darah (‘alaqah). Kemudian,
pada tahap kedua, gumpalan darah ini mulai membesar dan mengambil bentuk sehingga menjadi
segumpal daging (mudhgah). Dinamakan mudgah karna ia mirip dengan suapan yang di kunyah,

Selanjutnya, pada tahap ketiga, Allah Swt. Membentuk mudhgah tersebut dan membuat pendengaran,
penglihatan, penciuman, pengecapan, dan membentuk usus-usus dalam rongganya. Allah Swt,
Berfirman:

“Dialah yang membentuk kamu dalam Rahim sebagaimana di kehendaki-Nya….” (Qs. Al-Imran : 6)

Ketika tahap ketiga dari penciptaan manusia ini selesai, yaitu 40 hari, dan janin sudah berusia empat
bulan, maka Allah Swt. Meniupkan ruh padanya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya
(Qs. Al-Hajj : 5)

Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah
menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian
dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan
kepada kamu….

Hadits Ke-5

Perkara Bid’ah dan Bahayanya


“Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-ngada dalam urusan kami ini
yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim )

Dalam Riwayat imam Muslim, Juga disebutkan, “barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak
afa contohnya dari kami, maka ia tertolak,”

Penjelasan Hadits:

Sabda Rasulullah.:”Barang siapa mengada-ada dalam urusan (agama).” Maksudnya ialah amalan
tersebut tertolak tidak diterima amalnya, Hadits ini juga sebagai dalil mengenai amalan-amalan
ibadah, seperti mandi, wudhu, puasa, dan shalat apabila dikerjakan dengan menyalahi ketentuan-
ketentuan syara’maka ia tertolak.

Apabila ada seseorang membeli suatu barang dagangan tetapi dalam transaksinya tersebut akadnya
fasid, maka barang tersebut mesti dikembalikan kepada penjualnya, dan si pembeli tidak boleh
memilikinya.

Hadits ke-6

Halal, Haram, dan

Subhat dalam Islam

Dari Abu Abdillah An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘Anhuma berkata: aku mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ”Sesungguhnya yang halal telah jelas dan yang
haram telah jelas, dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar) yang
tidak diketahui kebanyakan manusia. Barangsiapa menjaga diri dari hal yang samar (syubhat),
sungguh dia telah memelihara agama dan kehormatannya, dan barangsiapa yang terjatuh pada yang
syubhat, akan terjatuh pada yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar tanah
larangan yang suatu saat akan memasukinya. Ketahuilah, sesungguhnya setiap raja memiliki batas
larangan. Ketahuilah batas larangan Allah adalah hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, di dalam
tubuh ada segumpal daging, jika baik maka baik pula seluruh tubuh, tetapi jika buruk maka buruk
pula seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Penjelasan Hadits:

Menurut Imam Syafi’i, haram ialah apa yang ditunjukkan dalil atas keharamannya. Sedangkan
menurut Imam Abu Hanifah, halal ialah apa yang ditunjukkan oleh dalil atas kehalalannya. sabda
Rasulullah bahwa “di antara keduanya (halal dan haram) terdapat perkara-perkara yang syubhat
(samar),” yakni di antara halal dan haram ada perkara-perkara menyerupai halal dan haram.

Maksudnya, ketika syubhat ditinggalkan, maka kemakruhannya tertiadakan pula. Bertanya sesuatu
apakah itu halal atau haram tidak dianjurkan, karena perkara haram dan halal sudah sangat jelas. Jika
terdapat keraguan pada sesuatu yang tidak jelas kehalalannya, maka jatuhlah hukum syubhat.

Sebuah permisalan, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, maka janganlah berdiri di tempat-tempat mencurigakan.”

Sabdanya: “Siapa yang jatuh dalam syubhat, maka ia jatuh dalam keharaman,” mengandung dua hal,
yakni:

Pertama, ia jatuh dalam keharaman, sedangkan ia menyangka bahwa itu bukan sesuatu yang haram.

Kedua, bisa juga bermakna ia hampir jatuh dalam keharaman. Sebagaimana dikatakan, kemaksiatan
itu pengantar kekufuran, karena ketika jiwa jatuh dalam perbuatan yang menyelisihi, maka jiwa
tersebut berjenjang dari suatu kerusakan (mafsadah) ke kerusakan lainnya yang lebih besar dari
sebelumnya.

Imam Ibnu Daqiq mengingatkan bahwa sabdanya “seperti penggembala yang menggembala di sekitar
larangan” menunjukkan perkara halal, tapi meninggalkannya adalah wara’ (sikap hati-hati).

Rasulullah SAW bersabda: “Da’ maa yariibuka ilaa maa laa yariibuka.” Artinya, tinggalkan apa yang
meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.

Menurut sebagian ulama, mutasyabihat (syubhat) itu ada tiga macam


Pertama, apa yang diketahui manusia bahwa itu haram, kemudian ia ragu mengenainya. Seperti orang
yang ragu atas penyembelihan binatang, jika ia ragu, maka jatuhlah pengharaman hingga ia yakin
kembali.Kedua, sebaliknya terkait kehalalan sesuatu. Jika sesuatu itu halal, tapi ia ragu mengenai
keharamannya.Ketiga, seseorang yang ragu mengenai sesuatu. Dia tidak tahu apakah halal atau
haram, serta tidak ada petunjuk atas itu. Yang terbaik adalah menjauhinya.Dikatakan pula bahwa
orang yang tidak bertakwa adalah orang yang lancang dalam perkara syubhat. Kemudian, siapa yang
banyak melakukan perkara syubhat, maka ia membuat hatinya menjadi gelap karena hilangnya cahaya
ilmu dan sikap wara

Hadits Ke-7

Agama Adalah Nasihat

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Agama adalah nasihat -beliau mengulangnya tiga kali-.”
Para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, untuk siapa nasihat itu?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam mengatakan, “Nasihat untuk Allah, kitab Allah, bagi Rasul Allah, para imam umat Islam
dan orang awam dari kalangan mereka.” (HR. Muslim)

PenjelasanHadits:
“imam Al-Khattabi berkata”kata ‘nasihat’ dalam Hadits tersebut ialah suatu kata yang
bermakna’memberi keberuntungan kepada orang yang duberi nasihat.” Ada yang mengatakan bahwa
kata”nasihat” diambil dari makna seorang lelaki yang tengah menjahit pakainya,

Jadi, perbuatan orang yang memberi nasihat layaknya orang yang memperbaiki kecacatan sebuah
baju, para ulama mengatakan bahwa nasihat bagi Allah Swt. Menafikan sekutu bagi-Nya,
meninggalkan ilhhad dalam sifat-sifat-Nya, menyifati-Nya dengan sifat al-Kamal dan Al-Jalal,
mensucikan-Nya dari segala sifat kurang, senantiasa melaksanakan ketaatan kepada-Nya, menjauhkan
diri dari perbuatan maksiat kepada-Nya, cinta kepada-Nya, mengakui segala Nikmat yang diberikan
oleh-Nya, bersyukur kepada-Nya, Iklas dalam segala perkaraa, berdoa dengan seluruh sifat-sifat
tersebut, dan berbuat lembut kepada semua manusia.
Yang perlu diketahui, hakikat sifat-sifat tersebut sebenarnya Kembali kepada hamba dalam
menasihati dirinya, bukan Kembali kepada Allah Swt. Sebab, Dia tidak membutuhkan nasihat.

Ibnu Bathal Rahimahullah juga mengatakan bahawa hadits ini merupakan dalil bahawa nasihat itu
bisa juga disebut sebagai agama. Sebab, agama adalah perbuatan, sebagaimana ia juga ucapan. Ia
menambahkan bahwa nasihat itu hukum nya fardhu kifayah. Demikian pula, nasihat itu wajib
hukumnya bagi orang yang mampu nelakukannya-sesuai dengan kemampuannya. Apabila ia tahu
bahwa nasihatnya itu akan diterima, ditaati dan aman bagi dirinya, makai a mesti memberikan
nasihatnya. Apabila sebaliknya, justru nasihat yang ia sampaikan malah membuat dirinya tersakiti,
makai a boleh tidak memberikan nasihanya. Sungguh, hanya Allag Swt. Yang paling mengetahui
segalanya.

Hadits Ke-8

Orang-Orang yang Terpelihara

Darah dan Hartanya

“Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwasanya tidak ada
yang berhak disembah kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah,
kemudian menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan kalau mereka sudah lakukan itu berarti mereka
telah menjaga harta dan jiwa mereka berarti mereka telah menjaga dari saya darah dan harta
mereka, kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka adalah urusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Penjelasan Hadits:

Sabda Rasulullah Saw.,:” Aku telah di perintahkan.” Hadits ini adalah dalil bahwa bentuk perintah
dan redaksi yang digunakan oleh Rasulullah Saw., mengenai persoalan ini hukumnya wajib.
Sabda Rasulullah Saw.,:” Dan, kalua mereka sudah lakukan itu, berarti mereka….” Apabila
dikatakan bahwa puasa itu bagian dari rukun islam, demikian pula dengan haji. Namun, mengapa
didalam Hadits tersebut tidak disebutkan? Hal ini bisa dikatakan bahwa puasa itu tidak dapat
membunuh seseorang tidak dapat menyebebkan seseorang terbunuh, ia hanya menahan dan melarang
makan dan minum, demikian pula haji. Ia juga tidak dapat mengatarkan seseorang terbunuh.

Sementara itu, alas an mengapa Rasulullah Saw. Menyebutkan 3 rukun itu, dan tidak menyebutkan
dua rukun yang laian, seperti puasa dan haji dan apa bila ditinggalkan ketiga rukun tersebut boleh di
perangi(dibunuh), sebenarnya ini kasus, Ketika Mu’adz bin jabal di utus ke yaman untuk
mendakwahkan dan mengajarkan islam disana.

Sabda Rasulullah Saw.,:” kecuali dengan hak islam.” Maksudnya, Sebagian dari haknya islam kepada
para penganutnya adalah menjalankan perintah-perintah kewajiban. Barang siapa meninggalkan
kewajiban-kewajiban, maka boleh di bunuh, seperti pemberontak, pembegal, orang yang menolak
membayar zakat, orang yang menyabotase air bagi yang sangat membutuhkan atau bagi binatang
yang dilindungi, criminal, dan orang-orang yang enggan membaya utag padahal mampu, penzina
muhsan, orang yang meninggalakan shalat jum’at, dan orang yang mengingkari whudu. Semua
kondisi ini boleh diperangi atau bahwakn di bunuh. Demikian pula, dengan orang yang memisahkan
diri dari jamaah, makai a juga boeleh diperangi. Kami mengatakan, hukum tetap Bersama jamaan
adalah fardhu a’in atau fardhu kifayah.+

Hadits Ke-9

Mengerjakan Perintah

dan Menjahui Laranagan

“Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Segala sesuatu yang aku
larang hendaknya kalian menjauhinya dan segala sesuatu yang aku perintahkan kepada kalian
hendaknya kalian melakukannya semampu kalian. Karena sesungguhnya orang-orang sebelum
kalian telah binasa karena banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka kepada Nabi-
Nabi mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Penjelasan Hadits:

Sabda Rasulullah Saw.:” Segala sesuatu yang aku larang hendaknya kalian menjauhinya”
maksudnya hindari atau jauhilah segala sesuatu yang dilarang oleh Nabi Muhammad Saw. Redaksi ini
sebenarnya berupa bentuk “ perintah larangan” yang mengandung perintah hukum haram

Sabda Rasulullah Saw.:”segala sesuatu yang aku perintahkan kepada kalian hendaknya kalian
melakukannya semampu kalian” maksud hadits ini bis akita ibaratkan bila takaran zakat fitrah sudah
sampai satu sha, maka zakat wajib di keluarkan.

Sabda Rasulullah Saw.:”Karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa karena
banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka kepada Nabi-Nabi mereka. Dalam hal ini
banyak pertanyaan-pertanyaan bodoh yang menanyakan tentang kewajiban-kewajiban agama, seperti
wudhu, shalat, puasa, dan hukum-hukum muamalah, dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan ini
sifatnya wajib di ketahui, dicari jawabannya, yaitu dengan cara belajar, sebagai mana hal ini
disabdakan oleh Rasulullah Saw.

Mencari ilmu ialah wajib bagi setiap orang muslim laki-laki maupun perempuan ( HR. Ibnu Abdil
Barr)

Seorang muslim tidak diperkenankan diam saja erhadap persoalan-persoalan penting agama seperti
itu. Apa bila benar-benar tidak mampu belajar, maka bertanyalah kepada ahlinya, sebagaimana di
tegaskan dalam firman Allah Swt.

“…..maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.( Qs.
An-Nahl : 43).

Mengomentari hal tersebut, Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya, aku diberi lisan untuk bertanya, dan
diberi hati untuk menimbang-berfikir.”

Hadits ke-10:

Allah Swt., Dzat yang Baik,

Tidak Menerima Kecuali yang Baik


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan
sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada
para Rasul. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan
yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman,
‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’
(QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang
yang melakukan perjalanan panjang dengan rambut kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua
tangannya ke langit seraya berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram,
minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin
doanya bisa terkabul.”

Makna Toyyib dalam hadits tersebut adalah terbebas dari segala kekurangan dan keburukan, sehingga
makna yang demikian bisa berarti suci . ada pula yang mengartikan makna thayyin ini dengan pujian
dan nama-nama yang memiliki kenikmatan (ruhani), menurut orang arif, yaitu hamba-hamba-Nya
yang shalih, yang masuk surga karena amal-amalan keshalihan mereka. Dan, kalimat-Nya yang paling
agung dan biak (kalimah ath-thayyibah) itu tak lain adalah : laa ilaaha illallaah.

Sebagaimana pula, Allah Swt. Tidak akan menerima suatu harta kecuali hart aitu baik (halal).
Demikian juga, tidak akan menerima amal kecualai yang iklas, terbebas dari riya, ujub, sum’ah, dan
lain sebagainya.

Terkait hal tersebut, Allah Swt. Berfirman.

“Wahai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih (Qs.
Al-Mu’minuun :51)
Hadits Ke-11:

Tinggalkanlah Keraguan

Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan kesayangannya radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku hafal (sebuah hadits) dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang
tidak meragukanmu.’” (HR. Tirmidzi, An-Nasa’i. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
shahih)

Penjelalasan Hadits :

Hadits Tersebut merupakan dalil bahwa seyogyanya orang yang bertaqwa itu tidaklah
memakan sesuatu harta yang di dalamnya terdapat syubhat, tidak jelas anatara halal dan
haramnya. Sebagaimana pula diharamkan baginya memakan harta yang diharamkan.
Mengenai harta semacam itu, telah di jelaskan di depan.

Sementara itu Rasululah Bersabda,”Ambilah perkara yang tidak meragukanmu.” Maksudnya


adalah gantilah dengan makanan atau harta yang tidak membuatmu ragu bila engkau
memakannya, dan dapat membuat hati dan jiwamu tenang.

Yang dimaksud dengan kata “ar-raibah” dalam hadits tersebut adalah “asy-syak” yang
berarti ragu.

Hadits ke-12:

Sebagian Ciri Kebaikan

Islam Seseorang
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak
bermanfaat.” (Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan lainnya semisal itu pula)

Penjelasan Hadits
Yang di maksud dalam sabda Rasulullah Saw.: “ meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” Hadits ini
mengandung makna bahwa di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak
bermanfaat baik berupa perkataan atau perbuatan. (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:288)

Hadits ke-13

Iman Yang Sempurna

Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah
beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mencintai bisa jadi berkaitan dengan urusan diin (agama), bisa jadi berkaitan dengan urusan dunia.
Rinciannya sebagai berikut.
Sangat suka jika dirinya mendapatkan kenikmatan dalam hal agama, maka wajib baginya mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya mendapatkan hal itu. Jika kecintaan seperti itu tidak
ada, maka imannya berarti dinafikan sebagaimana disebutkan dalam hadits.
Jika seseorang suka melakukan perkara wajib ataukah sunnah, maka ia suka saudaranya pun bisa
melakukan semisal itu. Begitu pula dalam hal meninggalkan yang haram. Jika ia suka dirinya
meninggalkan yang haram, maka ia suka pada saudaranya demikian. Jika ia tidak menyukai
saudaranya seperti itu, maka ternafikan kesempurnaan iman yang wajib.
Termasuk dalam hal pertama ini adalah suka saudaranya mendapatkan hidayah, memahami akidah,
dijauhkan dari kebid’ahan, seperti itu dihukumi wajib karena ia suka jika ia sendiri mendapatkannya.
Sangat suka jika dirinya memperoleh dunia, maka ia suka saudaranya mendapatkan hal itu pula.
Namun untuk kecintaan kedua ini dihukumi sunnah. Misalnya, suka jika saudaranya diberi keluasan
rezeki sebagaimana ia pun suka dirinya demikian, maka dihukumi sunnah. Begitu juga suka
saudaranya mendapatkan harta, kedudukan, dan kenikmatan dunia lainnya, hal seperti ini dihukumi
sunnah.

Hadits Ke-14

Tidak Halal

Darah Seorang Muslim

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,


‘Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga sebab: (1) orang yang telah
menikah yang berzina, (2) jiwa dengan jiwa (membunuh), (3) orang yang meninggalkan agamanya
(murtad), lagi memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penjelasan Hadits:

Sabda Rasulullah Saw,.:”orang yang telah menikah dan berzina” maksudnya adalah orang yang
sudah menikah secara sah sesuai dengan ketentuan syariat islam dan sudah melakukan hubungan
suami istri (Wathi), kemudian ia melakukan perbuatan zina, maka hukumnya ialah di ranjam. Apabila
ia belum menikah, kemudian melakukan perbuatan zina, maka perbuatan demikian itu tidak disebut
dengan zina muhsan.
Jiwa dibalas dengan jiwa yaitu ketika muslim membunuh muslim. Yang tidak termasuk dalam
bahasan ini adalah jika muslim membunuh kafir (misal ketika peperangan) dan orang yang merdeka
dengan seorang budak sebagaimana pendapat dalam madzhab Syafi’iyah dan Hanafiyah.
Meninggalkan agama maksudnya adalah murtad. Sedangkan mufariq lil jama’ah maksudnya adalah
memberontak dari kepemimpinan yang sah.
Mengenai hukuman orang yang murtad tetapi tidak memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin,
para ulama memiliki dua pendapat. Pertama, tidak boleh dibunuh dan tetap dilindungi. Ini adalah
pendapat yang benar. Kedua, boleh dibunuh lantaran ia telah meyakini kesalahan agama yang ia anut,
dan kemudian berpindah pada agama lain, yang awalnya diyakini salah. Apabila orang jenis kedua ini
tidak sudi Kembali kepada islam, maka boleh di bunuh

Hadits ke-15:

Berkata Baik Atau Diam

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa


saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa saja
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa saja yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.”

Penjelasan Hadits:

Sabda Rasulullah Saw,.:” barang siapa beriman kepada Allah dan hari, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
Mengenai maksud hadits ini, imam syafi’I berkata, “ apabila seseorang hendak megucapkan suatu perkataan itu
disampaikan tidak menimbulkan bahaya, atau menyakiti orang lain, maka sampaikanlah. Sebaliknya, jika
perkataan itu sekiranya disampaikan justru menimbulkan mudharat (menyakiti orang lain), atau bila masih ada
kebimbangan bila disampaikan menimbulkan mudharat atau tidak, maka tahanlah, jangan engkau sampaikan.
Imam al-jalil Abu Muhammad bin Abi Zaid, seorang ulama pembesar Mazhab Malikiyah di zamannya, berasal
dari Maghribi, mengatakan bahwa seluruh muara adab/etika kebaikan itu berasal dari empat hadits Nabi Saw.
Berikut:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau
hendaklah ia diam.”

‫ساَل ِم ا ْل َم ْر ِء ت َْر ُكهُ َما اَل يَ ْعنِ ْي ِه‬


ْ ‫س ِن ِإ‬
ْ ‫ ِمنْ ُح‬ 

“Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.”

ِ ‫ب َأل ِخ ْي ِه َما يُ ِح ُّب لِنَ ْف‬


‫س ِه‬ َّ ‫الَ يُْؤ ِمنُ َأ َح ُد ُك ْم َحتَّى يُ ِح‬

“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu
yang ia cintai untuk dirinya”.

Imam Abu Qashim al-Qusyairi berkata, “Diam pada waktunya, merupakan sifat dari seorang lelaki,
sebagaimana bicara pada tempatnya juga merupakan sebaik-baiknya amalan”

Ia menambahkan, “ aku mendengar Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “Baarang siapa membisu akan
kebenaran, maka ia seperti setan yang bisu.” Demikianlah perkataan ini banyak dikutip di dalam kitab
‘hilliyat Al-Auliya’ karanagan imam Al-Ashfahani,

Hadits ke-16:

Jangan Marah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah.” Lelaki itu
mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (selalu) menjawab,
“Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhari)

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah Saw,.:” janganlah engkau marah” maksudnya janganlah engkau habiskan energimu
hanya untuk melampiaskan kemarahanmu. Larangan ”marah” disini bukan berarti seseorang dilarang
sama sekali untuk marah, karna bagaimanapun juga sifat “marah” itu sudah menyatu dalam watak
manusia, dan oleh karenanya, ia tidak bisa menghindarinya (menolaknya).
Dalam sabda Rasulullah Saw. Yang lain, disebutkan bahwa seorang lelaki menemui beliau, lalu
berkata, “wahai Rasulullah, ajarkanlah aku sebuah ilmu yang dapat mendekatkanku kepada surga dan
menjauhkanku dari api neraka.”
Rasulullah Saw. Kemudian bersabda,” janganlah marah, maka bagimu surga.” (HR.Thabrani)

Hadits ke-17:

Cara Berbuat Baik

“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak
membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka
sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah
hewan yang akan disembelih.”  (HR. Muslim)
Penjelasan Hadits:
sabda Rasulullah Saw.:” Sesungguhnya, Allah Swt. Memerintahkan berbuat baik terhadap segala
sesuatu.” Sebagian yang dimaksud dengan ”berbuat baik (ihsan) dalam penggalan hadits ini adalah
Ketika meng-qishash pembunuh muslim, seyogyinya menggunakan pisau yang tajam.
Demikian pula, Ketika hendak menyembelih binatang sembelihan, pisaunya harus ditajamkan terlebih
dahulu. Janganlah engkau melaepaskan pisaunya sebelum hewan itu benar-benar sudah tidak
bernyawa. Jangan pula, engkau mengasah pisaunya di hadapan hewan itu, dan sebelum engkau
menyembelihnya, berilah minum.
Dan, yang perlu di catat, janganlah engkau menyembelih hewan yang tengah menyusui dan memiliki
anak, sampai anaknya tersebut sudah tidak menyusui lagi. Dan pula Sebagian ulama yang berpendapat
bahwa janganlah kalian menyembelih hewan dengan posisi menghadap hewan yang lain
Hadits ke-18

Takwa Kepada Allah Swt.

Dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada
Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan
akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR.
Tirmidzi, ia mengatakan haditsnya itu hasan dalam sebagian naskah disebutkan bahwa hadits ini
hasan shahih)

Bertakwa dan berakhlak mulia, itulah yang paling menyebabkan banyak yang masuk surga.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

ِ ُ‫ال « تَ ْق َوى هَّللا ِ َو ُحسْنُ ْال ُخل‬


‫ق‬ َ َ‫اس ْال َجنَّةَ فَق‬
َ َّ‫ ع َْن َأ ْكثَ ِر َما يُ ْد ِخ ُل الن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫» ُسِئ َل َرسُو ُل هَّللا‬.
‫ال « ْالفَ ُم َو ْالفَرْ ُج‬ َ َّ‫» َو ُسِئ َل ع َْن َأ ْكثَ ِر َما يُ ْد ِخ ُل الن‬
َ َّ‫اس الن‬
َ َ‫ار فَق‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan


seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.”
Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau,
“Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Takwa asalnya adalah menjadikan antara seorang hamba dan seseutu yang ditakuti suatu penghalang.
Sehingga takwa kepada Allah berarti menjadikan antara hamba dan Allah suatu benteng yang dapat
menghalangi dari kemarahan, murka dan siksa Allah. Takwa ini dilakukan dengan melaksanakan
perintah dan menjauhi maksiat.
Namun takwa yang sempurna kata Ibnu Rajab Al Hambali adalah dengan mengerjakan kewajiban,
meninggalkan keharaman dan perkara syubhat, juga mengerjakan perkara sunnah, dan meninggalkan
yang makruh. Inilah derajat takwa yang paling tinggi.
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,

َ ‫ َوأ َّدوْ ا َما ا ْفتُ ِر‬، ‫ال ُمتَّقُوْ نَ اتَّقَوا َما حُرِّ َم َعلَ ْي ِه ْم‬
‫ض َعلَ ْي ِه ْم‬
“Orang yang bertakwa adalah mereka yang menjauhi hal-hal yang diharamkan dan menunaikan
berbagai kewajiban.”
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata,

ُ ْ‫ َولَ ِك ْن تَ ْق َوى هللاِ تَر‬، َ‫ َوالتَّ ْخلِي ِْط فِ ْي َما بَ ْينَ َذلِك‬، ‫ َوالَ بِقِيَ ِام اللَّي ِْل‬، ‫ار‬
، ُ‫ك َما َح َّر َم هللا‬ ِ ِ‫ْس تَ ْق َوى هللاِ ب‬
ِ َ‫صيَ ِام النَّه‬ َ ‫لَي‬
‫ فَهُ َو َخ ْي ٌر ِإلَى خَ ي ٍْر‬، ً‫ك َخيْرا‬ َ ِ‫ق بَ ْع َد َذل‬ ِ ‫فَ َم ْن ر‬، ُ‫ض هللا‬
’َ ‫ُز‬ َ ‫َوَأدَا ُء َما ا ْفت ََر‬

“Takwa bukanlah hanya dengan puasa di siang hari atau mendirikan shalat malam, atau melakukan
kedua-duanya. Namun takwa adalah meninggalkan yang Allah haramkan dan menunaikan yang
Allah wajibkan. Siapa yang setelah itu dianugerahkan kebaikan, maka itu adalah kebaikan pada
kebaikan.”
Thalq bin Habib rahimahullah mengatakan,

ِ‫ْصيَةَ هللاِ َعلَى نُوْ ٍر ِمنَ هللا‬ َ ‫ َوَأ ْن تَ ْت ُر‬، ِ‫اب هللا‬
ِ ‫ك َمع‬ َ ‫ تَرْ ج ْ’ُو ثَ َو‬، ِ‫ َعلَى نُوْ ٍر ِمنَ هللا‬، ِ‫التَّ ْق َوى َأ ْن تَ ْع َم َل بِطَا َع ِة هللا‬
ِ‫اب هللا‬َ َ‫تَخَافُ ِعق‬

“Takwa berarti engkau menjalankan ketaatan pada Allah atas petunjuk cahaya dari Allah dan
engkau mengharap pahala dari-Nya. Termasuk dalam takwa pula adalah menjauhi maksiat atas
petunjuk cahaya dari Allah dan engkau takut akan siksa-Nya.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika menafsirkan ayat “bertakwalah pada Allah dengan sebenar-
benarnya takwa” yang terdapat dalam surah Ali Imran ayat 102, beliau berkata,

‫ َوَأ ْن يُ ْش َك َر فَالَ يُ َكفَّ ُر‬، ‫ َوي ُْذ َك ُر فَالَ يُ ْن َسى‬، ‫صى‬


َ ‫َأ ْن يُطَا َع فَالَ يُ ْع‬
 “Maksud ayat tersebut adalah Allah itu ditaati, tidak bermaksiat pada-Nya. Allah itu terus diingat,
tidak melupakan-Nya. Nikmat Allah itu disyukuri, tidak diingkari.” (HR. Al-Hakim secara marfu’,
namun mauquf lebih shahih, berarti hanya perkataan Ibnu Mas’ud). Yang dimaksud bersyukur
kepada Allah di sini adalah dengan melakukan segala ketaatan pada-Nya.
Adapun maksud mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya adalah selalu mengingat Allah dengan
hati pada setiap gerakan dan diamnya, begitu saat berucap. Semuanya dilakukan hanya untuk meraih
pahala dari Allah. Begitu pula larangan-Nya pun dijauhi. (LihatJami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:397-
402)

Hadits Ke-19

Nasihat Nabi Kepada Ibnu Abas


Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Pada suatu hari aku
pernah berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, ‘Wahai anak
muda! Sesungguhnya aku akan mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Jagalah Allah, niscaya
Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika
engkau mau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau mau meminta pertolongan, mintalah
kepada Allah. Ketahuilah apabila semua umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu
dengan sesuatu, maka mereka tidak bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu
yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya mereka pun berkumpul untuk menimpakan
bahaya kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak dapat membahayakanmu kecuali dengan
sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena-pena (pencatat takdir) telah diangkat dan lembaran-
lembaran (catatan takdir) telah kering.’” (HR. Tirmidzi, dan ia berkata bahwa hadits ini hasan
shahih).

Dalam riwayat selain riwayat Tirmidzi, “Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di
hadapanmu. Kenalilah Allah di saat senang, niscaya Allah mengenalmu di saat susah. Ketahuilah,
bahwa apa saja yang luput darimu, maka tidak akan pernah menimpamu. Dan apa yang menimpamu,
maka tidak akan pernah luput darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran, kelapangan
itu bersama kesulitan, dan bersama kesulitan itu ada kemudahan.”

Yang dimaksud menjaga hak Allah di sini adalah menjaga batasan-batasan, hak-hak, perintah, dan
larangan-larangan Allah.
Bentuk menjaga hak Allah seperti:
Menjalankan shalat, bahkan ini adalah bentuk perkara yang paling penting untuk dijaga.
Menjaga bersuci, karena bersuci adalah pembuka shalat.
Menjaga kepala dan perut. Bentuk menjaga kepala adalah menjaga pendengaran, penglihatan dan
lisan dari berbagai keharaman. Sedangkan bentuk menjaga perut adalah menjaga apa yang ada di
dalamnya yaitu menjaga hati dari perkara haram, serta menjaga perut dari dimasuki makanan dan
minuman yang haram.
Menjaga lisan dan kemaluan.
Belajar ilmu agama sehingga bisa menjalankan ibadah dan muamalah dengan baik, serta berdakwah
dengan ilmu untuk diajarkan pada yang lain.
Balasan dari menjaga hak Allah adalah akan mendapatkan penjagaan dari Allah, di antara bentuknya:
Allah akan menjaga untuk urusan dunianya, akan diberi penjagaan pada badan, anak, keluarga, dan
harta.
Jika ia menjaga hak Allah pada waktu muda dan kuat, Allah akan menjaganya pada waktu tua dan
lemah.
Keturunannya akan dijaga.
Akan dijaga dari gangguan jahat.
Allah akan menjaga agama dan iman, serta diselamatkan dari syubhat dan syahwat.
Kalimat hadits “Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu”, maksudnya
adalah siapa yang menjaga aturan Allah dan memperhatikan hak-Nya, ia akan mendapati Allah dalam
setiap keadaan, di mana Allah akan menolong, menjaga, dan memberi taufik padanya. Hal ini
sebagaimana ayat,

َ‫ِإ َّن هَّللا َ َم َع الَّ ِذينَ اتَّقَوْ ا َوالَّ ِذينَ هُ ْم ُمحْ ِسنُون‬
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat
kebaikan.” (QS. An-Nahl: 128). Yang dimaksud di sini adalah ma’iyah khashshah yaitu kebersamaan
yang khusus, konsekuensinya Allah beri pertolongan dan penjagaan.
Adapun bagian hadits “Kenalilah Allah di saat senang, niscaya Allah mengenalmu di saat susah”,
maka ada bentuk mengenal Allah terbagi dua:
Mengenal Allah secara umum yaitu membenarkan dan beriman sebagaimana yang dilakukan
umumnya orang beriman.
Mengenal Allah secara khusus yaitu segala kecondongan hati hanya kepada Allah.
Adapun balasannya dengan Allah mengenal kita, ada dua macam:
Allah mengenal secara umum dengan mengilmui dan mengetahui kita secara lahir dan batin.
Allah mengenal secara khusus dengan mencintai, mengabulkan doa, menyelamatkan kita kala
mengalami kesulitan.
Adapun bagian hadits “Jika engkau mau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau mau meminta
pertolongan, mintalah kepada Allah”, ini sama maknanya dengan ayat,

ُ‫ِإيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َوِإيَّاكَ نَ ْست َِعين‬


“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.”
(QS. Al-Fatihah: 5)
Kalimat ini “Pena-pena (pencatat takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran (catatan takdir) telah
kering” menunjukkan bahwa takdir sudah dicatat seluruhnya.
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menerangkan ada dua tingkatan seorang mukmin dalam
menghadapi musibah: (1) ridha pada takdir, (2) sabar dalam menghadapi musibah. Bedanya, sabar itu
menahan diri dari murka, namun tetap masih merasakan sakit; sedangkan ridha itu hatinya lapang
dalam menerima takdir, dan rasa yakinnya begitu besar hingga mengalahkan rasa sakitnya.
Lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:488.
Hadits Ke-20
Jika Tidak Malu
Kerjakan Sekehendakmu

Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshari Al-Badri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ‘Sesungguhnya di antara perkataan kenabian
terdahulu yang diketahui manusia ialah jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu!’”
(HR. Bukhari).

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah Saw,.:” Apabila engkau tidak malu, maka kerjakanlah apa yang engkau kehendaki.”
Maksudnya adalah apabila engkau hendak melakukan sesuatu, jika itu tidak menjadikanmu malu
kepada Allah Swt. Maka lakukanlah demikian pula, apaila engkau tidak malu kepada manusia, maka
lakukanlah, sebaliknya, apabila engkau malu. Janganlah engkau kerjakan. Hadits ini sebenarnya
merupakan titik pusat dari ajaran islam.
Sebagian ulama menafsirkan hadits tersebut dengan mengatakan, “Apabila engkau tidak merasa malu
kepada Allah Swt. Dan juga tidak merasa di awasi oleh-Nya, maka kerjakanlah apa yang engkau
kehendaki, sesuka hatimu,” Arti perintah “ kerjakanlah” ini, bila dipahami sejatinya bukanlah
menunjukkan pada makna “ diperbolehkan” (lil ibhat) melakukan sesuatu perbuatan tersebut,
melainkan lebih kepada “ancaman” (lil tahdid).
Muatan perintah semacam ini, seprti dalam firman Allah Swt.

‫اِعْ َملُ ْوا َما شِ ْئ ُت ْم ۙ ِا َّن ٗه ِب َما َتعْ َملُ ْو َن بَصِ ْي ٌر‬
“….. Lakukanlah apa yang kamu kehendaki. Sesungguhnya dia maha melihat apa yang kamu
kerjakan.” (Qs. Fussilat ayat 40)

Dan juga firman-Nya:

‫ك‬ َ ِ‫ َوا ْستَ ْف ِز ْز َم ِن ا ْستَطَعْتَ ِم ْنهُ ْم ب‬ 


َ ِ‫صوْ ت‬
“Dan, perdayakanlah siapa saja di antara mereka yang engkau (iblis)sanggup dengan suaramu
(yang memukau) (Qs. Al-Isra: 64)

Hadits Ke-21
Istiqomahlah!

Dari Abu ‘Amr—ada yang menyebut pula Abu ‘Amrah—Sufyan bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata, “Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang
aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah:
aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim)

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah.:” katakanlah, aku beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah.” Maksudnya
adalah beriman dan beristiqomahlah, sebagaimana yang telah kuperintahkan dan kularang.
Makna istiqomah di sini adlah senantiasa konsisten melakukan kewajiban-kewajiban, dan menjauhi
larangan-larangan yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Qur’an, Allah Swt.
Berfirman:

‫ك‬ َ ‫فَا ْستَقِ ْم َك َمٓا اُ ِمرْ تَ َو َم ْن ت‬


َ ‫َاب َم َع‬

“maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga)
orang yang telah taubat bersertamu…. (Qs. Hud :112)

ُ‫اِ َّن الَّ ِذ ْينَ قَالُوْ ا’ َربُّنَا هّٰللا ُ ثُ َّم ا ْستَقَا ُموْ ا تَتَنَ َّز ُل َعلَ ْي ِه ُم ْال َم ٰۤل ِٕى َكة‬ 

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka” (Qs.
Fussilat :30)

Maksudnya, malaikat akan turun kepada mereka, lketika mereka sudah meninggal, dengan
mengambbarkan kabar gembira, yaitu sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt.:

َ‫اَاَّل تَخَافُوْ ا َواَل تَحْ َزنُوْ ا’ َواَب ِْشرُوْ ا بِ ْال َجنَّ ِة الَّتِ ْي ُك ْنتُ ْم تُوْ َع ُدوْ ن‬
 “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (Qs. Fussilat :30)

Para Ahli tafsir berkata, “Ketika mereka diberi kabar oleh malaikat bahwa mereka telah mendapatkan
surga, mereka mengatakan, ‘lalu, bgaimana dengan keadaan anak-anak kami, apa yang mereka
makan? Dan, bagaimana keadaan mereka sepeninggalan kami?”

Maka Allah Swt. Menjawab pertanyaan mereka itu dengan berfirman:

‫نَحْ نُ اَوْ لِيَ ۤاُؤ ُك ْ’م فِى ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا َوفِى’ ااْل ٰ ِخ َر ِة‬

Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat ( Qs. Fussilat :31)

Maksudnya, kami-Lah (Allah) yang mengurus mereka sepeninggalan kalian. Maka, tenanglah, jangan
kalian risau

Hadits Ke-22

Mencukupkan Amal Fardhu

Dari Abu ‘Abdillah Jarir bin ‘Abdillah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Bagaimana pendapat Anda
(kabarkan padaku), apabila aku mengerjakan shalat-shalat fardhu, puasa di bulan Ramadhan,
menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, dan aku tidak menambahnya sedikit pun dari
itu, apakah aku akan masuk surga?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” (HR.
Muslim).

Makna “Aku mengharamkan yang haram”, ialah aku menjauhinya. Dan makna “Aku menghalalkan
yang halal” ialah aku menghalalkannya lalu melakukannya dengan meyakini kehalalannya. 
Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah Saw.: “ bagaimana pendapat engkau ya Rasulullah apabila…..” maksudnya adalah
berilah aku suatu kabar.
Sabda Rasulullah Saw.:” menghalalkan yang halal,” maksudnya adalah lakukanlah kewajiban-
kewajiban (agama), apabila engkau meyakini ia halal dilakukan.
Sabda Rasulullah Saw.:” mengharamkan yang haram” maksudnya adalah jangan kau lakukan hal-hal
yang bila kau Yakini itu dilarang oleh agama.
Sabda Rasulullah Saw.: “ ya” maksudnya adalah barang siapa hanya melakukan perkara yang
ditanyakan oleh lekaki tersebut, makai a akan masuk surga.

Hadits Ke-23:

Bacaan Dan Perbuatan

Yang Berkualitas

Dari Abu Malik Al-Harits bin ‘Ashim Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bersuci itu sebagian dari iman, ucapan
alhamdulillah (segala puji bagi Allah) itu memenuhi timbangan. Ucapan subhanallah (Mahasuci
Allah) dan alhamdulillah (segala puji bagi Allah), keduanya memenuhi antara langit dan bumi.
Shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti nyata, kesabaran adalah sinar, Al-Qur’an adalah hujjah
yang membelamu atau hujjah yang menuntutmu. Setiap manusia berbuat, seakan-akan ia menjual
dirinya, ada yang memerdekakan dirinya sendiri, ada juga yang membinasakan dirinya sendiri.’”
(HR. Muslim)

Penjelasan Hadits:
Bersuci yang dimaksudkan adalah meninggalkan kesyirikan, dosa, dan maksiat serta berlepas diri
darinya. Bisa pula diartikan bersuci di sini dengan wudhu untuk shalat karena wudhu adalah syarat
sah shalat. Sedangkan penyebutan iman kadang dimaksudkan untuk shalat seperti dalam ayat,

ِ ُ‫َو َما َكانَ هَّللا ُ لِي‬


‫ضي َع ِإي َمانَ ُك ْ’م‬
“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.” (QS. Al-Baqarah: 143)
Ath-thuhur artinya perbuatan untuk bersuci, sedangkan ath-thohur artinya air yang digunakan untuk
bersuci. Sama seperti kata al-wudhu artinya perbuatan berwudhu, sedangkan al-wadhu artinya air
yang digunakan untuk berwudhu.
Bacaan alhamdulillah memenuhi timbangan. Sedangkan bacaan subhanallah dan alhamdulillah
memenuhi langit dan bumi, bisa jadi dengan dua bacaan tersebut bersama-sama atau salah satunya.
Tasbih berarti menyucikan Allah dari berbagai kekurangan. Sedangkan tahmid adalah menyifatkan
Allah dengan berbagai sifat kesempurnaan.
Shalat adalah cahaya, yaitu cahaya pada hati dan cahaya pada wajah. Cahaya ini adalah hidayah dan
juga akan menjadi cahaya pada h+ari kiamat.
Sedekah adalah bukti benarnya iman seseorang karena biasanya jiwa bersifat pelit dengan harta. Sifat
orang munafik biasa beramal atas dasar riya’. Ia sulit bersedekah karena pelitnya pada harta.

Sabar sendiri mencakup tiga hal, yaitu sabar dalam ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar
dalam menghadapi takdir yang menyakitkan. Orang bisa bersabar menandakan akan kuatnya iman
dan pandangannya yang bagus (bercahaya)+, sehingga disebutlah sabar itu dhiya’ (cahaya).
Al-Qur’an itu bisa jadi pendukung kita atau akan menuntut kita. Al-Qur’an bisa menjadi pendukung
jika kita membenarkan, menjalankan perintah, dan menjauhi larangan yang ada di dalamnya, serta
membacanya dengan benar. Sebaliknya Al-Qur’an akan menuntut kita ketika kita berpaling darinya
dan tidak menjalankan sebagaimana yang dituntut.
pada neraka.

Hadits ke-24

Allah Swt.

Mengharamkan Kezhaliman
Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
meriwayatkan dari Allah ‘azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah berfirman:“Wahai hamba-Ku,
sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram
di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi. Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat
kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kalian minta petunjuk kepada-Ku,
pasti Aku memberinya.Wahai hamba-Ku, kalian semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang
Aku beri makan, maka hendaklah kalian minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai
hamba-Ku, kalian semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah
kalian minta pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya.Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian
berbuat dosa pada waktu malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka
mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian.Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian
tidak akan dapat membinasakan-Ku dan kalian tak akan dapat memberikan manfaat kepada-Ku.
Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia
dan jin, mereka itu bertakwa seperti orang yang paling bertakwa di antara kalian, tidak akan
menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara
kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara
kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.Wahai hamba-Ku, jika orang-orang
terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini
meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi
apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut.Wahai
hamba-Ku, sesungguhnya inilah amal perbuatan kalian. Aku catat semuanya untuk kalian, kemudian
Kami akan membalasnya.
Maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah dan barang
siapa mendapatkan selain dari itu, maka janganlah sekali-kali ia menyalahkan kecuali dirinya
sendiri.” (HR. Muslim)
 
Penjelasan Hadits:
Dalam hadits ini, Allah Ta’ala berfirman, “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan
kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah
kalian saling menzalimi.”
Berikut adalah perkataan Syaikh Abdul Muhsin dalam Fath Al-Qawi, “Kezaliman adalah meletakkan
sesuatu bukan pada tempatnya. Allah telah mengharamkan kezaliman atas dirinya dan
menghalanginya dari dirinya. Padahal Allah itu memiliki qudrah (kemampuan), namun tidak ada
kezaliman dari Allah selamanya. Hal ini disebabkan kesempurnaan keadilan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,

‫َو َما هَّللا ُ ي ُِري ُد ظُ ْل ًما لِ ْل ِعبَا ِد‬


“Dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Mukmin:
31)

‫َو َما َربُّكَ بِظَاَّل ٍم لِ ْل َعبِي ِد‬


“Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menzalimi hamba-hambaNya.” (QS. Fushshilat: 46)

ْ َ‫إ َِّن هَّللا َ اَل ي‬


َ َّ‫ظلِ ُم الن‬
‫اس َش ْيًئا‬
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun.” (QS. Yunus: 44)

ْ َ‫إ َِّن هَّللا َ اَل ي‬


َ َ‫ظلِ ُم ِم ْثق‬
‫ال َذ َّر ٍة‬
“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah.” (QS. An Nisaa’: 40)

‫ت َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن فَاَل يَخَافُ ظُ ْل ًما َواَل هَضْ ًما‬


ِ ‫َو َم ْن يَ ْع َملْ ِمنَ الصَّالِ َحا‬
“Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak
khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.”
(QS. Thaha: 112).
Maksudnya adalah tidak perlu takut (gusar) dengan kebaikan yang berkurang ataupun kejelekan yang
bertambah atau pula akan ditimpakan kejelekan dari orang lain. Ayat-ayat di atas dijelaskan tentang
dinafikannya (ditiadakannya) kezaliman dari Allah Ta’ala, maka ini mengandung adanya penetapan
sifat keadilan yang sempurna dari Allah Ta’ala. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata,“Allah
menciptakan perbuatan hamba, di dalamnya terdapat suatu bentuk kezaliman yang dilakukan oleh
hamba tersebut, maka ini tidaklah berarti Allah juga bersifat zalim.

Hadits Ke-25

Amal-amalan

Yang Bernilai Sedekah


Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada sejumlah orang sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang
kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat,
mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta
mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi
kalian jalan untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih merupakan sedekah, setiap takbir
merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, mengajak
pada kebaikan (makruf) adalah sedekah, melarang dari kemungkaran adalah sedekah, dan
berhubungan intim dengan istri kalian adalah sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimana bisa salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya lalu mendapatkan pahala
di dalamnya? Beliau bersabda, “Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan di
jalan yang haram, bukankah akan mendapatkan dosa? Demikianlah halnya jiak hal tersebut diletakkan
pada jalan yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Penjelasan Hadits:

Sabda Rasulullah Saw.: “ apakah jika seseorang di antara kami melampiaskan syahwatnya akan
mendapatkan pahala? Beliau menjawab,’apakah kamu tahu jika meletakan syahwatnya pada tempat
yang haram, mendapat dosa? Maksudnya, ketahuilah bahwa sesungguhnya syahwat jima’ itu
merupakan syahwat yang paling di sukai para nabi dan orang-rang shalih

Mengapa? Sebab, di dalam syahwat jima’, terdapat kemaslahatan agama dan dunia sekaligus seperti
dapat menjaga pandangan, menahan syahwat zina, dan mendapatkan keturunan. Dan, dengan yang
disebut terakhir, dapat bermanfaat untuk memakmurkan dunia, serta memperbanyak populasi umat
(manusia), hingga hari kiamat kelak.

Di samping itu, apabila syahwat-syahwat yang lain itu dapat mengakibatkan kerasnya hati,maka tidak
demikian dengan syahwat jima’ ini. Ia malah dapat melembutkan hati.
Hadits ke-26

Tiap Hari Mesti Bersedekah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedakah setiap harinya mulai matahari terbit.
Memisahkan (menyelesaikan perkara) antara dua orang (yang berselisih) adalah sedekah. Menolong
seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya
adalah sedekah. Berkata yang baik juga termasuk sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk
menunaikan shalat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah.”
(HR.Bukhari dan Muslim).

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah Saw.:” setiap anggota dari manusia itu ada nilai sedekahnya atasnya.”
Maksudnya, kata “as-sulama” (anggota dari manusia) adalah anggota badan manusia. Disebutkan
bahwa dalam diri manusia, terdapat 360 anggota badan, dan setiap-tiap anggota badan memiliki nilai
sedekah setiap harinya. Setiap amal kebaikan, mulai dari mengucapkan kalimat tasbih, tahlil, takbir,
atau jejak Langkah yang digunakan untuk berjalan menuju shalat ia lah sedekah. Barang siapa
melaksanakan (salah satu) kebaikan ini di awal hari, maka pada hari itu, ia telah menunaikan zakat
badannya. Dan, anggota badan yang lain sudah gugur untuk menunaikannya (dianggap telah
menunaikannya)

Hadits Ke-27

Minta Fatwa Pada Hati

Tentang Kebaikan dan Dosa


Dari An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Al-birr adalah husnul khuluq (akhlak yang baik). Sedangkan al-itsm adalah apa yang
menggelisahkan dalam dirimu. Engkau tidak suka jika hal itu nampak di hadapan orang lain.” (HR.
Muslim)

Dari Wabishah bin Ma’bad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, ‘Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan dan
dosa?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Mintalah fatwa kepada
hatimu. Kebajikan itu adalah apa saja yang jiwa merasa tenang dengannya dan hati merasa tentram
kepadanya, sedangkan dosa itu adalah apa saja yang mengganjal dalam hatimu dan membuatmu ragu,
meskipun manusia memberi fatwa kepadamu.’” (Hadits hasan. Kami meriwayatkannya dalam dua
kitab Musnad dua orang imam: Ahmad bin Hambal dan Ad-Darimi dengan sanad hasan)
 

Penjelasan Hadits:

Hadits Ke-28

Ikutlah Sunnah, Tinggalkanlah

Bid’ah, dan Taatlah pemimpin


Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang membuat hati menjadi
bergetar dan mata menangis, maka kami berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sepertinya ini adalah wasiat
dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah wasiat kepada kami.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat
meskipun kalian dipimpin seorang budak. Sungguh, orang yang hidup di antara kalian
sepeninggalku, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, wajib atas kalian
berpegang teguh pada sunnahku dan Sunnah khulafaur rosyidin al-mahdiyyin (yang mendapatkan
petunjuk dalam ilmu dan amal). Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, serta jauhilah
setiap perkara yang diada-adakan, karena setiap bidah adalah sesat.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi,
ia berkata bahwa hadits ini hasan sahih).

Penjelasan Hadits:

Perkataan Abu Najih al-‘Irbadh dalam redaksi: “ Rasulullah memberi nasihat kepada Kami”, bahwa
yang dimaksud”nasihat” itu adalah “ringan atau meringankan”. Sedngkan redaksi “mencucurkan air
mata” bermakna menangis dan terharu.

Sabda Rasulullah Saw.:”bermakna menangis dan terharu. Maksdunya, apabila di antara kalian terjadi
suatu perbedaan doa yang sesungguhnya (hakikat doa), melainkan lebih kepada kebiasaan orang arab
Ketika bercakap-cakap dan kebiasaan yang demikian ini, cenderung mengatntarkan lisan-lisan mereka
terjebak pada ‘kejahatan-kejahatan lisan’ yang dapat mencampuri urusan orang lain, atau
menggosipkan perkara-prerkara orang lain.

Hadits Ke-29

Mulianya Perkara Shalat dan Menjaga Lisan


Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah!
Beritahukanlah kepadaku amal perbuatan yang dapat memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari
neraka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh, engkau bertanya tentang perkara yang
besar, tetapi sesungguhnya hal itu adalah mudah bagi orang yang Allah mudahkan atasnya: Engkau
beribadah kepada Allah dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan
shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan pergi haji ke Baitullah.’ Kemudian Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Maukah engkau aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan? Puasa
adalah perisai, sedekah itu memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalatnya
seseorang di pertengahan malam.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman
Allah, ‘Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya’, sampai pada firman Allah ‘yang mereka
kerjakan.’ (QS. As-Sajdah: 16-17). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Maukah
engkau aku jelaskan tentang pokok segala perkara, tiang-tiangnya, dan puncaknya?’ Aku katakan,
‘Mau, wahai Rasulullah!’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Pokok segala perkara adalah
Islam, tiang-tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, ‘Maukah kujelaskan kepadamu tentang hal yang menjaga itu semua?’ Aku
menjawab, ‘Mau, wahai Rasulullah!’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab lalu memegang
lidah beliau dan bersabda, ‘Jagalah ini (lisan)!’ Kutanyakan, ‘Wahai Nabi Allah, apakah kita akan
disiksa dengan sebab perkataan kita?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Semoga ibumu
kehilanganmu! (kalimat ini maksudnya adalah untuk memperhatikan ucapan selanjutnya). Tidaklah
manusia tersungkur di neraka di atas wajah atau di atas hidung mereka melainkan dengan sebab lisan
mereka.’” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih).
Hadits Ke-30

Larangan Menyia-nyiakan

kewajiban dan Melewati Batas

Dari Abu Tsa’labah Al-Khusyanni Jurtsum bin Nasyir radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan beberapa kewajiban maka janganlah engkau
menyepelekannya, dan Dia telah menentukan batasan-batasan maka janganlah engkau melanggarnya, dan Dia
telah pula mengharamkan beberapa hal maka janganlah engkau jatuh ke dalamnya. Dia juga mendiamkan
beberapa hal–karena kasih sayangnya kepada kalian bukannya lupa–, maka janganlah engkau membahasnya.”
(Hadits hasan, HR. Ad-Daruquthni dan selainnya) 

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah: :” Dia telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kalian
melanggarnya.” Maksudnya adalah janganlah sekali-kali kalian melakukan perbuatan yang telah
diharamkan Allah Swt.
Sabda Rasulullah:” dan dia diam ( tidak membicarakan) tentang beberapa perkara, sebagai rahmat
bagi kalian.” Ulasan makna penggalan redaksi hadits ini sudah saya jelaskan di pembahasan
sebelumnya,

Hadits Ke-31
Perbuatan Yang Dicintai
Allah Swt. Dan Manusia

Dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ada seseorang datang kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu
amal yang apabila aku lakukan, Allah mencintaiku dan manusia juga mencintaiku.” Beliau menjawab,
“Zuhudlah di dunia, maka Allah akan mencintaimu. Begitu pula, zuhudlah dari apa yang ada di
tangan manusia, maka manusia akan mencintaimu.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan
selainnya dengan sanad hasan).

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah: “ Tinggalkanlah (kemewahan) Dunia ( zuhud), maka Allah akan mencintaimu.” Makna
zuhud adalah meningglakan sesuatu (kemewahan dunia) yang dibutuhkan meskipun hal itu halal, dan
mencukupkan diri dengan sesuatu yang ia anggap cukup. Sementara, yang di maksud wara’I adalah
meninggalkan perkara-perkara yang masih belum jelas atau masih ragu akan kehilangannya.

Para ulama mengatakan,” secerdik-cerdiknya manusia itu adalah orang-orang zuhud. Sebab, mereka itu
mencintai apa yang dicintai Allah Swt. Dan membenci apa yang dibenci oleh Allah, dalam urusan duniawi,
sehingga hal ini membuat diri mereka merasa tenang. Hal ini sebagaimana di tegaskan oleh imam al-Baghawi
Ketika ia menafsirkan firman Allah Swt.

 ۗ‫ َوفَ ِرحُوْ ا’ بِ ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَ ۗا‬ 


“….Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia…..” (Qs. Ar-Rad:26)
Ia mengatakan bahwa yang dimaksud “dunia” dalam ayat tersebut ialah dunia yang tercela (ad-dunya
al-madzmumah), yaitu mencari tambahan harta, padahal apa yang ia miliki sudah cukup. Ini tentunya
akan berbeda dengan pengertian mencari harta secara cukup dengan tujuan agar kebutuhan dirinya
bisa tercukupi, dan yang seperti ini hukumannya malah wajib.

Hadits ke-32
Larangan Berbuat Bahaya
Terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain

Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh memberikan mudarat tanpa
disengaja atau pun disengaja.” (Hadits hasan, HR. Ibnu Majah, no. 2340; Ad-Daraquthni no. 4540,
dan selain keduanya dengan sanadnya, serta diriwayatkan pula oleh Malik dalam Al-Muwaththa’ no.
31 secara mursal dari Amr bin Yahya dari ayahnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa
menyebutkan Abu Sa’id, tetapi ia memiliki banyak jalan periwayatan yang saling menguatkan satu
sama lain).
Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah Saw.:” Tidak Boleh Memudharatkan orang”. Maksudnya, janganlah engkau
memudharatkan (membahayakan) orang lain tanpa alas an yang hak (benar), dan juga janganlah
berbuat jahat kepada Orang lain.
Sabda Rasulullah:” dan jangan mau dimudharatkan orang” maksudnya, janglah engkau
memudharatkan orang yang memudharatimu. Apabila salah seorang menyakitimu, janganlah engkau
balas. Dan apabila engkau dipukul, janganlah engkau balik memukulnya, tetapi mintalah hal
balasanmu kepada seorang hakim.

Hadits ke-33
Manfaat bukti dan sumpah

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Seandainya setiap manusia dipenuhi tuntutannya, niscaya orang-orang akan menuntut harta dan
darah suatu kaum. Namun, penuntut wajib datangkan bukti dan yang mengingkari dituntut
bersumpah.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Al-Baihaqi seperti ini dan sebagiannya ada dalam
Bukhari dan Muslim)

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah Saw.: “ orang yang menuntut harus harus memberikan bukti, dan orang yang ingkar harus
bersumpah.” Maksudnya, alas an mengapa seorang pendakwa (penuntut) itu diharuskan mendatangkan suatu
bukti (al-bayinah) atas sengketa yang ia tuntut, karena apa yang ia tuntut itu pada dasarnya berbeda denga napa
yang terlihat secara kasat mata ( zahir), dan memeng pada dasarnya seseorang itu terbebeas dari segala hal
tuduhan hingga terbukti apa yang dituduhkan oleh pendakwa atau yang didalam kaidah ushul fiqh lbih dikenal
dengan sebutan “al-ashlu baratud dzimmah”.
Hadits Ke- 34

Cara Mengubah

Perbuatan Mungkar

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan
tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan
itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Penjelasan Hadits:

 man ra-a: siapa yang melihat, maknanya adalah siapa yang mengetahui, walaupun
tidak melihat secara langsung, bisa jadi hanya mendengar berita dengan yakin atau
semisalnya.
 munkaran: segala yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam, pelakunya diingkari untuk melakukannya. Kemungkaran di sini disyaratkan:
(1) jelas kemungkaran yang disepakati oleh pihak yang mengingkari dan yang
diingkari; atau (2) orang yang diingkari punya hujah yang lemah.
 minkum: yang dilihat dari kaum muslimin yang sudah mukallaf (yang sudah dikenai
beban syariat).
 fal-yughayyirhu biyadihi: maka hendaklah mengubah dengan tangannya. Contoh,
seseorang yang punya kuasa–misal: ayah pada anak–, ia melihat anaknya memiliki
alat musik (tentu tidak boleh digunakan), maka ayahnya menghancurkannya.
 fainlam yas-tathi’ fa bi lisaanih: jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya.
Yang mengingkari tetap bersikap hikmah dengan tetap melarang. Mengingkari
dengan lisan termasuk juga mengingkari dengan tulisan.
 fabi-qalbihi: mengingkari dengan hatinya, yaitu menyatakan tidak suka, benci, dan
berharap tidak terjadi.
 adh-‘aful imaan: selemah-lemahnya iman, yaitu menandakan bahwa mengingkari
dalam hati itulah selemah-lemahnya iman dalam mengingkari kemungkaran.

Hadits Ke-35
Larangan Berperangai Buruk
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli),
janganlah saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan), dan janganlah menjual di
atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara
untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan
menghina yang lain. Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali–. Cukuplah
seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu
haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’” (HR. Muslim)

Penjelasan Hadits:

Sabda Rasulullah: “ janganlah saling menghasut.” Maksud menghasut sudah kami jelaskan di awal
pembahasan ini, dan ia terbagi menjadi tiga mcam. Sementara itu makna “ najasy” adalah
meninggalkan dan menambahi, yaitu menambahi harga barang untuk menipu orang lain (pembeli),
dan ini termasuk perbuatan yang di haramkan. Sebab, ia layaknya dengan penipuan dan manipulasi.
Sabda Rasulullah.: “ janganlah saling membelakangi.” Maksudnya jagalah salah satu di antara kalian
“membiarkan” saudaranya, dan jangan pula apabila kalian bertemu memaloingkan badan,
membelakangi yang bertanda abai terhadapnya.

Hadits Ke-36
Berbuat Baik dan Manfaatnya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia orang mukmin, maka
Allah akan menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa yang
memberi kemudahan orang yang kesulitan (utang), maka Allah akan memberi kemudahan baginya di
dunia dan akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di
dunia dan di akhirat. Siapa saja yang menolong saudaranya, maka Allah akan menolongnya
sebagaimana ia menolong saudaraya. Barangsiapa yang menempuh perjalanan dalam rangka
menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. Tidaklah berkumpul
sekelompok orang di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan saling
mempelajarinya di antara mereka, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, rahmat
meliputinya, para malaikat mengelilinginya, dan Allah menyanjung namanya kepada Malaikat yang
ada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya, maka tidak akan bisa dikejar oleh nasabnya
(garis keturunannya yang mulia).” (HR. Muslim)

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah Saw.:” barang siapa menghilangkan dari orang mukin suatu kesengsaraan dari
beberapa kesengsaraan dunia, maka Allah akan menghilangkan kesengsaraannya dari berbagai
kesengsaraan hari kiamat.” Redaksi hadits ini adalah dalil diperbolehkanna membebaskan tahanan
muslim dari tangan kaum kafir, yaitu dengen memberikan tebusan kepada mereka; serta
membebaskan orang muslim dari cengkraman orang-orang zhalim, dan membebaskan mereka dari
penjara.
Dalam hadits tersebut, juga tersimpan rahasia tersembunyi lain, yang akan Nampak bila di cermati
secara baik, yaitu ada suatu janji Allah Swt. Bahwa barang siapa menghilangkan kesusahan kaum
muslim, makai a akan diberi akhir kehidupan yang baik, meninggal dalam keadaan islam. Sebab,
orang kafir di akhirat kelak tidak akan mendapatkan rahmat Allah Swt, dan tidak siapapun yang dapat
menghilangkan kesengsaraannya.
Hadits tersebut juga sebagai dalil mengenai anjuran untuk mengabdi kepada para ulama, mulazamah
dengan mereka, menemani mereka dalam berpergian, dan mengambil ilmu dari mereka.
Sabda Rasulullah Saw.: “ dan, barang siapa lamban dalam amalannya.” Maksudnya, apabila
memang ia tidak mampu cepat untuk masuk surga, maka yang diajukan adalah amalan ketaatan. Allah
Swt. Berfirman :

‫اِ َّن اَ ْك َر َم ُك ْ’م ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم‬


“…..Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa. (Qs, Al-Hujuraat : 13)

Hadits Ke-37:
Catatan Allah Swt.
Tentang Perbuatan Baik
dan Buruk
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits
yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Tabaraka wa Ta’ala. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah
menulis kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa yang
berniat melakukan kebaikan lalu tidak mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai
satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat mengerjakan kebaikan lalu mengerjakannya,
maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat hingga
perlipatan yang banyak. Jika dia berniat melakukan keburukan lalu tidak jadi mengerjakannya, maka
Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat melakukan
keburukan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu sebagai satu keburukan.” (HR. Bukhari dan
Muslim, di kitab sahih keduanya dengan lafaz ini).

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah Saw.: “ Allah mencatat di sisi-Nya dengan sepuluh kebaikan sampai tujuh
ratus kali atau hingga berlipat ganda.” Terkait dengan penjelasan hadits ini, imam al- Bazar
dalam musnadnya menuturkan bahwa amal perbuatan itu ada tujuh, yakmi dua amalan wajib;
dua amalan tetapi dihitung satu; satu amalan kebaikan tetapi dihitung sepuluh; satu amalan
yang pahalanya tak terhitung sebab yang mengetahui hanyalah Allah Swt.
Adapun dua amalan wajib itu adalah amalan kufur dan amalan iman. Pahala amalan iman
ialah surga, sedangkan pahala amalan kufur adalah neraka. Sedangnkan amalan yang dihitung
satu ialah misalnya orang yang ingin melakukan satu kebajikan, tetapi ia tidak jadi
melaksanakannya, maka Allah Memberinya satu kebaikan, sebaliknya, apabila hendak
melakukan kebutukan, dan melakukannya, makai a akan di catat satu amalan keburukan.

Hadits Ke-38:
Kehebatan Wali Allah Swt
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘slaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Barangsiapa yang menyakiti waliku, maka Aku
mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang
paling Aku cintai selain apa yang Aku wajibkan baginya. Hamba-Ku senantiasa mendekat diri
kepada-Ku dengan amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Apabila aku telah mencintainya, Aku
menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk
melihat, tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.
Jika dia meminta kepadaku, pasti aku beri. Jika dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti aku
lindungi.’” (HR. Bukhari)

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah Saw.: “ sesungguhnya Allah Swt, berfirman, barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku
izinkan perang padanya.” Maksud “wali” disini adalah orang mukmin. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
firman Allah Swt.:

‫هّٰللَا ُ َولِ ُّي الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا‬


“Allah pelindung orang yang beriman” (Qs. Al-Baqarah ayat 257)
Jadi, barang siapa menyakiti orang mukmin, maka sama saja ia telah menyakiti Allah Swt. Dengan
begitu, Allah memberitahukan padanya bahwa dia akan memeranginya. Sungguh, Ketika Allah
memerangi hamba-Nya yang maksiat, maka ia akan binasa

Firman Allah Swt.:” hamba-Ku tidak mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih akau cintai
daripada yang aku fardhukan (wajibkan) kepadanya.” Maksudnya, inilah bukti bahwa amalan yang
sifatnya fardhu itu lebih baik ketimbang amalan yang sifatnya sunnah (An-Nawafil).
Firman Allah swt.:” Aku adalah telinga , yang dengannya ia mendengar.” Maksudnya, Allah Swt.
Menjaga (mengawasi) apa yang ia (hamba-Nya) dengar, apa yang ia lihat, dan juga menjaga Gerakan
tangan dan kakinya dari jeratan setan.
Redaksi firman Allah Swt. Tersebut juga bisa mengandung makna bahwa Allah Swt. Ada di hatinya
Ketika ia mendengar, melihat, dan melangkah. Apa bila ia mengingat-Nya, maka tentunya ia tidak
akan melakukan suatu amalan perbuatan yang ditunjukan kepada selain-Nya.

Hadits Ke-39:
Salah, Lupa, dan Terpaksa
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku ketika ia tidak sengaja, lupa, dan dipaksa.” (Hadits
hasan, HR. Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan selainnya)

Penjelasan Hadits:
Sabda Rasulullah Saw.:” sesungguhnya, Allah Swt. Telah mengampuni atas umatku karena aku
( dalam tiga perkara): keliru, lupa dan terpaksa.” Maksudnya adalah Allah Swt. Mengampuni dosa
umat islam berupa dosa karena keliru, lupa dan segala perbuatan yang dilakukan bukan atas dasar
kemauan sendiri, melainkan lantaran dipaksa.
Sedangkan terkait dengan “hukum” ketiga hal inni tersebut tidaklah semerta-merta bebas
hukumannya. Andaikata seseorang itu menghilangkan ssesuatu lantaran lupa, makai a harus menjamin
untuk menggantinya.
Selain itu , yang tidak termasuk “ melakukan sesuatua secara paksa” adalah perbuatan zina dan
membunuh, sebab keduanya tidak boleh dalam keadaan terpaksa. Demikian pula, yang tidaak
termasuk dalam kategori “melakukan sesuatu karena lupa “ iatelah menyakiti (melecehkan) orang lain
lantaran perbuatgan si fulan, makai a tetap di ganjar sebuah dosa Ketika melakukannya karena
keterbiasaanya-tidak mampu menahan tidak menyakititnya.

Hadits Ke 40:
Bersegeralah Berbuat kebajikan
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang
kedua pundakku, lalu bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang musafir.”
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jika kamu memasuki sore hari, maka jangan menunggu
pagi hari. Jika kamu memasuki pagi hari, maka jangan menunggu sore hari. Manfaatkanlah sehatmu
sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Bukhari)

Penjelasan Hadits:
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits ini jadi dasar agar kita tidak panjang angan-angan. Dunia ini
hendaknya tidak dijadikan negeri dan tempat tinggal, sehingga kita jadi merasa tenang ketika berada di
dalamnya. Hendaklah dunia hanya dijadikan tempat persiapan peralatan untuk perjalanan. Wasiat para nabi dan
pengikutnya telah sama dalam hal ini. Allah Ta’ala telah menceritakan tentang orang beriman dari keluarga
Fir’aun,

ِ ‫ٰيَقَوْ ِم ِإنَّ َما ٰهَ ِذ ِه ْٱل َحيَ ٰوةُ ٱل ُّد ْنيَا َم ٰتَ ٌع َوِإ َّن ٱلْ َء‬
ِ ‫َ ِه َى دَا ُر ْٱلقَ َر‬+‫اخ َرة‬
‫ار‬

“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 39)

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Dunia bagi seorang mukmin bukanlah negeri untuk menetap,
bukan sebagai tempat tinggal. Hendaklah seorang mukmin berada dalam salah satu keadaan: (1)
menjadi seorang gharib (orang asing), tinggal di negeri asing, ia semangat mempersiapkan bekal
untuk kembali ke negeri tempat tinggal sebenarnya; (2) menjadi seorang musafir, tidak tinggal sama
sekali, bahkan malam dan siangnya ia terus berjalan ke negeri tempat tinggalnya. Makanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma agar hidup di
dunia dengan salah satu dari dua keadaan ini.”

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Jika seseorang semangat dalam mempersiapkan bekal safarnya,


tentu semangatnya bukan memperbanyak kesenangan dunia.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:381)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasehati
seseorang,

‫ك َو‬ َ ‫ك َو ِغنَاكَ قَ ْب َل فَ ْق ِركَ َو فَ َرا َغ‬


َ ِ‫ك قَب َْل َش ْغل‬ َ ‫ك قَ ْب َل َسقَ ِم‬ ِ ‫ك قَ ْب َل هَ َر ِمكَ َو‬
َ َ‫ص َّحت‬ َ َ‫ َشبَاب‬: ‫س‬
ٍ ‫اِ ْغتَنِ ْم خَ ْمسًا قَ ْب َل َخ ْم‬
‫ك‬َ ِ‫َحيَاتَكَ قَ ْب َل َموْ ت‬

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara:


(1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
(2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
(4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
(5) Hidupmu sebelum datang matimu.”

(HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadraknya, 4:341. Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini sahih sesuai
syarat Bukhari Muslim namun keduanya tidak mengeluarkannya. Dikatakan oleh Adz-Dzahabiy
dalam At-Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib
wa At-Tarhib mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Wajib bagi setiap mukmin bersegera beramal saleh sebelum tidak
mampu dan terhalang melakukannya, bisa jadi terhalang karena sakit, meninggal dunia, atau
mendapati hal-hal yang membuat amal kita sudah tidak lagi diterima.”

Hadits Ke-41:
Iman Yang Sempurna
Dapat Mengalahkan Hawa Nafsu

Dari Abu Muhammad Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma berkata,


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman seorang dari kalian hingga hawa
nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” (Hadits hasan sahih, kami meriwayatkannya dari kitab Al-
Hujjah dengan sanad

Penjelasan Hadits:
Hadits Ini menjelaskan tentang amal perbuatan seorang muslim itu mesti sesuai dengan
ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Dan apa yang ia lakukan tidaklah menurut apa yang
dikehendaki oleh keinginan hawa nafsunya. Sebaliknya, hawa nafsunya itu justru mengikuti
ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Hal ini sebagai mana di tegaskan di dalam Firman
Allah Swt.
‫ضى’ هّٰللا ُ َو َرسُوْ لُهٗ ٓ اَ ْمرًا اَ ْن يَّ ُكوْ نَ لَهُ ُم ْال ِخيَ َرةُ ِم ْن اَ ْم ِر ِه ْم‬
َ َ‫َو َما َكانَ لِ ُمْؤ ِم ٍن َّواَل ُمْؤ ِمنَ ٍة اِ َذا ق‬

Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang
urusan mereka (Qs. Al-Ahzab : 36)
Jadi, dari ayat tersebut, bisa dikatakan bahwa bukanlah termasuk orang yang taat kepada Allah Swt.
Dan Rasul-Nya apabila Ketika sudah jelas ketetapan ajaran agama di depannya ia memiliki opsi lain,
selain yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya.

Hadits Ke-42:
Luasnya Pengampunan
Allah Swt

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Hai anak Adam, sesungguhnya selagi engkau berdoa
kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku ampuni dosa yang ada padamu dan aku tidak peduli. Hai
anak Adam, seandainya dosa-dosamu setinggi langit (begitu banyak), kemudian engkau meminta
ampun kepada-Ku, pasti Aku ampuni. Hai anak Adam, seandainya engkau mendatangi-Ku dengan
dosa sepenuh bumi, kemudian engkau menemui-Ku tanpa menyekutukan-Ku dengan apa pun, pasti
Aku akan menemuimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi. Tirmidzi mengatakan
bahwa hadits ini hasan).

Penjelasan Hadits:

Ketahuilah, sesungguhnya makna “Istighfar” adalah meminta ampun (thalab al-maghfirah). Adakalanya ia
bermakna istighfarnya orang-orang yang darinya merasa penuh dosa. Adakalanya pula bermakna istighfarnya
orang-orang yang merasa dirinya kurang dalam mengekspresikan rasa syukur kepada Allah Swt., dan ini
merupakan istighfarnya para aulia dan orang-orang shalih. Dan adakalanyua istighfarnya orang-orang yang tidak
termasuk dari kedua jenis istighfar tersebut, yaitu istighfarnya Rassulullah Saw. Dan para Nabi sebagai bentuk
rasa syukur kepada Allah Swt. Oleh sebab itu Rasulullah pernah bersabda bahwa yang disebut doa syaidul
istighfar adalah
“Ya Tuhanku, Engkau Tuhanku. Tiada tuhan yang disembah selain Engkau. Engkau yang
menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perintah iman sesuai perjanjian-Mu
sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang kuperbuat. Kepada-Mu, aku
mengakui segala nikmat-Mu padaku. Aku mengakui dosaku. Maka itu ampunilah dosaku. Sungguh
tiada yang mengampuni dosa selain Engkau." (HR Bukhari)

Dan suatu Ketika, Rasulullah Saw. Pernah bersabda kepada Abu bakar ash-Shiddiq Ketika ia meminta
agar beliau mengajarkan sebuah doa yang dapat dibaca Ketika shalat

"Ya Allah, sungguh aku menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang sangat dan tidak ada yang
mampu memberikan pengampunan kecuali Engkau oleh karenanya ampunilah diriku dengan
pengampunan dariMu dan rahmatilah aku, sungguh Engkau Maha Pengampun dan Maha Pengasih."

Demikian, Penjelasan matan al-Arba’in an-Nawawiyah ini secara ringkas. Dan segala puji bagi Allah, tuhan
seluruh alam

Anda mungkin juga menyukai