Anda di halaman 1dari 3

1.

Metode mauqif amaliyyah


Untuk menentukan sikap praktis dengan dalil dalam ilmi fiqih dengan dua metode:
Pertama: menentukan sikap yang harus dilakukan dengan menentukan hukum syar’i.
Kedua: menentukan sikap kita terhadap hukum yang diragukan setelah keraguan ini
semakin kuat dan tidak bisa ditentukan hukumnya. Dalil-dalil yang digunakan dalam metode
pertama disebut al adillah atau dalil2 muhrizah, karena dalil itu hukum syar’i itu terjaga, dan
Adapun dalil2 yang digunakan pada metode kedua dinamakan adillah amaliah atau ushul
amaliah.

2. Defenisi ilmu ushul


ilmu ushul didefinisikan bahwa llmu yang menjelaskan dengan unsur-unsur
musytarak (menyamakan) dalam proses pengistinbatan hukum syar’i.
3. Maudu’ ilmu Ushul
Maudu’ ilmu ushul adalah adillatul musytarakh/dalil dalil yang sama dalam proses
pengistimbatan hukum
4. Bolehnya istinbat hukum
Karena proses pengistibatan hukum sebgaimana telah dijelaskan sebelumnya adalah ibarat dalam
menentukan sikap prakstis secara argumentatis/dengan mengajukan dalil. Dan ini sesuaut yang
badihi bawa manusia itu harus mengikuti hukum syariat sehingga mengharuskan utk menentukan
sikap praktis terhadap permasalahan. Ketika hukum2 syariat itu tidak jelas dan terang dengan
derajat yang tidk butuh lagi dalil maka tidak logis kalau manusia itu dilarang untuk bisa menentukan
sikap praktisnya terhadap permasalahn tidak jelas tadi dengan mengemukakan dalil2.

5. Seputar tentang ijtihad


Ijtihad secara Bahasa diambil dari kata aljuhdu yakni mengerahkan kemampuan untuk melakukan
suatu perbuatan, kata ini pertama kali digunakan dalam standar fiqih untuk mengungkapkan/ utk
menyebutnya dari satu kaedah dari kaedah fiqih yang dtetapkan oleh Sebagian aliran2 fiqih sunni,
lalu kaedah ini dijadikan sebagai dasar, yakni qaedah yg mengatakan: faqih itu apabila ingin
mengistinbatkan hukum syariat lalu tidak menemukan nash yang menunjukkan ttg hukum dalam
alquran atau sunnah maka kembali kepada ijtihad sebagai ganti dari nash

6. Hukum syari’i dan pembagiannya


Hukum syari’i adalah undang-undang yang bersumber dari Allah swt untuk mengatur
kehidupan manusia.
Hukum syari’i terbagi menjadi taklifi dan wad’i:
1. Hukum syar’i yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan manusia dan
diarahkan langsung pada perjalanan manusia pada berbagai sisi kehidupan
manusia yang sifatnya personal, penghambaan, rumah tangga, dan social yang
diatur semuanya oleh syariat.
2. Hukum syariat yang tidak berkaitan langsung dengan perbuatan-perbuatan
dan perjalanan manusia yakni seluruh hukum syari’i dengan diletakkkan dan
ditentukan. Seperti hukum yang mengatur hubungan suami istri. Setelah
terjadi hubungan suami istri maka pihak suami memiliki hukum taklif dan
begitu juga istri.

7. Pembagian hukum taklifi


Hukum taklifi terbagi yang terkait dengan perbuatan-perbuatan manusia dan diarahkan langsung
kepada perbuatan2 manusia itu terbagi menjadu 5 bagian, yakni:

1. Al wujub: yakni hukum syar’i yang mengarahkan untuk melakukan sesuatu yang terkait
dengan hukum syar’i sampai pada tingkatan pengharusan. Seperti wajibnya shalat, wajibnya
membantu orang2 lemah bagi wali amar.
2. Al istihbab: yakni hukum syar’i yang mengarahkan untuk melakukan perbuatan tertentu
tanpa ada keharusan. Dan utuk itu terdapat adanya rukhsah dari syari’. Seperti mustahabnya
shalat lail.
3. Alhurmah: yakni hukum syar’i yang melarang atau mencagah dari melakukan sesuatu sampai
pada level keharusan. Seperti haramnya riba, haramnya zina, haramnya menjual peralatan
perang kepada musuh islam.
4. Al kurahah: hukum syar’i yang mencegah dari melakukan sesuatu sampai pada level bukan
keharusan. Seperti makruhnya dalam masalah larangan seperti mustahab dalam masalah
diarahkan utk dilakukan, sebagaimana haram pada masalah larangan murni seperti wajib
dalam keharusan melakukan. Contoh makruh: melanggar janji.
5. Alibah: as syari’ memberikan kesempatan kepada mukallaf untuk memilih sikap yang
diinginkan. Dan kesimpulannya, mukallaf bebas melakukannya, dia bebas melakukan dan
meninggalkan.

Pembahasan ushul
1. Dalil-dalil muhrizah terbagi menjadi:
a. Dalil syar’i adalah segala yang bersumber dari pemberi syariat yang terkait
dilalah hukum syariah. Itu meliputi alquran, sunnah: perkataan dan
perbuatan serta ketetapan dari maksumin.
b. Dalil aqli: adalah proposisi2 yang dihasilkan dari akal dan memungkinkan
utk melakukan proses intinbat hukum syariat. Seperti proposisi akal
berupa wajibnya sesuatu melazimkan pendahuluannya menjadi wajib.
Dalil syari’i terbagi dua:
Dalil syar’i lafdzi: perkataan syari’ berupa alquran dan sunnah
Dalil syari’i ghaoir lafdzi : seperti perbuatan dan taqrir maksumin
- Dilalah dalil syar’i: apa yang menunjukkan dari dzuhurnya urfi
- Hujjiah adalah dalalah dzuhur dan wujub dari takwil atasnya.
kaedah itu adalah hujjiatul qata’. Dan yang dimaksud al qata’ di sini adalah
penyingkapan suatu qadhiyah/pernyataan dengan level tdk ada keraguan
di dalamnya

1. mu’azziriyah: maka bagi maula tidak menghukumnya selama ia


konsisten dengan keyakinannya, dan salah satu dari dua sisi hujjiah
ilmu dan dinamakan mu’azziriyah
2. munajjiziah: Bahwa seorang hamba terjerumus dalam menentang
perintah Tuhan, karena ia meninggalkan keyakinannya dalam berbuat,
maka maula menghukumnya dan menjadikan hujjah karena
pengetahuannya.

- Sumber dalil dari syari’

Isti’mal: menggunakan bantuan lafadz dengan maksud menyampaikan


maknanya dalam pikiran pendengar dinamakan isti’mal.
Jumlah kobariyah dan insyaiyah
Dapat kita simpulkan bahwa jumlah khobariya itu diletakkan utk
menunjukkan nisbah tammah, itu dilihat dari persfektif hakikat yang
telah terjadi dan masa lampau.
Dan jumlah insyaiyah diletakkan untuk menunjukkan sesuatu yang ingin
direalisasikan.
Shigah amar
Shigah amar: sighoh fiil amar yang menunjukkan atas wujub, dengan
makna bahwa suatu bentuk perintah yang digunakan untuk
memperantarai yang diinginkan dengan keinginan yang kuat dan
keharusan terlaksana.
Shigah nahi:
Segala sesuatu yang dari fiil nahi yang menunjukkan atas kerahaman,
yakni shigah

Anda mungkin juga menyukai