KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT telah memeberikan
rahmat dan hidayahnya,sehinnga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
diberi judul “KHABAR DITINJAU DARI SEGI PENISBATAN”
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pendidikan.
Tasikmalaya,22 september2022
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits,yakni segala berita
yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar
menurut istilah, antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat.
Menurut ulama ahli hadits sama artinya dengan haits, keduanya dapat dipakai
untuk sesuatu marfu,maukuf,dan maqto, mencakup segala yang datang dari
nabi SAW, sahabat dan tabiin, baik perkataan, perbuatan, maupun
ketetapannnya.
Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari
nabi SAW, sedang yang datang dari nabi SAW disebut hadits. Ada juga yang
mengatakan bahwa hadits lebih umum dan lebih luas dari pada khabar, sehingga
tiap hadits dapat diakatan khabar, dikatakan hadits.
Ahli hadits memberikan definisi sama antara hadits dengan khabar, yaitu
segala sesuatu yang datangnya dari nabi SAW, sahabat, tabiin, baik perkataan,
perbuatan, maupun ketetapannya.
Ulama lain berpendapat bahwa khabar hanya dimaksudkan sebagai berita yang
diterima dari selain nabi muhammad SAW. Orang yang meriwayatkan sejarah
disebut khabari atau disebut muhaditsi. Disamping itu pula yang berpendapat
bahwa khabari itu sama dengan hadits, keduanya dari nabi SAW sedangkan atsar
dari sahabat. Karenanya, maka timbul hadits marfu, mauquf, maqtu.
“Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari nabi atau yang selain
dari nabi”
Artinya
A.MARFU’
Marfu yaitu, khabar yang disandarkan pada nabi SAW. Marfu terbagi menjadi
dua, yaitu: marfu sharih [jelas] dan marfu hukman [berstatus marfu].
MARFU SHORIH
Marfu shorih adalah khabar yang disandarkan pada diri nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat yang berupa akhlak ataupun
karakteristiknya.
“Barang siapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintahnya dari
kami maka ia tertolak.” [HR. MUSLIM]
Demikian pula setiap perkataan atau perbuatan yang diketahui oleh nabi
SAW, dan tidak diingkari, maka itu termasuk marfu’ shorih kategori
berupa persetujuan.
“Nabi SAW itu orang yang paling dermawan, manusia yang paling berani,
jika diminta sesuatu tidak pernah mengatakan tidak, dan wajahnya selalu
ceria, akhlaknya enak orangnya mudah. Jika diberi pilihan pada nabi
SAW, maka beliau akan memilih yang paling mudah kecuali kalau itu
mengandung dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauhi hal
tersebut.”
“Nabi SAW sedang tingginya, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek.
Jarak antara kedua pundaknya jauh. Beliau memiliki rambut yang
mencapai pangkal daun telinga atau terkadang sampai pundak.
Jenggotnya bagus dan terdapat beberapa uban dijenggotnya.”
MARFU’ HUKMAN
Marfu hukman adalah khabar yang secara hukum [status] dapat disandarkan
pada nabi SAW. Dan ini ada beberapa macam.
Pertama:
Jika khabar dari sahabat berdasarkan logika, maka ia adalah khabar yang
berstatus mauquf.
Jika khabar berupa tafsir, maka pada dasarnya bukan status tersendiri. Dan
tafsirnya merupakan hadits mauquf.
Dan jika sahabat tersebut dikenal suka mengambil berita israiliyat maka
perkataan nya meragukan, boleh jadi merupakan berita israiliyat boleh jadi
merupakan hadits marfu. Maka haditsnya tidak bisa diterima karena meragukan.
Para ulama menyebutkan bahwa empat sahabat yang bernama abdullah, yaitu,
abdullah ibnu abas, abdullah ibnu jubair, abdullah ibnu umar, ibnu khattab,
abdullah ibnu amr ibnu ash mengambil berita beriita israiliyat dari ka’ab al ahbar
atau yang selainnya [satu]
Kedua :
Perbuatan sahabat ; jika tidak mungkin hadits tersebut berdasarkan logika. Para
ulama [dua] memberi contoh untuk hal tersebut yaitu sholat ali ra. Dalam sholat
khusuf, beliau melakukan rukuk lebih dari dua kali dalam setiap rakaat.
Ketiga :
Jika sahabat menyandarkan sesuatu pada masa nabi SAW da tidak ditegaskan
apakah nabi SAW mengetahuinya atau tidak. Seperti perkataan asma binti abu
bakar ra. “kami menyembelih kuda dimasa nabi SAW dan kami saat itu
dimadinah lalu kami memakannya.” [HR.BUKHARI MUSLIM].
Keempat :
Jika yang berkata tabi`in maka ulama berselisih pendapat, ada yang mengatakan
marfu` dan ada yang mengatakan mauquf. Seperti perkataan abdullah ibnu
abdullah ibnu utbah ibnu mas`ud “termasuk sunnah seorang imam pada shalat
hari raya berkhutbah dua kali dengan dipisahkan antara keduanya dengan
duduk.”
Kelima :
Misalnya :
Perkataan ummu athiah ra. “ kami diperintahkan untuk mengajak gadis gadis
untuk menghadiri shalat hari raya . “
Perkataan ibnu abbas ra. “ para jama`ah haji diperintahkan agar kegiatan
terakhir mereka adalah thawaf di ka`bah “.
Perkataan anas ra. “ kami diberi batasan waktu dalam memotong kumis,
memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan, agar bulu
bulu tersebut tidak dibiarkan lebih dari 40 malam. “
Keenam :
Demikian pula, jika sahabat menilai sesuatu sebagai ketaatan karena sesuatu
tidak bisa dinilai maksiat atau tidak kecuali berdasarkan dalil syari`at. Dan
tidaklah mungkin para sahabat menetapkan maksiat atau ketaatan kecuali
mereka memiliki ilmi tentangnya.
Ketuju :
Seperti perkataan sa`id ibnu zubair dari ibnu abbas ra. Ia berkata, “ obat itu ada
tiga, meminum madu, sayatan hijamah, dan kai dengan api. dan aku melarang
umatku dari kai. Ibnu abbas memarfu` kan hadits. “
Dan perkataan sa`id ibnu musayyib dari abu hurairah ra. Sebagai riwayat, “ fitrah
itu ada lima, atau ada lima hal termasuk fitrah, yaitu khitan, mencukur bulu
kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong kumis “
Demikianlah, jika para ulama berkata tentang sahabat : “beliau menukil hadits”,
atau “menyandarkan hadits”. “menyampaikan hadits” dan yang semacamnya.
Maka semisal ungkapan ungkapan ini haditsnya bernilai marfu` sharih, walaupun
ungkapan tersebut tidak jelas menunjukan penyandaran kepada Nabi SAW. Akan
tetapi, ungkapan tersebut menunjukan akan hal tersebut.
B. MAUQUF
Mauquf adalah khabar yang disandarkan pada sahabat dan tidak berstatus
marfu`. Contohnya perkataan umar bin khattab ra. “islam akan hancur dengan
ketergelinciran orang yang alim, debatnya orang munafik dengan menggunakan
alqur`an, dan dikuasai oleh pemimpin yang menyesatkan.”
C. MAQTHU
Maqthu adalah khabar yang disandarkan pada tabi`in atau orang orang
setelahnya. Contohnya perkataan ibnu sirin, “sesungguhnya ilmu ini adalah din,
maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil ilmu kalian.” Dan perkataan
malik, “lakukanlah sebagian amal dengan sembunyi sembunyi yaitu amal amal
yang tidak bisa kau kerjakan dengan baik jika dilakukan dengan terang
terangan.”
CATATAN :
1.Akan tetapi penisbatan untuk ibnu abbas tidaklah benar. Karena beliau keras
dalam berita berita israiliyat. Hal ini dijelaskan syaikh utsaimin dalam tafsir ayat
kursi.
2.Arti dari kalimat ini “para ulama mengatakan” berarti menisbatkan pada orang
lain yang menyatakan dan ini menjadi isyarat bahwa syaikh utsaimin tidak
terlalu menerima contoh tersebut.
KESIMPULAN
Khabar menurut bahasa adalah “semua berita yang disampaikan oleh seseorang
kepada orang lain.” Menurut ahli hadits khabar sama dengan hadits. Kaduanya
dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu, mauquf, dan maqthu. Dan mencakup
segala sesuatu yang datang dari nabi, sahabat, dan tabiin. Adapun, atsar
berdasarkan bahasa sama pula dengan khabar, hadits, dan sunnah.
SARAN