Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KLASIFIKASI HADITS DHAIF

DOSEN PENGAMPU

Ahmad Ridwan, M.Sy

DISUSUN OLEH

Asalin Musoffa
NIM : 2021220003

STAI AL-HAMIDIYAH JAKARTA


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah


Subhanahu Wata’ala, Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat menyelesaikan
Makalah ini yang berjudul “Pemikiran-Pemikiran Dalam Ilmu Kalam” dengan baik. Shalawat
dan Salam selalu tercurah kepada junjungan nabi besar, Nabi Muhammad Sallallahu “alayhi
wassalam, beserta keluarga, sahabat, dan pengikut beliau yang selalu setia melaksanakan
sunnah-sunnah beliau hingga akhir zaman.
Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih kepada segenap
pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.
Selain itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, saya selaku penyusun memohon kepada
pembaca untuk membukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.
Dengan penuh hormat dan kerendahan hati, penulis sampaikan rasa terima kasih dan
apresiasi yang setinggi-tingginya kepada:
1. Drs. Zaeni Dahlan, M.Si. selaku dosen yang telah memberikan ilmunya kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu dalam menyelesaikan
makalah guna memenuhi tugas mata kuliah ‘Ilmu Kalam’.
2. Para dosen STAI al-Hamidiyah Jakarta yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
3. Kedua orang tua (Ayahanda Suidat dan Ibunda Halipah) yang juga banyak membantu
penulis dan selalu mendoakan penulis dengan penuh keridhaan.
4. Semua teman kuliah yang selalu men-support, menjadi partner diskusi dan memberikan
pandangan-pandangannya kepada penulis.
Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan
dan memberikan manfaat yang banyak untuk masyarakat luas.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ..ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Definisi Hadits Dhaif.............................................................................................2
2.2 klasifikasi Hadits Dhaif........................................................................................
a. Ke-dhaifan Dari Segi Sandaran Matannya.....................................................................
b. Ke-dha’if-an Dari Segi Gugurnya Rawi Dalam Sanad.....................................................
c. Ke-dhaifan Dari Segi Kecacatan Rawinya....................................................................

BAB III PENUTUP................................................................................................15


3.1 Kesimpuan........................................................................................................15
3.2 Saran.................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan masalah

1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hadits Dhaif


Kata dha’if menurut bahasa berasal dari kata dha’ifun yang artinya lemah, lesu, tak
berdaya merupakan lawan kata dari qawiyy yang berarti kuat, kuasa, mampu, kokoh.
Sedangkan dha’if menurut Nur al-Din mendefinisikan hadits dha’if sebagai berikut:
‫الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح وال صفات الحديث الحسن‬
“Hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan juga tidak
menghimpun sifat-sifat hadits hasan.”
Definisi diatas dapat dipahami bahwa hadits dha’if adalah hadits yang kehilangan
salah satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits sahih atau hadits hasan. Kemudian ke-
dha’if-an atau kelemahan suatu hadits bisa terjadi pada sanad maupun matan. Kelemahan
pada sanad bisa terjadi pada persambungan sanadnya atau ittishal al-sanad-nya dan bisa
terjadi pada kulaitas ke-tsiqah-annya. Sedangkan kelemahan pada matannya bisa terjadi pada
sandaran matan itu sendiri dan bisa pada kejanggalannya atau ke-syaznnya.
Kemudian Syaikh Manna’ al-Qathan mengatakan bahwa hadits dha’if itu bertingkat-
tingkat sesuai dengan tingkat kelemahan para perawinya dan kesamarannya. Jadi,
tingkatannnya adalah:
1. Dha’if (lemah)
2. Dha’if jiddan (lemah sekali)
3. Al-Wahi
4. Munkar
5. Maudhu’. Ini hadits dha’if yang paling buruk.

2.1.1 Klasifikasi Hadits Dha’if


Hadits dha’if termasuk banyak ragamnya dan memiliki perbedaan dan derajat satu
sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shahih atau hasan yang
tidak dipenuhinya. Misalnya hadits dha’if yang karena tidak bersambung sanadnya dan tidak
adil periwayatnya.
1. Ke-dha’if-an dari Sudut Sandaran Matannya
Dari segi sandaran matannya hadits terbagi menjadi tiga, yaitu: marfu’, mauquf dan
maqthu’. Hadits dikelompokkan kedalam hadits dha’if adalah hadits yang bukan disandarkan
kepada rasulullah saw (marfu’) melainkan kepada sahabat atau tabi’in (hadits mauquf dan
maqthu’).
a. Hadits Mauquf
‫ما روي من الصحابي من قو فعل او تقرير‬
“Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa perkataan, perbuatan atau takrir,
baik periwayatannya bersambung atau tidak.”
Jadi jelasnya hadits mauquf adalah perkataan, perbuatan dan takrir sahabat. Hadits ini
disebut mauquf karena sandarannya terhenti pada sahabat bukan pada Rasulullah saw.
Contoh hadits mauquf adalah perkataan Ibnu Umar ra dan tidak ada pertunjuk jika itu
merupakan sabda Rasul yang ia ucapkan setelah ia menceritakan bahwa Rasulullah sambil
memegang bahunya dengan bersabda:
‫كن في الدنيا كاغريب او عابر سبيل‬
“jadilah kamu di dunia ini bagaikan orang asing atau orang yang lewat di jalan”

b. Hadits Maqthu’
Kata maqthu’ merupakan isim maf;ul dari kata qatha’a lawan dari washala
(menghubungkan), arti maqthu’ adalah yang diputuskan atau yang terputus, sehingga hadits
maqthu’ adalah hadits yang dipotong sandarannya hanya sampai pada tabi’in. Secara istilah
pengertian hadits maqthu’ adalah:
‫ما جاء عن تابعي من قوله او فعله موقوفا عليه سواء اتصل سنده ام ال‬
“ialah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’in serta dimauqufkan
padanya. Baik sanadr-nya bersambung atau tidak”.
Hadits ini disebut mmaqthu’ karena tidak ditemukan qarinah atau kaitan yang
menunjukkan bahwa hadits ini disandarkan kepada Nabi saw. Contohnya adalah perkataan
Haram bin Jubair yang merupakan seorang tabi’in:
‫ و اذا احبه اقبل اليه‬,‫المؤمن اذا عرف ربه عز و جل احبه‬
“Orang mukmin itu bila sudah mengenal Tuhannya ‘Azza wa Jalla, niscaya ia mencintainya
dan bila ia mencintainya Allah menerimanya”
Sebagai ulama ada yang mengatakan hadits mauquf dan maqthu dengan sebutan Atsar dan
Khabar.

2. Ke-dha’if-an dari Segi Gugurnya Rawi dalam Sanad


Dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau beberapa rawi, yang
seharusnya ada dalam satu sanad, baik pada permulaan sanad, pada pertengahan atau
akhirnya seperti: hadits mursal, hadits munqothi’, hadits mu’dhal, dan hadits mu’allaq.
a. Hadits Mursal
Hadits mursal, menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas. Para ulama memberikan
batasan hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di akhir sanad. Yang dimaksudkan
dengan rawi diakhir sanad adalah rawi pada tingkatan sahabat (mursal sahabat) dan tabi’in
(mursal tabi’in).
Jadi hadits mursal yang gugur rawinya pada tingkatan sahabat, keadaannya ada dua
perawi dari sahabat yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat Nabi yang seharusnya
sebagai rawi yang menerima langsung dari Rasulullah saw:
Contoh hadits mursal sohabat:
‫عن ابي اسحاق سأل رجل البراء وانا اسمع قال اشهد علي بدرا قال بارز و ظاهر‬
“Dari Abu Ishaq, seseorang bertanya kepada Bara’ dan aku mendengar Bara’ mengatakan
“Aku menyaksikan Sahabat Ali bin Abi Thalib di perang Badar” Bara’ mengatakan, “Sahabt
Ali bin Abi Thalib melakukan perang tanding dan menang”. (HR. Bukhari No. 3674).
Bara’ adalah salah satu sahabat Nabi saw, tetapi dia tidak ikut dalam Perang Badar.
Jadi, saat dia ditanya mengenai Perang Badar, dia pasti pernah mendengar dari sahabat lain
namun tidak disebutkan sahabat siapa.
Kemudian hadits mursal yang gugur rawinya pada tingkatan tabi’in, seseorang tabi’in
meriwayatkan hadits langsung menyebutkan Rasulullah saw tanpa menyebut sahabat sebagai
perowi.
Contoh hadits mursal tabi’in:
‫روى اسمعيل ابن ابراهيم عن ايوب عن عكرمة قال احتجم رسول هللا صلّى هللا عليه و سلم و هو محرم صائم‬
“Ismail bin Ibrahim meriwayatkan, dari Ayyub, dari Ikrimah berkata, “Rasulullah saw
melakukan bekam sedangkan Beliau sedang ihram dan berpuasa” (HR. Tirmidzi No. 706).
Meskipun hadits tersebut sambung kepada Nabi SAW dari jalur lainnya, namun dari jalur
Ismail bin Ibrahim disebut Hadits Mursal karena Ikrimah adalah seorang tabi’in dan dia tidak
menyebutkan riwayat hadits dari Sahabat Ibnu Abbas ra.
b. Hadits Munqathi’
Menurut bahasa, berarti hadits yang terputus. Para ulama memberi atasan hadits
munqathi’ adalah hadits yang gugur satu atau dua rawi tanpa beriringan menjelang akhir
sanadnya. Bila rawi diakhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad
adalah tabi’in. Jadi, pada hadits munqathi’ bukanlah rawi ditingkat sahabat yang gugur, tetapi
minimal gugur seorang tabi’in.
Contoh hadits munqathi’:
‫ بسم هللا و السالم على رسول هللا اللهم اغفر لي ذنوبي وافتح لي‬:‫كان رسول هللا ص ّل هللا عليه و سلم اذا دخل المسجد قال‬
)‫ابواب رحمتك (رواه ابن ماجه‬
“Rasulullah saw, bila masuk ke dalam masjid, membaca: ‘Dengan nama Allah, dan
sejahtera atas Rasulullah; Ya Allah, ampunilah segala dosaku dan bukakanlah bagiku segala
pintu rahmatMu”. (H.R. Ibnu Majah).
Hadits tersebut diriwayatkan Ibnu Majah, dari Abu Bakar bin Ali Syaibah, dari Ismail
bin Ibrahim, dari Laits, dari Abdullah bin Hasan, dari Fathimah binti al-Husain, hadits di atas
munqathi’ karena Fathimah az-Zahra (putri Rasul) tidaklah berjumpa dengan Fathimah binti
al-Husain jadi, ada rawi yang gugur (tidak disebutkan) pada tingkatan tabi’in.
c. Hadits Mu’dhal
Menurut bahasa berarti, hadits yang sulit dipahami. Para ulama memberi batasan
hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang rawinya, atau lebih, secara berurutan
dalam sanadnya.
Contoh hadits mu’dhal adalah hadits Imam Malik hak hamba, dalam kitab Al-
Muwatha’. Dalam kitab tersebut, Imam Malik berkata: “Telah sampai kepadaku, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda:
)‫للملوك طعامه و كسوته بالمعروف (رواه مالك‬
“Budak itu harus diberi makanan dan pakaian secara baik. (H.R. Malik).
Imam Malik, dalam kitabnya itu, tidak menyebut dua orang rawi yang beriringan
antara dia dengan Abu Hurairah. Dua orang rawi yang gugur itu diketahui melalui riwayat
Imam Malik di luar kitab Al-Muwatha’. Malik meriwayatkan hadits yang sama begini: “Dari
Muhammad bin Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah”. Dua rawi yang
gugur secara beriringan adalah Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.
d. Hadits Mu’allaq
Hadits mu’allaq menurut bahasa, berarti hadits yang tergantung. Dari segi istilah,
hadits mu’allaq adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal sanad. Juga termasuk
hadits mu’allaq, bila semua rawinya diguugurkan (tidak disebutkan).
Contoh hadits mu’allaq:
Bukhari berkata: kata Malik, dari Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah bersabda:
)‫ال تفاضلوا بين االنبياء (رواه البخاري‬
“Janganlah kamu melebihkan sebagian nabi dan sebagian yang lain. (H.R. Bukhori).
Dari riwayat hidup Bukhari diketahui bahwa sebenarnya tidak berjumpa dengan
Malik. Dengan demikian, Bukhari telah menggugurkan (tidak menyebutkan) satu rawi di
awal sanad tersebut.
Umumnya hadits-hadits mu’allaq, dipandang dha’if, kecuali 1341 hadits mu’allaq,
yangg terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. Hadits-hadits tersebut tetap dipandang shahih,
karena Bukhari bukanlah sesorang mudallis (orang yang menyembunyikan cacat hadits).
e. Hadits Mudallas

Kata Mudallas merupakan isim maf’ul dari kata tadlis yang berarti gelap. Hadits ini
dinamakan demikian dikarenakan mengandung kesamaran dan ketutupan. Secara istilah
hadits mudallas adalah:
‫ما روي على وجه يوهم انه ال عيب في‬
“Hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadits itu telah ternoda”
Hadits mudallas terbagi menjadi tiga yaitu:
Pertama, tadlis isnad yaitu hadits yang disampaikan oleh seorang rawi dari orang
yang sezaman dengannya dan ia bertemu dengan orang tersebut, tetapi ia tidak mendengar
hadits yang diriwayatkan itu darinya atau orang yang semasa dengannya tetapi ia seolah-olah
mendengar darinya.
Kedua, tadlis syuyukh yaitu hadits yang diriwayatkan seorang rawi dari gurunya
dengan menyebut nama kuniyahnya, nama keturunannya atau mensifati gurunya dengan
sifat-sifat yang tidak atau belum dikenal banyak.
Ketiga, tadlis taswiyah yaitu bila seorang rawi meriwayatkan dari perawinya yang
tsiqah yang oleh guru tersebut diterima oleh guru yang lemah dan guru yang lemah ini
menerima dari guru yang tsiqah tapi si mudallis meriwayatkan tanpa menyebut nama rawi
yang lemah bahkan ia meriwayatkan dengan lafadz yang mengandung pengertian bahwa
semua perawinya tsiqah.
3. Ke-dhaifan Dari Segi Kecacatan Rawinya
Banyak macam cacat yang dapat menimpa para rawi. Pendusta, pernah berdusta, fasiq,
tidak dikenal, dan berbuat bid’ah merupakan cacat-cacat, yang masing-masing dapat
menghilangkan sifat adil rawi. Banyak keliru, banyak waham, buruk hafalan, menyalahi
rawi-rawi yang dipercaya, merupakan cacat-cacat, yang masing-masingnya menghilangkan
sifat dlabtih pada rawi.
Dari segi kecacatan rawinya mereka berpendapat bahwa hadits dha’if terbagi menjadi
ada 12 macam. Karena sebagian ulama tidak menganggap hadits maudhu’ bagian dari hadits,
maka tidak memasukannya kebagian dari hadits dha’if dan berpendapat hadits dha’if ada 11
macam, yaitu:
1. Hadits matruk
Hadits matruk, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam
ilmu hadits atau nampak kefasikannya baik pada perkataannya maupun perbuatannya
atauatau orang yang banyak lupa dan banyak ragu. Hadits matruk adalah hadits yang
sangat lemah setelah hadits maudhu’.
2. Hadits munkar dan ma’ruf
Hadits munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya
dan banyak kelengahannya atau jelas kefasikannya yang bertentangan dengan
periwayatan orang yang terpercaya. Lawan dari hadits munkar adalah hadits ma’ruf
yaituhadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah.
3. Hadits mu’alal
Hadits mu’alal yaitu hadits yang pada lahiriyahnya tidak ada cacat, namun setelah
diadakan penelitian dan penyelidikan terdapat ‘ilat baik pada sanadnya atau matannya.
4. Hadits mudraj
Hadits mudraj yaitu hadits yang disalin dengan sesuatu yang bukan hadits dengan
perkiraan bahwa salinan itu termasuk hadits. Salinan ini dapat terjadi pada sanad ataupun
pada matan. Contoh salinan dalam sanad adalah seorang rawi memasukkan hadits lain ke
dalam hadits yang diriwayatkan yang berbeda sanadnya atau dengan menyisipkan orang
lain yang bukan rawi sebenarnya.
5. Hadits maqlub
Hadits maqlub adalah hadits mukhalafah (menyalahi hadits lain) baik disebabkan
karena mendahulukan atau mengakhirkan. Tukar menukar kalimat pada matan hadits,
baik disebabkan karena mendahulukannya pada tempat lain dan ini adakalanya terjadi
pada matan hadits dan adakalanya pada sanad hadits.
6. Hadits mudltharib
Hadits mudltharib yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dengan beberapa
jalan yang berbeda yang tidak mungkin dikumpulkan atau ditarjih.
7. Hadits muharraf
Hadits muharraf yaitu hadits yang mukhalafahnya (bersalahannya dengan hadits
riwayat orang lain), terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata dengan masih
tetapnya bentuk tulisan. Maksud syakal disini adalah tanda hidup (harakat) dan tanda
mati.
8. Hadits mushahaf
Hadits mushahaf yaitu hadits yang muhalafahnya terjadi pada titik kata sedangkan
bentuk tulisannya tidak berubah. Hadits mushahaf ini terbagi dua, yakni mushahaf fi al-
matan dan mushahaf bi al-sanad.
9. Hadits mubham, majhul, dan mastur
Hadits mubham adalah hadits yang dalam sanad atau matannya terdapat seorang rawi
yang tidak jelas apakah ia laki-laki atau perempuan. Ke-ibham-annya dalam hadits ini
terjadi karena tidak disebutkan nama rawinya atau disebutkan namun tidak dijelaskan
siapa yang sebenarnya yang dimaksud dengan nama itu.
10. Hadits syadz dan makhfudh
Hadits syadz yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqah yang menyalahi
riwayat orang yang lebih rajin karena mempunyai kelebihan atau banyaknya sanad atau
lainnya dari segi pentarjihan.
11. Hadits mukhtalith
Hadits mukhtalith adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya disebabkan sudah
lanjut usia, tertimpa bahaya, atau terbakar/hilang kitab-kitabnha. Yang dimaksud buruk
hafalannya adalah salahnya lebih banyak dari pada benarnya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Kami sebagai penyusun mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar bisa membuat
makalah yang lebih baik untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/gogo_all.pdf
https://123dok.com/document/wye3lm1q-makalah-pemerintahan-yang-baik.html

Ahmad Sumargono, Reformasi Birokrasi; Menuju Pemerintahan Yang Bersih, PKSPP,

Jakarta, 2009.

Anda mungkin juga menyukai