Anda di halaman 1dari 24

TUGAS

“KONSELING DAN
PSIKOTERAPI BEHAVIOR”

Dosen Pengampu:

Nindia Pratitis, S.Psi.,M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh:

Figo Dwi Cahyo 1512200228

Antoni Prabowo 1512200276

Syahrul Hidayat Dwifirmansyah 1512200288

Farah Dila Dwi 1512200301

Yesinta Nursaida 1512200306

Adella Illiyin Octaviona 1512200313


PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

TAHUN PELAJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan hidayatNya
sehingga penulisan makalah ini terlesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Sehingga penulisan makalah ini dapat
terselesaikan sebagai tugas kelompok kami. Selanjutnya penulisan makalah ini yakin dan
percaya dapat menyelesaikan tugas dengan adanya kerja kerasnya dari teman-teman dan
dosen pengampu Nindia Pratitis, S.Psi.,M.Psi., Psikolog yang sudah berkerja keras dan
mengajarkan kita semua untuk memahami menyelesaikan tugas makalah tersebut.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................3

1.1 Latar Belakang:............................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah:.......................................................................................................4

1.3 Tujuan:.........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................5

2.1 Konsep Utama Behavior..............................................................................................5

2.2 Tujuan Konseling Behavior.........................................................................................7

2.3 Prosedur Konseling Behavior......................................................................................8

2.4 Peran Konselor Behavior.............................................................................................9

2.5 Tujuan Konselor Behavior...........................................................................................9

2.6 Hubungan Antara Terapi dan Klien...........................................................................10

2.7 Teknik Dalam Behavior.............................................................................................12

-Desensitisasi Sistematis dalam Behavior.........................................................................................12


- Terapi Imposif & Latihan Perilaku Asertif......................................................................................13
- Pengkondisian Perilaku Aversi & Pembentukan Perilaku Model...................................................14

2.8 Aplikasi Dalam Konseling Behavior.........................................................................15

BAB III PENUTUP....................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan................................................................................................................16

3.2 Saran..........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................17

i
i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang:

Behaviorisme adalah pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia yang


menekankan bahwa tingkah laku dapat dipelajari dan dipengaruhi oleh lingkungan.
Behaviorisme mengabaikan aspek-aspek filosofis tentang manusia dan fokus pada
pengamatan dan eksperimen untuk memahami perilaku.Dalam pandangan
behaviorisme, manusia dianggap memiliki kecenderungan yang dapat dipengaruhi baik
positif maupun negatif oleh lingkungan sosialnya. Semua tingkah laku manusia
dipandang sebagai hasil dari pembelajaran. Meskipun lingkungan dan faktor genetik
memainkan peran penting, behavioris juga mengakui bahwa manusia memiliki
kemampuan untuk membuat keputusan.

Beberapa ciri behavior pendekatannya yaitu fokus pada perilaku yang tampak
dan Spesifik, Perumusan tujuan yang cermat, Mengembangkan Prosedur Perlakuan
Spesifik. Tujuan utama konseling behavior adalah mengubah perilaku klien agar sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Konselor behavioral memiliki peran yang sangat
penting dalam membantu klien. Tujuan konseling behaviour adalah mencapai
kehidupan tanpa mengalami perilaku simtomatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami
kesulitan atau hambatan perilaku yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka
panjang atau mengalami konflik dengan kehidupan sosial.

Pendekatan behavior dalam terapi memandang hubungan antara terapis


(konselor) dan klien sebagai elemen kunci dalam mencapai perubahan perilaku yang
diinginkan. Teknik Desensitisasi Sistematis adalah metode yang digunakan dalam
pendekatan behavior untuk membantu individu mengatasi ketakutan, kecemasan, atau
fobia dengan cara mengurangi reaksi emosional mereka terhadap stimulus yang
memicu kecemasan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah:

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan masalah-


masalah pada pokok dalam makalah ini adalah mengetahui bagaimana proses dan cara
konseling dan pisikoterapi menurut behavior.

3
1.3 Tujuan:

Pada prinsipnya, makalah ini bermaksud mengungkapkan bagaimana secara


teoritis dam empris proses konseling dan psikoterapi menurut behavior. Dalam hal ini,
ingin menggambarkan secara jelas bagaimana penndekatan-pendekatan yang sesuai
dan metode-metode apa yang digunakan. Selain itu ingin digambarkan pula secara jelas
bagaimana proses yang dilakukan dalam menyembuhkan manusia mengalami
gangguan mental dengan cara konseling dan psikoterapi behavior, sehingga bisa
Kembali normal, dan memiliki motivasi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Utama Behavior

Behaviorisme adalah pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia yang


menekankan bahwa tingkah laku dapat dipelajari dan dipengaruhi oleh lingkungan.
Behaviorisme mengabaikan aspek-aspek filosofis tentang manusia dan fokus pada
pengamatan dan eksperimen untuk memahami perilaku.

Dalam pandangan behaviorisme, manusia dianggap memiliki kecenderungan


yang dapat dipengaruhi baik positif maupun negatif oleh lingkungan sosialnya. Semua
tingkah laku manusia dipandang sebagai hasil dari pembelajaran. Meskipun lingkungan
dan faktor genetik memainkan peran penting, behavioris juga mengakui bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk membuat keputusan.

Ada dua pendekatan behaviorisme, yaitu "behaviorisme radikal" yang


menganggap manusia sepenuhnya dikendalikan oleh lingkungan, dan pendekatan yang
lebih moderat yang mengakui peran manusia dalam membuat pilihan.

Dalam konseling dengan pendekatan behavioristik, fokusnya adalah pada


perubahan tingkah laku. Prosesnya mencakup pembuatan tujuan yang spesifik,
pengembangan hubungan yang positif antara konselor dan konseli, analisis perilaku, dan
penerapan teknik-teknik seperti penguatan positif, penguatan negatif, hukuman, dan
desensitisasi sistematis untuk membantu konseli mengatasi masalah mereka. Pentingnya
asesmen dalam proses konseling behavioristik, dan ini dapat melibatkan instrumen dan
teknik seperti self-report, observasi, dan self-monitoring. Tujuannya adalah untuk
memahami tingkah laku konseli secara lebih mendalam.

Selain teknik-teknik tersebut, terapi kognitif perilaku merupakan pengembangan


dari behaviorisme yang memasukkan peran emosi dan pemikiran dalam pengubahan
perilaku. Ini melibatkan teknik-teknik seperti mengubah pemikiran negatif, memahami
distorsi kognitif, dan mengganti pola pikir yang tidak sehat.

Secara umum, pendekatan behavioristik dalam konseling berfokus pada


perubahan tingkah laku dan menggunakan metode yang dapat diukur dan diamati untuk
mencapai tujuan tersebut.
5
Asumsi Perilaku Bermasalah

Perilaku yang bermasalah dalam pandangan behaviouris dapat dimaknai sebagai


perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau perilaku yang kurang bahkan tidak
tepat (Latipun (2008: 135))

Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan
yang salah. Seluruh tingkah laku manusia didapat deng ra elajar dan juga tingkah laku
tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.

6
2.2 Tujuan Konseling Behavior

Konseling Behavior memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya:

1. Fokus pada Perilaku yang Tampak dan Spesifik: Pendekatan ini berpusat pada
tingkah laku yang dapat diamati secara konkret. Jika ada perilaku yang tidak terlihat
atau bersifat umum, maka harus dirumuskan menjadi perilaku yang lebih jelas dan
spesifik.

2. Perumusan Tujuan yang Cermat: Penentuan tujuan konseling memerlukan


kecermatan. Konselor dan klien bekerja sama untuk merumuskan tujuan yang
spesifik, jelas, konkret, dimengerti, dan dapat diterima oleh klien. Hal ini membantu
dalam memilih metode konseling yang tepat dan mengevaluasi kemajuan.

3. Mengembangkan Prosedur Perlakuan Spesifik: Setelah tujuan ditetapkan, konselor


mengembangkan prosedur atau teknik konseling yang sesuai dengan masalah klien.
Teknik ini digunakan untuk mengubah perilaku yang tidak diinginkan dan
memperkuat perilaku yang diinginkan.

Tujuan utama konseling behavior adalah mengubah perilaku klien agar sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Ini melibatkan menghilangkan perilaku yang tidak sehat dan
memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan dalam jangka panjang.

Proses konseling Behavior melibatkan empat langkah utama:

1. Asesmen (Assessment): Konselor melakukan evaluasi awal untuk memahami


masalah klien, kekuatan, kelemahan, pola hubungan, dan perilaku penyesuaian
mereka.

2. Penetapan Tujuan (Goal Setting): Berdasarkan hasil asesmen, konselor dan klien
bekerja sama untuk merumuskan tujuan konseling yang konkret dan dapat diukur.

3. Implementasi Teknik (Technique Implementation): Konselor menggunakan teknik


konseling yang sesuai dengan tujuan untuk mengubah perilaku klien.

4. Evaluasi dan Pengakhiran (Evaluation-Termination): Konselor menilai apakah

7
konseling mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.

8
2.3 Prosedur Konseling Behavior

Proses konseling Behavior melibatkan empat langkah utama:

1. Asesmen (Assessment): Konselor melakukan evaluasi awal untuk memahami


masalah klien, kekuatan, kelemahan, pola hubungan, dan perilaku penyesuaian
mereka.

2. Penetapan Tujuan (Goal Setting): Berdasarkan hasil asesmen, konselor dan klien
bekerja sama untuk merumuskan tujuan konseling yang konkret dan dapat diukur.

3. Implementasi Teknik (Technique Implementation): Konselor menggunakan


teknik konseling yang sesuai dengan tujuan untuk mengubah perilaku klien.

4. Evaluasi dan Pengakhiran (Evaluation-Termination): Konselor menilai apakah


konseling mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.

Dalam proses konseling Behavior, ada empat aspek penting:

1. Tujuan yang Spesifik: Tujuan harus dirumuskan dengan jelas dan dapat dimengerti
oleh konselor dan klien.

2. Peran Konselor: Konselor memiliki peran dalam menyimpulkan informasi,


mencerminkan pemikiran klien, memberikan klarifikasi, dan mengajukan pertanyaan
terbuka.

3. Kesadaran Konseli: Konseli harus aktif dalam terapi dan berpartisipasi dalam
prosesnya. Ini dapat memberikan pengalaman positif dalam terapi.

4. Kerjasama dan Harapan Positif: Kerjasama antara konselor dan konseli serta
harapan positif dari konseli dapat meningkatkan efektivitas hubungan terapi.

Pendekatan ini juga melibatkan empat kategori belajar menurut aliran psikologi
behavioral John D. Krumboltz dan Carl Thoresen:

1. Belajar Operan: Ini melibatkan pemberian ganjaran (reinforcement) untuk


memperkuat perilaku yang diinginkan. Ganjaran bisa berupa pujian, persetujuan, atau
perhatian dari konselor.

2. Belajar Mencontoh: Konseli dapat belajar perilaku baru dengan mengamati atau
9
meniru model-model perilaku yang diinginkan.

3. Belajar Kognitif: Melibatkan pemeliharaan perilaku yang diinginkan melalui


instruksi sederhana dan perubahan pola pikir.

4. Belajar Emosi: Ini berkaitan dengan mengubah respons emosional yang tidak
diinginkan menjadi respons emosional yang lebih sesuai dengan situasi tertentu.

Dengan pendekatan ini, konselor bekerja sama dengan klien untuk mengidentifikasi,
merumuskan tujuan, mengembangkan teknik konseling, dan mengevaluasi kemajuan
dalam mengubah perilaku klien.

1
0
2.4 Peran Konselor Behavior

Konselor behavioral memiliki peran yang sangat penting dalam membantu klien.
Wolpe mengemukakan peran yang harus dilakukan konselor, yaitu bersikap menerima,
mencoba memahami klien dan apa yang dikemukakan tanpa menilai atau mengkritiknya.

Dalam hal ini menciptakan iklim yang baik adalah sangat penting untuk
mempermudah melakukan modifikasi perilaku. Konselor lebih berperan sebagai guru yang
membantu klien melakukan teknik-teknik modifikasi perilaku yang sesuai dengan masalah,
tujuan yang hendak dicapai.

2.5 Tujuan Konselor Behavior

Pada dasarnya, Terapi Behavioral diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah


laku baru. Penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan
mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Tujuan konseling behaviour adalah
mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simtomatik, yaitu kehidupan tanpa
mengalami kesulitan atau hambatan perilaku yang dapat membuat ketidakpuasan dalam
jangka panjang atau mengalami konflik dengan kehidupan sosial. Tujuan konseling
behaviour adalah untuk membantu klien membuang respon-respon yang lama yang
merusak diri dan mempelajari respon-respon baru yang lebih sehat. Jadi tujuan konseling
behaviour adalah untuk memperoleh tingkah laku baru, mengeliminasi perilaku yang
maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan dalam
jangka waktu yang lama. Adapun tujuan umumnya yaitu menciptakan kondisi baru untuk
belajar. Dengan asumsi bahwa pembelajaran dapat memperbaiki masalah perilaku.

1
1
2.6 Hubungan Antara Terapi dan Klien

Pendekatan Behavior dalam Hubungan Terapi dan Klien

Pendekatan behavior dalam terapi memandang hubungan antara terapis (konselor) dan
klien sebagai elemen kunci dalam mencapai perubahan perilaku yang diinginkan.
Hubungan terapeutik yang positif dan berfokus pada interaksi antara konselor dan klien
adalah landasan utama dari pendekatan behavior ini. Berikut ini adalah beberapa konsep
dan elemen penting dalam hubungan terapi dan klien dalam pendekatan behavior:

1. Kepercayaan dan Hubungan Terapeutik:

 Kepercayaan adalah pondasi dari hubungan terapeutik. Konselor harus


mendapatkan kepercayaan klien agar klien merasa nyaman berbicara tentang
masalah-masalah mereka.

 Hubungan terapeutik yang positif adalah prasyarat untuk berhasilnya terapi


behavior. Konselor harus menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung
untuk klien.

2. Kolaborasi dan Partisipasi Aktif:

 Klien diharapkan untuk menjadi partisipan aktif dalam terapi. Mereka terlibat
dalam merumuskan tujuan dan rencana perubahan perilaku.

 Konselor bekerja sama dengan klien untuk mengembangkan strategi dan teknik
yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.

3. Penilaian Awal (Assessment):

 Proses penilaian awal sangat penting dalam terapi behavior. Ini melibatkan
identifikasi masalah klien, pengukuran perilaku, dan pengumpulan informasi
yang diperlukan untuk merumuskan tujuan konseling.

 Konselor menggunakan hasil penilaian untuk merancang rencana perubahan


perilaku yang sesuai.

4. Pemberian Umpan Balik (Feedback):

 Konselor memberikan umpan balik terstruktur dan jujur kepada klien tentang
perilaku mereka. Umpan balik ini didasarkan pada data yang dikumpulkan

1
2
selama proses terapi.

 Umpan balik positif digunakan untuk memperkuat perilaku yang diinginkan,


sedangkan umpan balik konstruktif digunakan untuk membantu klien
mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.

5. Perumusan Tujuan yang Spesifik dan Terukur:

 Bersama dengan klien, konselor merumuskan tujuan perubahan perilaku yang


spesifik, jelas, dan dapat diukur. Ini membantu klien dan konselor memiliki
pemahaman yang sama tentang apa yang ingin dicapai.

 Tujuan yang terukur memungkinkan evaluasi kemajuan klien secara objektif.

6. Implementasi Teknik Perubahan Perilaku:

 Konselor menggunakan teknik dan strategi yang sesuai dengan masalah klien
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

 Teknik-teknik behavior, seperti penguatan positif, penguatan negatif, atau


desensitisasi sistematis, dapat digunakan untuk mengubah perilaku.

7. Evaluasi dan Pengambilan Keputusan Bersama:

 Selama terapi, konselor dan klien secara teratur mengevaluasi kemajuan


menuju tujuan.

 Keputusan tentang perubahan tindakan atau rencana konseling dapat dibuat


bersama berdasarkan hasil evaluasi.

8. Penguatan Positif dan Dukungan:

 Konselor memberikan penguatan positif dan dukungan kepada klien untuk


perilaku yang diinginkan. Ini dapat berupa pengakuan, pujian, atau hadiah.

 Dukungan emosional dan motivasi dari konselor membantu klien untuk tetap
termotivasi dalam perubahan perilaku.

9. Penghentian dan Perencanaan Masa Depan:

1
3
 Terapi behavior tidak selalu berlangsung selamanya. Konselor dan klien
merencanakan penghentian terapi ketika tujuan telah tercapai.

 Selama fase ini, konselor dan klien juga merencanakan strategi untuk menjaga
perubahan perilaku yang telah dicapai.

 Hubungan antara terapi dan klien dalam pendekatan behavior adalah


kolaboratif, berfokus pada perubahan perilaku yang konkret, dan didasarkan
pada kerja sama, dukungan, dan komunikasi terbuka antara konselor dan klien.
Ini memungkinkan klien untuk mengatasi masalah mereka dan
mengembangkan perilaku yang lebih sehat sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.

1
4
2.7 Teknik Dalam Behavior

-Desensitisasi Sistematis dalam Behavior

Teknik Desensitisasi Sistematis adalah metode yang digunakan dalam pendekatan


behavior untuk membantu individu mengatasi ketakutan, kecemasan, atau fobia dengan
cara mengurangi reaksi emosional mereka terhadap stimulus yang memicu kecemasan
tersebut. Berikut adalah penjelasan singkat tentang teknik ini:

Prinsip Dasar:

 Teknik ini didasarkan pada prinsip bahwa respons emosional yang tidak diinginkan
terhadap stimulus tertentu dapat dikurangi atau diubah melalui paparan bertahap
dan relaksasi.

Langkah-langkah Utama:

1. Identifikasi Fobia atau Kecemasan: Konselor dan klien bekerja sama untuk
mengidentifikasi stimulus atau situasi yang memicu reaksi kecemasan atau
ketakutan.

2. Perumusan Hierarki Kecemasan: Stimulus yang memicu kecemasan diurutkan


dalam urutan dari yang paling rendah ke yang paling tinggi dalam hal tingkat
kecemasan yang mereka timbulkan.

3. Relaksasi: Klien diajarkan teknik relaksasi, seperti pernapasan dalam, meditasi,


atau relaksasi otot, yang dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan.

4. Paparan Bertahap: Klien mulai secara perlahan-pelahan dipaparkan pada


stimulus yang paling rendah dalam hierarki kecemasan mereka. Mereka belajar
untuk tetap rileks dan mengendalikan kecemasan saat berhadapan dengan
stimulus tersebut.

5. Kenaikan Tingkat Paparan: Secara berangsur-angsur, klien dihadapkan pada


stimulus yang lebih tinggi dalam hierarki. Proses ini terus berlanjut hingga klien
merasa lebih nyaman dalam menghadapi stimulus yang sebelumnya memicu
kecemasan.

6. Penguatan Positif: Klien diberi penguatan positif dan pujian setiap kali mereka
berhasil mengatasi stimulus yang memicu kecemasan.

1
5
Contoh Penerapan: Misalnya, seseorang yang mengalami fobia terhadap ketinggian
dapat mengikuti langkah-langkah berikut:

 Tahap 1: Identifikasi ketinggian dalam urutan yang berbeda (misalnya, dari teras
rumah hingga gedung tinggi).

 Tahap 2: Klien memulai dengan melihat gambar ketinggian dan merenungkan


situasi tersebut tanpa kecemasan.

 Tahap 3: Klien mengunjungi teras rumah mereka dan berlatih relaksasi saat
disana.

 Tahap 4: Paparan ditingkatkan dengan mengunjungi lantai atas gedung yang lebih
tinggi dan mengendalikan kecemasan.

Dengan melibatkan klien secara bertahap dalam paparan stimulus yang memicu
kecemasan dan menggabungkannya dengan teknik relaksasi, teknik desensitisasi
sistematis bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kecemasan tersebut seiring
berjalannya waktu. Ini adalah salah satu contoh teknik yang efektif dalam mengubah
perilaku dan respons emosional yang tidak diinginkan dalam pendekatan behavior.

- Terapi Imposif & Latihan Perilaku Asertif

 Terapi Implosif

Terapi implosif adalah metode yang didasarkan pada gagasan bahwa jika seseorang
dihadapkan berkali-kali pada situasi yang memicu kecemasan tanpa konsekuensi yang
menakutkan, maka kecemasan akan berkurang. Dalam terapi ini, klien membayangkan
situasi yang membuat mereka cemas di hadapan terapis, dan konsekuensi buruk yang
mereka takuti tidak terjadi. Ini mengurangi kekuatan stimulus yang memicu kecemasan
dan mengurangi reaksi kecemasan. Contohnya, seseorang dengan obsesi kebersihan
yang berlebihan akan dibimbing untuk membayangkan situasi kotor tanpa konsekuensi
buruk yang diharapkan.

 Latihan Perilaku Asertif

1
6
Latihan asertif digunakan untuk melatih individu dalam menyatakan diri dengan jelas
dan tegas. Ini berguna untuk orang yang kesulitan mengungkapkan perasaan,
mengatakan "tidak," atau mengekspresikan afeksi. Terapis membantu klien melalui
permainan peran dan diskusi kelompok untuk meningkatkan perilaku asertif. Perilaku
asertif melibatkan kejujuran, keterbukaan, dan perhatian terhadap perasaan orang lain.
Ini memungkinkan individu untuk berkomunikasi secara efektif dan
mempertimbangkan perasaan orang lain dalam prosesnya.

Dalam kedua metode ini, peran terapis adalah membimbing klien melalui proses
perubahan perilaku dengan mendukung mereka dalam menghadapi ketakutan atau
kesulitan mereka. Melalui latihan dan eksposur yang terkontrol, klien dapat mengatasi
masalah mereka dan mengembangkan perilaku yang lebih sehat.

1
7
- Pengkondisian Perilaku Aversi & Pembentukan Perilaku Model

 Pengkondisian Aversi

Pengkondisian aversi adalah metode yang digunakan untuk mengurangi


perilaku simptomatik dengan memperkenalkan stimulus yang tidak
menyenangkan, seperti sengatan listrik atau ramuan mual, bersamaan dengan
munculnya perilaku yang tidak diinginkan.

Tujuannya adalah menciptakan kaitan antara perilaku tersebut dan stimulus tidak
menyenangkan tersebut. Teknik ini dapat diterapkan pada perilaku maladaptif
seperti merokok, obsesi kompulsi, dan penggunaan zat adiktif, di mana perilaku
maladaptif tersebut tidak dihentikan secara tiba-tiba, melainkan dikaitkan dengan
stimulus yang tidak menyenangkan. Dengan cara ini, terapi aversi membantu
menahan perilaku yang tidak diinginkan dan memberikan kesempatan kepada
individu untuk mengembangkan perilaku alternatif yang lebih sesuai.

 Pembentukan Perilaku Model

Pembentukan perilaku model adalah proses dimana konselor


menggunakan contoh perilaku untuk membantu klien mengembangkan perilaku
baru atau memperkuat perilaku yang sudah ada. Konselor menunjukkan berbagai
jenis perilaku melalui model audio, fisik, atau hidup, memungkinkan klien
memahami dan meniru perilaku yang diinginkan. Perilaku yang berhasil ditiru
oleh klien sering kali dihargai dengan pujian sebagai bentuk ganjaran sosial dari
konselor.

1
8
2.8 Aplikasi Dalam Konseling Behavior

Dengan pendekatan konseling behavioral, eksperimen dan penelitian telah membuktikan


bahwa klien yang mengalami masalah-masalah perilaku seperti fobia, cemas, gangguan
seksual, penggunaan zat adiktif, obsesi, depresi, gangguan kepribadian, serta gangguan
pada anak dapat mendapatkan bantuan yang signifikan. Pendekatan ini menjadi lebih kuat
dengan sanggahan terhadap kritik-kritik terhadapnya, Rachman (1963) dan Wolpe (1963)
menegaskan bahwa konseling behavioral Tidak hanya sekadar mengatasi gejala
permukaan, konseling behavioristik ini juga menggali akar masalah dan mampu
menciptakan perubahan perilaku yang berlangsung dalam jangka panjang.

Dengan demikian, aplikasi konseling behavioral memiliki dampak positif yang


berkelanjutan, membantu klien mengatasi hambatan perilaku mereka serta mencapai
perubahan yang berarti dalam hidup mereka.

1
9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah bahwa pendekatan behaviorisme dalam


konseling berfokus pada perubahan perilaku dengan menggunakan metode yang dapat
diukur dan diamati. Pendekatan ini menganggap bahwa perilaku manusia dapat
dipelajari dan dipengaruhi oleh lingkungan, dengan mengabaikan aspek-aspek filosofis
tentang manusia. Proses konseling behavioristik melibatkan asesmen, penetapan
tujuan, implementasi teknik, dan evaluasi. Konselor berperan penting dalam membantu
klien mengatasi masalah perilaku mereka, dan hubungan terapeutik yang positif serta
kolaborasi antara konselor dan klien adalah kunci kesuksesan terapi. Terdapat berbagai
teknik dalam pendekatan behaviorisme, seperti desensitisasi sistematis, terapi implosif,
latihan perilaku asertif, pengkondisian perilaku aversi, dan pembentukan perilaku
model, yang digunakan untuk membantu klien mengubah perilaku mereka. Aplikasi
konseling behavioristik telah terbukti efektif dalam membantu individu mengatasi
berbagai masalah perilaku dan mencapai perubahan yang berkelanjutan dalam hidup
mereka.

3.2 Saran

Menambahkan Contoh Kasus: Untuk memberikan pemahaman yang lebih konkret, bisa
menambahkan contoh kasus nyata tentang bagaimana pendekatan behaviorisme
diterapkan dalam konseling. Hal ini akan membantu pembaca untuk melihat bagaimana
teori diterapkan dalam praktik.Diskusi Lebih Lanjut tentang Kelebihan dan
Keterbatasan: Bicarakan lebih dalam tentang kelebihan dan keterbatasan dari pendekatan
behaviorisme dalam konseling. Misalnya, efektivitasnya dalam mengatasi beberapa
masalah perilaku dibandingkan dengan pendekatan lain, dan batasan apa yang mungkin
muncul dalam penerapannya.Perbandingan dengan Pendekatan Lain: Sebuah
perbandingan antara pendekatan behaviorisme dan pendekatan konseling lainnya, seperti
psikoanalisis atau terapi kognitif, dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang bagaimana pendekatan ini berbeda dan sejauh mana pendekatan ini dapat

2
0
efektif.Ruang untuk Pemikiran Kritis: Termasuk pemikiran kritis atau argumen yang
mungkin timbul dalam kaitannya dengan pendekatan behaviorisme. Hal ini akan
memberikan wawasan yang lebih komprehensif tentang perspektif yang berbeda
terhadap pendekatan.

DAFTAR PUSTAKA

Fikri, I. A. F., & Karneli, Y. (2021). Konsep Behavior Therapy dalam Meningkatkan Self
Efficacy Pada Siswa Terisolir. MUHAFADZAH, 1(2), 158-167.

Islam, K. B. K. (2014). Proses Konseling dan Psikoterapi pada Pondok Pesantren Al-
Qodir Sleman dalam Menangani Santri Penderita Gangguan Mental.

Sanyata, S. (2012). Teori dan aplikasi pendekatan behavioristik dalam konseling. Jurnal
Paradigma, 14(7), 1-11.

2
1
11

Anda mungkin juga menyukai