Anda di halaman 1dari 133

Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Modul Teori
Komunikasi Keperawatan dengan tepat waktu.
Penulis menyadari kekurangan dalam penyusunan modul ini, baik materi maupun
bahasa. Namun demikian, penulis berharap semoga modul ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa.
Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik demi kemajuan modul ini
kedepannya. Semoga Tuhan senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Aamiin.

TIM PENYUSUN
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii

KATA PENGANTAR...................................................................................... iii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iv

TOPIK 1. KONSEP DASAR KOMUNIKASI............................................................ 1

TOPIK 2. KONSEP DAN PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK ............................ 16

TOPIK 3. STRATEGI PELAKSANAAN/TAHAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK ...... 28

TOPIK 4. TEKNIK-TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK ........................................ 42

TOPIK 5. PENERAPAN KOMUNIKASI BERDASARKAN TINGKAT USIA ................ 52

TOPIK 6. KOMUNIKASI PADA BAYI DAN ANAK ................................................. 53

TOPIK 7. KOMUNIKASI PADA REMAJA, DEWASA DAN LANSIA ......................... 61

TOPIK 8. KOMUNIKASI PADA TAHAPAN PROSES KEPERAWATAN .................... 68

TOPIK 9. KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS ............. 73

TOPIK 10. KOMUNIKASI PADA KELUARGA, KELOMPOK DAN MASYARAKAT..... 82

TOPIK 11. KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA ................ 90

TOPIK 12. KONSEP DAN TEKNIK PENKES DAN PROMKES ................................. 97

TOPIK 13. MENJELASKAN PROMKES DAN TATANAN RS .................................. 110

TOPIK 14. MENJELASKAN RENCANA DAN MEDIA PENKES ............................... 110

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 120


MODUL TEORI KOMUNIKASI

A. Deskripsi mata kuliah

Mata kuliah ini diajarkan untuk mencapai kompetensi Mampu menguasai


konsep prinsip dan teknik komunikasi terapeutik serta hambatannya yang sering
ditemui dalam pelaksanaan asuhan keperawatan

B. Capaian Mata Kuliah


1. Menguasai konsep, prinsip dan tehnik komunikasi terapeutik serta hambatannya
yang sering di temui dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
2. Mengusai konsep, prinsip dan tehnik penyuluhan kesehatan sebagai bagian dari
upayah pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan bagi klien

C. Tujuan/Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


1. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep Dasar Komunikasi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep dan Prinsip Komunikasi terapeutik
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Strategi pelaksanaan (tahap-tahap) komunikasi
terapeutik.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Tehnik-tehnik komunikasi terapeutik
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Penerapan komunikasi berdasarkan tingkat usia
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Komunikasi pada bayi dan anak
7. Mahasiswa mampu menjelaskan Komunikasi pada remaja, dewasa dan lansia
8. Mahasiswa mampu menjelaskan Komunikasi pada setiap tahap proses
keperawatan
9. Mahasiswa mampu menjelaskan Melakukan komunikasi pada pasien dengan
kebutuhan khusus
10. Mahasiswa mampu menjelaskan Komunikasi pada keluarga, kelompok dan
masyarakat,
11. Mahasiswa mampu menjelaskan Komunikasi pada pasien dengan gangguan fisik
dan jiwa
12. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep prinsip, dan tehnik pendidikan kesehatan
dan promosi kesehatan bagi klien
13. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep Promosi kesehatan dan tatanan rumah
sakit konsep pemberdayaan klien
14. Mahasiswa mampu menjelaskan Rencana dan media penyuluhan kesehatan.
1

TOPIK 1 : KONSEP DASAR KOMUNIKASI DAN KOMUNIKASI


TERAPEUTIK DALAM KEPERAWATAN

1. PENDAHULUAN
Komunikasi adalah bagian yang penting dalam kehidupan dan menyatu dengan
kehidupan kita. Setiap saat, manusia selalu berkomunikasi dan menggunakannya
dalam berinteraksi dengan manusia lain. Kata-kata yang diucapkan seseorang adalah
komunikasi, diamnya seseorang adalah komunikasi, tertawanya seseorang adalah
komunikasi, dan menangisnya seseorang adalah komunikasi. Dengan berkomunikasi,
kehidupan kita akan interaktif dan menjadi lebih dinamis.

Komunikasi dalam aktivitas keperawatan adalah hal yang paling mendasar dan

menjadi alat kerja utama bagi setiap perawat untuk memberikan pelayanan/asuhan
keperawatan karena perawat secara terus-menerus selama 24 jam bersama pasien. Dalam
setiap aktivitasnya, perawat menggunakan komunikasi. Pengetahuan tentang komunikasi
dan komunikasi terapeutik sangat penting terkait dengan tugas-tugas Anda dalam
melakukan asuhan keperawatan dan dalam melakukan hubungan profesional dengan tim
kesehatan lainnya. Sebagai calon perawat ahli madya, keterampilan dasar yang penting
harus Anda kuasai adalah komunikasi. Penguasaan tentang komunikasi terapeutik dalam
praktik keperawatan akan memungkinkan Anda melaksanakan praktik keperawatan
secara berkualitas.
Topik 1 akan memberikan pengetahuan kepada Anda tentang konsep dasar
komunikasi yang meliputi pengertian, tujuan, model, bentuk-bentuk, elemen,
proses, dan faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi.

Setelah menyelesaikan Topik 1, diharapkan Anda mengetahui konsep dasar


komunikasi secara umum yang penting digunakan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan/praktik keperawatan yang berkualitas.

Setelah menyelesaikan Topik 1, diharapkan Anda dapat:

1. Menjelaskan pengertian komunikasi,


2. Menjelaskan tujuan komunikasi,
3. Menjelaskan elemen komunikasi,
2

4. Mengidentifikasi bentuk/jenis komunikasi,


5. Menjelaskan model proses komunikasi,
6. Menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi proses komunikasi

Berdasarkan tujuan pembelajaran pada Topik 1, secara berurutan pokok-pokok


materi yang akan dipaparkan dimulai dengan pengertian komunikasi. Selanjutnya,
tujuan komunikasi, elemen komunikasi, bentuk/jenis komunikasi, model proses
komunikasi, faktor-faktor yang memengaruhi proses komunikasi, dan terakhir adalah
tingkatan komunikasi.

1. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare – communicatio dan


communicatus yang berarti suatu alat yang berhubungan dengan sistem penyampaian
dan penerimaan berita, seperti telepon, telegraf, radio, dan sebagainya. Beberapa
pengertian komunikasi disampaikan oleh beberapa ahli berikut.

a. Chitty (1997) mendefinisikan komunikasi adalah tukar-menukar pikiran, ide, atau


informasi dan perasaan dalam setiap interaksi.
b. Jurgen Ruesch (1972) dalam Chitty (1997) menjelaskan bahwa komunikasi
adalah keseluruhan bentuk perilaku seseorang secara sadar ataupun tidak sadar
yang dapat memengaruhi orang lain tidak hanya komunikasi yang diucapkan dan
ditulis, tetapi juga termasuk gerakan tubuh serta tanda-tanda somatik dan
simbol-simbol.

Dari beberapa definisi di atas, secara sederhana komunikasi dapat diartikan


sebagai suatu proses pertukaran, penyampaian, dan penerimaan berita, ide, atau
informasi dari seseorang ke orang lain. Lebih kompleks, komunikasi
didefinisikan sebagai berikut.

a. Komunikasi adalah pertukaran keseluruhan perilaku dari komunikator kepada


komunikan, baik yang disadari maupun tidak disadari, ucapan verbal atau tulisan,
gerakan, ekspresi wajah, dan semua yang ada dalam diri komunikator dengan
tujuan untuk memengaruhi orang lain.
b. Komunikasi adalah proses yang dinamis serta selalu berubah sesuai dengan
situasi dan kondisi lingkungan yang senantiasa berubah.
3

Dalam berkomunikasi, diperlukan ketulusan hati antara pihak yang terlibat agar
komunikasi yang dilakukan efektif. Pihak yang menyampaikan harus ada
kesungguhan atau keseriusan bahwa informasi yang disampaikan adalah penting,
sedangkan pihak penerima harus memiliki kesungguhan untuk memperhatikan dan
memahami makna informasi yang diterima serta memberikan respons yang sesuai.

2. Tujuan Komunikasi

Berdasarkan beberapa pengertian/definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa secara


umum tujuan komunikasi sebagai berikut.

a. Menyampaikan ide/informasi/berita

Kalau kita melakukan komunikasi dengan orang lain, tujuan utamanya


adalah sampainya atau dapat dipahaminya apa yang ada dalam pikiran
kita atau ide kita kepada lawan bicara. Dengan demikian, ada satu kesamaan
ide antara apa yang ada dalam pikiran komunikator dan komunikan.
Contoh kegiatan keperawatan yang relevan sebagai berikut.
Komunikasi perawat kepada pasien saat menjelaskan kondisi pasien,
menyampaikan diagnosis keperawatan, rencana tindakan, prosedur tindakan,
atau menyampaikan hasil dari tindakan yang telah dilakukan.

b. Memengaruhi orang lain

Komunikasi yang kita lakukan kepada orang lain secara kita sadari
ataupun tidak kita sadari akan memengaruhi perilaku orang lain.
Secara sadar, jika kita berkomunikasi untuk tujuan memotivasi seseorang,
kita berharap bahwa orang yang kita motivasi akan melakukan hal sesuai
dengan yang kita inginkan. Secara tidak kita sadari, jika pada saat kita
memotivasi menunjukkan wajah yang serius, kita akan membuat lawan bicara
antusias untuk mendengarkan dan memperhatikan apa yang disampaikan
kepada dirinya
Contoh kegiatan keperawatan yang relevan sebagai berikut.
Komunikasi perawat kepada pasien saat memberikan motivasi untuk
memelihara kesehatan serta melakukan budaya hidup sehat melalui pengaturan
pola makan yang sehat dan olah raga teratur.
4

c. Mengubah perilaku orang lain

Komunikasi bertujuan mengubah perilaku, maksudnya jika kita bicara


dengan seseorang yang berperilaku berbeda dengan norma yang ada dan kita
menginginkan.

Contoh kegiatan keperawatan yang relevan sebagai berikut.

Komunikasi yang dilakukan perawat pada saat akan mengubah


keyakinan dan perilaku pasien yang tidak baik atau bertentangan dengan
kesehatan serta dengan keyakinan dan perilaku yang mendukung
kesehatannya.

d. Memberikan pendidikan

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak komunikasi terjadi dengan


tujuan memberikan pendidikan, misalnya komunikasi orang tua dengan
anaknya, guru/dosen dengan murid/mahasiswa, perawat dengan kliennya,
dan lain-lain. Komunikasi ini dilakukan dengan tujuan agar lawan bicara
(komunikan) memperoleh/mencapai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi
dan menunjukkan hal yang lebih baik dari sebelumnya.
Contoh kegiatan keperawatan yang relevan sebagai berikut.
Komunikasi yang dilakukan perawat saat memberikan pendidikan
atau penyuluhan kesehatan kepada pasien tentang pencegahan penularan
penyakit, memberikan pendidikan tentang pertolongan di rumah pada
anggota keluarga yang sakit demam berdarah, dan lain-lain yang tujuannya
meningkatkan pengetahuan agar lebih baik dari sebelumnya.

e. Memahami (ide) orang lain

Komunikasi antara dua orang atau lebih akan efektif jika antara
komunikator dan komunikan saling memahami ide masing-masing dan
mereka saling berusaha untuk memberi makna pada komunikasi yang
disampaikan atau diterima.

3. Elemen Komunikasi
5

Tahukah Anda bahwa dalam berkomunikasi ada elemen-elemen yang saling


berkaitan dan dapat memengaruhi komunikasi?
DeVito (1997) menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses yang terdiri
atas komponen-komponen/elemen-elemennya saling terkait. Setiap elemen dalam
komunikasi saling berhubungan satu dengan yang lain dan elemen yang satu
mendahului elemen lain yang terkait. Taylor, Lillis, LeMone (1989), dan DeVito (1997)
mengidentifikasi bahwa untuk berlangsungnya komunikasi yang efektif, ada lima elemen
utama, yaitu (a) komunikator (sender), (b) informasi/pesan/berita, (c) komunikan (reciever),
(d) umpan balik (feedback), dan (e) atmosfer/konteks.
Penjelasan :
a. Komunikator (sender)

Komunikator adalah orang atau kelompok yang menyampaikan


pesan/ide/informasi kepada orang/pihak lain sebagai lawan bicara. Komunikator
berarti sumber berita/informasi atau disebut informan, yaitu sumber/asal berita yang
disampaikan kepada komunikan. Seorang komunikator beraksi dan bereaksi
secara utuh meliputi fisik dan kognitif, emosional, dan intelektual.

b. Informasi/pesan/berita

Pesan adalah keseluruhan yang disampaikan oleh komunikator, disadari


atau tidak disadari, secara langsung atau tidak langsung. Pesan yang disadari adalah
segala ucapan (bahasa verbal) yang disampaikan komunikator secara sengaja dan
sudah dipersiapkan. Pesan yang tidak disadari adalah pesan yang muncul
beriringan atau bersamaan dengan pesan yang yang disampaikan pada saat
komunikator berbicara.
c. Komunikan (reciever)

Komunikan adalah orang atau sekelompok orang yang menerima pesan yang
disampaikan komunikator. Komunikan yang efektif adalah komunikan yang bersikap
kooperatif, penuh perhatian, jujur, serta bersikap terbuka terhadap komunikator dan
pesan yang disampaikan.

d. Umpan balik
6

Umpan balik adalah informasi yang dikirimkan balik ke sumbernya (Clement


dan Frandsen, 1976, dalam DeVito, 1997). Umpan balik bisa berasal dari diri
sendiri ataupun orang lain. Umpan balik dari diri sendiri, misalnya, jika kita
menyampaikan pesan melalui bicara, kita akan dapat secara langsung mendengar apa
yang kita sampaikan. Umpan balik dari orang lain adalah umpan balik yang datang
dari lawan bicara. Bentuk umpan balik yang diberikan, antara lain anggukan, kerutan
dahi, senyuman, gelengan kepala, interupsi pembicaraan, pernyataan setuju atau tidak
setuju, dan lain-lain. Umpan balik dapat berupa verbal ataupun nonverbal. Agar terjadi
umpan balik yang baik, harus bersifat jujur, sesuai dengan konten (isi pesan) yang
disampaikan, dan bagian dari solusi merupakan hasil proses berpikir, tidak bersifat
subjektif, dan disampaikan dalam waktu yang tepat.
e. Atmosfer/konteks

Atmosfer adalah lingkungan ketika komunikasi terjadi terdiri atas tiga


dimensi, yaitu dimensi fisik, sosial-psikologis, dan temporal yang
mempunyai pengaruh terhadap pesan yang disampaikan. Ketiga dimensi
lingkungan ini saling berinteraksi dan saling memengaruhi satu dengan lainnya.
Perubahan dari salah satu dimensi akan memengaruhi dimensi yang lain.
Dimensi fisik adalah lingkungan nyata (tangible), dapat berbentuk ruang atau
bangsal, dan segala komponen yang ada di dalamnya. Dimensi sosial-psikologis
meliputi tata hubungan status di antara pihak yang terlibat dan aturan budaya masyarakat
ketika mereka berkomunikasi. Yang termasuk dalam konteks ini adalah persahabatan atau
permusuhan, lingkungan formal atau informal, serta situasi yang serius atau tidak serius.
Dimensi temporal (waktu) adalah mencakup waktu ketika komunikasi terjadi. Pilihan
waktu yang tepat dapat mencapai efektivitas komunikasi yang dilakukan.

4. Bentuk/Jenis Komunikasi

Chitty (1997) menjelaskan bahwa secara umum ada dua bentuk komunikasi,
yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Berikut akan dijelaskan perbedaan
antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Selanjutnya, lakukan latihan
untuk memperjelas pemahaman Anda terhadap perbedaan keduanya.

a. Komunikasi verbal
7

Chitty (1997) mendefinisikan bahwa komunikasi verbal adalah pertukaran informasi


menggunakan kata-kata yang diucapkan secara oral dan kata-kata yang
dituliskan. Komunikasi oral adalah komunikasi yang dilakukan secara lisan, baik
langsung dengan cara tatap muka maupun secara tidak langsung, melalui telepon atau
telekonferensi. Komunikasi oral dilakukan untuk menyampaikan informasi secara cepat atau
untuk memperjelas pesan/informasi tertulis sehingga informasi lebih akurat. Jenis
komunikasi ini tergantung dari irama, kecepatan, intonasi, penguasaan materi oleh
komunikator, penekanan, dan nada suara serta bahasa yang digunakan.
Contoh penerapan komunikasi verbal oleh perawat sebagai berikut.

Saat menjelaskan rencana asuhan keperawatan kepada pasien, menjelaskan


prosedur tindakan, melakukan konsultasi, kolaborasi, atau melaporkan kondisi klien
dan sebagainya. Komunikasi tertulis adalah komunikasi yang dilakukan dalam bentuk
tulisan, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan untuk memberikan
informasi dalam jumlah yang besar sebagai bukti tertulis atau dokumentasi. Jenis
komunikasi ini dapat berbentuk tulisan tangan, surat kabar, atau e-mail.

Contoh penerapan jenis komunikasi tertulis dalam keperawatan sebagai


berikut.

Dokumentasi asuhan keperawatan, mencatat intruksi dokter, menulis hasil


kolaborasi, mencatat perkembangan klien, pelaporan, dan sebagainya.

b. Komunikasi
nonverbal

Setelah Anda memahami komunikasi verbal, selanjutnya Anda harus


mengenali dan mampu mengidentifikasi komunikasi nonverbal yang selalu mengiringi
komunikasi verbal. Chitty (1997) mendefinisikan komunikasi nonverbal
adalah pertukaran informasi tanpa menggunakan kata-kata. Komunikasi ini tidak
disampaikan secara langsung oleh komunikator, tetapi berhubungan dengan pesan
yang disampaikan secara oral ataupun tulisan. Macam-macam komunikasi
nonverbal adalah kontak mata, ekspresi wajah, postur atau sikap tubuh, gaya jalan,
gerakan/bahasa isyarat tubuh waktu bicara, penampilan secara umum, suara dan sikap
diam, atau simbol- simbol lain, misalnya model pakaian dan cara menggunakan.
8

5. Model Proses
Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses yang kompleks untuk mengirim pesan dari
komunikator kepada komunikan. Vecchio (1995) menguraikan bahwa proses
komunikasi merupakan urutan tahap-tahap komunikasi kompleks meliputi idea
generation, encoding, transmitting via various channels, receiving, decoding,
understanding, dan responding yang merupakan suatu siklus yang selalu berulang.
Dalam model ini, dijelaskan bahwa komunikasi dimulai dengan munculnya
ide (gagasan) dari komunikator (sender). Ide ini selanjutnya diproses/diolah di otak
dan keluar dalam bentuk gelombang suara atau tulisan atau dalam bentuk kode-
kode tertentu (encoding). Informasi yang telah diolah dalam bentuk kode-kode
tersebut selanjutnya ditransmisikan/disalurkan oleh komunikator melalui media
(channel). Channel ini akan membantu proses penyampaian pesan dari komunikator
dan proses penerimaan pesan oleh komunikan. Pesan/informasi yang sampai atau
diterima dalam bentuk gelombang suara, tulisan, atau kode-kode tersebut diproses dan
dipersepsikan oleh komunikan (decoding). Setelah dipersepsikan, komunikan akan
sampai pada tingkat pemahaman (understanding) dan selanjutnya berespons terhadap
pesan yang diterima sebagai umpan balik untuk komunikator. Respons yang diberikan
oleh komunikan akan menstimulasi munculnya ide baru dan seterusnya ide atau
informasi akan diproses kembali sebagai suatu siklus yang berulang. Model proses
komunikasi ini dapat dilihat pada Gambar 1.2.
6. Faktor-faktor yang Memengaruhi
Komunikasi

Secara umum, faktor yang memengaruhi komunikasi dapat ditinjau dari


proses komunikasi dan elemen komunikasi. Ada lima faktor utama yang
memengaruhi komunikasi ditinjau dari elemen komunikasi, yaitu faktor
komunikator, pesan/informasi, komunikan, umpan balik dan atmosfer.
Bacalah dengan cermat mengapa elemen-elemen dalam komunikasi
menjadi
faktor utama yang memengaruhi efektivitas komunikasi.
a. Komunikator
Komunikator adalah seseorang yang mengirimkan pesan. Seorang komunikator
harus menunjukkan penampilan yang baik, sopan dan menarik, serta berwibawa dan
9

tidak sombong. Di samping itu, harus mempunyai pengetahuan yang memadai ,


menguasai materi, dan memahami bahasa yang digunakan lawan (language mastery).
Hal ini penting karena salah satu hambatan dalam komunikasi adalah adanya
ketidaksesuaian bahasa yang digunakan antara komunikator dan komunikan.
Penguasaan bahasa ini penting untuk menghindari terjadinya salah tafsir
(misperception) dalam komunikasi.
Lihat contoh berikut.
Dahar (kromo inggil dalam bahasa Jawa) berarti makan untuk tingkat tinggi atau
orang yang kita hormati, misal pada orang tua, guru, dan sebagainya; berbeda dengan
dahar (bahasa Sunda) berarti makan untuk tingkat rendah atau tidak tidak
terhormat.

Kasep (bahasa Jawa) berarti terlambat sekali, berbeda dengan kasep (bahasa
sunda) yang berarti cakep/ganteng/tampan.
Selanjutnya, seorang komunikator harus mampu membaca peluang
(opportunity), mengolah pesan supaya mudah dipahami komunikan, dan mempunyai
alat-alat tubuh yang baik sehingga menghasilkan suara yang baik dan jelas, antara lain
pita suara, mulut, bibir, lidah, dan gigi. Seorang komunikator yang pita suaranya
terganggu, tidak mempunyai gigi, atau sumbing akan mengalami kesulitan dalam
berkata-kata yang mengakibatkan tidak jelasnya pesan yang disampaikan.

b. Pesan/informasi

Pesan yang bersifat informatif dan persuasif akan mudah diterima dan
dipahami daripada pesan yang bersifat memaksa. Pesan yang mudah diterima adalah
pesan yang sesuai dengan kebutuhan komunikan (relevan), jelas (clearly), sederhana
atau tidak bertele-tele, dan mudah dimengerti (simple). Di samping itu, informasi akan
menarik jika merupakan informasi yang sedang hangat (up to date).
c. Komunikan

Komunikan adalah seseorang yang menerima pesan dari komunikator. Seorang


komunikan harus mempunyai penampilan atau sikap yang baik, sopan, serta tidak
sombong. Seorang komunikan yang berpenampilan acak-acakan berarti tidak
menghargai diri sendiri dan orang lain. Demikian pula jika komunikan tampak
sombong/angkuh, akan memengaruhi psikologis komunikator yang berdampak pada
tidak efektifnya pesan yang disampaikan. Di samping itu, seorang komunikan harus
10

mempunyai pengetahuan, keterampilan komunikasi, dan memahami sistem


social komunikator. Hal ini penting karena tanpa pengetahuan dan keterampilan
mengolah
informasi yang diterima sehingga dapat terjadi ketidaksesuaian persepsi (mispersepsi).
Selanjutnya, seorang komunikan harus mempunyai alat-alat tubuh yang baik. Alat
tubuh yang berperan utama untuk menerima pesan suara adalah telinga. Supaya
pesan dapat diterima dengan tepat, komunikan harus mempunyai fungsi pendengaran yang
baik.
d. Umpan balik

Komunikasi efektif jika komunikan memberi umpan balik yang sesuai dengan
pesan yang disampaikan. Umpan balik ini penting bagi komunikator karena sebagai salah
satu tolok ukur keberhasilan komunikasi. Mengerti atau tidaknya komunikan terhadap
isi pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dilihat dari bagaimana komunikan
memberikan umpan balik.
e. Atmosfer

Untuk mencapai komunikasi yang efektif diperlukan lingkungan yang kondusif


(condisive) dan nyaman (comfortable). Lingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan
yang mendukung berlangsungnya komunikasi efektif. Dalam dimensi fisik lingkungan
nyaman, yaitu lingkungan yang tenang, sejuk, dan bersih sehingga kondusif dalam
mencapai komunikasi yang efektif. Dalam dimensi sosial-psikologis, komunikasi yang
kondusif adalah komunikasi yang dilakukan dengan penuh persahabatan, akrab, dan
santai. Sementara itu, dalam dimensi temporal (waktu), komunikasi yang dilakukan
dengan waktu yang cukup dan tidak tergesa-gesa memungkinkan tercapainya tujuan
komunikasi yang efektif.

LATIHAN

1) Jelaskan pengertian komunikasi!

2) Sebutkan lima tujuan komunikasi!


3) Jelaskan lima elemen komunikasi!
4) Apa sajakah bentuk/jenis komunikasi?
5) Jelaskan model proses komunikasi menurut Vecciho!
6) Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi proses komunikasi!
11

Petunjuk Jawaban
Latihan

1) Lihat penjelasan pengertian komunikasi.

2) Lihat uraian lima tujuan komunikasi.


3) Lihat uraian lima Elemen komunikasi.
4) Lihat uraian bentuk/jenis komunikasi.
5) Lihat model proses komunikasi menurut Vecciho.
6) Lihat faktor-faktor yang memengaruhi proses komunikasi

RINGKASAN
1) Komunikasi adalah suatu proses pertukaran serta penyampaian dan penerimaan
berita, ide, atau informasi dari seseorang ke orang lain. Lebih kompleks komunikasi
didefinisikan sebagai pertukaran keseluruhan perilaku komunikator kepada
komunikan baik yang disadari maupun tidak disadari, ucapan verbal atau tulisan,
gerakan, ekspresi wajah, dan semua yang ada dalam diri komunikator dengan tujuan
untuk memengaruhi orang lain.
2) Tujuan komunikasi adalah menyampaikan ide, memengaruhi orang lain,
mengubah perilaku orang lain, memberikan pendidikan kesehatan, dan
memahami ide orang lain.
3) Elemen komunikasi ada lima, yaitu komunikator, informasi yang disampaikan,
komunikan, umpan balik, dan atmosfer.
4) Jenis komunikasi ada dua, yaitu komunikasi verbal (komunikasi yang disampaikan
melalui kata-kata atau ucapan) dan komunikasi nonverbal (kontak mata, ekspresi
wajah, sikap tubuh, gerakan, penampilan, atau simbol-simbol yang digunakan).
5) Proses komunikasi merupakan urutan atau tahap-tahapan yang kompleks

meliputi gagasan (idea generation), pengolahan data oleh komunikator (encoding),


serta menyalurkan (transmitting) melalui channels, receiving, decoding,
understanding, and responding, yang merupakan suatu siklus yang selalu berulang
6) Faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi ditinjau dari prosesnya tergantung
dari komunikator, pesan yang disampaikan, komunikan, umpan balik, dan atmosfer.
12

TES 1

Pilihlah satu jawaban yang tepat!

1) Berikut ini adalah benar tentang komunikasi nonverbal yang harus diketahui
perawat saat komunikasi dengan pasien ….

A. keluhan utama

B. ungkapan perasaan pasien


C. ekspresi wajah
D. jawaban pasien
2) Perawat Ani sedang memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien Nn. Dorce
tentang pengaturan pola makan yang tepat untuk pasien gastritis. Kegiatan ini
dilakukan di ruang penyuluhan bersama dua orang pasien lainnya. Elemen
komunikan dalam proses komunikasi pada kasus tersebut adalah ….

A. Perawat
An

B. Pasien Nn. Dorce


C. Pengaturan pola makan
D. Ruang penyuluhan
3) Memproses informasi/ide dari seorang komunikator dalam bentuk kata-kata
yang mudah dipahami oleh komunikan adalah proses komunikasi yang disebut
dengan ….

A. ideation

B. encoding
C. transmission
D. receiving
4) Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi yang ditinjau komunikan

Adalah….
A. penguasaan materi
B. bahasa yang digunakan
C. kemampuan bicara
D. vokal
13

5) Yang bukan termasuk komunikasi nonverbal yang harus diketahui perawat

adalah….
A. menangis
B. suara lirih
C. murung
D. bertanya
6) Di ruang konsultasi yang tenang dan sejuk, tampak perawat dan klien sedang
duduk berhadapan. Berikut ini petikan komunikasi perawat-klien dalam
pelayanan keperawatan.

P : Selamat pagi (sambil berjabat tangan). Bagaimana perasaan ibu hari ini?

(Sambil memandang klien dan tersenyum).


K : Selamat pagi, perasaan saya sangat tidak nyaman. Banyak hal tidak mampu
saya kerjakan karena saya harus sering kontrol ke rumah sakit (pasien
menunduk dan tampak sedih).
Berdasarkan ilustrasi tersebut, yang termasuk dalam elemen atmosfer dalam
Komunikasi adalah ….
A. duduk berhadapan perawat-klien
B. ruang konsultasi yang tenang dan sejuk
C. berjabatan tangan
D. memandang klien dan tersenyum
7) Komunikasi dalam bentuk tertulis sangat penting dilakukan perawat dalam
melakukan aktivitas perawatan sebagai berikut, kecuali ….
A. melakukan konsultasi

B. mendokumentasikan tindakan keperawatan


C. menulis jam berkunjung
D. dilakukan pada pasien tidak bisa bicara
8) Seorang pasien wanita umur 30 tahun tampak berduka setelah suaminya
meninggal dunia. Pasien tampak sering menyendiri dan menangis, wajah
murung, tidak mau bicara, dan tidak mau bertemu orang lain. Pasien sering
mengeluh “saya tidak mampu hidup tanpa dia”, “kenapa dia pergi begitu
cepat?”.

Data yang termasuk komunikasi verbal pada kasus tersebut ….


14

A. tampak sering menyendiri


B. sering menangis
C. wajah murung
D. “Kenapa dia pergi begitu cepat”
9) Berikut ini cara efektif untuk melakukan komunikasi interpersonal adalah ….

A. tatap muka atau face to face


B. melalui telepon
C. dialog dengan diri sendiri
D. melalui media
10) Perawat kepada pasien memberikan motivasi kepada pasien untuk memelihara
kesehatan dengan melakukan budaya hidup sehat melalui pengaturan pola
makan yang sehat dan olahraga teratur. Tujuan komunikasi berdasarkan situasi
tersebut adalah

A. menyampaikan ide

B. memengaruhi orang lain


C. meningkatkan pengetahuan pasien
D. supaya pasien sehat
15

Topik 2 Dasar-dasar Komunikasi Terapeutik

Selamat! Anda telah berhasil mempelajari materi Topik 1. Lanjutkan untuk


mempelajari Topik 2 berikut. Topik 2 membahas dasar-dasar komunikasi terapeutik yang
meliputi definisi, tujuan dan kegunaan komunikasi terapeutik, komunikasi sebagai elemen
terapi, perbedaan komunikasi terapeutik dan komunikasi sosial, faktor-faktor yang
memengaruhi komunikasi terapeutik, penggunaan diri perawat secara terapeutik, serta
analisis diri perawat.

Setelah menyelesaikan Topik 2, diharapkan Anda mampu menganalisis masalah

dengan dasar-dasar komunikasi terapeutik secara akurat dalam praktik keperawatan.


Setelah menyelesaikan Topik 2, diharapkan Anda dapat:

1. mendefinisikan komunikasi terapeutik,


2. mengidentifikasi tujuan komunikasi terapeutik,
3. menjelaskan kegunaan komunikasi terapeutik,
4. memahami komunikasi sebagai elemen terapi,
5. mengidentifikasi perbedaan komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial,
6. menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi terapeutik,
7. menganalisis penggunaan diri secara terapeutik dan analisis diri perawat,

Berdasarkan tujuan pembelajaran pada Topik 2, secara berurutan akan disajikan


pokok-pokok pembelajaran sebagai berikut: definisi, tujuan dan kegunaan komunikasi
terapeutik, komunikasi sebagai elemen terapi, perbedaan komunikasi terapeutik dan
komunikasi sosial, faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi terapeutik,
penggunaan diri perawat secara terapeutik, serta analisis diri perawat.

Komunikasi dalam pelayanan dan asuhan keperawatan adalah hal yang paling

esensial. Komunikasi menjadi alat kerja utama bagi perawat dalam rangka memberikan
pelayanan yang terbaik. Bagi seorang perawat, hal ini cukup beralasan karena perawat
selalu bersama dan berinteraksi dengan pasien selama 24 jam secara terus-menerus dan
berkesinambungan mulai awal kontak sampai akhir. Pengetahuan dan penerapan tentang
dasar-dasar komunikasi terapeutik dalam keperawatan ini sangat penting. Komunikasi
dalam praktik keperawatan dapat menjadi elemen terapi. Perawat yang memiliki
16

keterampilan berkomunikasi terapeutik akan mudah menjalin hubungan saling


percaya dengan pasien dan memberikan kepuasan serta meningkatkan citra profesi
keperawatan.
1. Definisi Komunikasi Terapeutik

Hubungan terapeutik antara perawat klien adalah hubungan kerja sama yang
ditandai dengan tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman
ketika
membina hubungan intim yang terapeutik (Stuart dan Sunden, 1987: 103), sedangkan
Indrawati (2003) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal
dengan fokus adanya saling pengertian antarperawat dengan pasien. Komunikasi ini
adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien sehingga dapat
dikategorikan dalam komunikasi pribadi antara perawat dan pasien, perawat
membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003).
Berdasarkan paparan tersebut, secara ringkas definisi komunikasi terapeutik
sebagai berikut.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan
klien yang dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien saling memengaruhi dan
memperoleh pengalaman bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah
klien serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang pada akhirnya
mencapai kesembuhan klien.

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Berdasarkan definisi komunikasi terapeutik, berikut ini tujuan dari komunikasi


terapeutik.
a. Membantu mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban perasaan dan
pikiran.
b. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk klien/pasien. c.
Memperbaiki pengalaman emosional klien.
d. Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat


dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien. Apabila perawat tidak
17

memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang


memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi
hubungan sosial biasa.

3. Kegunaan Komunikasi Terapeutik

a. Merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga
kesehatan.
b. Mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau pasien. c.
Mengetahui keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.
d. Sebagai tolok ukur kepuasan pasien.
e. Sebagai tolok ukur komplain tindakan dan rehabilitasi.

4. Komunikasi sebagai Elemen Terapi


Apakah Anda mengetahui bahwa komunikasi yang kita lakukan sebagai
perawat dapat memberikan efek terapi (efek penyembuhan) bagi klien
Komunikasi sebagai elemen terapi mempunyai makna bahwa komunikasi
yang dilakukan oleh perawat adalah mempunyai tujuan terapi atau memberikan efek
penyembuhan buat klien. Komunikasi adalah salah satu alat yang paling esensial
bagi perawat. Dengan komunikasi (verbal ataupun nonverbal), perawat dapat
memberikan kesembuhan buat klien. Senyum perawat, kesabaran, kelembutan,
kata-kata yang tegas dan menyejukkan atau kata-kata yang disampaikan dengan
jelas dapat mempengaruhi perilaku klien untuk berbuat lebih baik dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatannya.
Pernahkah Anda melihat seorang perawat jiwa melakukan komunikasi
dengan
pasien untuk mengubah atau memperbaiki perilakunya yang menyimpang? Lakukanlah
pengamatan pada perawat jiwa yang sedang berinteraksi dengan pasien!

Komunikasi sebagai elemen terapi sangat nyata sekali dilakukan


dalam perawatan pada pasien yang mengalami masalah psikososial atau mengalami
gangguan jiwa. Untuk mengubah dan membantu proses adaptasi pasien
gangguan jiwa, satu-satunya alat kerja yang efektif untuk mencapai kesembuhan
pasien adalah komunikasi yang dilakukan perawat. Komunikasi yang dilakukan
perawat, baik verbal maupun nonverbal, dapat memberikan kesembuhan buat klien.
18

5. Perbedaan Komunikasi Terapeutik dan Komunikasi Sosial


Komunikasi terapeutik berbeda secara spesifik dengan komunikasi sosial.
Komunikasi terapeutik dalam konteks hubungan saling membantu (the helping
relationship) menurut Taylor, Lillis, dan LeMone (1989) adalah hubungan saling
membantu antara perawat-klien yang berfokus pada hubungan untuk memberikan bantuan
yang dilakukan oleh perawat kepada klien yang membutuhkan pencapaian tujuan. Dalam
hubungan saling membantu ini, perawat berperan sebagai orang yang membantu dan klien
adalah orang yang dibantu, sedangkan sifat hubungan adalah hubungan timbal balik dalam
rangka mencapai tujuan klien.
Tujuan hubungan saling membantu (helping relationship), menurut Taylor,
Lillis, dan LeMone (1989), adalah memenuhi kebutuhan klien dan
meningkatkan kemandirian, perasaan berharga, dan kesejahteraan. Sementara itu,
Stuart dan Laraia (1998) mengidentifikasi tujuan helping relationship sebagai
berikut

a. Memperoleh realisasi diri (self realization), penerimaan diri (self acceptance),


dan meningkatkan tanggung jawab diri (self respect).
b. Memperjelas identitas personal (personal identity) dan meningkatkan integritas
personal (personal integration).
c. Meningkatkan keintiman (intimate), saling ketergantungan (interdependent),
serta hubungan interpersonal (interpersonal relationship) dengan kemampuan
memberi dan menerima penuh kasih sayang.
d. Meningkatkan fungsi kehidupan dan kepuasan serta pencapaian tujuan personal
secara realistis.

Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa hubungan terapeutik berbeda


dengan hubungan sosial. Komunikasi terapeutik juga berbeda dengan komunikasi
sosial. Tabel di bawah ini menjelaskan perbedaan tersebut.

Perbedaan Hubungan Terapeutik dan Hubungan Sosial (Stuart &dan Laraia, 1998)

Hubungan Terapeutik Hubungan Sosial


19

1. Terjadi untuk tujuan yang spesifik. 1. Terjadi secara spontan/tidak


direncanakan secara spesifik.
2. Orang yang terlibat bebas.
2. Orang terlibat jelas spesifik

(perawat/terapis dan klien). 3. Informasi yang disampaikan

3. Perawat-klien memberikan informasi hampir sama antara pihak-pihak

yang berbeda. yang terlibat.

4. Dibangun atas dasar untuk

6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik


Berhasilnya pencapaian tujuan dari suatu komunikasi sangat tergantung dari
faktor-faktor memengaruhi sebagai berikut.

a. Spesifikasi tujuan komunikasi


Komunikasi akan berhasil jika tujuan telah direncanakan dengan jelas.
Misalnya, tujuan komunikasi adalah mengubah perilaku klien, maka komunikasi
diarahkan untuk mengubah perilaku dari yang malaadaptif ke adaptif.
b. Lingkungan nyaman
Maksud lingkungan nyaman adalah lingkungan yang kondusif untuk
terjalinnya hubungan dan komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat. Lingkungan
yang tenang/tidak gaduh atau lingkungan yang sejuk/tidak panas adalah lingkungan
yang nyaman untuk berkomunikasi. Lingkungan yang dapat melindungi privasi akan
memungkinkan komunikan dan komunikator saling terbuka dan bebas untuk
mencapai tujuan.
c. Privasi (terpeliharanya privasi kedua belah pihak)
Kemampuan komunikator dan komunikan untuk menyimpan privasi masing-
masing lawan bicara serta dapat menumbuhkan hubungan saling percaya yang
menjadi kunci efektivitas komunikasi.
d. Percaya diri
Kepercayaan diri masing-masing komunikator dan komunikan dalam
komunikasi dapat menstimulasi keberanian untuk menyampaikan pendapat
sehingga komunikasi efektif.
e. Berfokus kepada klien
20

Komunikasi terapeutik dapat mencapai tujuan jika komunikasi diarahkan


dan berfokus pada apa yang dibutuhkan klien. Segala upaya yang dilakukan perawat
adalah memenuhi kebutuhan klien.
f. Stimulus yang optimal
Stimulus yang optimal adalah penggunaan dan pemilihan komunikasi yang
tepat sebagai stimulus untuk tercapainya komunikasi terapeutik.
g. Mempertahankan jarak personal
Jarak komunikasi yang nyaman untuk terjalinnya komunikasi yang efektif
harus diperhatikan perawat. Jarak untuk terjalinnya komunikasi terapeutik adalah
satu lengan (± 40 cm). Jarak komunikasi ini berbeda-beda tergantung pada keyakinan
(agama), budaya, dan strata social.

7. Penggunaan Diri secara Terapeutik dan Analisis diri Perawat

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, diri perawat adalah alat yang


terapeutik untuk penyembuhan klien. Sebagai alat, perawat harus mampu
menggunakan dirinya secara terapeutik. Cara menggunakan diri secara
terapeutik (bagi perawat), yaitu mengembangkan kesadaran diri (developing self
awareness), mengembangkan kepercayaan (developing trust), menghindari
pengulangan (avoiding stereotypes), dan tidak menghakimi (becoming
nonjudgmental) (Chitty, 1997).
Sebagai seorang perawat, Anda harus selalu meningkatkan kualitas diri
supaya
terapeutik untuk diri sendiri dan orang lain dengan menganalisis diri. Cara melakukan
analisis diri adalah melakukan evaluasi kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan
diri, mengklarifikasi nilai, mengeksplorasi perasaan, perawat sebagai role model,
mengutamakan kepentingan orang lain, bersikap etis, dan bertanggung jawab. Berikut
uraian masing-masing cara menganalisis diri perawat.
a. Kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri

Cara meningkatkan kesadaran diri dapat menggunakan johary window yang


terdiri atas empat kuadran dan menggambarkan kualitas diri seperti pada Gambar 1.3.
Ada dua aspek self yang harus dilakukan perawat, yaitu kesadaran diri
dan pengungkapan diri.
21

SIAPA
SAYA?

ars

DeVito (1997) menjelaskan bahwa untuk meningkat kesadaran diri dapat dilakukan
dengan cara berikut.

a) Dialog dengan diri sendiri, melakukan komunikasi intrapersonal dengan diri


sendiri untuk mengenal aspek-aspek diri.
b) Mendengarkan pendapat orang lain tentang diri kita.
c) Mengurangi daerah buta dengan terus belajar dari lingkungan sekitar kita.
d) Amatilah diri Anda dari pandangan yang berbeda/dari sumber yang berbeda.
e) Memperluas daerah terbuka dengan terus-menerus menjalin komunikasi dan
interaksi dengan orang lain.
Selain menggunakan joharry window untuk meningkatkan kesadaran diri, DeVito
(1998) menjelaskan bahwa perawat juga dapat melakukan pengungkapan dirinya. Dengan
cara ini, perawat dilatih untuk jujur dalam mengungkapkan siapa dirinya. Berikut cara
pengungkapan diri yang dapat dilakukan oleh perawat.
a) Ungkapan informasi tentang diri kita sendiri yang biasa kita sembunyikan.
b) Ungkapan hal-hal yang menyangkut diri kita yang tidak disadari.
c) Ungkapan hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui orang lain.
d) Ungkapan informasi tentang diri kita: pikiran, perasaan, dan perilaku. e)
Ungkapan informasi yang biasa dan secara aktif disembunyikan.
f) Libatkan minimal satu orang untuk lebih banyak mengungkapkan diri kita
(perawat), baik tentang kebaikan, kejelekan, kelebihan, maupun kekurangan.

b. Klarifikasi nilai (clarification of value )


22

Perawat melakukan klarifikasi terhadap nilai-nilai yang diyakini yang mendasari


sikap dan tingkah lakunya, misalnya nilai kebersamaan, kekeluargaan, religi,
kebersihan, keindahan, dan lain-lain.
Tugas
1) Lakukan identifikasi nilai-nilai yang Anda yakini yang membentuk sikap dan
sebagai dasar tingkah laku anda saat ini.
2) Lakukanlah klarifikasi terhadap nilai-nilai tersebut, apakah ada yang
bertentangan dengan kesehatan.
3) Eksplorasi perasaan (feeling exploration)
Perawat harus mampu mengekspresikan perasaan secara jujur. Hal ini penting dalam
rangka meningkatkan kesadaran kita terhadap perasaan yang disadari atau tidak yang dapat
berpengaruh terhadap keberhasilan hubungan dengan klien.
Tugas

1) Identifikasi perasan positif atau negatif.


2) Berikan penguatan pada perasaan yang positif dan gunakan secara efektif.
3) Pikirkan bagaimana cara mengeliminasi perasaan negatif.
d. Perawat sebagai model peran (nurses as role model)

Perawat sebagai role model maksudnya adalah perawat harus menjadi contoh yang
baik bagi klien. Perawat dengan nilai-nilai yang dimilikinya harus bersikap dan bertingkah
laku yang dapat dicontoh secara baik oleh klien. Peran ini harus disadari oleh perawat
sehingga perawat harus selalu mengontrol perilakunya.
e. Berorientasi untuk kepentingan orang lain (altruism)

Perawat harus berorientasi untuk kepentingan orang lain, bukan dirinya sendiri.
Perawat dapat meningkatkan kesadaran diri secara terus-menerus untuk menyelami
masalah klien dan berpikir untuk selalu berbuat baik kepada klien. Segala aktivitas
yang dilakukan perawat adalah kepentingan kesembuhan klien atau mencapai tujuan yang
diinginkan klien.
f. Ethic dan responsibility

Perawat harus mengedepankan nilai-nilai dan etika yang disadarinya serta


menunjukkan tanggung jawab yang tinggi.

LATIHAN
23

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi pada Topik 2, kerjakan


latihan berikut!
1) Jelaskan apa yang dimaksud komunikasi terapeutik!
2) Sebutkan empat tujuan komunikasi terapeutik!
3) Sebutkan lima kegunaan komunikasi terapeutik!
4) Jelaskan apa yang dimaksud komunikasi sebagai elemen terapi!
5) Sebutkan minimal tiga perbedaan komunikasi terapeutik dengan komunikasi
sosial!
6) Jelaskan faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi terapeutik!
7) Bagaimana cara menggunakan diri secara terapeutik

Petunjuk Jawaban Latihan


Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan tersebut, bacalah kembali
materi dalam Topik 2 yang sesuai dengan latihan di atas dan gunakan referensi
lain yang terkait untuk memperkuat jawaban Anda.

RINGKASAN

1) Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan klien


yang dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien saling memengaruhi dan
memperoleh pengalaman bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi
masalah klien serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang pada
akhirnya untuk mencapai kesembuhan klien.
2) Tujuan komunikasi terapeutik sebagai berikut.
a) Membantu mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban perasaan dan
pikiran.
b) Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk klien/pasien. c)
Memperbaiki pengalaman emosional klien.
d) Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.
3) Kegunaan komunikasi terapeutik sebagai berikut.
a) Merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga
kesehatan.
24

b) Mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau pasien. c)


Mengetahui keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.
d) Sebagai tolok ukur kepuasan pasien.
e) Sebagai tolok ukur komplain tindakan dan rehabilitasi.
4) Komunikasi sebagai elemen terapi mempunyai makna bahwa komunikasi yang
dilakukan oleh perawat adalah mempunyai tujuan terapi atau memberikan efek
penyembuhan buat klien. Dengan komunikasi (verbal maupun nonverbal), perawat
dapat memberikan kesembuhan buat klien.
5) Perbedaan komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mempunyai tujuan spesifik,


dilakukan berdasarkan rencana secara spesifik, dilakukan oleh orang-orang yang
spesifik, terjadi sharing informasi yang berbeda dan dibangun atas dasar untuk
memenuhi kebutuhan klien. Komunikasi sosial adalah komunikasi yang dilakukan
untuk tujuan yang bersifat umum, tidak direncanakan secara spesifik (terjadi
secara spontan), dilakukan oleh siapa saja (masyarakat umum) yang mempunyai
minat yang sama, informasi yang disampaikan hampir sama antara pihak-pihak yang
terlibat, serta dibangun atas dasar kebutuhan bersama semua pihak yang terlibat
komunikasi.
6) Faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi terapeutik adalah spesifikasi tujuan
komunikasi, lingkungan nyaman, privasi (terpeliharanya privasi kedua belah
pihak), percaya diri, berfokus kepada klien, stimulus yang optimal, dan
mempertahankan jarak personal.
7) Cara menggunakan diri secara terapeutik (bagi perawat), yaitu mengembangkan
kesadaran diri (developing self awareness), mengembangkan kepercayaan
(developing trust), menghindari pengulangan (avoiding stereotypes), dan tidak
menghakimi (becoming nonjudgmental); sedangkan cara melakukan analisis diri
adalah melakukan evaluasi kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan
diri, mengklarifikasi nilai, eksplorasi perasaan, perawat sebagai role model,
mengutamakan kepentingan orang lain, bersikap etis, dan bertanggung jawab.

TES 2
25

1) Komunikasi terapeutik adalah komunikasi untuk mencapai tujuan terapi. Berikut ini
adalah tujuan komunikasi terapeutik, yaitu ….
A. memperbaiki pengalaman emosional klien
B. meningkatkan kemampuan komunikasi perawat
C. meningkatkan kemampuan perawat dalam mengambil keputusan untuk
pasien
D. mendiskusikan penyelesaian masalah
2) Berikut ini yang merupakan karakteristik hubungan terapeutik perawat-klien
adalah ….
A. informasi hampir sama antara komunikator dan komunikan
B. dibangun atas dasar untuk memenuhi kebutuhan klien
C. kebutuhan untuk kebersamaan pihak yang terlibat
D. orang yang terlibat bebas
3) Komunikasi terapeutik antara perawat-klien akan berhasil jika kedua belah pihak
(perawat-klien) saling menjaga rahasia. Faktor yang memengaruhi adalah ….
A. privasi
B. konfiden
C. berfokus pada klien
D. tujuan komunikasi jelas
4) Setiap individu harus meningkatkan kesadaran diri dengan cara memperluas
daerah terbuka. Berikut ini karakteristik daerah terbuka, yaitu ….
A. berisi informasi diri, sikap, dan perilaku yang hanya diketahui oleh orang
lain
B. informasi tentang diri individu terbuka untuk umum
C. sikap dan perilaku diketahui oleh diri sendiri
D. sikap dan perilaku diketahui oleh diri sendiri dan orang lain
5) Berikut ini cara meningkatkan kesadaran diri, yaitu ….
A. melakukan komunikasi intrapersonal
B. secara sadar memberikan penilaian kepada orang lain
C. mengklarifikasi pendapat orang tentang diri kita
D. lebih sering mengamati perilaku orang lain
6) Untuk meningkatkan kualitas personal, perawat secara terus-menerus harus
melakukan eksplorasi diri terkait hal-hal yang baik/tidak baik, hal-hal yang
26

disadari/tidak disadari, upaya-upaya perbaikan, dan sebagainya melalui perenungan


diri. Level komunikasi yang digunakan perawat tersebut adalah ….
A. komunikasi interpersonal
B. komunikasi profesional
C. komunikasi individu
D. komunikasi intrapersonal

7) Berikut ini adalah sifat atau perilaku yang menunjukkan perluasan kesadaran diri
perawat, yaitu ….
A. sifat atau perilaku individu tidak diketahui oleh diri sendiri, tetapi diketahui
oleh orang lain
B. sifat atau perilaku individu diketahui oleh diri sendiri dan orang lain
C. sifat atau perilaku individu tidak diketahui oleh diri sendiri dan orang lain
D. sifat atau perilaku individu diketahui oleh diri sendiri, tetapi tidak diketahui
orang lain
8) Seorang perawat sedang duduk di hadapan pasien yang sedang menangis sambil
memegang tangannya. Perawat diam dan selalu memandang pasien dengan penuh
perhatian. Tujuan komunikasi terapeutik pada situasi tersebut adalah ….
A. membantu kesembuhan
B. membantu mengatasi masalah
C. melakukan tindakan yang tepat
D. memperbaiki pengalaman emosional
27
28

Topik 3 Komunikasi dan Hubungan Terapeutik


dalam Keperawatan

Selamat! Anda telah menyelesaikan Topik 1 dan 2 . Saat ini, Anda sampai topik Topik
3. Topik 3 ini membahas komunikasi dan hubungan terapeutik dalam keperawatan
yang akan memberikan pengetahuan tentang sikap terapeutik perawat dalam
komunikasi, teknik, fase-fase, dan hambatan komunikasi terapeutik.

Setelah menyelesaikan Topik 3, diharapkan Anda mampu mendemonstrasikan


komunikasi dalam hubungan terapeutik perawat dan klien dalam praktik keperawatan.

Setelah menyelesaikan kegiatan Topik 3, diharapkan Anda dapat:

1. menerapkan sikap profesional perawat dalam berkomunikasi meliputi


sikap (kehadiran) secara fisik dan psikologis,
2. menggunakan teknik-teknik komunikasi terapeutik,
3. menerapkan fase-fase hubungan dan komunikasi terapeutik perawat-klien,
4. mengidentifikasi hambatan komunikasi terapeutik.

Berdasarkan tujuan pembelajaran pada Topik 3, secara berurutan pokok-pokok


materi yang akan dipaparkan adalah sikap perawat dalam berkomunikasi, teknik-
teknik komunikasi terapeutik, fase-fase hubungan, dan komunikasi terapeutik
perawat-klien, serta hambatan komunikasi terapeutik.

1. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi

Sikap sebagai kehadiran perawat dalam berkomunikasi agar terapeutik klien


mempunyai peran yang penting untuk tercapainya tujuan komunikasi/interaksi
(hubungan). Sikap (kehadiran) yang harus ditunjukkan perawat dalam berkomunikasi
terapeutik ada dua, yaitu sikap (kehadiran) secara fisik dan secara psikologis. Dalam
kehadiran secara psikologis, ada dua dimensi, yaitu dimensi respons dan dimensi tindakan
(Stuart dan Laraia, 1998). Untuk dapat memahami bagaimana sikap atau kehadiran
perawat dalam berkomunikasi/berhubungan secara fisik dan psikologis ini, amati dan
pahami lebih dahulu Gambar 1.4. Selanjutnya, bacalah dan pahamilah uraian beserta
contoh-contoh yang diberikan dengan baik
29

2. Sikap (Kehadiran) secara Fisik


Sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi
komunikasi yang terapeutik sebagai berikut.
1. Berhadapan. Posisi berhadapan berarti bahwa dalam komunikasi perawat harus
menghadap ke klien, tidak boleh membelakangi, atau duduk menyamping. Sikap
ini harus dipertahankan pada saat kontak dengan klien. Dengan posisi ini,
perawat dapat melihat secara jelas apa yang tampak secara verbal maupun
nonverbal klien. Arti posisi ini adalah saya siap membantu Anda.
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi
3. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengarkan sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka. Selama berkomunikasi, perawat tidak melipat
kaki atau tangan karena sikap ini menunjukkan keterbukaan perawat dalam
berkomunikasi.
5. Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberikan respons pada klien.
6. Berjabat tangan. Menunjukkan perhatian dan memberikan kenyamanan pada
pasien serta penghargaan atas keberadaannya. Berjabatan tangan juga dapat
memberi kesan keakraban dan kedekatan antara perawat dan klien.

Perhatikan gambar-gambar berikut ini yang menunjukkan sikap


perawat (secara fisik) dalam komunikasi
30

Gambar 1.5 Sikap Terapeutik (secara Fisik)


31

Gambar 1.6 Sikap Tidak Terapeutik

Dalam berkomunikasi dengan klien, mulai awal sampai akhir hubungan, perawat
harus menunjukkan sikap (kehadiran) secara psikologis dengan cara mempertahankan
sikap dalam dimensi respons dan dimensi tindakan seperti berikut.
3. Sikap dalam Dimensi Respons

a. Ikhlas (Genuiness): perawat menyatakan dan menunjukkan sikap


keterbukaan, jujur, tulus, dan berperan aktif dalam berhubungan dengan klien.
Perawat merespons tidak dibuat-buat dan mengekspresikan perasaan
yang sesungguhnya secara spontan.
b. Menghargai: perawat menerima klien apa adanya. Sikap tidak menghakimi,
tidak mengejek, tidak mengkritik, ataupun tidak menghina; harus ditunjukkan
oleh perawat melalui, misalnya, duduk diam menemani klien ketika klien
menangis; bersedia menerima permintaan klien untuk berdiskusi atau bercerita
tentang pengalaman; bahkan minta maaf atas ucapan dan perilaku perawat
yang menyinggung klien.
c. Empati (empathy) merupakan kemampuan perawat untuk memasuki
pikiran dan perasaan klien sehingga dapat merasakan apa yang sedang
dirasakan dan dipikirkan klien. Melalui rasa empati, perawat dapat
mengidentifikasi kebutuhan klien dan selanjutnya membantu klien mengatasi
masalahnya.
d. Konkret: perawat menggunakan kata-kata yang spesifik, jelas, dan nyata
32

untuk menghindari keraguan dan ketidakjelasan penyampaian.

4. Sikap dalam Dimensi Tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat,


katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1998). Dimensi ini harus
diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk
oleh dimensi responsif.
a. Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan perilaku klien yang bermanfaat untuk


memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,
1998) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi sebagai berikut.

1) Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dengan
ideal diri (cita-cita/keinginan klien).
2) Ketidaksesuaian antara ekspresi nonverbal dan perilaku klien.

3) Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan perawat seharusnya dilakukan


secara asertif bukan agresif/marah (konfrontasi). Oleh karena itu, sebelum
melakukan konfrontasi, perawat perlu mengkaji, antara lain tingkat hubungan saling
percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan, dan kekuatan koping
klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai
kesadaran diri, tetapi perilakunya belum berubah.

b. Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan untuk membantu klien dan
digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat
sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan untuk membantu dengan segera.

c. Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat memberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan, dan
sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerja sama, proses belajar, katarsis, atau
dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart
dan Sundeen, 1987: 134), ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-
klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien.
33

d. Katarsis emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk


mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini, perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien
untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan
perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada
pada situasi klien.
e. Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien dalam


hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari
sudut pandang lain serta memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru
dalam lingkungan yang aman.

2. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik

Supaya komunikasi yang kita lakukan dapat mencapai tujuan yang diharapkan,
seorang perawat harus menguasai teknik-teknik berkomunikasi agar terapeutik dan
menggunakannya secara efektif pada saat berinteraksi dengan klien. Berikut ini teknik
komunikasi Stuart & Sundeen (1998) yang dikombinasikan dengan pendapat ahli lainnya,
selanjutnya coba praktikkan bersama teman Anda dan mintalah teman Anda memberikan
penilaian.
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian (listening)

Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh


pesan verbal dan nonverbal yang sedang dikomunikasikan. Keterampilan mendengarkan
dengan penuh perhatian dapat ditunjukkan dengan sikap berikut.
1) Pandang klien ketika sedang bicara.

2) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.


3) Hindarkan gerakan yang tidak perlu
5) Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik.
6) Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

b. Menunjukkan penerimaan (accepting)


34

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan


orang lain, tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita
tidak harus menerima semua perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi
wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Sikap perawat yang menunjukkan
penerimaan dapat diidentifikasi seperti perilaku berikut.
1) Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.

2) Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.


3) Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi verbal.
4) Menghindarkan untuk berdebat, menghindarkan mengekspresikan keraguan,
atau
menghindari untuk mengubah pikiran klien.
5) Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya” atau “saya mengerti
apa yang bapak-ibu inginkan”.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik


mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan
gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien.
d. Mengulang (restating/repeating)

Maksud mengulang adalah teknik mengulang kembali ucapan klien dengan bahasa
perawat. Teknik ini dapat memberikan makna bahwa perawat memberikan umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi
berlanjut.
Contoh:

K : “Saya tidak nafsu makan, seharian saya belum makan.”


P : “Bapak mengalami gangguan untuk makan?”
e. Klarifikasi (clarification)

Teknik ini dilakukan jika perawat ingin memperjelas maksud ungkapan klien.
Teknik ini digunakan jika perawat tidak mengerti, tidak jelas, atau tidak mendengar apa
yang dibicarakan klien. Perawat perlu mengklarifikasi untuk menyamakan persepsi dengan
klien. Contoh, “Coba jelaskan kembali apa yang Bapak maksud dengan
kegagalan hidup? ”
35

f. Memfokuskan (focusing)
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih
spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika
menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi
yang baru. Perawat membantu klien membicarakan topik yang telah dipilih dan penting.
Contoh:

Klien : “Ya, beginilah nasib wanita yang teraniaya seperti saya. Tapi, saya
pikir untuk apa saya pikirkan sakit ini?”
Perawat : “Coba ceritakan bagaimana perasaan ibu sebagai wanita.”
g. Merefleksikan (reflecting/feedback)

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Perawat
menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat nonverbal klien. Menyampaikan hasil
pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus
bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh: “Ibu tampak sedih.”

“ Apakah Ibu merasa tidak senang apabila Ibu ….”


h. Memberi informasi (informing)

Memberikan informasi merupakan teknik yang digunakan dalam rangka


menyampaikan informasi-informasi penting melalui pendidikan kesehatan. Apabila ada
informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Setelah
informasi disampaikan, perawat memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
i. Diam (silence)

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi


pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan keterampilan dan ketetapan waktu.
Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisasi
pikirannya, dan memproses informasi. Bagi perawat, diam berarti memberikan kesempatan
klien untuk berpikir dan berpendapat/berbicara.
j. Identifikasi tema (theme identification)
36

Identifikasi tema adalah menyimpulkan ide pokok/utama yang telah


dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah
dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Teknik ini penting
dilakukan sebelum melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

Contoh:
“Saya paham terhadap masalah Ibu. Ibu merasa bahwa anak-anak dewasa dan
semua telah meninggalkan Ibu sendirian di rumah. Terkait masalah ini, apa rencana yang
akan Ibu lakukan untuk mengatasi masalah?”
k. Memberikan penghargaan (reward)

Menunjukkan perubahan yang terjadi pada klien adalah upaya untuk menghargai
klien. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban bagi klien yang berakibat klien
melakukan segala upaya untuk mendapatkan pujian.

Contoh:

“Saya perhatikan Ibu sudah lebih segar dan sehat.” “Selamat,


ya. Semoga Ibu dapat segera sembuh” (reward).
l. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain
atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Sering kali perawat hanya
menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, dan teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa
pamrih.
Contoh: “Saya ingin Anda merasa tenang dan nyaman.”

m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik


pembicaraan. Perawat dapat berperan dalam menstimulasi klien untuk mengambil
inisiatif dalam membuka pembicaraan.
Contoh:

“Adakah sesuatu yang ingin Ibu bicarakan?”


“Apakah yang sedang Ibu pikirkan?”
“Dari mana Ibu ingin mulai pembicaraan ini?”
37

n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Hal ini merupakan teknik mendengarkan yang aktif, yaitu perawat


menganjurkan atau mengarahkan pasien untuk terus bercerita. Teknik ini
mengindikasikan bahwa perawat sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan klien dan
tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
Contoh:

“… lanjutkan Ibu ….”


“… dan kemudian …?
“Ceritakan kepada saya tentang itu ….”

o. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan serta menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
Contoh: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”

Dengan teknik ini , dapat diindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga.
p. Humor

Humor yang dimaksud adalah humor yang efektif. Humor ini bertujuan untuk
menjaga keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi. Perawat harus hati-hati
dalam menggunakan teknik ini karena ketidaktepatan penggunaan waktu dapat
menyinggung perasaan klien yang berakibat pada ketidakpercayaan klien kepada perawat.

3. Tahapan (Fase) Hubungan dan Komunikasi Terapeutik Perawat-Klien

a. Fase prainteraksi

Fase ini merupakan fase persiapan yang dapat dilakukan perawat sebelum
berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien. Pada fase ini, perawat mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri, serta menganalisis kekuatan dan kelemahan
profesional diri. Perawat juga mendapatkan data tentang klien dan jika memungkinkan
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Perawat dapat bertanya kepada dirinya
untuk mengukur kesiapan berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien. Contoh
pertanyaan perawat kepada diri sendiri sebagai berikut.
Apa yang akan saya tanyakan saat bertemu nanti?
Bagaimana respons saya selanjutnya?
38

Adakah pengalaman interaksi yang tidak menyenangkan?


Bagaimana tingkat kecemasan saya?
b. Fase orientasi/introduksi

Fase ini adalah fase awal interaksi antara perawat dan klien yang bertujuan
untuk merencanakan apa yang akan dilakukan pada fase selanjutnya. Pada fase ini,
perawat dapat
1) memulai hubungan dan membina hubungan saling percaya. Kegiatan ini

mengindikasi kesiapan perawat untuk membantu klien;


2) memperjelas keluhan, masalah, atau kebutuhan klien dengan mengajukan
pertanyaan tentang perasaan klien; serta
3) merencanakan kontrak/kesepakatan yang meliputi lokasi, kapan, dan lama
pertemuan; bahan/materi yang akan diperbincangkan; dan mengakhir hubungan
sementara

Tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase orientasi ini sebagai
berikut.
1) Memberikan salam terapeutik

Contoh: “Assalamualaikum, selamat pagi”, dan sebagainya.


2) Evaluasi dan validasi perasaan klien
Contoh: “Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Ibu tampak segar hari ini”.
3) Melakukan kontrak hubungan dengan klien meliputi kontrak tujuan interaksi,
kontrak waktu, dan kontrak tempat.
Contoh: “Tujuan saya datang ke sini adalah membantu Ibu menemukan masalah
yang membuat Ibu selalu merasa tidak nyaman selama ini”, “Menurut Ibu,
berapa lama waktu yang akan kita butuhkan untuk tujuan ini? Bagaimana kalau

15 menit?”, “Untuk tempat di dalam ruang ini saja atau di taman belakang?”

c. Fase kerja

Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut kualitas hubungan perawat- klien
dalam asuhan keperawatan. Selama berlangsungnya fase kerja ini, perawat tidak hanya
mencapai tujuan yang telah diinginkan bersama, tetapi yang lebih bermakna adalah
bertujuan untuk memandirikan klien. Pada fase ini, perawat menggunakan teknik-teknik
39

komunikasi dalam berkomunikasi dengan klien sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan (sesuai kontrak).
Contoh: “Saya akan memasukkan jarum infus ini ke pembuluh darah di tangan

ibu”, “Ibu akan merasakan sakit sedikit dan tidak perlu khawatir”.
d. Fase terminasi

Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada klien untuk


mengungkapkan keberhasilan dirinya dalam mencapai tujuan terapi dan ungkapan
perasaannya. Selanjutnya perawat merencanakan tindak lanjut pertemuan dan membuat
kontrak pertemuan selanjutnya bersama klien.
Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase terminasi ini, yaitu
melakukan evaluasi subjektif dan objektif; merencanakan tindak lanjut interaksi; dan
membuat kontrak dengan klien untuk melakukan pertemuan selanjutnya. Contoh
komunikasi dalam fase terminasi ini sebagai berikut.

Evaluasi subjektif dan objektif

“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita diskusi tentang masalah yang Ibu hadapi?”
“Coba sebutkan masalah yang Ibu hadapi terkait dengan keluarga Ibu!

Rencana tindak lanjut

”Baik, Ibu, saya cukupkan pertemuan kita hari ini, tidak terasa bahwa waktu kita
sudah berlangsung 15 menit. Rencana selanjutnya setelah ini adalah menemukan
alternatif penyelesaian masalah yang Ibu hadapi dan pengambilan keputusan
untuk solusi.”

Kontrak yang akan datang:


“Terkait dengan rencana tersebut, saya akan datang lagi besok hari Selasa pukul
09.00, saya akan datang di tempat ini lagi. Selamat istirahat dan
assalamualaikum, selamat siang.”
Gunakanlah format
Strategi pelaksanaan (SP) komunikasi dalam setiap melakukan interaksi dan
komunikasi terapeutik dengan klien. Anda akan mempraktikkan komunikasi dan
hubungan terapeutik ini mengacu pada Bab 4 tentang petunjuk praktik. Berikut
40

format strategi komunikasi yang harus Anda siapkan dan gunakan saat
melakukan komunikasi dengan pasien.

STRATEGI PELAKSANAAN
KOMUNIKASI

Kondisi Pasien : ....................................................................................


Diagnosis Keperawatan : ....................................................................................
Rencana Keperawatan : ....................................................................................
Tujuan : ....................................................................................
SP Komunikasi
Fase Orientasi : Salam terapeutik evaluasi dan validasi kontrak
Fase Kerja : (Tuliskan kata-kata sesuai tujuan dan rencana
....................................................................................
....................................................................................
Fase Terminasi : Evaluasi subjektif/objektif rencana tindak lanjut kontrak
yang akan datang.

4. Hambatan Komunikasi Terapeutik dan Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi

a. Adanya perbedaan persepsi. b.


Terlalu cepat menyimpulkan.
c. Adanya pandangan stereotipe. d.
Kurangnya pengetahuan.
e. Kurangnya minat.
f. Sulit mengekspresikan diri.
g. Adanya emosi.
h. Adanya tipe kepribadian tertentu.

Supaya komunikasi mencapai tujuan yang diharapkan, perawat harus dapat


mengeliminasi hambatan-hambatan tersebut dalam rangka mengatasi hambatan
dalam komunikasi tersebut. Upaya-upaya yang dapat dilakukan perawat
sebagai berikut:
41

a. Mengecek kembali maksud yang disampaikan. b.


Meminta penjelasan lebih lanjut.
c. Mengecek umpan balik.
d. Mengulangi pesan yang disampaikan dan memperkuat informasi dengan bahasa
nonverbal.
e. Mengakrabkan hubungan interpersonal antara sender dan receiver. f.
Pesan dibuat secara singkat, jelas, dan tepat.
g. Memfokuskan pesan pada topik spesifik yang telah dipilih.
h. Komunikasi dilakukan dengan berfokus pada penerima pesan bukan pada
pengirim pesan.

LATIHAN
1) Jelaskan tentang sikap profesional perawat dalam berkomunikasi secara fisik!
2) Jelaskan tentang sikap profesional perawat dalam berkomunikasi secara
psikologis!
3) Sebutkan teknik-teknik komunikasi terapeutik dan berikan contohnya dalam
asuhan keperawatan!
4) Sebutkan tahapan (fase-fase) dalam berhubungan dan komunikasi terapeutik
dengan pasien!
5) Sebutkan hambatan-hambatan dalam komunikasi terapeutik!

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk mendapatkan jawaban dari latihan soal-soal pada Topik 3 tersebut,


Anda harus mempelajari kembali penjelasan/materi yang disajikan dalam Topik 3
pada Bab 1 ini yang sesuai dengan latihan di atas dan gunakan referensi lain terkait
materi.

RINGKASAN

1) Sikap (kehadiran) yang harus ditunjukkan perawat dalam berkomunikasi


terapeutik ada dua, yaitu sikap (kehadiran) secara fisik dan secara psikologis.
Sikap sebagai kehadiran fisik dalam komunikasi meliputi berhadapan,
mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah klien, mempertahankan sikap
42

terbuka, rileks, dan berjabat tangan. Sementara itu, sikap sebagai


kehadiran secara psikologis ada dua dimensi, yaitu dimensi respons dan dimensi
tindakan. Dimensi respons meliputi ikhlas, menghargai, empati, dan konkret;
sedangkan dimensi tindakan meliputi konfrontasi, segera, terbuka, emosional
katarsis, dan bermain peran.

2) Teknik-teknik komunikasi terapeutik yang dapat digunakan dalam

berkomunikasi, antara lain pertanyaan terbuka, mendengarkan, identifikasi


tema, refleksi, klarifikasi, memberikan informasi, memfokuskan, mengulang
humor, dan lain-lain. Teknik ini dipilih secara tepat dan digunakan secara
kombinasi dalam setiap interaksi dengan klien.
3) Fase-fase komunikasi/hubungan terapeutik ada empat, yaitu fase praorientasi, fase
orientasi, fase kerja, dan fase terminasi. Fase praorientasi dilakukan sebelum
perawat berinteraksi dengan klien ketika tujuannya adalah menyiapkan diri, menilai
kemampuan diri, dan evaluasi diri (kelebihan dan kekurangannya). Pada fase
orientasi, prinsip utama adalah membina hubungan saling percaya. Ada tiga
aspek utama dalam komunikasi, yaitu salam terapeutik, evaluasi- validasi, dan
kontrak. Fase kerja adalah komunikasi perawat selama melakukan proses terapi
melalui tindakan keperawatan sesuai rencana. Perawat menggunakan teknik-teknik
komunikasi terapeutik selama interaksi. Fase terminasi adalah fase akhir dalam
interaksi perawat-klien. Pada fase ini, ada tiga aspek utama dalam komunikasi, yaitu
evaluasi subjektif-objektif, kontrak yang datang, dan rencana tindak lanjut.

4) Beberapa hambatan yang harus diperhatikan dalam pencapaian komunikasi

terapeutik adalah adanya perbedaan persepsi, terlalu cepat menyimpulkan, adanya


pandangan stereotipe, kurangnya pengetahuan, kurangnya minat, sulit
mengekspresikan diri, adanya emosi, dan adanya tipe kepribadian tertentu.

TES 3

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dengan memberikan tanda silang!

1) Berikut ini yang merupakan sikap terapeutik perawat pada aspek fisik yang harus
dipertahankan saat berkomunikasi dengan pasien, kecuali ….

A. duduk di samping pasien


43

B. kontak mata
C. menjabat tangan pasien
D. membungkuk ke arah pasien
2) Seorang perawat tampak duduk bersama pasien untuk memberikan informasi
tentang pencegahan kekambuhan. Tampak perawat duduk dengan posisi kaki
menyilang (satu kaki di atas kaki lainnya), volume keras, menghadap pasien, dan
mempertahankan pandangan ke arah pasien. Sikap perawat yang harus dikoreksi
sehingga selalu tampil dengan sikap profesional adalah ….

A. volume suara keras

B. menghadap pasien
C. pandangan ke arah pasien
D. posisi satu kaki di atas kaki lainnya
3) Seorang pasien tampak menangis saat pertama kali di rawat. Dia merasa sangat
khawatir dengan penyakit yang dideritanya. Respons psikologis perawat yang
menunjukkan sikap profesional adalah ….
A. segera
B. empati
C. konfrontasi
D. sikap terbuka

4) Berikut ini contoh komunikasi dalam dimensi respons yang menghargai adalah ….

A. saya tahu apa yang ibu pikirkan


B. ibu tidak perlu memikirkan penyakit
C. saya paham dengan apa yang ibu rasakan
D. tidak perlu khawatir kami akan membantu
5) Berikut ini yang BUKAN termasuk dimensi tindakan dalam kehadiran psikologis
perawat saat berkomunikasi dengan pasien adalah ….

A. segera

B. terbuka
C. konfrontasi
D. bermain peran
44

6) Seorang pasien tampak menangis sambil bercerita bahwa dia menyesal telah
melakukan operasi plastik terhadap hidung dan tulang pipinya. Pasien mengatakan
takut akan dosa-dosa yang diperbuatnya karena mengubah ciptaan Tuhan. Teknik
komunikasi yang tepat digunakan sesuai situasi tersebut adalah ….

A. listening

B. restating

C. focusing
D. clarification
7) Seorang perawat sedang berinteraksi dengan pasien pada fase orientasi. Tugas
perawat yang harus dilakukan dalam berkomuniksai dalam fase tersebut
adalah….

A. mengeksplorasi perasaan sendiri


B. membantu pemenuhan kebutuhan pasien
C. mengeksplorasi masalah
D. menjelaskan tujuan interaksi
8) Perhatikan komunikasi yang dilakukan perawat dan pasien berikut ini,

P : Jelaskan kepada saya sejak kapan Ibu mulai mengalami gangguan tidur dan
mudah menangis
K : Lebih kurang satu tahun yang lalu sejak anak kedua saya menikah dan
meninggalkan saya untuk hidup di luar kota. Akhir-akhir ini saya rasakan gangguan
tersebut lebih meningkat terutama sejak anak ketiga saya akan di wisuda.
Proses komunikasi yang sedang terjadi sesuai situasi tersebut adalah ….

A. fase initiasi
B. fase orientasi
C. fase kerja
D. fase limitasi
9) P : (Mengangguk-angguk dan memandang klien). Iya, saya mengerti. Teruskan.

K : Saat ini, emosi saya semakin kacau karena menstruasi saya tidak teratur.
Saya sudah tua dan anak-anak sudah mulai mengabaikan saya.
Teknik komunikasi yang digunakan perawat saat interaksi dengan pasien
adalah….
45

A. mendengarkan
B. penerimaan
C. pemahaman
D. klarifikasi
10) Tugas yang sedang dilakukan perawat berdasarkan sikap verbal dan nonverbal
yang ditunjukkan oleh perawat mengenai ….

A. penyelesaian masalah

B. mempertahankan hubungan
C. identifikasi masalah bersama pasien
D. menafsirkan masalah

KUNCI JAWABAN TES


Tes 1
1) C
2) B
3) B
4) D
5) D
6) B
7) A
8) D
9) A
10) B

Tes 2
1) B
2) B
3) A
4) D
5) A
6) D
7) B
46

8) D

Tes 3
1) A
2) D
3) B
4) C
5) D
6) A
7) D
8) C
9) A
10) C

TOPIK IV. TEHNIK-TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Supaya komunikasi yang kita lakukan dapat mencapai tujuan yang


diharapkan,seorang perawat harus menguasai teknik-teknik berkomunikasi agar
terapeutik danmenggunakannya secara efektif pada saat berinteraksi dengan klien.
Berikut ini teknik komunikasi Stuart & Sundeen (1998) yang dikombinasikan dengan
pendapat ahlilainnya, selanjutnya coba praktikkan bersama teman Anda dan mintalah
teman Anda memberikan penilaian.

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian (listening)Mendengarkan dengan penuh


perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan nonverbal yang
sedang dikomunikasikan. Keterampilan mendengarkan dengan penuh perhatian dapat
ditunjukkan dengan sikap berikut.
47

1) Pandang klien ketika sedang bicara.


2) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan.
3) Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
4) Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau
memerlukan umpanbalik.
5) Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

b. Menunjukkan penerimaan (accepting) Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima


berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain, tanpa menunjukkan keraguan atau
tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua perilaku
klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan tidak setuju,seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala
seakan tidak percaya. Sikapperawat yang menunjukkan penerimaan dapat diidentifikasi
seperti perilaku berikut.
1) Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
2) Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.
3) Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi verbal.
4) Menghindarkan untuk berdebat, menghindarkan mengekspresikan
keraguan,atau menghindari untuk mengubah pikiran klien.
5) Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya” atau “saya
mengertiapa yang bapak-ibu inginkan”.

c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitanTujuan perawat bertanya adalah untuk


mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan
dikaitkan dengan topik yang dibicarakandan gunakan kata-kata dalam konteks sosial
budaya klien.

d. Mengulang (restating/repeating) Maksud mengulang adalah teknik mengulang kembali


ucapan klien denganbahasa perawat. Teknik ini dapat memberikan makna bahwa
perawat memberikanumpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya
dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Contoh:K : “Saya tidak nafsu
makan, seharian saya belum makan.”P : “Bapak mengalami gangguan untuk makan?
48

e. Klarifikasi (clarification)Teknik ini dilakukan jika perawat ingin memperjelas maksud


ungkapan klien.
Teknik ini digunakan jika perawat tidak mengerti, tidak jelas, atau tidak
mendengar apa
yang dibicarakan klien. Perawat perlu mengklarifikasi untuk menyamakan
persepsi
dengan klien. Contoh, “Coba jelaskan kembali apa yang Bapak maksud dengan
kegagalan hidup? ”

f. Memfokuskan (focusing) Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan


pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya
memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika
pembicaraan berlanjut tanpainformasi yang baru. Perawat membantu klien
membicarakan topik yang telah dipilih dan penting. Contoh:Klien : “Ya, beginilah
nasib wanita yang teraniaya seperti saya. Tapi, saya pikir untuk apa saya pikirkan sakit
ini?”Perawat : “Coba ceritakan bagaimana perasaan ibu sebagai wanita.”

g. Merefleksikan (reflecting/feedback) Perawat perlu memberikan umpan balik kepada


klien dengan menyatakan hasilpengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan
diterima dengan benar.Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat
nonverbal klien.Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien
berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi
pesan.Contoh: “Ibu tampak sedih.”“ Apakah Ibu merasa tidak senang apabila Ibu ….”

h. Memberi informasi (informing) Memberikan informasi merupakan teknik yang


digunakan dalam rangka menyampaikan informasi-informasi penting melalui
pendidikan kesehatan. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu
mengklarifikasi alasannya. Setelahinformasi disampaikan, perawat memfasilitasi klien
untuk membuat keputusan.

i. Diam (silence) Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisasi pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan keterampilan dan
ketetapan waktu. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya
49

sendiri, mengorganisasi pikirannya, dan memproses informasi. Bagi perawat, diam


berarti memberikan kesempatan klien untuk berpikir dan berpendapat/berbicara.

j. Identifikasi tema (theme identification)Identifikasi tema adalah menyimpulkan ide


pokok/utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk
membantu topik yangtelah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya.
Teknik ini penting dilakukan sebelum melanjutkan pembicaraan dengan topik yang
berkaitan. Contoh: “Saya paham terhadap masalah Ibu. Ibu merasa bahwa anak-anak
dewasa dan semua telah meninggalkan Ibu sendirian di rumah. Terkait masalah ini, apa
rencana yang akan Ibu lakukan untuk mengatasi masalah?”

k. Memberikan penghargaan (reward) Menunjukkan perubahan yang terjadi pada klien


adalah upaya untuk menghargai klien. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi
beban bagi klien yang berakibat klien melakukan segala upaya untuk mendapatkan
pujian.Contoh:“Saya perhatikan Ibu sudah lebih segar dan sehat.” “Selamat, ya.
Semoga Ibu dapat segera sembuh” (reward).

l. Menawarkan diri Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal
dengan orang lainatau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Sering
kali perawat hanyamenawarkan kehadirannya, rasa tertarik, dan teknik komunikasi ini
harus dilakukan tanpa pamrih. Contoh: “Saya ingin Anda merasa tenang dan nyaman.”

m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraanMemberi kesempatan


pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Perawat dapat berperan
dalam menstimulasi klien untuk mengambilinisiatif dalam membuka
pembicaraan.Contoh: “Adakah sesuatu yang ingin Ibu bicarakan?” “Apakah yang
sedang Ibu pikirkan?” “Dari mana Ibu ingin mulai pembicaraan ini?”n. Menganjurkan
untuk meneruskan pembicaraan Hal ini merupakan teknik mendengarkan yang aktif,
yaitu perawat menganjurkan atau mengarahkan pasien untuk terus bercerita. Teknik ini
mengindikasikan bahwa perawat sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan
kliendan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.Contoh:“… lanjutkan
Ibu ….”“… dan kemudian …? “Ceritakan kepada saya tentang itu ….”Contoh: “Saya
paham terhadap masalah Ibu. Ibu merasa bahwa anak-anak dewasa dan semua telah
50

meninggalkan Ibu sendirian di rumah. Terkait masalah ini, apa rencanayang akan Ibu
lakukan untuk mengatasi masalah?”

n. Memberikan penghargaan (reward) Menunjukkan perubahan yang terjadi pada klien


adalah upaya untuk menghargaiklien. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi
beban bagi klien yang berakibat klien melakukan segala upaya untuk mendapatkan
pujian.Contoh:”Saya perhatikan Ibu sudah lebih segar dan sehat.”“Selamat, ya. Semoga
Ibu dapat segera sembuh” (reward).

o. Menawarkan diri Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal
dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Sering
kali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, dan teknik komunikasi ini
harus dilakukan tanpa pamrih.Contoh: “Saya ingin Anda merasa tenang dan
nyaman.”m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan Memberi
kesempatan padaklien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Perawat
dapat berperan dalam menstimulasi klien untuk mengambil inisiatif dalam membuka
pembicaraan. Contoh:“Adakah sesuatu yang ingin Ibu bicarakan?”“Apakah yang
sedang Ibu pikirkan?”“Dari mana Ibu ingin mulai pembicaraan ini?”

p. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan Hal ini merupakan teknik


mendengarkan yang aktif, yaitu perawat menganjurkan atau mengarahkan pasien untuk
terus bercerita. Teknik ini mengindikasikan bahwa perawat sedang mengikuti apa yang
sedang dibicarakan klien dan tertarik dengan apa yang

q. akan dibicarakan selanjutnya.Contoh:“… lanjutkan Ibu ….” “… dan kemudian …?


“Ceritakan kepada saya tentang itu ….”

r. Refleksi Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan serta menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Contoh: “Bagaimana menurutmu?”
atau “Bagaimana perasaanmu?” Dengan teknik ini , dapat diindikasikan bahwa
pendapat klien adalah berharga.

s. Humor Humor yang dimaksud adalah humor yang efektif. Humor ini bertujuan untuk
menjaga keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi. Perawat harus hati-hatidalam
51

menggunakan teknik ini karena ketidaktepatan penggunaan waktu dapatmenyinggung


perasaan klien yang berakibat pada ketidakpercayaan klien kepada perawat.
52

TOPIK V KOMUNIKASI BERDASARKAN TINGKAT USIA

Modul ini akan membahas bagaimana mempraktikkan sikap perawat dalam


berkomunikasi dan komunikasi terapeutik pada berbagai tingkat usia dan situasi kelompok
khusus. Praktik didisain dalam laboratorium keperawatan dengan menggunakan kasus dan
pasien model atau dilakukan pada situasi nyata di keluarga/kelompok. Mahasiswa didorong
untuk melakukan strategi pelaksanaan (SP) komunikasi, menunjukkan sikap terapeutik dan
menerapkan teknik-teknik komunikasi terapeutik pada situasi tertentu sesuai dengan kasus
menggunakan pasien model yang telah disiapkan sebelumnya. Pasien model akan bermain
peran sebagai orang sakit atau orang yang membutuhkan pelayanan untuk memvisualisasikan
kondisi yang mirip keadaan sesungguhnya. Untuk praktik di lapangan akan dilakukan pada
keluarga atau kelompok, yaitu mahasiswa didorong untuk melakukan komunikasi pada situasi
nyata. Sebelum mempraktikkan interaksi dan komunikasi, mahasiswa harus mempersiapkan
diri dengan membuat skenario strategi pelaksanaan (SP) komunikasi terapeutik sesuai fase-fase
berhubungan/komunikasi yang akan digunakan saat mereka melakukan interaksi atau
berkomunikasi dengan pasien. Modul ini berisi petunjuk praktik yang akan disajikan
berdasarkan langkah-langkah dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehingga akan
memberikan pengalaman kepada Anda dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan pasien.
Telah dijelaskan bahwa komunikasi dalam aktivitas keperawatan adalah hal
yang paling mendasar dan menjadi alat kerja utama bagi perawat. Selama 24 jam secara
terus-menerus, perawat bersama pasien dan dalam setiap aktivitasnya menggunakan
komunikasi untuk memberikan pelayanan/asuhan keperawatan. Penguasaan tentang
komunikasi terapeutik dalam praktik keperawatan akan memungkinkan Anda
melaksanakan praktik keperawatan secara berkualitas. Kemampuan perawat
menerapkan strategi komunikasi pada berbagai tingkat usia (bayi, anak, remaja, dewasa,
dan lanjut usia) dan tingkat sosial (keluarga/kelompok), bermanfaat untuk
pengembangan diri perawat dan pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit. Hal
ini penting karena pasien yang dirawat di rumah sakit akan mengalami banyak masalah
dan perubahan respons psikologis dampak penyakit dan perawatannya. Penerapan
komunikasi terapeutik dapat meningkatkan percaya diri, ketenangan, keamanan, dan
kenyamanan pasien.
Kami mengharap, Anda dapat mengikuti keseluruhan praktik pada modul ini dengan baik.
53

SELAMAT BELAJAR DAN SUKSES BUAT ANDA.

TOPIK VI KOMUNIKASI PADA BAYI DAN ANAK

PERKEMBANGAN KOMUNIKASI PADA BAYI DAN ANAK

1. Masa bayi (0-1 tahun)


Bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan kata – kata oleh karena
itu, komunikasi pada bayi lebih banyak menggunakan komunikasi nonverbal. Pada saat lapar,
haus, basah, dan perasaan yang tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa mengekspresikan
dengan cara menangis. Walau demikian, sebenarnya bayi dapat berespon terhadap tingkah laku
orang dewasa yang berkomunikasi dengannya secara nonverbal, misalnya memberikan
sentuhan, mendekap, menggendong, berbicara dengan lemah lembut.

Ada beberapa respon nonverbal yang bisa ditunjukkan bayi, misalnya menggerakkan badan,
tangan, dan kaki. Hal ini terutama terjadi pada bayi usia kurang dari enam bulan sebagai cara
menarik perhatian orang. Stranger anxiety atau cemas dengan orang asing yang tidak
dikenalnya adalah ciri perilaku pada bayi usia lebih dari enam bulan., dan perhatiannya
berpusat pada ibunya. Oleh karena itu, perhatikan saat berkomunikasi dengannya. Jangan
langsung ingin menggendong atau memangkunya karena bayi aakan merasa takut. Lakukan
komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya, dan/atau mainan yang dipegangnya. Tunjukkan
bahwa kita ingin membina hubungan yang baik denganya dan ibunya.

2. Masa Balita (sampai 5 tahun)


Karakteristik anak usia balita (terutama anak usia di bawah tiga tahun) mempunyai sikap
egosentris,. Selain itu, anak juga memiliki perasaan takut pada ketidaktahuannya sehingga anak
perlu diberi tahu apa yang akan terjadi padanya.

Dari aspek bahasa, anak belum mampu berbicara fasih. Oleh karena itu saat menjelaskan,
gunakan kata – kata yang sederhana, singkat dan gunakan istilah yang dikenalnya. Posisi tubuh
yang baik saat berbicara padanya adalah jongkok, duduk dukursi kecil, atau berlutut sehingga
pandangan mata kitz akan sejajar denganya.

3. Anak Usia 5 sampai 8 tahun


54

Anak usia ini sangat peka terhadap stimulus yang dirasakannya akan mengancam keutuhan
tubuhnya. Oleh karena itu, apabila perawat akan melakukan suatu tindakan, ia akan bertanya
mengapa dilakukan, untuk apa, dan bagaimana caranya dilakukan ? anak membutuhkan
penjelasan atas pertanyaanya. Gunakan bahasa yang dapat dimengerti anak dan berikan contoh
yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya. ( Yupi Supartini, 2004 : 84)

4. Anak usia 8 sampai 12 tahun


Anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa. Perbendaharaan
kata sudah lebih banyak dikuasai dan anak sudah mampu berpikir secara konkret. Apabila akan
melakukan tindakan, perawat dapat menjelaskanya dengan mendemontrasikan pada mainan
anak. Misalnya, bagaimana perawat akan menyuntik diperagakan terlebih dahulu pada
bonekanya. ( Yupi Supartini, 2004: 84)

5. Anak usia remaja

Seperti telah disebutkan pada beberapa bagian di kegiatan belajar sebelumnya, fase remaja
adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dengan
demikian, pola pikir dan tingkah lakunya merupakan peralihan dari anak-anak menjadi orang
dewasa juga. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan masalah secara positif.
Apabila anak merasa cemas atau stress jelaskan bahwa ia dapat mengajak bicara teman
sebayanya dan/ atau orang dewasa yang ia percaya, termasuk perawat yang selalu bersedia
menemani dan mendengarkan keluhanya. Menghargai keberadaan identitas diri dan harga
dirinya merupakan hal yang prinsip untuk diperhatikan dalam berkomunikasi, tunjukka
ekspresi wajah yang bersahabat denganya, jangan memotong pembicaraan saat ia sedang
mengekspresikan perasaan dan pikiranya, dan hindari perkataan yang menyinggung harga
dirinya. Kita harus menghormati privasinya dan beri dukungan pada apa yang telah dicapainya
secara positif dengan selalu memberikanya penguatan positif (misalnya, memberi pujian).

2.2 BENTUK KOMUNIKASI PRABICARA

1. Tangisan
55

Tangisan kelahiran bayi yang memecahkan kesunyian, membuat sebaris senyum kesyukuran
terpancar pada wajah seorang ibu. Tangisan seorabng bayi merupakan bentuk komunikasi dari
seorang bayi kepada orang dewasa dimana dengan tangisan itu, bayi dapat memberikan pasan
dan orang dewasa menangkap pesan yang diberikan sang bayi.

Pada awal kehidupan paska lahir, menangis merupakan salah satu cara pertama yang dapat
dilakukan bayi untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Melalui tangisan dia memberi tahu
kebutuhannya seperti lapar, dingin, panas, lelah, dan kebutuhan untuk diperhatikan. Bayi hanya
akan menangis bila yia merasa sakit atau tertekan. Bayi yang sehat dan normal frekuensi
tangisan menurun pada usia enam bulan karena keinginan dan kebutuhan mreka cukup
terpenuhi. Frekuensi tangis seharusnya menurun sejalan dengan meningkatnya kemampuan
bicara.

Perawat harus banyak berlatih mengenal macam – macam arti tangisan bayi untuk memenuhi
kebutuhannya dan mengajarkan kepada ibu, karena ibu muda memerlukan bantuan ini.

2. Ocehan dan celoteh


Bentuk komunikasi prabicara disebut “ocehan” (cooing) atau “celoteh” (babbling). Ocehan
timbul karena bunyi eksplosif awal yang disebabakan oleh perubahan gerakan mekanisme
‘suara’. Ocehan ini terjadi pada bulan awal kehidupan bayi seperti : merengek, menjerit,
menguap, bersin, menangis dan mengeluh.
Sebagian ocehan akan berkembang menjadi celoteh dan sebagian akan hilang. Sebagian bayi
mulai berceloteh pada awal bulan kedua, kemudian meningkat cepat antara bulan ke enam dan
kedelapan. Celoteh merupakan indikator mekanisme perkembangan otot saraf bayi.

Nilai celoteh :
a) Berceloteh adalah praktek verba sebagsi dasar perkembangan gerakan terlatih yang
dikehendaki dalam bicara. Celoteh mempercepat ketrampilan berbicara.

b) Celoteh mendorong keinginan berkomunikasi dengan orang lain. Berceloteh membantu


bayi merasakan bahwa dia merupakan kelompok sosial.

3. Isyarat
Yaitu gerakan anggota badan tertentu yang berfungsi sebagai pengganti atau pelengkap bicara.
56

Bahasa isyarat bayi dapat mempercepat komunikasi dini pada anak.

Contoh :
a) Mendorong puting susu dari mulut artinya kenyang atau tidak lapar.
b) Tersenyum dan mengacungkan tangan yang berarti ingin digendong
c) Menggeliat, meronta, menangis pada saat ibu mengenakan pakaiannya atau
memandikannya. Hal ini berarti bayi tidak suka akan pembatasan gerak.

4. Ungkapan emosional
Adalah melalui perubahan tubuh dan roman muka.
Contoh :
a) Tubuh yang mengejang atau gerakan – gerakan tangan atau kaki disertai jeritan dan
wajah tertawa adalah bentuk ekspresi kegembiraan pada bayi.

b) Menegangkan badan, gerakan membanting tangan atau kaki, roman muka tegang dan
menangis adlah bentuk ungkapan marah atau tidak suka.(Kemenkes,2013)

2.3 PERAN BICARA DALAM KOMUNIKASI

1. Pada Bayi

a) Merupakan ungkapan sayang pada bayi


b) Mengajak bicara bayi akan merangsang kinerja saraf otak dan merangsang pendengaran
untuk merangsang pada indra pendengaran
c) Membuat rasa nyaman pada bayi sehingga bayi tidak merasa diabaikan dan merasa
selalu
diperhatikan.
d) Melatih bayi untuk mengucapkan kata-kata sederhana, sehingga lambat laun bayi akan
menirukanya

2. Pada Anak

a) Persiapan Fisik
57

Persiapan ini tergantung pada pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama dalam
kematanganan mekanisme bicara. Pertumbuhan organ-organ bicara yang kurang sempurna
sangat mempengaruhi kemampuan bicara anak.

b) Persiapan Mental
Tergantung pada kematangan otak ( asosiasi otak), yang berkembang 1-18 bulan, saat yang
tepat diajak bicara. Meskipun bayi tidak bisa merespon dengan kata-kata, namun suara atu
bicara yang kita tunjukkan pada bayi bayi akan menjadi stimulus bayi dan akan direspon
dengan bahasanya sendiri, misalnya dengan senyum atau tertawa.

c) Motivasi dan Tantangan


Ajaran dan dorongan bayi untuk mengucapkan dan apa yang bisa diucapkan oleh bayi. Dalam
hal ini perlu disadari bahwa yang diucapkan bayi belum sempurna, mungkin yang keluar baru
berupa suara-suara atau kata-kata yang belum jelas sehingga butuh kesabaran dan ketelatenan
dalam mengajarkan bicara kepada bayi atau anak.

d) Model Untuk Ditiru


Salah satu faktor yang mempengaruhi kemapuan bicara adalah stimulus suara. Ucapan-ucapan
yang sering kita sampaikan kepada bayi menjadi model yang bisa ditiru oleh bayi pada
perkembangan bicara selanjutnya. Dengan demikian ucapan yang kita sampaikan hendaknya
ucapan yang baik dan mendidik.

e) Bimbingan
Upaya untuk membantu ketrampilan bicara anak dapat dilakukan dengan cara : menyediakan
model yang baik, mengatakan dengan perlahan dan jelas, serta membetulkan kesalahan yang
diucapkan anak.

f) Kesempatan Praktek Atau Untuk Berlatih


Agar bayi atau anak dapat segera bicara, maka bayi perlu diajarkan atau diberikan untuk
meniru kata-kata yang sering kita ucapkan.
58

TEKHNIK KOMUNIKASI DENGAN BAYI DAN ANAK : TEKHNIK VERBAL DAN


NON VERBAL

1. Teknik Verbal

a) Melalui orang atau pihak ketiga


Khususnya mengahadapi anak usia bayi dan todler, hindari berkomunikasi secara langsung
pada anak, melainkan gunakan pihak ketiga yaitu dengan cara berbicara terlebih dahulu dengan
orang tuanya yang sedang berapa disampingnya, mengomentari pakaian yang sedang
dikenakanya. Hal ini pada dasarnya adalah untuk menanamkan rasa percaya anak pada
perawatan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan yang menjadi tujuan.
(Yupi Supartini, 2004 : 86)

b) Bercerita sebagai alat komunikasi


Dengan bercerita kita bisa menyampaikan pesan tertentu pada anak misalnya, bercerita tentang
anak pintar dan saleh yang sedang sakit yang mematuhi nasihat orang tua dan perawat
sehingga diberi kesembuhan oleh ALLAH Yang Mahaesa. Jadi, ini cerita harus disesuaikan
dengan kondisi anak dan pesan yang ingin kita sampaikan kepada anak. selama bercerita
gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti anak. penggunaan gambar-gambar
yang menarik dan lucu saat bercerita akan membuat penyampaian cerita lebih menarik bagi
anak sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima anak secara efektif. (Yupi
Supartini, 2002 : 86-87)

c) Fasilitasi anak untuk berespons


Satu hal yang penting yang harus diingat, selama berkomunikasi jangan menimbulkan kesan
bahwa hanya kita yang dominan berbicara pada anak, tetapi fasilitasi juga anak untuk
berespons terhadap pesan yang kita sampaiakan. Dengarkan ungkapanya dengan baik, tetapi
hati-hati dalam merefleksikan ungkapan yang negatif. Misalnya, saat anak bicara, “saya mau
pulang, saya tidak ada suka tinggal di rumah sakit “. Untuk merespons perkataan anak seperti
ini katakan, “ tentu saja kamu akan pulang jika... supaya kamu senang berada dirumah sakit
bagaimana kalau kita buat permainan yang lain setiap harinya. Suster akan merencanakanya
kalau kamu setuju.
59

d) Meminta anak untuk menyebutkan keinginanya


Untuk mengetahui apa yang sedang dikeluhkan anak, minta anak untuk menyebutkan
keinginanya. Katakan apabila suster menawarkan pilihan keinginan, apa yang paling
diinginkan anak saat itu. Keinginan yang diungkapkanya akan meningkatkan perasaan dan
pikirannya saat itu sehingga dapat mengetahui masalah dan potensial yang dapat terjadi pada
anak.

e) Biblioterapi
Buku atau majalah dapat juga digunakan untuk membantu anak mengekspresikan pikiran dan
perasaanya. Bantu anak mengekspresikan perasanya dengan menceritakan isi buku atau
majalah. Untuk itu perawat harus tahu terlebih dahulu ini dari buku atau majalah tersebut dan
simpulkan pesan yang ada didalamnya sebelum bercerita pada anak.

f) Pilihan pro dan kontra


Cara lain untuk mengetahui perasaan dan pikiran anak adalah dengan mengajukan satu situasi,
biarkan anak menyimak dengan baik, kemudian mintalah anak untuk memulihkan hal yang
positif dan negatif memuat pendapatnya dari situasi tersebut.

g) Penggunaan skala peringkat


Skala peringkat digunakan untuk mengkaji kondisi tertentu, misalnya mengkaji intensitas
nyeri. Skala peringkat dapat berkisar antara 0 pada satu titik ekstrim dan 10 pada satu titik
ekstrim lainya. Nilai tingkat nyeri 1 sampai lima. Kemudian kita tentukan kondisi anak berada
pada angka berapa saat mengungkapkan perasaan sedih, nyeri, dan cemas tersebut.
0 diartikan sebagai perasaan skala tidak nyeri
1-2 diartikan sebagai skala nyeri ringan
Lebih dari 3-7 diartikan sebagai skala nyeri sedang
Lebih dari 7- 9 diartikan nyeri yang sangat berat
Lebih dari 9-10 diartikan nyeri yang sangat hebat

2. Teknik Non Verbal

a) Menulis
60

Menulis adalah pendekatan komunikai yang secara efektif tiadak saja dilakukan pada anak
tetapi juga pada remaja.
Perwat dapat memulai komunikasi dengan anak dengan cara memeriksa atau menyelidiki
tentang tulisan dan mungkin juga meminta untuk membaca beberapa bagian. Dengan menulis
perawat dapat mengetahui apa yang dipikirkan anak dan bagaimana perasaan anak.
b) Menggambar
Teknik ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk menggambarkan sesuatu terkait dengan
dirinya, misalnya perasaan, apa yang dipikirkan, keinginan.

Pengembangan dari teknik menggambar ini adalah anak dapat menggambarkan keluarganya
dan dilakukan secara bersama antara keluarga (ibu/ayah) dengan anak.

c) Kontak mata, postur dan jarak fisik


Pembicaraan atau komunikasi akan teras lancar dan efektif jika kitan sejajar. Saat
berkomunikasi dengan anak, sikap ini dapat dilakukan dengan cara membungkuk atau
merendahkan posisi kita sejajar dengan anak. dengan posisi sejajar akan memungkinkan kita
dapat memungkinkan kontak mata dengan anak dan mendengarkan secara jelas apa yang
dikomunikasikan anak.

d) Ungkapan marah
Anak mengungkapakan perasaan marahnya dan dengarkanlah dengan baik dan penuh perhatian
apa yang menyebabkan ia merasa jengkel dan marah. Untuk memberikan ketenangan anak
pada saat marah, duduklah dekat dia, pegang tangannya atau pundaknya atau peluklah dia.

e) Sentuhan
Adalah kontak fisik yang dilakukan dengan cara memegang sebagian tangan atau bagian tubuh
anak misalnya pundak, usapan di kepala, berjabat tangan atau pelukan, bertujuan untuk
memberikan perhatian dan penguatan terhadap komunikasi yang dilakukan antara anak dan
orang tua. (Kemenkes, 2013)
61

TOPIK VII KOMUNIKASI PADA REMAJA DEWASA DAN LANSIA

2.1 Komunikasi Teurapeutik Pada Usia Remaja (13-18 tahun)


Remaja berfikir lebih abstrak frustasi antara tingkah laku berfikir kanak-kanak dan
dewasa karena pada masa ini adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa anak-
anak menuju dewasa. Pola pikir dan tingkah laku merupakan peralihan dari anak-anak
menjadi orang dewasa, bahasa dan kultur tersendiri bahasa gaul ( istilah tertentu:
nyokap, bokap ). Peer group/kelompok sebaya yang utama lebih terbuka pada orang
lain dapat orang tua/keluarga.
 Komunikasi dengan remaja:
 memberi perhatian
 mendengarkan ungkapan remaja
 menghargai dan terbuka terhadap pendapat yang disampaikan
 hindari menghakimi / mengkritik dengan tajam
 hargai keberadaan identitas diri dan harga dirinya
 Tunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat dengannya
 Jangan memotong pembicaraan saat anak sedang mengekspresikan pikiran dan
perasaannya
 Hormati privasinya
 Beri dukungan pada apa yang telah dicapainya secara positif dengan memberikan
penguatan positif (pujian ).

 Komunikasi yang baik diperlukan:


 Kepercayaan sebagai dasar untuk berkomunikasi yang dibentuk dengan:
- meluangkan waktu bersama
- dorong agar berani mengungkapkan ide / pikiran / perasaan
- hargai, hormati pendapat / pikirannya
- toleransi terhadap perbedaan ide / pikiran
- pujian untuk hal yang baik
62

- hormati privasinaya
- berikan contoh yang baik

2.2 Komunikasi Teurapeutik Pada Usia Dewasa


Dari segi psikologis, Orang dewasa dalam situasi komunikasi mempunyai sikap-
sikap tertentu yaitu :
- Komunikasi adalah suatu pengetahuan yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri,
maka orang dewasa tidak diajari tetapi dimotivasikan untuk mencari pengetahuan yang
lebih muktahir.
- Komunikasi adalah suatu proses emosional dan intelektual sekaligus, manusia punya
perasaan dan pikiran.
- Komunikasi adalah hasil kerjasama antara manusia yang saling memberi dan
menerima,akan belajar banyak,karena pertukaran pengalaman, saling mengungkapkan
reaksi dan tanggapannya mengenai suatu masalah.
- Komunikasi pada dewasa awal mengalami puncaknya pada kematangan fisik, mental
dan kemampuan social mencapai optimal. Peran dan tanggung jawab serta tuntutan
social telah membentuk orang dewasa. melakukan komunikasi dengan orang lain, baik
pada setting professional ketika mereka bekerja atau pada saat mereka berada di
lingkungan keluarga dan masyarakat umum.

Teknik komunikasi yang dikembangkan pada masa dewasa telah mencapai


tahap optimal, baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Kemampuan untuk
mengembangkan komunikasi (sebagai media transfer informasi). Dalam menguasai
pesan yang diterima, individu dewasa tidak hanya melihat isi pesan, tetapi juga
mempersiapkan pesan tersebut dengan lebih baik serta menciptakan hubungan antar
pesan yang di terima dengan konteks atau situasi pesan tersebut disampaikan.
Pesan yang diterima individu dewasa kadang kala dipersepsikan bukan hanya
dari konteks isi pesan, tetapi lebih kompleks lagi disesuaikan dengan situasi dan
keadaan yang menyertai. Contoh: “sayang…” dari sepenggal kata tersebut ketika
diungkapkan dengan nada datar, akan memberi kesan yang menyesalkan. Kesan ini
semakin kuat bila penyampai pesan menunjukkan rasa penyesalan dari gerakan bibir,
raut wajah, kepala menunduk.
63

Namun, bila ungkapan tersebut diucapkan dengan menggunakan bahasa yang


halus serta menyampaikan pesan dengan menunjukkan ekspresi mata bersinar, wajah
cerah atau normal, persepsi individu dewasa tersebut adalah bahwa makna kata
“sayang” tersebut adalah perasaan suka atau cinta. Kemampuan untuk menilai respon
verbal dan nonverbal yang disampaikan lingkungan memberi keuntungan karena pesan
yang kompleks dapat disampaikan secara sederhana.
Namun, kadang kala kemampuan kompleks untuk menangkap pesan ini
menimbulkan kerugian pada manusia karena kesalahan dalam menerima pesan menjadi
lebih besar, akibat pengguna persepsi dan lingkungan yang lebih kompleks. Contoh :
seseorang yang meludah didepan atau didekat orang seseorang kadang kala di
persepsikan sebagai rasa tidak suka atau benci terhadap orang tersebut, atau orang yang
meludah tersebut tidak bermaksud sebagaimana dipersepsikan orang lain. Situasi diatas
selanjutnya menimbulkan konflik antar individu atau kelompok.
Agar komunikasi dengan klien dewasa efektif perlu memperhatikan terciptanya
suasana komunikasi yang mendukung tercapainya tujuan komunikasi seperti saling
menghormati, percaya dan terbuka.
 Suasana saling menghormati
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dewasa, lawan
komunikasi (perawat/tenaga kesehatan) harus dapat menghormati pendapat pribadinya.
Klien dewasa akan merasa lebih senang apabila ia diperbolehkan untuk menyampaikan
pemikiran atau pendapat, ide, dan sistem nilai yang dianutnya. Apabila hal-hal tersebut
diabaikan akan menjadi kendala bagi keberlangsungan komunikasi.
 Suasana saling percaya
Komunikasi dengan klien dewasa perlu memperhatikan rasa saling percaya
akan kebenaran informasi yang dikomunikasikan. Apabila hal ini dapat diwujudkan
maka tujuan komunikasi akan lebih mudah tercapai.
 Suasana saling terbuka
Keterbukaan untuk menerima hasil komunikasi dua arah, antara perawat atau
tenaga kesehatan dan klien dewasa akan memudahkan tercapainya tujuan komunikasi.
Klien dewasa yang menjalani perawatan di rumah sakit dapat merasa tidak
berdaya, dan tidak aman ketika berada dihadapan pribadi-pribadi yang mengatur sikap
dan perilakunya. Status kemandirian mereka berubah menjadi bergantung pada aturan
dan ketetapan pihak lain. Hal ini dapat menjadi suasananya yang dirasanya sebagai
ancaman. Akumulasi perasaan ini dapat terungkap dalam bentuk sikap emosional dan
64

agresif.Dengan dilakukan komunikasi yang sesuai dengan konteks pasien sebagai orang
dewasa oleh para professional,pasien dewasa akan mampu bergerak lebih jauh dari
imobilitas bio psikososialnya untuk mencapai penerimaan terhadap maslahnya.
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia kearah yang lebih baik sehingga perawat perlu untuk menguasai teknik dan
model konsep komunikasi yang tepat untuk setiap karakteristik klien.
Orang dewasa memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang menetap
dalam dirinya yang sukar untuk dirubah dalam waktu singkat sehingga perlu model
komunikasi yang tepat agar tujuan dapat tercapai. Model konsep komunikasi yang
sesuai untuk klien dewasa adalah model interaksi king dan model komunikasi
kesehatan yang menekankan hubungan relationship yang saling member dan menerima
serta adanya feedback untuk mengevaluasi apakah imformasi yang disampaikan sesuai
dengan yang ingin dicapai.

2.3 Komunikasi Teurapeutik Pada Usia Lanjut


Kemampuan komunikasi pada lansia dapat mengalami penurunan akibat
penurunan berbagai fungsi sistem organ (penglihatan, pendengaran, wicara dan
persepsi), perubahan psikis/emosi, interaksi sosial dan spiritual perlu pendekatan dan
teknik khusus dalam berkomunikasi. Perubahan emosi sering nampak berupa reaksi
penolakan terhadap kondisi yang terjadi.
 Gejala penolakan yang terjadi:
 Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan dan keterangan yang diberikan
tenaga kesehatan
 Mengubah keterangan yang diberikan sehingga diterima keliru
 Menolak membicarakan perawatan di Rumah Sakit
 Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya, khususnya tindakan yang melibatkan
dirinya
 Menolak nasehat (istirahat baring, berganti posisi tidur untuk kenyamanan dirinya)

 Pendekatan dalam komunikasi dengan lansia


 Pendekatan fisik mencari informasi tentang kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian
yang dialami, perubahan fisik / organ tubuh, tingkat kesehatan yg masih bisa dicapai
dan dikembangkan.
65

 Pendekatan psikologis mengarah pd perubahan perilaku. Dalam pendekatan ini


perawat berperan sebagai: konselor, advokat, suporter, interpreter, sahabat dekat klien
 Pendekatan sosial diskusi, tukar pikiran, berceritera, bermain, kegiatan kelompok agar
klien dapat berinteraksi dgn sesama klien / petugas
 Pendekatan spiritual memberikan kepuasan batin dalam hubungan dengan Tuhan;
efektif bagi klien dengan latar belakang keagamaan yg baik.

 Teknik komunikasi pada lansia


 Teknik asertif sikap yang dapat menerima, peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan sedang berbicara komunikasi dapat dimengerti
 Responsif perawat segera bereaksi secara aktif ketika ada perubahan sikap / kebiasaan
klien dengan menanyakan / klarifikasi tentang perubahan tersebut.
 Klarifikasi mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari 1 kali
agar maksud pembicaraan dapat diterima dan dipersepsikan sama oleh lansia / klien.
 Sabar dan iklas perawat bersikap sabar dan iklas menghadapi perubahan klien lansia
sehingga tercipta komunikasi yang terapeutik.

 Hambatan komunikasi pada lansia


Lansia bersikap:
a) Agresif
ditandai dgn perilaku:
o berusaha mengontrol & mendominasi lawan bicara
o meremehka orang lain
o mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
o menonjolkan diri sendiri
o mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan kata-kata atau tindakan.
b) Nonasertif
ditandai dengan tanda-tanda:
o menarik diri bila diajak bicara
o merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
o merasa tidak berdaya
o tidak berani mengungkapkan keyakinannya
o membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
66

o pasif
o mengikuti kehendak orang lain
o mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dgn orang lain.

 Mengatasi hambatan sehingga komunikasi efektif


o Mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
o Keraskan suara bila perlu
o Dapatkan perhatian dari klien sebelum berbicara. Pandanglah klien sehingga klien
dapat melihat gerakan mulut perawat
o Atur lingkungan yang kondusif, kurangi gangguan visual dan auditory, pastikan
pencahayaan cukup
o Jika komunikasi macet, jangan anggap bahwa klien tidak kooperatif
o Bertindaklah sebagai partner yang memfasiltasi klien untuk mengungkapkan
perasaannya
o Berbicara pelan dan jelas, kalimat pendek, bahasa sederhana
o Bantu kata-kata dengan isyarat visual
o Serasikan bahasa tubuh dengan pembicaraan/berita yang menggembirakan diiringi
senyuman, tertawa secukupnya, dan sebagainnya.
o Berilah kesempatan klien untuk bertanya
o Jika klien salah, jangan menegur secara langsung
o Jadilah pendengar yang baik
o Arahkan suatu topik pada suatu saat
o Ikutkan keluarga (yang menunggu) untuk berpartisipasi

Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Pada Lansia Beberapa prinsip etika yang harus
dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah:
 Empati
istilah empati menyangkut pengertian “simpati” atas dasar pengertian yang
mendalam. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang
seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa
penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan
dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan
belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi
67

dan patologik dari penderita lansia . Yang harus dan “jangan” prinsip ini sering
dikemukakan sebagai non-malefecience dan beneficence pelayanan geriatric selalu
didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik untuk penderita dan harus
menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm) bagi penderita. Terdapat
adagium primum non nocere (yang terpenting jangan membuat seseorang menderita).
Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari
rasa nyeri, pemberian analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang cukup,
pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah
dan praktis untuk dikerjakan.
 Otonomi
Suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Tentu sekali saja hak tersebut
mempunyai batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan.
 Keadilan
prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua
penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak
mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
68

TOPIK VIII. KOMUNIKASI PADA SETIAP TAHAP


PROSES KEPERAWATAN

Komu\nikasi Dalam Proses Keperawatan

Komunikasi adalah suatu yang sangat penting dalam pelaksanaan asuhan


keperawatan. Seorang perawat tidak akan dapat melaksanakan tahapan – tahapan
proses keperawatan dengan baik bila tidak terjalin komunikasi yang baik antara
perawat dengan klien, perawat dengan keluarga atau orang yang berpengaruh bagi
klien, dan perawat dengan tenaga kesehatan lainnya Proses keperawatan adalah metode
sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien mengidentifikasi dan
menentukan masalah, merencanakan dan melaksanakan tindakan, serta mengevaluasi
keberhasilan tindakan yang dilakukan kepada klien. Kemampuan komunikasi yang baik
dari perawat merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam melaksanakan proses
keperawatan yang meliputi : Tahap pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Pengkajian


dilakukan oleh perawat dalam rangka pengumpulan data klien. Data klien diperoleh
melalui wawancara (anamnesa), pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik
(laboratorium,foto, dan sebagainya), informasi atau catatan dari tenaga kesehatan lain,
dan dari keluarga klien. Kemampuan komunikasi sangat mempengaruhi kelengkapan
data klien. Untuk itu selain perlunya meningkatkan kemampuan komunikasi bagi
perawat, kemampuan komunikasi klien juga perlu ditingkatkan. Perawat perlu
mengetahui hambatan, kelemahan dan gaya klien dalam berkomunikasi. Perawat perlu
memperhatikan budaya yang mempengaruhi kapan dan dimana komunikasi dilakukan,
penggunaan bahasa, usia dan perkembangan klien. Banyak hal yang dapat menjadi
hambatan klien untuk mengirim atau memberikan informasi, menerima, dan memahami
69

pesan yang diterima klien. Hambatan klien dalam berkomunikasi yang harus
diperhatikan oleh perawat antara lain:

1) Language deficits
Perawat perlu menentukan bahasa yang dipahami oleh klien dalam berkomunikasi
karena penguasaan bahasa akan sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi klien
dalam menerima pesan secara adekuat’

2) Sensory deficits
Kemampuan mendengar, melihat, merasa dan membau merupakan faktor penting
dalam komunikasi, sebab pesan komunikasi akan dapat diterima dengan baik apabila
kemampuan sensori klien berfungsi dengan baik. Untuk klien yang mengalami kelemahan
mendengar, maka ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu
mencari kepastian medik yang mengindikasikan adanya kelemahan mendengar,
memperhatikan apakah klien menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi,
memperhatikan apakah klien mampu melihat muka dan bibir kita saat berbicara, dan
memperhatikan apakah klien mampu menggunakan tangannya sebagai bebtuk komunikasi
nonverbal.
3) Cognitive impairrnents
Adalah suatu kerusakan yang melemahakan fungsi kognitif (misalnya pada klien CVA,
Alzheimer`s, tumor otak) dpat mempengaruhi kemampuan klien dalam menggungkapkan
dan memahami bahasa. Dalam mengkaji pada klien yang mengalami gangguan kognitif
ini, perawat dapat menilai apakah klien merespon (baik respon verbal maupun nonverbal)
ketika ditanya ?. Apakah klien dapat mengucapkan kata atau kalimat dengan benar?.
Apakah klien dapat mengingat dengan baik ?
4) Structural deficits
Adanya gangguan pada struktur tubuh terutana pada struktur yang berhubungan
langsung dengan tenpat keluernya suara, misalnya mulut dan hidung akan dapat
mempengaruhi terjadinya komunikasi.
5) Paralysis
Kelemahan yang terjadi pada klien terutama pada ekstremitas atas akan menghambat
kemampuan komunikasi klien baik melalui lisan maupun tulisan. Perawat perlu
memperhatikan apakah ada kemampuan nonverbal klien yang bisa ditunjukkan alam
rangka memberikan informasi kepada perawat.
70

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data-data yang didapatkan


dalam tahap pengkajian. Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian
perawat dengan melibatkan klien, keluarga klien, dan tenaga kesehatan lainnya tentang
masalah yang dialami klien. Proses penentuan masalah klien dengan melibatkan
beberapa pihak tersebut adalah upaya untuk menvalidasi, memperkuat dan menentukan
prioritas masalah klien engan benar. Penentuan diagnosis tanpa mengkomunikasikan
kepada klien apat berakibat salahnya penilaian perawat terhadap masalah yang dialami
klien. Sikap perawat yang komunikatif dan sikap klien yang kooperatif merupakan
faktor penting dalam penetapan diagnosa keperawatan yang tepat. Kemampuan
komunikasi disini juga diperlukan dalam menulis analisis data yang didapat dari
pengkajian serta mendiskusikannya masalah yang ditemukan baik kepada klien,
keluarga maupun kepada sesama perawat.

B. Rencana keperawatan

Dalam mengembangkan rencan tindakan keperawatan kepada klien, interaksi


dan komunikasi dengan klien sangatlah penting untuk menentukan pilihan rencana
keperawatan yang akan dilakukan. Misalnya, sebelum perawat memberikan diet
makanan bagi klien, perawat perlu mengetahui makanan pilihan, yang di sukai, atau
yang alergi bagi klien sehingga tindakan yang dilakukan menjadi efektif. Rencana
tindakan yang dibuat perawat merupakan media komunikasi antar petugas kesehatan
sehingga perencanaan yang di susun perawat dinas pagi dapat di evaluasi atau di
lanjutkan oleh perawat dinas sore dan seterusnya model komunikasi ini memungkinkan
pelayanan keperawatan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, terukur dan
efektif. Pada tahap perencanaan ini, perawat harus menentukan prioritas masalah yang
harus diselesaikan, merumuskan tujuan tindakan dan kriteria hasil (kriteria evaluasi).
Rencana tindakan dibuat untuk mengatasu etiologi atau penyebab terjadinya masalah.
Penentuan etiologi atau penyebab dari masalah klien memerlukan kecermatan dan
71

pengetahuan yang lebih agar acuan dalam membuat rencana tindakan sesuai dengan
sasaran. Kegagalan dalam menentukan etiologi dengan tepat akan berpengaruh
terhadap rumusan tujuan tindakan keperawatan dan mengganggu keberhasilan
tindakan.

C. Tindakan keperawatan/implementasi
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan
sebelumnya. Selama aktivitas pada tahap ini menuntut perawat untuk terampil dalam
berkomunikasi dengan klien. Umumnya ada 2 kategori aktivitas perawat dalam
berkomunikasi, yaitu saat mendekati klien untuk membantu memnuhi kebutuhan fisik
klien dan ketika klien mengalami masalah psikologis. Tindakan komunikasi pada saat
menghampiri klien :
1. Menunjukkan muka yang jujur dengan klien. Hal ini penting agar tercipta suasana
saling percaya saat berkomunikasi.
2. Mempertahankan kontak mata dengan baik. Kesungguhan dan perhatian perawat dapat
dilihat dari kontak mata saat berkomunikasi dengan klien.
3. Fokus kepada klien. Agar komunikasi dapat terarah dan mencapai tujuan yang
diinginkan dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
4. Mempertahankan postur yang terbuka. Sikap terbuka dari perawat dapat menumbuhkan
keberanian dan kepercayaan klien dalam mengikuti tindakan keperawatan yang
dilaksanakan.
5. Aktif mendengarkan eksplorasi perasaan klien sebagai bentuk perhatian, menghargai
dan menghormati klien.crouch (2002) mengingatkan bahwa manusia mempunyai dua
telinga dan satu mulut. Dalam berkomunikasi dia menyarankan agar tindakan
komunikasi dilaksanakan dengan perbandingan 2:1, lebih banyak mendengar daripada
bicara. Sikap ini akan mengingatkan kepercayaan klien kepada perawat.
6. Relatif rilek saat bersama klien. Sikap terlalu tegang atau terlalu santai juga tidak
membawa pengaruh yang baik dalam hubungan perawat - klien. Pada tahap ini petugas
kesehatan (perawat, bidan dll) juga harus meningkatkan kemampuan non verbalnya
dengan “SOLER” yang merupakan kependekatan dari : · S – Sit (duduk) menghadap
klien.postur ini memberi kesan bahwa perawat ada disana untuk mendengarkan dan
tertarik dengan apa yang sedang dikatakan klien. · O – Observe (mengamati) suatu
postur terbuka (yaitu menahan tangan dan lengan tidak menyilang). Postur ini
72

menyatakan perawat “terbuka” terhadap apa yang dikatakan klien. Suatu posisi yang
“tertutup” dapat menghambat klien untuk menyampaikan perasaannya. · L – Lean
(mencondong kearah klien). Postur ini menyampaikan bahwa perawat terlibat dan
tertarik pada interaksi yang sedang dilaksanakan. · E – Establish (melakukan dan
menjaga kontak mata). Perilaku ini menyampaikan keterlibatan perawat dan kesediaan
untuk mendengarkan apa yang klien sedang katakana. Ketidakhadiran kontak mata atau
pergeseran mata member pesan bahwa perawat tidaklah tertarik akan apa yang
dikatakan klien. · R – Relax. Rileks adalah penting untuk mengkomunikasikan suatu
perasaan atau kondisi yang nyaman dan harmonis dalam berkomunikasi dengan klien.
Kegelisahan mengkomunikasikan adanyasuatu masalah yang dapat menimbulkan multi
tafsir.

D. Evaluasi
Komunikasi antara perawat dan klien pada tahap ini adalah untuk mengevaluasi
apakah tindakan yang telah dilakukan perawat atau tenaga kesehatan lain membawa
pengaruh atau hasil yang positif bagi klien, sebagaimana kriteria hasil yang telah
ditentukan pada tahap sebelumnya. Evaluasi yang dilaksanakan meliputi aspek kognitif,
sikap dan ketrampilan yang dapat diungkapkan klien secara verbal maupun nonverbal.
Pada tahap ini juga memberi kesempatan bagi perawat untuk melihat kembali tentang
efektifitas rencana tindakan yang telah dilakukan. Semua tahapan proses keperawatan
tersebut diatas membutuhkan kemampuan komunikasi yang adekuat. Komunikasi
merupakan kegiatan mengumpulkan, memadukan, menyamakan, dan menyalurkan
informasi dalam pelayanan kesehatan.
73

TOPIK IX KOMUNIKASI DENGAN PASIEN BERKEBUTUHAN KHUSUS

Gangguan Fisik dan Gangguan Jiwa.

Kondisi fisik dan psikologis seseorang seringkali saling terkait. Pasien yang
mederita penyakit bisa dari sakit fisik memicu munculnya gangguan psikologis. Ini
lebih sering terlihat pada pasien yang sakitnya sudah tahunan. Sebaliknya pula, dari
gangguan psikologis bisa muncul sakit fisik. Misalnya pasien secara tidak sadar
melukai dirinya sendiri. Dalam mengkaji hubungan di antara keduanya, analisis
permasalahan meliputi pencarian/penggalian dan penjelasan hubungan antara
kepribadian dan penyakit fisik yang diikuti dengan pendekatan penelitian kontemporer.
Sebenarnya apa perbedaan antara gangguan psikologis seperti cemas dan
depresi dengan gangguan fisik seperti penyakit infeksi dan kanker? Secara langsung,
gangguan psikologis dapat dijelaskan dengan mengetahui penyebab psikologis itu
sendiri seperti stres, pengalaman trauma, dan masalah kanak-kanak. Sementara itu,
gangguan fisik dapat diakibatkan oleh penyebab fisik misalnya cacat tubuh, cacat
bawaan dan luka di tubuh yang mengganggu pergerakkan. Setelah mengetahui itu, kita
dapat menggunakan sarana terapi yang tepat bagi masing – masing pasien. Pasien
dengan gangguan psikologis seharusnya diarahkan ke sarana penyembuhan psikologi
supaya dapat disembuhkan disembuhkan dengan menggunakan terapi seperti
psikoterapi dan terapi perilaku, sedangkan gangguan fisik diarahkan ke klinik atau
rumah sakit agar disembuhkan secara medis.
Gangguan psikologis berkisar dari penyakit mental yang serius sampai kasus yang
depresi yang relatif ringan yang biasanya disebabkan ketidakseimbang biokimia, sering
dianggap sebagai gangguan keturunan. Hal ini terutama didukung oleh penelitian DNA.
Di sisi lain, jenis kepribadian tertentu ada yang mudah terkena penyakit jantung dan
stres, yang merupakan faktor utama dalam penyebab banyak penyakit fisik. Pengobatan
holistik dan terapi sejenisnya untuk penyakit fisik seringnya mempunyai komponen
psikologi yang besar seperti program manajemen stres, relaksasi, hingga pelatihan
pernafasan.
74

A. Komunikasi Terapeutik Gangguan Fisik

1. Pengertian Gangguan Fisik

Gangguan fisik adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai kekurangan pada
anggota tubuh atau terganggunya sistem organ dalam tubuh, sensorik, dan motorik pada
tubuh. Gangguan fisik yang dari kekurangan anggota tubuh sering kali membuat
pergerakan terganggu. Gangguan dari sistem organ membuat pasien berasa tidak enak
badan dan harus mendapatkan pengobatan medis.
Gangguan fisik ini bisa dialami oleh semua orang baik orang dewasa maupun anak
kecil. Untuk orang dewasa gangguan fisik ini dimungkinkan karena faktor eksternal seperti
: kecelakaan yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau organ tubuh, sehingga
menimbulkan keterbatasan dalam beraktivitas. Sedangkan gangguan fisik yang dialami
oleh anak kecil dikarenakan oleh faktor bawaan seperti :

1. Kelainan pada sistem cerebral (sistem syarat pusat), gangguan fisik ini disebabkan
oleh luka pada otak yang mempengaruhi kemampuan menggerakkan bagian-bagian
tubuh manusia (gangguan motorik), disebut juga cerebral palsy (CP). Menurut letak
kelainan otak dan fungsi geraknya, cerebral palsy dibedakan atas : spastic
(kekakuan sebagian atau seluruh otot karena kerusakan pada cortex cerebri),
athetoid (gerakan kaki tangan di luar kemauan karena kerusakan pada basal
ganglia). Ataxia (hambatan keseimbangan kerema kerusakan pada otak
kecil/cerebellum), rigid (kekuatan seluruh anggota gerak karena kerusakan pada
basal ganglia), tremor (gerakan kecil yang terus-menerus karena kerusakan pada
basal ganglia).
2. Kelainan pada sistem musculus skeletal (sistem otot dan rangka), gangguan fisik ini
dialami oelh anak-anak yang memiliki cacat fisik akibat kelemahan atau penyakit
pada otot atau tulang, disebut juga gangguan orthopedic. Jenis kelainan yang
berkaitan dengan sistem ototdan rangka meliputi : polio (kelumpuhan tangan dan
kaki karena virus polio), muscular dystrophy (kelumpuhan yang bersifat progresif
karena otot tidak dapat berkembang), osteogenesis imperfect (tulang mudah patah
karena pertumbuhan kerangka tulang tidak normal), spina bifida (kelumpuhan
anggota tubuh bagian bawah karena sebagian ruas tulang belakang tidak menutup),
hambatan fisik motorik karena bawaan lahir (bentuk kaki tangan seperti tongkat,
75

tubuh kerdil, hydrocephalus atau micrcephalus, jari kurang atau lebih dari lima,
dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu, dan lain-lain)
3. Gangguan kesehatan yang mempengaruhi kemampuan fisik, antara lain : asma
(penyempitan pembuluh tenggorokan) dan hemophilia (kelainan/kurangnya
produksi factor pembekuan darah).

Gangguan fisik dan kesehatan dapat terjadi sebelum lahir, dan sesudah lahir. Pada masa
sebelum lahir, dapat disebabkan oleh : infeksi atau penyakit, kelainan kandungan bayi dalam
kandungan terkena radiasi, atau ibu mengalami trauma (kecelakaan). Pada saat lahir, kerusakan
otak bayi dapat disebabkan oleh : proses kelahiran yang terlalu lama, pemakaian alat bantu
kelahiran, dan pemakaian anastesi yang berlebihan. Pada masa sesudah lahir, hal-hal yang
dapat menyebabkan kecacatan antara lain : kecelakaan.trauma pada kepala, amputasi,
infeksi/penyakit yang menyerang otak, dan malnutrisi.
Anak-anak dengan gangguan fisik motorik biasanya mengalami kekakuan, kelumpuhan,
gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis, dan hambatan keseimbangan.
Adanya berbagai hambatan ini menyebabkan anak kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari
seperti berpindah tempat, makan, minum, berpakaian, dan lain-lain. Kerusakan sistem syaraf
pusat di otak maupun sumsum tulang belakang juga dapat menimbulkan gangguan fungsi
fisiologis tubuh seperti :

 Gangguan refleks
 Gangguan perasaan kulit
 Gangguan fungsi sensoris
 Gangguan pengaturan sikap dan gerak motorik
 Gangguan fungsi metabolism dan sistem endokrin (hormonal).
 Gangguan fungsi gastrointestinal
 Gangguan gungsi sirkulasi darah
 Gangguan fungsi pernafasan
 Gangguan pembentukan ekskresi urine.

Kecerdasan anak dengan gangguan fisik dan kesehatan bervariasi dari tingkat paling
rendah sampai yang paling tinggi. Separuh anak CP diduga mengalami intelegansi yang
rendah. Hal ini karena anak-anak CP memiliki kelainan pada otak mereka dimana syaraf
penghubung dan jaringan syaraf otak mengalami kerusakan. Kondisi ini menyebabkan proses
stimulus yang berasal dari luar sulit untuk diterima dan dianalisis oleh syaraf sensoris. Anak
76

CP akan mengalami kesulitan untuk mengolah stimulus visual, auditori, dan taktil yang
diterimanya. Selanjutnya mereka akan mengalami kesulitan dalam konsep bentuk,
keseimbangan posisi tubuh, orientasi ruang, warna, bunyi, rasa, dan peraba.
Kebanyakan anak CP mengalami hambatan bicara, karena otot-otot bicara yang lumpuh atau
kaku. Selain itu, kurangnya interaksi dengan lingkungan sekitar dapat menyebabkan anak
mengalami kemiskinan bahasa. Anak yang mempunyai gagasan atau ide yang akan
disampaikan kepada orang lain secara lisan tidak terkomunikasikan, karena bicaranya tidak
jelas dan ucapannya susah dimengerti (supena, 2012).
Anak-anak dengan gangguan fisik dan kesehatan biasanya juga mengalami kesulitan
penyesuaian sosial. Mereka kesulitan mempertahankan hubungan dengan teman-teman sebaya.
Mereka juga mungkin mempunyai konsep diri yang rendah, akibatnya untuk berinteraksi
dengan lingkungan menjadi terlambat. Anak merasa rendah diri, menolak kenyataan.

1. Komunikasi pada Pasien Gangguan Fisik


2. Pasien dengan Gangguan Pendengaran

Pada pasien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling


sering digunakan ialah media visual. Pasien menangkap pesan bukan dari suara yang
dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi
visual menjadi sangat penting bagi pasien ini sehingga dalam melakukan komunikasi,
diusahakan supaya sikap dan gerakan kita dapat ditangkap oleh indra visual si pasien.
Teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan pendengaran,
antara lain:

1. Orientasikan kehadiran kita dengan cara menyentuh pasien atau memposisikan diri di
hadapan yang terlihat oleh pasien.
2. Gunakan bahasa dan kalimat yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan pasien membaca gerak bibir kita.
3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di hadapan atau di depan pasien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
4. Jangan melakukan pembicaraan ketika kita sedang mengunyah sesuatu, misalnya
permen karet.
5. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan yang sederhana dan wajar.
6. Jika diperlukan gunakanlah bahasa jari atau jika kita menguasai bahasa isyarat, dapat
menggunakannya.
77

7. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam
bentuk tulisan, gambar atau simbol yang mudah dimengerti.

Pasien dengan Gangguan Penglihatan.


Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, maupun bawaan dari
lahir. Gangguan penglihatan karena kerusakan organ misalnya: kornea, lensa mata,
kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar
impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami pasien dengan
kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan
kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap
rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh
karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan
sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang
dapat ditransfer melalui indra yang lain.

Teknik Komunikasi

Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan pasien yang
mengalami gangguan penglihatan:

1. Sedapat mungkin pengobat mengambil posisi yang dapat dilihat pasien bila pasien
mengalami kebutaan parsial atau total.
2. Sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran kita ketika berada di dekat pasien.
3. Identifikasikan diri kita dengan menyebutkan nama .
4. Berbicaralah dengan menggunakan nada suara normal bila kondisi pasien tidak
memungkinkan pasien menerima pesan verbal secara visual. Dalam kondisi ini,
nada suara kita memegang peranan besar dan bermakna bagi pasien.
5. Terangkan alasan kita menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum
melakukan sentuhan apapun pada pasien.
6. Informasikan kepada pasien ketika kita akan meninggalkan ruangan atau
meninggalkan pasien / memutus komunikasi.
7. Orientasikan pasien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
8. Orientasikan pasien pada lingkunganya bila pasien dipindah ke lingkungan /
ruangan yang baru.
78

1. Syarat-Syarat Komunikasi

Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori


penglihatan, kita sebagai pengobat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik
sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara pengobat dan pasien, untuk
itu syarat yang harus dimiliki oleh pengobat dalam berkomunikasi dengan pasien
dengan gangguan sensori penglihatan adalah:

1. Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan


saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
2. Kesungguhan, artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap
harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
3. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada
individu lain, pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang
disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta
berguna untuk si pasien.
4. Kepercayaan diri, artinya jika pengobat mempunyai kepercayaan diri maka
hal ini akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
5. Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan
disampaikan, perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing
emosi pasien, karena dengan adanya ketenangan maka informasi yang
disampaikan akan lebih jelas, baik dan lancar.
6. Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari
kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat
akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi pasien.
7. Kesederhanaan, artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat
sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun
informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana,
berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.

3. Pasien dengan gangguan Wicara.


79

Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita suara,
ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan wicara
memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar pasien
yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan atau gambar.
Pada saat berkomunikasi dengan pasien gangguan wicara, hal – hal berikut perlu di
perhatikan:

1. Pengobat benar – benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir pasien.
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata
yang diucapkan pasien.
3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik,
komunikasi dengan pasien tidak menyimpang.
4. Mengendalikan pembicaraan sehingga pasien menjadi lebih rileks dan komunikasi
menjadi lebih pelan.
5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan
baik.
6. Gunakan bahasa isyarat, tulisan, gambar atau simbol bila diperlukan.

4. Pasien dengan keadaan tidak sadar

Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami


penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima pasien dan pasien
tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut. Keadaaan tidak sadar dapat terjadi akibat
gangguan organik pada otak, trauma otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan
narkose, ataupun gangguan berat yang terkait dengan penyakit tertentu. Seringkali timbul
pertanyaan tentang perlu tidaknya pengobat berkomunikasi dengan pasien yang mengalami
gangguan kesadaran ini. Bagaimanapun, secara etika penghargaan terhadap nilai nilai
kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada pasien dengan gangguan
kesadaran.
Pada saat berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan kesadaran, hal hal berikut perlu
diperhatikan
80

1. Berhati – hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat pasien karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang mengalami
penurunan dan penerimaan rangsang pada individu yang tidak sadar dan yang
menjadi pertama kali berfungsi pada waktu sadar. Maka perawat harus berhati –
hati tidak mengatakan sesuatu pada pasien yang tidak sadar atau pada dalam jarak
pendengaran pasien. Jaga selalu untuk tidak mengatakan hal – hal yang tidak akan
mereka katakan pada pasien yang sepenuhnya sadar.
2. Ambil asumsi bahwa pasien dapat mendengar pembicaraan kita. Usahakan
mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang kita sampaikan di dekat klien.
3. Ucapkan kata – kata sebelum menyentuh pasien . Sentuhan diyakini dapat menjadi
salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada pasien dengan penurunan
kesadaran.
4. Upayakan untuk mempertahankan lingkungan sekitar pasien setenang mungkin
untuk membantu pasien pada komunikasi yang dilakukan.
5. Pasien dengan gangguan perkembangan

Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan perkembangan kognitif pada pasien,


antara lain akibat penyakit : retardasi mental, syndrome down, ataupun situasi sosial, misal,
pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan sebagainya. Dalam berkomunikasi
dengan klien yang mengalami gangguan kematangan kognitif, sebaiknya kita
memperhatikan prinsip komunikasi bahwa komunikasi dilakukan dengan pendekatan
komunikasi efektif, yaitu mengikuti kaidah sesuai kemampuan audience (capability of
audience) dengan demikian komunikasi dapat berlangsung lebih efektif.
Cara – cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan kematangan
kognitif / perkembangan kognitif :

1. Berbicaralah dengan menggunakan tema yang jelas dan terbatas.


2. Hindari menggunakan istilah yang membingungkan pasien, usahakan menggunakan
kata pengganti yang lebih mudah dimengerti dengan menggunakan contoh atau
gambar dan simbol yang mudah dimengerti oleh pasien.
3. Berbicaralah dengan menggunakan nada yang relatif datar dan Nada tinggi
seringkali di terima oleh pasien sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
81

4. Selalu lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan yang diutarakan untuk
memastikan kembali maksud pesan sudah diterima dengan baik oleh pasien.
5. Berhati – hatilah dalam menggunakan teknik komunikasi non verbal karena dapat
menimbulkan interprestasi yang berbeda pada pasien dan menimbulkam sesuatu
yang tidak di inginkan.
82

TOPIK X. KOMUNIKASI PADA KELOMPOK KELUARGA DAN MASYARAKAT

A. Pengertian komunikasi terapeutik keluarga dan kelompok


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk
tujuan terapi. Seseorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi
masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Suryani, 2005).
Struktur organisasi formal mempunyai dampak terhadap komunikasi. Orang yang
berada di tingkat lebih bawah dalam hierarki organisasi berisiko tidak mendapatkan
komunikasi yang memadai dari tingkat yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena
jumlah tingkat komunikasi harus disaring dalam organisasi besar. Selain itu, dalam
organisasi besar, mustail bagi ketua organisasi seorang diri mengomunikasikan
secara pribadi pada setiap orang atau kelompok yang terlibat dalam pengambilan
keputusan organisasi. (Marquis, 2010)
B. Pengertian Keluarga dan kelompok
Pengertian keluarga akan berbeda. Hal ini bergantung pada orientasi yang
digunakan dan orang yang mendefenisikannya. Keluarga adalah sekelompok orang
yang diikat oleh perkawinan atau darah, biasanya meliputi ayah, ibu dan anak atau
anak-anak. (Singgih, 2008)
Friedman (2009) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau
lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Pengertian kelompok, menurut De Vito (2011), adalah sekumpulan individu yang
cukup kecil untuk berkomunikasi dengan relatif mudah, yaitu para anggota saling
berhubungan satu sama lain dengan beberapa tujuan yang sama dan memiliki semacam
organisasi atau struktur di antara mereka. Kelompok mengembangkan norma-norma
atau peraturan yang mengidentifikasi apa yang dianggap sebagai perilaku yang
diinginkan bagi semua anggotanya.

C. Unsur- unsur komunikasi terapuetik


Menurut Kariyoso (2007) bahwan unsur- unsur komunikasi meliputi :komunikator
(Pembawa berita)
1. Komunikator adalah individu, keluarga atau kelompok yang mempunyai inisiatif dalam
menyelenggarakan komunikasi dengan individu atau kelompok lain yang menjadi
sasaran.
83

2. Message (pesan atau berita)


3. Message adalah berita yang disampaikan oleh komunikator melalui lambang-lambang
pembicaraan, gerakan-gerakan dan sebagainya. Message bisa berupa gerakan, sinar,
suara, lambaian tangan dan sebagainya. Sedangkan di rumah sakit message bisa berupa
nasehat dokter, hasil konsultasi pada status klien, laporan dan sebagainya.
4. Channel (saluran)
5. Channel adalah sarana tempat berikutnya lambang-lambang, meliputi pendengaran,
penglihatan, penciuman dan perabaan.
6. Komunikan
7. Komunikan adalah objek-objek sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang
menerima berita atau lambang, bisa berupa klien, keluarga maupun masyarakat.
8. Feed back
9. Feed back adalah arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya komunikasi.
Hal ini bisa juga dijadikan patokan sejauh mana pencapaian dari pesan yang telah
disampaikan

D. Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga


1. Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada peran penting suami
istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga dengan anggota keluarga (ayah,
ibu, anak).

2. Komunikasi orang tua dan anak


Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di mana
orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Hubungan yang terjalin antara
orang tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap
sesuatu hal di mana antara orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran,
informasi atau nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa
keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak.
3. Komunikasi ayah dan anak
Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak. Peran ayah dalam
memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan keputusan pada anak yang
peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima. Misal, memilih sekolah.
84

Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat pengasuhan kecenderungan anak untuk
berhubungan dengan ibu jika anak merasa kurang sehat, sedih, maka peran ibu lebih
menonjol.
4. Komunikasi anak dan anak yang lainnya
Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain. Dimana anak yang lebih tua
lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang masih muda. Biasanya dipengaruhi
oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.

E. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga dan Kelompok


Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan
baik kepada orang lain. Di lain waktu seseorang mengeluh tidak dapat berkomunikasi
dengan baik kepada orang lain. Ada sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi dalam keluarga, seperti yang akan di uraikan berikut ini :
1. Citra diri dan citra orang lain
Setiap orang mempunyai gambaran-gambaran tertentu mengenai dirinya statusnya,
kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana ia
berbicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana
penilaiannya terhadap segala yang berlangsung di sekitarnya. Dengan kata lain, citra diri
menentukan ekspresi dan persepsi orang.
2. Suasana Psikologis
Suasana Psikologis di akui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit
berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa,
merasa irihati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya.
3. Lingkungan Fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya, dan cara
yangberbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang
terjadi disekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana di rumah
bersifat informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga
komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki
norma yang harus diataati, makakomunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
4. Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting
dan
strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola kepemi
85

mpinan.Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana


yang akan berproses dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut.
5. Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa sebagai
alatuntuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan
oleh orang tua ketika secara kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang
dibicarakan secaratepat. Tetapi dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak
mampu mewakili suatuobjek yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam
berkomunikasi dituntut untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara
komunikator dan komunikasi.
6. Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara
sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada anak
kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia masing-masing
yang harus dipahami.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Kelompok
1. Ukuran kelompok : kelompok yang efektif mempunyai jumlah anggota yang tidak
terlalu kecil ataupun terlalu besar.
2. Tujuan kelompok : tujuan yang telah disepakati bersama akan mudah dicapai karena
semua anggota mempunyai tujuan yang sama. Satukan tujuan dalam kelompok,
minimalkan sifat individualisme yang dapat mengganggu pencapaian tujuan bersama.
3. Kohesivitas anggota kelompok adalah penting karena menunjukkan kekuatan dan
kekompakan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
4. Jaringan komunikasi (networking) diperlukan untuk mendapatkan peluang dalam
mencapai tujuan bersama.
5. Kepemimpinan kelompok diperlukan pemimpin yang bisa mengayomi seluruh anggota,
tidak berpihak, dan akomodatif sehingga bisa meningkatkan kohesivitas kelompok.
F. Strategi Komunikasi Terapeutik pada Keluarga dan Kelompok
1. Melakukan komunikasi dalam keluarga atau kelompok tidaklah mudah. Komunikator
harus mempunyai cara-cara strategis sebagai upaya agar tujuan komunikasi tercapai.
Berikut upaya meningkatkan komunikasi dalam keluarga atau kelompok.Memahami
struktur organisasi dan mengenali siapa yang akan terpengaruh oleh keputusan yang
dibuat. Jaringan komunikasi baik formal maupun informal, perlu dipertimbangkan.
Jaringan komunikasi formal mengikuti jalur formal kewenangan dalam hierarki
86

organisasi. Jaringan komunikasi informal terjadi di antara orang di tingkat yang sama
atau berada dalam hierarki organisasi tersebut, tetapi tidak mewakili jalur formal
kewenangan atau tanggung jawab.
2. Pemimpin kelompok dapat mengatur dengan baik setiap anggota kelompok agar proses
komunikasi antaranggota kelompok dapat berkembang dengan baik.
3. komunikasi harus jelas, sederhana, dan pasti. Komunikator bertanggung jawab untuk
memastikan pesan tersebut di pahami oleh anggota.
4. komunikator sebaiknya mencari umpan balik mengenai apakah komunikasi tersebut
diterima dengan benar. Salah satu cara untuk melakukannya adalah meminta penerima
mengulang komunikasi atau petunjuk tersebut, selain itu, pengirim pesan sebaiknya
melakukan komunikasi lanjutan dalam upaya menentukan apakah komunikasi telah di
jalankan.
5. Saling menghargai anggota kelompok lain, ini sangat penting ketika terjadinya
komunikasi antar anggota kelompok, supaya komunikasi tersebut dapat berjalan lancar
dan efektif. Jika setiap anggota kelompok tidak menghargai anggota lainnya, maka
mereka akan bersikap acuh tak acuh dan bersikap profesional.
6. Jangan menyela pembicaraan orang lain. Ketika seseorang pengirim pesan atau
komunikan sedang menyampaikan pesannya tugas anggota kelompok lainnya adalah
mendengarkan nya dengan baik, ketika komunikan sudah selesai menyampaikan maka
anggota lainnya boleh menyanggah pesan yang disampaikan agar komunikasi dapat
berjalan dengan baik.
7. Selalu memperhatikan orang yang mengajak bicara. Ini sama dengan berhadapan atau
menjaga kontak mata agar si penyampai pesan dapat fokus dengan pesan yang
disampaikannya.
G. Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga
Ada lima hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga tercipta
secara efektif,yaitu:
1. Respek
Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull
attitude). Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik)
dari si lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila ia
melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka anak pun akan
melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di
sekitanya.
87

2. Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan
kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan
untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang
lain.
Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia
akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog
dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya
melibatkan indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat
memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.
3. Audibel
Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah
pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh si
penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan,
atau cara menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi yang audibel ini.
4. Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak
pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi dengan anak,
orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya. Salah satu
caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia).
5. Tepat
Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik
waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah
anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena ketergesaan
maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan saja.
6. Rendah Hati
Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling
menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah
lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah hati ini maka
laaawaaan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat
diungkapkan dari diskusi tersebut.

H. Hambatan Dalam Komunikasi


1. Konflik Peran
88

Perawat menyatakan tidak enak dan menjadi malas saat berkomunikasi dengan
keluarga pasien dikarenakan keluarga pasien terkadang bersikap jutek. Dilema
komunikasi yang dirasakan oleh perawat tidak hanya terkait sikap yang
ditunjukkan oleh keluarga pasien saat berhadapan dengan mereka saja melainkan
juga kondisi psikologis dan fisik mereka seperti ketika mereka sedang lelah atau saat
sedang ada masalah pribadi terkadang perawat sering
melupakan penampilannya saat berkomunikasi dengan keluarga
pasien. Hal tersebut tentunya dapat menjadi penghambat perawat dalam
berkomunikasi dengan keluarga pasien.
2. Usia
Usia menjadi salah satu faktor demografi keluarga yang mempengaruhi
komunikasi. Hal ini dikarenakan cara kita
berkomunikasi dengan orang lain tentunya
disesuaikan dengan faktor demografi orang tersebut salah satunya adalah
usia. Dalam hal ini kita sebagai perawat
harus bisa menyesuaikan dan menempatkan
diri dengan adanya perbedaan usia antara
perawat dengan keluarga pasien baik itu
kepada yang lebih muda, sebaya, maupun kepada yang lebih tua.
3. Pendidikan
Selain usia, status pendidikan juga
sangat mempengaruhi komunikasi yang ada. Adanya perbedaan tingkat pendidikan
seseorang menjadikan setiap individu memiliki pemahaman yang berbeda dalam
mencerna informasi yang diberikan.
4. Ekonomi
Salah satu status sosial yang dapat
mempengaruhi komunikasi yang ada adalah
ekonomi. Hal ini dikarenakan dibutuhkan
banyak pemikiran dan pertimbangan apabila
menyangkut tentang pembiayaan mengingat hal ini merupakan sesuatu yang
sensitif bagi keluarga pasien.
5. Budaya
Budaya Budaya setiap orang berbeda tergantung daerahnya masing-
masing. Setiap daerah memiliki karakteristiknya masing-
89

masing yang dapat mempengaruhi komunikasi yang ada antar individu. Adanya
perbedaan budaya yang dirasakan oleh separuh dari informan dapat menimbulkan
kesalahpahaman saat mereka berkomunikasi dengan keluarga pasien.
6. Bahasa
Bahasa Setiap daerah bahkan setiap negara memiliki bahasanya masing-
masing. Adanya perbedaan bahasa dapat mempengaruhi
komunikasi yang ada. Beberapa informan menyatakan bahwa mereka mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi dengan keluarga pasien khususnya yang
menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris.

TOPIK XI. Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Gangguan Jiwa.

Pengertian Gangguan Jiwa.

Gangguan jiwa adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh terganggunya
emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan
90

jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya (Stuart
&Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur,
ras, agama, maupun status sosial dan ekonomi.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi
jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam. Gangguan Jiwa ada yang bersumber
dari hubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan, misalnya seperti diperlakukan
tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbalas, kehilangan seseorang yang
dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang
disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001).
Jiwa atau mental yang sehat tidak hanya berarti bebas dari gangguan. Seseorang bisa
dikatakan jiwanya sehat jika dia bisa dan mampu untuk menikmati hidup, punya
keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu menangani masalah secara sehat,
serta berperilaku normal dan wajar, sesuai dengan tempat atau budaya dimana dia
berada. Orang yang jiwanya sehat juga mampu mengekpresikan emosinya secara baik
dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan.
Penyakit kejiwaan, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa adalah gangguan yang
mengenai satu atau lebih fungsi mental. Penyakit mental adalah gangguan otak yang
ditandai oleh tegangguanya emosi. Proses berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan
panca indra), penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi
penderita(dan keluarga).
Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-
manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja
yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis,
atau kimiawi.
Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang berhakikatkan penyimpangan
dari suatu konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-
tanda dan gejala-gejala yang khas.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau DSM-
IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition with text
91

revision). Kendati demikian, terdapat pula beberapa istilah yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan gangguan jiwa:

1. Gangguan jiwa psikotik: ditandai hilangnya kemampuan menilai realitas, ditandai


waham (delusi) dan halusinasi, misalnya schizophrenia.
2. Gangguan jiwa aying: tanpa ditandai kehilangan kemampuan menilai realitas,
terutama dilandasi konflik intrapsikis atau peristiwa kehidupan yang menyebabkan
kecemasan (ansietas), dengan gejala-gejala obsesi, fobia, dan kompulsif.
3. Gangguan jiwa fungsional: tanpa kerusakan ayingal atau kondisi biologis yang
diketahui dengan jelas sebagai penyebab kinerja yang buruk.
4. Gangguan jiwa aying: ketidakberesan kesehatan disebabkan oleh suatu penyebab
spesifik yang membuahkan perubahan ayingal di otak, biasanya terkait dengan
kinerja kognitif, delirium, atau demensia, misalnya pada penyakit Pick. Istilah ini
tidak digunakan dalam DSM-IV-TR karena ia merangkum pengetian bahwa
beberapa gangguan jiwa tidak mengandung komponen biologis.
5. Gangguan jiwa primer: tanpa penyebab yang diketahui disebut pula idiopatik atau
fungsional.
6. Gangguan jiwa sekunder: diketahui sebagai sutu manifestasi simtomatik dari suatu
gangguan sistemik, medis atau serebral, misalnya delirium yang disebabkan oleh
penyakit infeksi otak.

Penyebab Gangguan Jiwa:


Pertama, Faktor Organobiologi seperti faktor keturunan (genetik), adanya ke
tidak seimbangan zat – zat neurokimia di dalam otak. Kedua, Faktor Psikologis seperti
adanya mood yang labil, rasa cemas berlebihan, gangguan persepsi yang ditangkap oleh
panca indera kita (halusinasi). Dan yang ketiga adalah Faktor Lingkungan (Sosial) baik
itu di lingkungan terdekat kita (keluarga) maupun yang ada di luar lingkungan keluarga
seperti lingkungan kerja, sekolah, dll. Biasanya gangguan tidak terdapat penyebab
tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan atau
pun jiwa.
Faktor Organobiologi terdiri dari:

 Neurokimia, gangguan pada kromosom no 21 yang menyebabkan munculnya gangguan


perkembangan Sindrom Down.
92

 Neurofisiologi, gangguan pada aying saraf tubuh


 Neuroanatomi, gangguan langsung pada otak yang menyebabkan rusaknya bagian saraf
dari otak.
 Tingkat kematangan dan perkembangan aying.
 Faktor-faktor prenatal dan perinatal.

Faktor Psikologis terdiri dari:

 Interaksi ibu-anak, peranan ibu dalam tumbuh kembangnya seorang anak.


 Interaksi ayah-anak, peranan ayah dalam tumbuh kembang seorang anak.
 Sibling rivalry, kasih aying yang dirasa oleh seorang anak terhadap dirinya apakah
melebihi atau kurang dari saudara kandungnya sendiri.
 Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
 Kehilangan, lost of loved ones, berpisah dari seseorang yang dianggap sangat penting
dalam diri pasien tersebut.
 Konsep diri, pengertian identitas diri dan peran diri sang pasien yang tidak menentu.
 Tingkat perkembangan emosi, atau kematangan emosi, pasien yang masih belum
mencapai tingkat kematangan tertentu.
 Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya, mekanisme pertahanan
diri yang tidak efektif terhadap serangan dari luar.
 Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap perkembangannya.
 Traumatic event, kejadian yang membuat terjadinya luka trauma yang mendalam
kepada diri pasien.
 Distorsi Kognitif, perubahan cara pandang dan pemikiran yang tidak lazim
 Pola Asuh Patogenik (sumber gangguan penyesuaian diri pada anak) :
o Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
o Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk
saja”
o Penolakan (rejected child)
o Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi.
o Disiplin yang terlalu keras.
o Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan.
o Perselisihan antara ayah-ibu.
93

o Persaingan yang kurang sehat diantara para saudara.


o Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral).
o Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak).

Tanda – Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa:

 Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
 Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau kontak
dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
 Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) meskipun
telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun
penderita tetap meyakini kebenarannya. Sering berpikir/melamun yang tidak biasa
(delusional).
 Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita
mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara/bisikan itu.
 Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus.
 Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan
tersebut telah dijalani selama bertahun-tahun.
 Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu ditakuti
atau dicemaskan.
 Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.
 Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
 Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.
 Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah.
 Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya.
 Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
 Kekacauan alam ayin yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya
bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
 Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan
gembira berlebihan.
 Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
94

 Sulit dalam berpikir abstrak.


 Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas
dan selalu terlihat sedih.

B. Komunikasi Terapeutik pada Pasien Gangguan Jiwa

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus,


ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan
gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita


gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan
perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien pentakit
terminal dll).
2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita
penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik ayi saja
jiwanya sehat tetapi ayi juga jiwa ikut terganggu.

Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan
antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya.Komunikasi
dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu
komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap
topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau
balau.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa:

 Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
 Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
95

 Pada pasien yang sering menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas atau
kegiatan yang bersama – sama ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang
dengan pasien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan
akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dll.

Tujuan Komunikasi Terhadap Pasien Gangguan Jiwa adalah:

 Pengobat dapat memahami orang lain.


 Menggali perilaku pasien
 Memahami perlunya memberi pujian
 Memproleh informasi pasien

Sebagai contoh : Komunikasi pada pasien gangguan jiwa dengan masalah resiko bunuh
diri.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2OOO), bunuh diri memiliki 4
pengertian, antara lain:

 Bunuh diri adalah membunuh diri sandiri secara internasional


 Bunuh diri dilakukan dengan intense
 Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
 Bunuh diri ayi terjadi secara tidak langsung(aktif).atau tidak lansung (pasif), misalnya
tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada
di rel kereta api

Tindakan keperawatan yang dapat diambil:

 Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan pengobat


 Perkenalan diri dengan pasien
 Tanggapi pernbicaraan pasien dengan ayin dan tidak menyangkal.
 Bicara dengan tegas jelas dan jujur
 Bersifat hangat dan bersahabat
 Temani pasien saat keinginan mencederai diri meningkat
 Usahakan pasien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri seperti :
 Jauhkan pasien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet gunting tali
kaca dan lain-lain).
 Tempatkan kllen di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
96

 Awasi pasien secara ketat Setiap saat

Kita sebagai Pengobat dalam menghadapi pasien yang ingin bunuh diri ,kita harus dapat
mengekspresikan perasaannya dengan cara :

 Dengarkan keluhan yang dirasakan


 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan
 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagimana harapannya
 Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain-
lain
 Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keingnan untuk
hidup’

Pasien diusahakan agar dapat meningkatkan harga dirinya dengan cara :

 Bantu untuk memahami bahwa pasien dapat mengatasi kep


 Bantu mengdentifikasi Sumbet sumber harapan (aying hubungan atar aying, keyakinan,
hala-hal untuk diselesaikan).

Pasien dapat menggunakan koping yang adaptif.

 Ajarkan untuk mengdentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan setiap


trari (e.g. berjalan-ialan’ membaca buku favorit’ menulis surat dll’)’
 Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan ia aying dan pentingnya terhadap
kehidupan orang lain mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan
 Beri dorongan untuk berbagai keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu
masalah atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif

TOPIK XII KONSEP PRINSIP DAN TEHNIK PENDIDIKAN KESEHATAN DAN


PROMOSI KESEHATAN BAGI KLIEN

a. PENGERTIAN PROMOSI KESEHATAN


WHO (1984) merevitalisasi pendidikan kesehatan dengan istilah promosi kesehatan,
kalau pendidikan kesehatan diartikan sebagai upaya perubahan perilaku maka promosi
97

kesehatan tidak hanya untuk perubahan perilaku tetapi juga perubahan lingkungan yang
memfasilitasi perubahan perilaku tersebut. Disamping itu promosi kesehatan lebih
menekankan kepada peningkatan kemampuan hidup sehat, bukan sekedar berperilaku
sehat.
Lawrence Green (1984), merumuskan definisi sebagai berikut : Promosi kesehatan
adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan
ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku
dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
.
Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai dengan kondisi social budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan.

b. TUJUAN PROMOSI KESEHATAN


1) Memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka.
2) Menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi
kesehatan.

Green,1991 dalam Maulana,2009,tujuan promosi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan


yaitu:

a. Tujuan Program
Refleksi dari fase social dan epidemiologi berupa pernyataan tentang
apa yang akan dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status
kesehatan. Tujuan program ini juga disebut tujuan jangka panjang, contohnya
mortalitas akibat kecelakaan kerja pada pekerja menurun 50 % setelah promosi
kesehatan berjalan lima tahun.
b. Tujuan Pendidikan
Pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan.
Tujuan ini merupakan tujuan jangka menengah, contohnya : cakupan angka
kunjungan ke klinik perusahaan meningkat 75% setelah promosi kesehatan
berjalan tiga tahun.
98

c. Tujuan Perilaku
Gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah
kesehatan. Tujuan ini bersifat jangka pendek, berhubungan dengan
pengetahuan, sikap, tindakan, contohnya: pengetahuan pekerja tentang tanda-
tanda bahaya di tempat kerja meningkat 60% setelah promosi kesehatan
berjalan 6 bulan

c. SASARAN PROMOSI KESEHATAN


Promosi kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat , maka sasaran
langsung promosi kesehatan adalah masyarakat. Namun demikian , dikarenakan
keterbatasan sumber daya yang ada , akan tidak efektif apabila upaya promosi kesehatan
langsung ditujukan ke masyarakat . Oleh sebab itu , perlu dilakukan penahapan sasaran
promosi kesehatan . sasaran promosi kesehatan dibagi dalam tiga kelompok sasaran yaitu
sebagai berikut :
a. Sasaran Primer (Primary Target)
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan
atau promosi kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini
dapat dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu
hamil dan menyusui untuk masalah KIA (kesehatan ibu dan anak), anak sekolah untuk
kesehatan remaja, dan sebagainya. Upaya promosi yang dilakukan terhadap sasaran
primer ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat .

b. Sasaran Sekunder (Secondary Target)


Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut
sasaran sekunder, karena dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok
ini diharapkan untuk selanjutnya kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat di sekitamya. Di samping itu dengan perilaku sehat para tokoh
masyarakat sebagai hasil pendidikan kesehatan yang diterima, maka para tokoh
masyarakat ini akan memberikan contoh atau acuan perilaku sehat bagi masyarakat
sekitarnya. Upaya promosi kesehatan yang ditujukan kepada sasaran sekunder ini
adalah sejaian dengan strategi dukungan sosial (social support).

c. Sasaran Tersier (Tertiary Target)


99

Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat, maupun
daerah adalah sasaran tertier pendidikan kesehatan Dengan kebijakan-kebijakan atau
keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok ini akan mempunyai dampak terhadap
perilaku para tokoh masyarakat (sasaran sekunder), dan juga kepada masyarakat umum
(sasaran primer). Upaya promosi kesehatan yang ditujukan kepada sasaran tersier ini
sejalan dengan strategi advokasi (advocacy) kesehatan, maka sasaran ini dapat
dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil
dan menyusui untuk masalah KIA (kesehatan ibu dan anak), anak sekolah untuk
kesehatan remaja, dan sebagainya. Upaya promosi yang dilakukan terhadap sasaran
primer ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat.

d. Ada sasaran promosi kesehatan secara spesifik yaitu:


1. Perorangan/ Keluarga
a) Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran (baik langsung
maupun melalui media massa).
b) Mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memlihara, meningkatkan
dan melindungi kesehatannya.
c) Mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat.
d) Berperan serta dalam kegiatan sosial khususnya yang berkaitan dengan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kesehatan.
2. Masyarakat/ Lsm
a) Menggalang potensi untuk mengembangkan gerakan /upaya kesehatan.
b) Bergotong royong untuk mewujudkan lingkungan sehat.
3. Lembaga Pemerintah/ Lintas Sektor/ Politisi/ Swasta
a) Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan
perilaku dan lingkungan sehat.
b) Membuat kebijakan sosial yang memperhatikan dampak di bidang
kesehatan.
4. Petugas Program/ Institusi
a) Memasukkan komponen promosi kesehatan dalam setiap program
b) Membuat kebijakan sosial yang memperhatikan dampak di bidang
kesehatan.
100

5. PRINSIP-PRINSIP PROMOSI KESEHATAN

Dalam strategi global promosi kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO,1984)


dirumuskan bahwa promosi kesehatan sekurang-kurangnya mengandung prinsip , yaitu
sebagai berikut :

1. Empowerment ( pemberdayaan) yaitu cara kerja untuk memungkinkan seseorang untuk


mendapatkan kontrol lebih besar atas keputusan dan tindakkan yang mempengaruhi
kesehatan mereka.
2. Partisipative ( partisipasi) yaitu dimana seseorang mengambil bagian aktif dalam
pengambilan keputusan.
3. Holistic ( menyeluruh ) yaitu memperhitungkan hal-hal yang mempengaruhi kesehatan
dan interaksi dari dimensi-dimensi tersebut.
4. Equitable ( kesetaraan) yaitu memastikan kesamaan atau kesetaraan hasil yang di dapat
oleh klien.
5. Intersectoral ( antar sektor ) yaitu bekerja dalam kemitraan dengan instasi terkait
lainnya atau organisasi.
6. Sustainable ( berkelanjutan) yaitu memastikan bahwa hasil dari kegiatan promosi
kesehatan yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
7. Multi Strategy yaitu bekerja pada sejumlah strategi daerah seperti program kebijakkan.

Sedangkan menurut Michael,dkk,2009 Prinsip-prinsip promosi kesehatan antara


lain sebagai berikut :

1. Manajemen puncak harus mendukung secara nyata serta antusias program intervensi
dan turut terlibat dalam program tersebut.
2. Pihak pekerja pada semua tingkat ini pengorganisasian harus terlibat dalam
perencanaan dan implementasi intervensi.
3. Fokus intervensi harus berdasarkan pada factor risiko yang dapat didefinisikan serta
dimodifikasi dan merupakan prioritas bagi pekerja.
4. Intervensi harus disusun sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pekerja.
5. Sumber daya setempat harus dimanfaatkan dalam mengorganisasikan dan
mengimplementasikan intervensi.
6. Evaluasi harus dilakukan juga.
7. Organisasi harus menggunakan inisiatif kebijakan berbasis populasi maupun intervensi
promosi kesehatan yang intensif dengan berorientasi pada perorangan dan kelompok.
101

8. Intervensi harus bersifat kontinue serta didasarkan pada prinsip-prinsippemberdayaan


dan atau model yang berorientasi pada masyarakat dengan menggunakan lebih dari satu
metode.

6. RUANG LINGKUP PROMOSI KESEHATAN

Secara sederhana ruang lingkup promosi kesehatan diantaranya sebagai


berikut :
1. Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health education) yang
penekanannya pada perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran,
kemauan dan kemampuan.
2. Promosi kesehatan mencakup pemasaran sosial (social marketing), yang
penekanannya pada pengenalan produk/jasa melalui kampanye.
3. Promosi kesehatan adalah upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi)
yang tekanannya pada penyebaran informasi.
4. Promosi kesehatan merupakan upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya
pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
5. Promosi kesehatan mencakup upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya
untuk mempengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan
yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan peraturan,
dukungan suasana dan lain-lain di berbagai bidang /sektor, sesuai keadaan).
6. Promosi kesehatan adalah juga pengorganisasian masyarakat (community
organization), pengembangan masyarakat (community development), penggerakan
masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat (community
empowerment), dll.
Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Menurut Prof.Dr. Soekidjo Notoadmodjo, ruang
lingkup promosi kesehatan dapat dilihat dari 2 dimensi yaitu:
a. dimensi aspek pelayanan kesehatan, dan
b. dimensi tatanan (setting) atau tempat pelaksanaan promosi kesehatan.

Ruang Lingkup Berdasarkan Aspek Kesehatan.Secara umum bahwa kesehatan


masyarakat itu mencakup 4 aspek pokok, yakni:
a. promotif,
b. preventif,
102

c. kuratif, dan
d. rehabilitatif.

Sedangkan ahli lainnya membagi menjadi dua aspek, yakni :


a. Aspek promotif dengan sasaran kelompok orang sehat, dan
b. Aspek preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan) dengan sasaran
kelompok orang yang memiliki resiko tinggi terhadap penyakit dan kelompok
yang sakit.
Dengan demikian maka ruang lingkup promosi kesehatan dikelompok menjadi dua
yaitu:
a. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif.
b. Pendidikan kesehatan pada aspek pencegahan dan penyembuhan.

Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Berdasarkan Tatanan Pelaksanaan.Ruang lingkup


promosi kesehatan ini dikelompokkan menjadi :
a. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga).
b. Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah.
c. Pendidikan kesehatan di tempat kerja.
d. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum.
e. Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan.

Ruang Lingkup Berdasarkan Tingkat Pelayanan.Pada ruang lingkup tingkat


pelayanan kesehatan promosi kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat
pencegahan (five level of prevention) dari Leavel and Clark.
a. Promosi Kesehatan.
b. Perlindungan khusus (specific protection).
c. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment).
d. Pembatasan cacat (disability limitation)
e. Rehabilitasi (rehabilitation).

7. STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

Strategi promosi kesehatan berdasarkan (Piagam Ottawa 1986) ialah sebagai


berikut :
103

1. Kebijakan berwawasan kebijakan


Strategi promosi kesehatan yang mana ditujukan kepada para penentu kebijakan
agar mengeluarkan kebijakan dan ketentuan yang menguntungkan bahkan dapat
merugikan kesehatan, sehingga dalam menentukan keputusan diperhatikan
dampaknya bagi kesehatan masyarakat.
2. Lingkungan yang mendukung
Srategi ini dikelola oleh para pengelola tempat umum, termasuk pemerintah
kota. Dimana mereka dapat menyediakan sarana dan prasarana bagi masyarakat
dalam meningkatkan kesehatnnya, sehingga nantinya akan tercipta lingkungan yang
sehat untuk mendukung prilaku sehat masyarakat
3. Reorientasi Pelayanan Kesehatan
Realisasi dari reorintasi pelayanan kesehatan ini adalah para penyelenggara
kesehatan baik pemerintah maupun swasta harus dilibatkan dalam memberdayakan
masyarakat agar dapat berperan bukan hanya sebagai penerima pelayan kesehatan
namun dapat menjadi menjadi penyelenggara pelayanan kesehatan.
4. Keterampilan Individu
Strategi ini mewujudkan adanya keterampilan individu-individu dalam
meningkatkan dan memelihara kesehatanya. Langkah awal untuk strategi ini adalah
pemberian pemahaman tentang penyakit dalam bentuk metode atau teknik kepada
individual bukan dalam bentuk massa
5. Gerakan Masyarakat
Adanya gerakan dari masyarakat itu sendiri dalam meningkatkan dan
memelihara kesehatannya. Hal ini akan tampak dari prilaku masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya tanpa harus ada kegiatan namun akan
tampak dari prilaku menuju sehat.

Berdasarkan rumusan yang dibuat oleh WHO (1994), strategi promosi kesehatan
secara global dibagi menjadi tiga yang akan dibentuk dalam intervensi, yaitu :

a) Advokasi (Advocacy)
Advokasi adalah kegiatan dimana untuk meyakinkan orang lain agar orang lain
tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Pendekatan
104

advokasi ialah sasaran kepada para pembuat keputusan atau penentu keputusan sesuai
sektornya. Intinya adalah strategi advokasi kesehatan merupakan pendekatam yang
dilakukan dengan pimpinan atau pejabat dengan tujuan mengembangkan kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan Kegiatan advokasi ini ada dalam bentuk formal dan
informal. Advokasi dalam bentuk formal misalnya : penyajian presentasi, seminar,
atau suatu usulan yang dilakukan oleh para pejabat terkait. Advokasi informal misalnya
: Suatu kegiatan untuk meminta dana, atau dukungan dalam bentuk kebijakan kepada
para pejabat yang relevan dengan kebijakan yang diusulkan. Intervensi yang dapat
dilakukan secara perseorangan kepada pejabat ialah dengan : lobi, dialog, negosiasi dan
debat. Sehingga diharapkan mendapatkan hasil adanya tindakan yang nyata,
kepedulian, serta pemahaman atau kesadaran dari pejabat sehingga terjadi kelanjutan
kegiatan.
b) Dukungan sosial ( Social Support )
Dukungan sosial adalah suatu strategi yang digunakan untuk mencari dukungan
sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat. Dimana tujuannya dengan menggunakan tokoh
masyarakat sebagai jembatan antara sektor kesehatan atau pengembang kesehatan
dengan masyarakat. Intervensi keperawatan yang diberikan dalam stretegi dukungan
sosial ialah : pelatihan bagi para tokoh masyarakat, lokakarya, bimbingan bagi para
tokoh masyarakat, sehingga hasil yang diharapkan adalah adanya peningkatan jumlah
para tokoh masyarakat yang berperan aktif dalam pelayanan kesehatan, jumlah individu
dan keluarga dimana meningkat pengetahuannya tentang kesehatan, adanya
pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada misalnya posyandu.
c) Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang langsung kepada
masyarakat. Pemberdayaan ini bertujuan untuk mewujudkan kemampuan masyarakat
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat itu sendiri. Intervensi
keperawatan dalam pemberdayaan masyarakat adalah dengan kegiatan pemberdayaan
masyarakat ini dapat berupa : penyuluhan kesehatan, posyandu, pos obat desa, dan lain
sebagainya. Hasil yang diharapkan adalah sumber daya manusia yang berperan dalam
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.

8. METODE PROMOSI KESEHATAN


105

Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan
pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu sehingga memperoleh
pengetahuan kesehatan yang lebih baik diharapkan dapat membawa akibat terhadap
perubahan perilaku sasaran. Metode adalah taktik untuk melakukan perubahan pada
kelompok sasaran.

a. Metode Promosi Individual (Perorangan)


Dalam promosi kesehatan, metode yang bersifat individual ini digunakan untuk
membina perilaku baru, atau membina seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu
perubahan perilaku atau inovasi. Misalnya, seorang ibu yang baru saja menjadi akseptor
atau seorang ibu hamil yang sedang tertarik terhadap imunisasi tetanus toxoid (TT)
karena baru saja memperoleh/ mendengarkan penyuluhan kesehatan. Pendekatan yang
digunakan agar ibu tersebut menjadi akseptor lestari atau ibu hamil segera minta
imunisasi, ia harus didekati secara per¬orangan. Perorangan di sini tidak hanya berarti
harus hanya kepada ibu-ibu yang bersangkutan, tetapi mungkin juga kepada suami atau
keluarga dari ibu tersebut.

Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai


masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku
baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta membantunya maka
perlu menggunakan metode (cara) ini.

Bentuk pendekatan ini, antara lain:

1. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling)


Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap
masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian
akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).

2. Interview (wawancara)
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi
mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima
106

perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau yang akan
diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum
maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
b. Metoda Promosi Kelompok
Dalam memilih metode promosi kelompok, harus mengingat besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang
besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan
tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan.
1) Kelompok Besar

Yang dimaksud kelompok besar di sini adalah apabila peserta penyuluhan itu
lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain ceramah
dan seminar.
a) Ceramah

Metode ceramah merupakan metode yang paling tertua dalam


pendidikan kesehatan tetapi merupakan keterampilan yang paling sulit dikuasai.
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah:

1. Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih


baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema.
2. Mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya
makalah singkat, slide, transparan, sound sistem, dan
sebagainya.
 Pelaksanaan:

Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila


penceramah dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai sasaran
(dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh


bersikap ragu-ragu dan gelisah.
2. Suara hendaknya cukup keras dan jelas.
3. Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah.
107

4. Berdiri di depan (di pertengahan), seyogianya tidak


duduk.
5. Menggunakan alat-alat bantu lihat (AVA) semaksimal
mungkin.

b) Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan


pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari
seorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik yang dianggap penting
dan dianggap hangat di masyarakat. Seminar paling baik dipakai untuk
pelatihan trainer atau profesi kesehatan lain, dimana pimpinan perlu
mendapatkan umpan balik tentang proses belajar kelompok.

 Metode seminar dianjurkan bila :


a. Jumlah audien kecil
b. Umpan balik penting
c. Kelompok bersifat homogeny
d. Keterbatasan ruang dan waktu
e. Pelatihan professional
f. Pimpinan seminar lebih tahu dibanding audiens
2) Kelompok Kecil

Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok
kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain:

a) Diskusi Kelompok.

Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas


berpartisapasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur
sedemikian rupa sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling
memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat.
Pimpinan diskusi juga duduk di antara peserta sehingga tidak menimbuIkan
kesan ada yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka harus merasa dalam taraf
yang sama sehingga tiap anggota kelompok mem¬punyai kebebasan dan
keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat.
108

Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus mem¬berikan


pancingan-pancingan yang dapat berupa pertanyaan-pertanyaan atau kasus
sehubungan dengan topik yang dibahas. Agar terjadi diskusi yang hidup maka
pemimpin kelompok harus mengarahkan dan mengatur sedemikian rupa
sehingga semua orang dapat kesempatan berbicara, sehingga tidak
menimbulkan dominasi dari salah seorang peserta.

b) Curah Pendapat (Brain Strorming)

Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya


sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaan pemimpin
kelompok memancing dengan satu masalah dan kemudian tiap peserta
memberikan jawaban atau tanggapan (curah pendapat). Tanggapan atau
jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam plipchart atau papan
tulis. Sebelum semua peserta meneurahkan pendapatnya, tidak boleh
dikomentari oleh siapa pun. Baru setelah semua anggota mengeluarkan
pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.

c) Bola Salju (Snow Balling)

Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) dan


kemudian dilontarkan suatu pertanyaan at au masalah. Setelah lebih kurang 5
menit maka tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan
masalah tersebut, dan meneari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang
sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan
demikian seterusnya sehingga akhirnya akan terjadi diskusi seluruh anggota
kelompok.

d) Kelompok-kelompok Kecil (Buzz Group)


Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz group)
yang kemudian diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak sama dengan
kelompok lain. Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah ter¬sebut.
Selanjutnya hasil dari tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari
kesimpulannya.

e) Role Play (Memainkan Peranan)


109

Main peran adalah memainkan suatu pengalaman dalam bentuk meniru


perilaku. Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai
pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter
puskesmas, perawat atau bidan, dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain
sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka memperagakan, misalnya
bagaimana interaksi atau berkomunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.

f) Permainan Simulasi (Simulation Game)


Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi kelompok.
Simulasi menyangkut proses yang menampilkan pengalaman sehari-hari dan
dapat berupa permainan, dramatisasi, main peran, studi kasus atau menirukan
pengalaman sebenarnya. Didalam simulasi ketua kelompok harus siap dan tahu
maksud dari proses ini serta siap dengan semua pertanyaan dan situasi.
Barrows, (1971) mengungkapkan bahwa simulasi paling sesuai untuk
meningkatkan motivasi dan mempengaruhi sikap kelompok dengan kemampuan
yang beragam.

c) Metode promosi kesehatan massa


Metode promosi kesehatan secara massa dipakai untuk mengomunikasikan
pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa
atau publik. Dengan demikian cara yang paling tepat adalah pendekatan massa.
Oleh karena itu sasaran sasaran promosi ini bersifat umum, dalam arti tidak
membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi,
tingkat pendidikan dan sebagainya
110

TOPIK XIII KONSEP PROMOSI KESEHATAN DAN TATANAN RUMAH SAKIT


KONSEP PEMBERDAYAAN KLIEN

TOPIK XIV RENCANA DAN MEDIA PENYULUHAN KESEHATAN

A. Pengertian Penyuluhan
Penyuluhan adalah proses perubahan perilaku dikalangan masyarakat agar mereka tahu,
mau dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya peningkatan produksi,
pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraannya (Subejo, 2010).
Pengertian penyuluhan kesehatan sama dengan pendidikan kesehatan masyarakat (Public
Health Education), yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan
kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan
tersebut atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.
Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya.
Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap
perubahan perilaku sasaran.
Penyuluhan kesehatan juga suatu proses, dimana proses tersebut mempunyai masukan
(input) dan keluaran (output). Di dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju
tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping masukannya sendiri
juga metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat
bantu atau alat peraga pendidikan. Agar dicapai suatu hasil optimal, maka faktor-faktor
tersebut harus bekerjasama secara harmonis. Hal ini berarti, bahwa untuk masukan (sasaran
pendidikan) tertentu, harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan
dengan sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan disesuaikan. Untuk sasaran
kelompok, metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk
sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya (Notoatmodjo,
2003).

B. Tujuan Penyuluhan kesehatan


Menurut Effendy (1998 cit Anonima, 2008) tujuan penyuluhan kesehatan adalah
tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan
111

memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, terbentuknya perilaku sehat pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik,
mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian, menurut
WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan
masyarakat dalam bidang kesehatan.

C. Faktor-faktor Keberhasilan dalam Penyuluhan


Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan penyuluhan
kesehatan :
1). Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru yang
diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya,
semakin mudah seseorang menerima informasi didapatnya.
2). Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam
manerima informasi baru.
3). Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal yang tidak
dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap
sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
4). Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-orang yang
sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat dengan penyampai
informasi.
5). Ketersediaan Waktu di Masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas masyarakat untuk
menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.
Media dalam penyuluhan, kelebihan dan kekurangan tiap media

D. Klasifikasi Media Penyuluhan


Terdapat lima model klasifikasi, yaitu menurut:
1. Menurut Schramm, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media
sederhana. Schramm juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu :
112

a. liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan facsimile


b. liputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster audio tape
c. media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer
dan telpon.
2. Menurut Gagne, media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu : benda untuk di
demonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara,
dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan
kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu pelontar
stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh prilaku belajar, memberi kondisi eksternal,
menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik.
3. Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi,
obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak, dan sajian
lisan. Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengaitkan antara jenis media pembelajaran
dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki
kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain. Allen
mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain: info faktual, pengenalan visual, prinsip dan
konsep, prosedur, keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan
kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; ada tinggi, sedang, dan rendah.
4. Menurut Gerlach dan Ely, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas
delapan kelompok, yaitu benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam,
gambar bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi.
5. Menurut Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya
alat dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi; media
tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi, video, komputer.
Berdasarkan pemahaman atas klasifikasi media pembelajaran tersebut, akan mempermudah
para guru atau praktisi lainnya dalam melakukan pemilihan media yang tepat pada waktu
merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pemilihan media yang
disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik pebelajar, akan sangat
menunjang efisiensi.

E. Media Penyuluhan berdasarkan Fungsinya.


Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media penyuluhan
dibagi menjadi 3 yakni :
113

a. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran
sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini
adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubric atau tulisan
pada surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang,
biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah
pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan
yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.
b. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar
dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini
adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD. Seperti halnya media cetak, media
elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik,
sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera,
penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar.
Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi,sedikit rumit, perlu listrik dan
alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang
dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya.
c. Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun
elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar.
Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai
informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera,
penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini
adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan
matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan
penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.

F. Media Penyuluhan
114

Media penyuluhan kesehatan adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pesan
kesehatan karena alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan
kesehatan bagi masyarakat yang dituju.
Menurut Notoatmodjo (2005), media penyuluhan didasarkan cara produksinya
dikelompokkan menjadi :
A. Media cetak yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media
cetak terdiri dari :
1) Booklet atau brosur adalah suatu media untuk menyampaikan pesan kesehatan dan
bentuk buku, baik tulisan ataupun gambar. merupakan barang cetakan yang berisikan
gambar dan tulisan (lebih dominan) yang berupa buku kecil setebal 10-25 halaman, dan
paling banyak 50 halaman. Booklet ini dimaksudkan untuk memepengaruhi
pengetahuan dan keterampilan sasaran tetapi pada tahapan menilai, mencoba dan
menerapkan. Dalam penggunaan media cetak brosur sebagai media pertanian ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu
a. Gaya bahasa, kata-kata dan istilah harus mudah dimengerti kalimatnya ringkas dan
jelas sesuai dengan tingkat kemampuan sasaran,
b. Sebaiknya kata yang tertulis dilengkapi dengan gambar atau foto agar lebih jelas dan
mudah dimengerti,
c. Tulisan atau materi yang disajikan harus bersifat nyata, baik, dan menguntungkan
sesuai dengan kebutuhan sasaran.
d. Hharus mengandung daya penarik pembaca, kertas yang baik, berwarna, bergambar,
atau bentuknya menarik untuk dibaca (Syafrudin, 2008).
2) Leaflet atau folder adalah suatu bentuk penyampaian informasi melalui lembar yang
dilipat. Isi informasi dapat berupa kalimat maupun gambar. sama hal nya dengan pamflet
keduanya merupakan barang cetakan yang juga dibagi-bagikan kepada sasaran penyuluhan.
Bedanya adalah umumnya dibagikan langsung oleh penyuluh, leaflet selembar kertas yang
dilipat menjadi dua (4 halaman) sedangkan folder dilipat menjadi 3 (6 halaman ) atau lebih,
leaflet dan folder lebih banyak berisikan tulisan daripada gambarnya dan keduanya ditujukan
kepada sasaran untuk emepengaruhi pengrtahuan dan keterampilannya pada tahapan minat,
menilai dan mencoba.
3) Selebaran adalah suatu bentuk informasi yang berupa kalimat maupun
kombinasi. Selebaran yaitu barang cetakan yang berupa selebar kertas bergambar atau
bertulisan yang dibagi-bagikan oleh penyuluh secara langsung kepada sasarannya, disebarkan
ke jalan raya atau disebarkan dari udara melalui pesawat terbang atau helikopter. Alat peraga
115

seperti ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran dan minat sasarannya meskipun
demikian, jika berisi informasi yang lebih lengkap dapat dimanfaatkan oleh sasaran pada
tahapan menilai dan mencoba.
4) Flip chart adalah media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk
lembar balik berisi gambar dan dibaliknya berisi pesan yang berkaitan dengan gambar tersebut.
adalah sekumpulan poster selebar kertas karton yang digabungkan menjadi satu. Masing-
masing berisikan pesan terpisah yang jika digabungkan akan merupakan satu kesataun yang
tidak terpisahkan yang ingin disampaikan secara utuh. Flipcard dimaksudkan untuk
mempengaruhi sikap, penegtahuan atau keterampilan. Akan tetapi, karena biasa digunakan
dalam pertemuan kelompok, alat peraga ini lebih efektif dan efisien untuk disediakan bagi
sasaran pada tahapan minat, menilai, mencoba.
5) Rubrik atau tulisan pada surat kabar mengenai bahasan suatu masalah kesehatan.
6) Poster adalah bentuk media cetak berisi pesan kesehatan yang biasanya ditempel di
tempat umum. merupakan barang cetakan yang ukurannya relatif besar untuk ditempel atau
direntangkan di pinggir jalan. Berbeda dengan placard yang banyak berisiskan tulisan, poster
justru lebih banyak berisi gambar. Keduanya dimaksudkan untuk mempengaruhi
perasaan/sikap dan pengalaman pada tahapan sadar dan minat.
7) Foto yang mengungkap informasi kesehatan yang berfungsi untuk member informasi
dan menghibur. merupakan alat peraga yang dimaksudkan untuk mengenalkan inovasi atau
menunjukkan bukti-bukti keberhasilan/keunggulan satu inovasi yang ditawarkan. Photo ini
dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap dan pengetahuan sasaran pada tahapan sadar, minat,
menilai.
B. Media Elektronik yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar
dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronika.adapun macam media elektronik
:
1) Televisi
2) Radio
3) Video
4) Slide
5) Film
C. Luar ruangan yaitu media yang menyampaikan pesannya di luar ruangan secara umum
melalui media cetak dan elektronika secara statis, misalnya :
1) Pameran
2) Banner
116

3) TV Layar Lebar
4) Panduk
5) Papan Reklame

G. Peran Media Dalam Penyuluhan Kesehatan


Tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan
penyuluhan kesehatan antara lain adalah :
komunikasi
a. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
b. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
c. Media dapat memperjelas informasi.
d. Media dapat mempermudah pengertian.
e. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.
f. Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata.
g. Media dapat memperlancar
H. Fungsi Media Penyuluhan
1. Fungsi media penyuluhan adalah sebagai berikut : Menyaksikan benda yang ada atau
peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan perantaraan gambar, potret, slide,
film, video, atau media yang lain, siswa dapat memperoleh gambaran yang nyata
tentang benda/peristiwa sejarah.
2. Mengamati benda/peristiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jaraknya jauh,
berbahaya, atau terlarang. Misalnya, video tentang kehidupan harimau di hutan,
keadaan dan kesibukan di pusat reaktor nuklir, dan sebagainya.
3. Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar diamati secara
langsung karena ukurannya yang tidak memungkinkan, baik karena terlalu besar atau
terlalu kecil. Misalnya dengan perantaraan paket peserta didik dapat memperoleh
gambaran yang jelas tentang bendungan dan kompleks pembangkit listrik, dengan
slide dan film peserta didik memperoleh gambaran tentang bakteri, amuba, dan
sebaginya.
4. Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung. Misalnya,
rekaman suara denyut jantung dan sebagainya.
5. Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara langsung karena
sukar ditangkap. Dengan bantuan gambar, potret, slide, film atau video siswa dapat
mengamati berbagai macam serangga, burung hantu, kelelawar, dan sebagainya.
117

6. Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk didekati.


Dengan slide, film, atau video peserta didik dapat mengamati pelangi, gunung meletus,
pertempuran, dan sebagainya.
7. Mengamati dengan jelas benda-benda yang mudah rusak/sukar diawetkan. Dengan
menggunakan model/benda tiruan peserta didik dapat memperoleh gambaran yang
jelas tentang organ-organ tubuh manusia seperti jantung, paru-paru, alat pencernaan,
dan sebagainya.
8. Dengan mudah membandingkan sesuatu. Dengan bantuan gambar, model atau foto
peserta didik dapat dengan mudah membandingkan dua benda yang berbeda sifat
ukuran,warna, dan sebagainya.
9. Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat. Dengan
video, proses perkembangan katak dari telur sampai menjadi katak dapat diamati
hanya dalam waktu beberapa menit. Bunga dari kuncup sampai mekar yang
berlangsung beberapa hari, dengan bantuan film dapat diamati hanya dalam beberapa
detik.
10. Dapat melihat secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara cepat. Dengan
bantuan film atau video, peserta didik dapat mengamati dengan jelas gaya lompat
tinggi, teknik loncat indah, yang disajikan secara lambat atau pada saat tertentu
dihentikan.
11. Mengamati gerakan-gerakan mesin/alat yang sukar diamati secara langsung. Dengan
film atau video dapat dengan mudah peserta didik mengamati jalannya mesin 4 tak, 2
tak, dan sebagainya.
12. Melihat bagian-bagian yang tersembunyi dari sutau alat. Dengan diagram, bagan,
model, peserta didik dapat mengamati bagian mesin yang sukar diamati secara
langsung.
13. Melihat ringkasan dari suatu rangkaian pengamatan yang panjang/lama. Setelah
peserta didik melihat proses penggilingan tebu atau di pabrik gula, kemudian dapat
mengamati secara ringkas proses penggilingan tebu yang disajikan dengan
menggunakan film atau video (memantapkan hasil pengamatan).
14. Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu obyek secara
serempak. Dengan siaran radio atau televisi ratusan bahkan ribuan mahasiswa dapat
mengikuti kuliah yang disajikan seorang profesor dalam waktu yang sama.
118

15. Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat, dan temponya masing-masing.
Dengan modul atau pengajaran berprograma, peserta didik dapat belajar sesuai dengan
kemampuan, kesempatan, dan kecepatan masing-masing.

I. Hal-hal yang harus ada dalam penyuluhan


a. Memberikan pengetahuan betapa pentingnya kesehatan
Biasanya pada penyuluhan kesehatan para warga pedesaan tersebut di berikan
pengetahuan pengetahuan yang dapat menyadarkan mereka akan pentingnya kesehatan.
Sehingga mereka dapat menyadari dan melakukan hal hal yang berkaitann dengan
kepentingan kesehatan mereka.
b. Di berikan pemeriksaan kesehatan secara gratis
Ada sebuah alasan yang begitu miris ketika masyarakat pedesaan di tanya mengenai
kesehatan. Mereka memberikan alasan lantaran perekonomian yang kurang mencukupi
maka mereka tidak dapat selalu menjaga kesehatannya melalui konsultasi ke dokter.
Oleh sebab itu masyarakat biasanya akan di berikan pemeriksaan kesehatan secara
gratis untuk menarik perhatian mereka, dan tentunya agar mereka mau mempedulikan
kesehatan mereka.
c. Mengadakan pembersihan lingkungan
Kebersihan lingkungan merupakan salah saru hal yang penting untuk menjaga
kesehatan seseorang oleh sebab itu biasanya pada penyuluan kesehatan warga akan di
minta untuk membersihkan lingkungan sekitarnya secara berotong royong. Dan setelah
membersihkannya secara bergotong royong maka mereka d minta untuk selalu menjaga
kebersihan lingkungannya, karena dengan lingkungan yang bersih maka wargapun akan
terhindar dari beberapa jenis bibit penyakit yang menyukai tempat tepat kotor.
d. Memberikan obat dan vitamin gratis
Di penyuluhan kesehatan biasanya para warga akan di berikan obat dan vitamin
secara gratis. Hal tersebut di lakuka sebagai bentuk wujut kepedulian terhadapa warga
sekitar.

J. Metode –metode dalam penyuluhan


Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah
( Notoatmodjo, 2002 ) :
119

a) Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan
secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang
kesehatan.
b) Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topik
pembicaraan diantara 5 – 20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang
telah ditunjuk.
c) Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap anggota mengusulkan semua
kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing – masing peserta, dan
evaluasi atas pendapat – pendapat tadi dilakukan kemudian.
d) Metode Panel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau peserta tentang
sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin.
e) Metode Bermain peran
Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan
latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh
kelompok.
f) Metode Demonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang sesuatu hal
yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara
melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini
digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.
g) Metode Simposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topik yang
berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
h) Metode Seminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu masalah
dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya
120

DAFTAR PUSTAKA

Chitty. 1997. Professional Nursing Practice. St. Louis: Mosby.

DeVito, J.A. 1997. Komunikasi Antarmanusia, penj. Agus Maulana. Jakarta:


Professiona lBook.

Keliat, B.A. 1996. Hubungan Terapeutik Perawat Klien. Jakarta: EGC.

Kozier dan Erb. 1999. Fundamental of Nursing: Concept and Practice. St. Louis:
Mosby. Stuard, G.W., dan M.L. Laraia. 1998. Principle and Practice of
Psychiatric Nursing. Edisi keenam. St. Louis: Mosby.

Taylor, C.; C. Lillis; dan P. LeMone. 1989. Fundamental of Nursing : The Art and
Science of Nursing Care. Philadelphia: J.B. Lippincott.

Stickey, T.& Fresh water, D. (2006). The art of listening in the rherapeutic relationship.
Mental health practice, 9 (5): 12-18.

Taylor C. (1993). Fundamental of Nursing: The Art and Science of Nursing Care.
Philadelphia: Lippincott Raven Publisher.

Suryani (2014). Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC


121
122
123
124
125
126
127
128
129

Anda mungkin juga menyukai