Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL

UPAYA PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENGATASI PRAKTIK FGM


(FEMALE GENETALIA MUTILATION) DI INDONESIA PADA TAHUN 2018

Metodologi Penelitian Sosial

Dosen Pengampu: Untari Narulita Madyar D, S.IP., M.H.I

Disusun Oleh:

Zahara Nadyanda Ismail


NPM 22430015

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

Daftar isi.....................................................................................................................................2
A. Latar Belakang...................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................4
Bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi praktik FGM (Female Genetalia
Mutilation) yang berada di Indonesia pada tahun 2018?..............................................................4
C. Metode Penelitian...............................................................................................................5
D. Hasil dan Pembahasan.......................................................................................................6
E. Kesimpulan.......................................................................................................................11
Daftar Referensi.......................................................................................................................13

2
A. Latar Belakang
Kesetaraan gender merupakan keadaan di mana perempuan dan laki-laki sepatutnya
memiliki posisi yang setara atas mendapatkan hak-haknya sebagai manusia dalam semua
aspek kehidupan (Audina, 2021). Seperti halnya dalam mendapatkan hak atas kesehatan
reproduksi. Female Genetalia Mutilation merupakan sebuah praktik tradisional yang
melibatkan pemotongan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital perempuan
(WHO, 2023). World Health Organization (WHO), sebagai organisasi internasional yang
bertanggung jawab dalam bidang kesehatan menyatakan secara tegas bahwa praktik FGM
merupakan tindakan mutilasi yang dilarang dan melanggar hak asasi perempuan atas
kesehatan. Dalam kasus ini praktik FGM menjadi perhatian publik, hal ini berkaitan
dengan salah satu bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia dan mencerminkan adanya
bentuk ekstrem dari diskriminasi terhadap perempuan (WHO, 2023). Namun demikian,
meskipun praktik FGM telah dilarang setidaknya masih banyak ditemukan di tiga puluh
negara yang terus masih menjalankan prosedur mutilasi genital perempuan. Salah satunya
adalah negara Indonesia yang dikenal sebagai salah satu negara yang diakui memiliki
keanekaragaman adat dan budaya, membuat Indonesia tidak terlepas dari adanya praktik
FGM atau sunat perempuan.

Seperti yang dinyatakan oleh organisasi kesehatan internasional (WHO), praktik ini
sangat berbahaya dan tidak memiliki manfaat kesehatan yang baik terhadap perempuan.
Mengingat FGM merupakan praktik yang terdiri dari pemotongan sebagian dari organ
genital perempuan, hal ini dapat menimbulkan masalah kesehatan serius (WHO, 2023).
Oleh sebab itu, untuk mengupayakan kehidupan perempuan yang lebih sehat dan terbebas
dari ketidakadilan maka diperlukannya upaya penghapusan praktik Female Genetalia
Mutilation. Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk
memberikan edukasi kepada pembaca dengan mengenal lebih jauh mengenai, sejarah,
faktor yang mempengaruhi, dampak, kasus, serta upaya pencegahan praktik FGM di
Indonesia. Pada penelitian ini maka penulis memutuskan untuk mengambil lokasi di
Indonesia tepatnya pada kasus tahun 2018. Alasan mengapa penulis mengambil kasus di
Indonesia pada tahun 2018 adalah karena penulis ingin mengetahui seberapa jauh dan

3
sigapnya pemerintah Indonesia dalam upaya menangani kasus ketidakadilan terhadap
perempuan atas hak-haknya yang disebabkan oleh praktik FGM.
Berdasarkan penelitian terhadulu yang ditulis oleh Siti Fauziyah pada tahun 2017
dengan judul “Tradisi Sunat Perempuan di Banten dan Implikasinya Terhadap Gender,
Seksualitas, dan Kesehatan Reproduksi”. Dalam penelitiannya, Fauziyah meneliti
mengenai tradisi sunat perempuan dengan menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif dan eksploratif. Penelitian ini mengambil lokasi di empat kabupaten, yaitu
Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tanggerang, dan Kabupaten Pandeglang.
Hasil dari penelitiannya membuktikan bahwa sunat perempuan merupakan suatu tindakan
yang beresiko bagi kesehatan reproduksi perempuan. Karena pada dasarnya dengan
melakukan pemotongan atau pelukaan pada bagian klitoris dengan tujuan untuk membuang
kotoran yang terdapat dalam klitoris justru akan menimbulkan iritasi dan rasa sakit di area
tersebut (Fauziyah, 2017).

Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Hanantari pada tahun 2016
dengan judul “Budaya dan Sunat Perempuan di Indonesia”. Hanantari memberi gagasan
bahwa stigma yang berkaitan dengan praktik FGM merupakan bentuk dari kekerasan
berbasis gender yang tertanam di dalam sistem masyarakat yang patriarki, stigma-stigma
terhadap pandangan perempuan yang tidak menjalankan praktik FGM dianggap sebagai
‘perempuan tidak baik’. Dari stigma-stigma inilah yang mencerminkan bahwa adanya
bentuk ekstrem dari diskriminasi terhadap perempuan, sehingga seharusnya pemerintah
perlu adanya upaya yang lebih serius dalam menangani hal ini (Hanantari, 2016).

Beberapa penelitian terdahulu diatas dapat menjadi panduan bagi penulis, akan tetapi
penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya. Dalam penelitian ini penulis berfokus pada bagaimana upaya pemerintah
dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan kesetaraan gender, hak asasi
perempuan dan bagaimana upaya mengatasi praktik berbahaya yang masih marak
dilakukan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

4
Bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi praktik FGM (Female
Genetalia Mutilation) yang berada di Indonesia pada tahun 2018?

C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian jenis kualitatif yang
bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif didasarkan pada metode pengumpulan dan analisis
data yang melibatkan perumusan interpretasi makna data dari tema umum ke tema khusus
(Creswell, 2009). Berdasarkan dari pemahaman Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif
merupakan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis ataupun lisan yang diperoleh dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati
(Abdussamad, 2021). Dari definisi tersebut Moleong menyatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami subjek penelitian dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Guzman & Oktarina, 2018). Peneliti
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif dengan
tujuan untuk mendeskripsikan serta menganalisis bagaimana upaya pemerintah Indonesia
dalam mengatasi fenomena praktik FGM yang masih banyak diberlakukan di Indonesia
tahun 2018.

Sumber Data
Sumber data adalah subjek di mana data diperoleh dari orang yang dijadikan
informan maupun data-data yang berasal dari dokumen-dokumen resmi maupun buku yang
berkaitan dengan objek penelitian. Dalam hal ini pengumpulan data dapat dilakukan
dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder.

1. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama baik
individu ataupun perorangan melalui wawancara, observasi di lokasi penelitian
maupun laporan dalam bentuk tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.
2. Sumber data sekunder adalah data yang secara tidak langsung memberikan data
kepada peneliti sebagai pelengkap dan pendukung dari data primer.

5
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sumber sekunder
dan sumber data primer. Dalam penelitian ini data sekunder tersebut dapat diperoleh dari
berbagai sumber. Sumber data yang diperoleh antara lain dari literatur jurnal online, buku-
buku teks, skripsi, tesis, makalah, dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik
yang sedang diteliti. Sedangkan untuk sumber data primer, peneliti mengumpulkan data
hasil dari pengumpulan wawancara yang telah diolah.

D. Hasil dan Pembahasan


Selama bertahun-tahun seiring dengan ditemukan banyaknya kasus ketidakadilan
terhadap perempuan dan anak perempuan membuat isu kesetaraan gender terus menjadi
salah satu persoalan global yang hingga kini masih diperjuangkan oleh kaum perempuan di
seluruh dunia. Kesetaraan gender merupakan keadaan di mana perempuan dan laki-laki
sepatutnya memiliki posisi yang setara dalam mendapatkan hak-haknya sebagai manusia
dalam semua aspek kehidupan (Audina, 2021). Namun nyatanya sampai sekarang masih
ada banyak masyarakat di seluruh dunia yang terlihat dan beranggapan bahwa status
perempuan umumnya lebih rendah dari laki-laki, hal ini tentu saja menimbulkan beberapa
masalah yang dihadapi oleh kaum perempuan. Adanya perlakuan ketidakadilan terhadap
perempuan ini sering kali hak-hak mereka dalam kebebasan untuk menentukan masa
depan, kepemilikan harta, serta pengendalian atas tubuh dan seksualitas mereka sendiri
sering diabaikan dan terabaikan (Supriatami, Alimi, & Nulhaqim, 2022). Atas akibat dari
ketidakmerataan kondisi sosial ini, kaum perempuan menjadi rentan mengalami ancaman
kekerasan daripada laki-laki. Ancaman terhadap perempuan pun dapat dilakukan oleh
berbagai lapisan masyarakat termasuk oknum apartur negara jika tidak memahami
perspektif yang berpihak pada perlindungan hak-hak perempuan.

Secara umum di dalam suatu negara, perilaku diskrimnasi, pelecehan dan kekerasan
yang berbasis gender sudah diatur oleh hukum yang berlaku untuk dihentikan. Namun
pada beberapa negara yang tertentu, masih terdapat beberapa orang yang mengambil sikap
toleransi atau pasifitas terhadap kekerasan seksual dan membiarkan kejadian kekerasan
seksual terjadi. Akibatnya, fenomena diskriminasi, kekerasan dan pelecehan seksual

6
terhadap perempuan ini akan terus terjadi dan tak kunjung berakhir di beberapa negara
tersebut.

Salah satu faktor yang menyebabkan tindakan kekerasan adalah dari latar belakang
budaya. Kekerasan bisa saja dilakukan berdasarkan persyaratan budaya ataupun tradisi
masyarakat. Kasus kekerasan yang berbasis budaya ini sering kali terdapat di berbagai
belahan dunia yang di mana tempat tradisi budayanya masih sangat kental. Female
Genetalia Mutilation (FGM) atau mutilasi genital perempuan adalah salah satu contoh
bentuk kekerasan yang berbasis dari latar belakang budaya. Menurut lembar faktual
informasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO No.241 Juni 2000, Female Genetalia
Mutilation adalah suatu prosedur tradisional yang dilakukan dengan melibatkan
pemotongan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital eksternal perempuan atas
alasan adat, budaya, agama atau alasan lain yang tidak berkaitan dengan kesehatan atau
penyembuhan (Sari, 2008). Pada kenyataannya, mutilasi alat kelamin perempuan bukanlah
hal yang bisa dan patut diremehkan. Pasalnya World Health Organization menyatakan
secara tegas bahwa penggunaan praktik yang dinamakan mutilasi genital perempuan atau
FGM ini merupakan tindakan yang dilarang dan berbahaya yang dapat memberikan
dampak cedera serius pada organ kelamin perempuan (WHO, 2023). Hal ini haruslah
dijadikan perhatian khusus karena dari tindakan tersebut sangat berbahaya untuk kesehatan
perempuan yang dapat mempengaruhi fisik, mental, dan seksual perempuan.

Dampak FGM secara fisik akan berdampak secara langsung pada kondisi korban.
Beberapa dampak tersebut termasuk pembengkakan pada jaringan di sekitar vagina yang
dapat menghambat proses pembuangan cairan, infeksi karena tidak adanya sterilisasi alat,
kontaminasi luka karena air seni, pendarahan yang cukup serius, dan gejala syok. Tidak
hanya itu, dampak jangka panjang dari FGM ini meliputi infeksi pada saluran dan
reproduksi akibat banyaknya bakteri dan sisa-sisa sel darah putih, gangguan menstruasi
akibat vagina yang menyempit dan penumpukan residu, serta kemungkinan tersumbatnya
tuba fallopi juga akan mengakibatkan kerusakan ginjal yang akan berujung pada
kemandulan (Ningtyas & Puspoayu). Lalu dari segi psikologis, perempuan yang menjadi
korban praktik FGM akan terkena gangguan pada diri mereka sendiri, seperti

7
mengakibatkan perasaan cemas, depresi dan gangguan stress pasca-trauma (Sulistyawati &
Hakim, 2022).

Selain tidak memiliki manfaat medis yang signifikan praktik FGM juga dikenal
secara internasional sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dikarenakan
dalam pelaksanaannya terdapat perilaku yang termasuk dalam kategori memaksa dan
menuntut dari masyarakat atas nama adat, budaya, agama ataupun penggunaan mitos yang
menjadi alasan untuk ancaman (Supriatami, Alimi, & Nulhaqim, 2022), sehingga dapat
dikatakan bahwa praktik ini membatasi bahkan merampas hak asasi kesehatan dan
kebebasan perempuan. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari WHO, praktik FGM
dianggap sebagai hal yang umum terjadi di banyak negara dan diperkirakan ada sekitar 200
juta anak perempuan dan perempuan dewasa di seluruh dunia yang masih menghadapi
praktik mutilasi genital perempuan, yang menempatkan sekitar 3 juta anak perempuan
pada risiko mengalami tindakan tersebut sebelum mereka mencapai usia 15 tahun setiap
tahunnya.

Meskipun telah terdapat larangan terhadap praktik FGM, setidaknya masih banyak
ditemukan di 28 negara di Afrika dan beberapa negara di Asia dan Timur Tengah yang
terus masih menjalankan prosedur mutilasi genital perempuan ini. Indonesia, sebagai
negara yang memiliki keanekaragaman adat dan budaya membuat Indonesia sebagai salah
satu negara yang tidak luput dari praktik FGM. Di Indonesia sendiri menjalani prosedur
FGM sering kali dianggap sebagai suatu kebiasaan yang tidak terlarang untuk dilakukan
oleh sebagian masyarakat. Berdasarkan laporan dari Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap perempuan (Komnas), keberlangsungan praktik sunat perempuan di Indonesia
masih banyak terjadi karena adanya pengaruh kuat dari tradisi turun-menurun, adat,
budaya, dan agama.

Female Genetalia Mutilation atau dikenal dengan sebutan sunat perempuan di


Indonesia berkembang karena dilandasi oleh ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim
AS dan juga dipengaruhi oleh unsur adat dan budaya setiap daerah. Bagi mereka yang
meyakini praktik tersebut, sunat dianggap sebagai ritual penting yang harus dilakukan oleh
seorang muslim sebagai salah satu tanda telah menjadi bagian dari ajaran agama Islam

8
(Nuranisa & Sholahuddin, 201). Dalam masyarakat Indonesia, terdapat keyakinan bahwa
sunat perempuan dilakukan demi melindungi perempuan dari perilaku seksual yang
berlebihan dan guna menghindari stigma masyarakat terhadap perempuan yang dianggap
liar, nakal, binal, dan kotor (Sulistyawati & Hakim, 2022). Selain itu, bagi mereka
perempuan yang tidak menjalani prosedur sunat ini akan dianggap tidak mampu menjaga
kesucian diri, yang kemudian menjadi alasan bagi ditolaknya oleh masyarakat serta
komunitas yang ada. Hal tersebut dengan sangat jelas dapat kita lihat bahwa perlakuan
yang tidak adil dan tindakan kekerasan terhadap perempuan masih tetap terjadi akibat dari
adanya stigma-stigma negatif yang ditujukan kepada kaum perempuan oleh lingkungan
sosial.

Di Indonesia, praktik sunat perempuan sebelumnya telah dihentikan oleh kebijakan


pemerintah atas dorongan dari masyarakat, aktivis, dan Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan yang mendorong Kementerian Kesehatan melalui Surat Edaran Dirjen
Bina Kesehatan Departemen Republik Indonesia Nomor HK 00.07.1.31047a. (Suraiya,
2019) Surat edaran tersebut menjelaskan bahwa tindakan sunat perempuan dinilai tidak
bermanfaat dan justru berisiko menyebabkan kerusakan serta rasa sakit pada perempuan.
Sejalan dengan itu MUI juga telah mengeluarkan fatwa yang melarang praktik sunat
perempuan (PPPA, Upaya-Upaya Pencegahan Praktik Sunat Perempuan Menjadi
Tanggung Jawab Bersama, 2020). Tetapi, durasi dari pelanggaran tersebut tidak bertahan
lama sebab banyaknya protes dan penolakan yang muncul di berbagai kalangan
masyarakat yang meyakini praktik sunat perempuan. Meskipun telah dilarang oleh
beberapa kebijakan, termasuk salah satunya Surat Edaran Menteri Kesehatan di tahun 2006
yang melarang medikalisasi dan pelaksanaan sunat perempuan oleh tenaga media
professional, praktik ini masih tetap ada dan dilakukan oleh masyarakat. Dengan demikian,
praktik sunat perempuan di Indonesia masih menjadi permasalahan yang perlu ditangani
bagi pemerintah untuk meningkatkan pengawasan di daerah-daerah tertentu, serta
dibutuhkan juga kesadaran masyarakat tentang implikasi dan ancaman yang ditimbulkan
dari praktik tersebut. Selain itu, sanksi berat harus diterapkan bagi tenaga kesehatan yang
masih melakukan praktik tersebut agar aturan pelarangan praktik sunat perempuan bisa
terlaksana sepenuhnya.

9
Dari periode tahun 2010-2015, sebanyak 49 persen dari perempuan Indonesia yang
berusia 0-11 tahun telah menjalani prosedur sunat perempuan (Hanantari R. R., 2016).
Menurut laporan UNICEF (2013), perlakuan sunat perempuan yang tersebar di Indonesia
menunjukkan bahwa Gorontalo memperlihatkan persentase tertinggi 83,7 persen, diikuti
oleh Bangka Belitung 83,2 persen, Banten 79,2 persen, Kalimantan Selatan 78,7 persen,
Riau 74,4 persen, Papua Barat 17,8 persen, Bali 6 persen, dan NTT 2,7 persen ((n.n),
2017). Data tersebut menandakan variasi yang signifikan dari daerah ke daerah dalam hal
praktik sunat pada perempuan di Indonesia.

Hal ini merupakan kesedihan yang cukup besar mengingat pernyataan dari World
Health Organization, praktik yang seharusnya dihindari oleh perempuan karena tidak
memberikan manfaat kesehatan yang sah dan justru dapat menyebabkan luka serius pada
organ genital perempuan. Dari data penyebaran diatas, dapat dikatakan bahwa hal tersebut
merupakan sebuah kegagalan dari pemerintah Indonesia dalam mengatasi kasus sunat
perempuan. Nyatanya hingga saat ini pemerintah Indonesia tidak memiliki kejelasan sikap
terhadap sunat perempuan akibat ketidaktegasan dari pemerintah. Akibatnya, praktik sunat
perempuan ini semakin dianggap diperbolehkan dan perlu dilakukan oleh masyarakat tanah
air. Maka dari itu, untuk mengupayakan kehidupan perempuan yang lebih sehat dan
terbebas dari kekerasan dan ketidakadilan maka diperlukan sikap keseriusan dalam upaya
mengatasi praktik Female Genetalia Mutilation.

Pemerintah Indonesia dapat melakukan berbagai upaya untuk menangani praktik


FGM di Indonesia, di antaranya dengan menjalankan program pembangunan berkelanjutan
atau Suistainable Development Goals. Tujuan dari program ini adalah menghapuskan
semua jenis praktik berbahaya yang dilakukan pada perempuan, termasuk mutilasi alat
kelamin perempuan atau Female Genetalia Mutilation. Dengan demikian, pemerintah
Indonesia dapat berkonstribusi dalam melindungi dan mempromosikan hak asasi
perempuan serta berperan aktif dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan.

Tidak hanya pemerintah namun upaya dalam mengatasi praktik FGM ini
merupakan tanggung jawab bersama. Upaya mengatasi praktik Female Genetalia
Mutilation di Indonesia tentunya melibatkan berbagai pemangku kepentingan, organisasi

10
masyarakat sipil, lembaga pemerintah, dan individu yang peduli terhadap hak asasi
perempuan. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Woman
(CEDAW) menyatakan bahwa perubahan hukum untuk melarang praktik sunat perempuan
merupakan suatu hal yang sangat diperlukan guna mengubah pola pikir masyarakat dalam
memandang praktik tersebut (Supriatami, Alimi, & Nulhaqim, 2022). Selain itu, upaya
pencegahan FGM juga dapat dilakukan dengan melibatkan anak dan remaja sebagai peer
group atau rekan sebaya di kelompoknya. Tujannya adalah agar anak dan remaja dapat
memberikan edukasi dan pengetahuan kepada seluruh anak dan remaja di Indonesia
sebagai bagian dari upaya dalam memutus mata rantai praktik FGM atau sunat perempuan
(PPPA K. , 2021). Peningkatan pendidikan dan peningkatan kesadaran melalui pelatihan
bagi tenaga medis juga menjadi salah satu upaya mengatasi terjadinya praktik Female
Genetalia Mutilation.

E. Kesimpulan
Salah satu faktor yang menyebabkan tindakan kekerasan adalah dari latar belakang
budaya. Female Genetalia Mutilation (FGM) atau mutilasi genital perempuan adalah salah
satu bentuk kekerasan yang berbasis latar belakang budaya. Female Genetalia Mutilation
adalah suatu prosedur tradisional yang dilakukan dengan melibatkan pemotongan sebagian
atau seluruh bagian dari organ genital perempuan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
dengan lantang menjelaskan bahwa penggunaan praktik mutilasi genital perempuan ini
dilarang dan berbahaya yang tidak memiliki keuntungan secara medis. Praktik FGM dapat
memberikan dampak cedera serius bagi perempuan yang menjalankan prosedur tersebut.
Pembengkakan jaringan di sekitar vagina, infeksi pada saluran, gangguan menstruasi,
kerusakan ginjal hingga guncangan psikologi, hingga kematian merupakan dampak jangka
panjang yang dapat timbul akibat menjalani praktik FGM.

Selain tidak memiliki manfaat secara medis, praktik FGM dikenal secara
internasional sebagai salah satu bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia dan
mencerminkan adanya bentuk ekstrem dari diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini
dikarenakan dalam pelaksanaannya terdapat perilaku yang termasuk dalam kategori
memaksa dan menuntut dari masyarakat atas nama adat, budaya, agama ataupun

11
penggunaan mitos yang menjadi alasan untuk ancaman, sehingga dapat dikatakan bahwa
praktik ini membatasi bahkan merampas hak asasi kesehatan dan kebebasan perempuan.

Meskipun telah terdapat larangan terhadap praktik FGM, setidaknya masih banyak
ditemukan di 28 negara di Afrika dan beberapa negara di Asia dan Timur Tengah yang
terus masih menjalankan prosedur mutilasi genital perempuan ini. Pengaruh
berkembangnya praktik FGM di Indonesia adalah dilandasi oleh ajaran agama yang
dibawa oleh Nabi Ibrahim AS dan juga dipengaruhi oleh unsur adat dan budaya setiap
daerah. Bagi mereka sunat dianggap sebagai ritual penting yang harus dilakukan oleh
seorang muslim sebagai salah satu tanda telah menjadi bagian dari ajaran agama Islam.
Mereka juga meyakini bahwa dengan menjalani prosedur FGM akan melindungi
perempuan dari perilaku seksual yang berlebihan dan guna menghindari stigma masyarakat
terhadap perempuan yang dianggap liar, nakal, binal, dan kotor. Karena bagi mereka
perempuan yang tidak menjalani prosedur sunat ini akan dianggap tidak mampu menjaga
kesucian diri. Hal tersebut sangat jelas dapat dikatakan bahwa perlakuan yang tidak adil
dan tindakan kekerasan terhadap perempuan masih tetap terjadi akibat dari adanya stigma-
stigma negatif yang ditujukan kepada kaum perempuan oleh lingkungan sosial.

Di Indonesia, praktik sunat perempuan sebelumnya telah dihentikan oleh kebijakan


pemerintah tetapi, durasi dari pelanggaran tersebut tidak bertahan lama sebab banyaknya
protes dan penolakan yang muncul di berbagai kalangan masyarakat yang meyakini praktik
sunat perempuan. Akibatnya, praktik ini masih tetap ada dan dilakukan oleh masyarakat
tanah air. Maka dari itu, untuk mengupayakan kehidupan perempuan yang lebih sehat dan
terbebas dari kekerasan dan ketidakadilan maka diperlukan sikap keseriusan dalam upaya
mengatasi praktik Female Genetalia Mutilation. Berbagai upaya untuk mengatasi praktik
FGM di Indonesia, di antaranya dengan menjalankan program pembangunan berkelanjutan
atau Suistainable Development Goals yang bertujuan menghapuskan semua jenis praktik
berbahaya yang dilakukan pada perempuan, antara lain dengan melakukan perubahan
hukum, edukasi terhadap anak dan remaja, serta peningkatan pendidikan dan kesadaran
melalui pelatihan bagi tenaga medis merupakan bentuk dari upaya dalam memutus mata
rantai praktik FGM atau sunat perempuan.

12
Daftar Referensi

Abdussamad, Z. (2021). Metode Penelitian Kualitatif. (P. Rapanna, Ed.) Syakir Media
Press. Retrieved May 24, 2023, from
https://repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/8793/Buku-Metode-Penelitian-
Kualitatif.pdf
Audina, D. J. (2021, November). Kesetaraan Gender dalam Perspektif Hak Asasi
Manusia. Nomos : Jurnal Penelitian Ilmu Hukum, I, 229. Retrieved from
https://journal.actual-insight.com/index.php/nomos/article/view/602/1102
Bappenas. (n.d.). 5. Kesetaraan Gender. Retrieved April 8, 2023, from
sdgs.bappenas.go.id: https://sdgs.bappenas.go.id/tujuan-5/
Chabal, S. (2019, October). Gender Equality As A new Human Right In India. GAP
Interdisciplinarities, II, 346-349. Retrieved from
https://www.gapinterdisciplinarities.org/res/articles/(346-349).pdf
Creswell, J. W. (2009). Research Design (Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches). Thousand Oaks, California, United States of America:
SAGE publications.
Fauziyah, S. (2017, July). Tradisi Sunat Perempuan di Banten dan Implikasinya
terhadap gender, Seksualitas, dan Kesehatan Praktik Resproduksi. Jurnal
Agama dan Budaya, 15. Retrieved from
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tsaqofah/article/view/3381/2495

13
Guzman, Kurniawan Candra; Oktarina, Nina. (2018). Strategi Komunikasi Eksternal
Untuk Menunjang Citra Lembaga. journal.unnes.ac.id, 307. Retrieved May 24,
2023, from
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eeaj/article/download/22882/10796/
#:~:text=Lexy%20J.%20Moleong%20
Hanantari. (2016). Budaya dan Sunat Perempuan di Indonesia. Rifka Anisa (Pusat
Pengembangan Sumberdaya Untuk Penghapusan Kekerasan Terhadap
Perempuan). Retrieved April 10, 2023, from https://rifka-annisa.org/id/blog/92-
download/4-budaya-dan-sunat-perempuan-di-indonesia
Hanantari, R. R. (2016, Oktober 25). Sunat Perempuan (Female Genital Mutilation).
Budaya dan Sunat Perempuan di Indonesia. Retrieved Juni 15, 2023, from
https://www.rifka-annisa.org/id/component/k2/item/468-budaya-dan-sunat-
perempuan-di-indonesia
Ningtyas, P. C., & Puspoayu, E. S. (n.d.). Perbandingan Hukum Terkait Dengan Female
Genital Mutilation Antara Indonesia, Guinea, Dan Mesir Menurut Hak Asasi
Manusia Internasional. Ilmu sosial dan Hukum. Retrieved Juni 13, 2023, from
https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/novum/article/view/47451
Nuranisa, R., & Sholahuddin. (201). Female Circumcision According to Hadith.
Gunung Djati Conference Series, IV, 679-683. Retrieved Juni 14, 2023, from
https://conferences.uinsgd.ac.id/index.php/gdcs/article/download/397/215/544
Perempuan, Y. K. (n.d.). Sunat Perempuan: Tradisi Yang Diskriminatif Terhadap
Perempuan dan Anak Perempuan. ykp.or.id. Retrieved April 8, 2023, from
https://ykp.or.id/sunat-perempuan-tradisi-yang-diskriminatif-terhadap-
perempuan-dan-anak-perempuan/
PPPA, K. (2020, Juli 15). Upaya-upaya Pencegahan Praktik Sunat Perempuan Menjadi
Tanggung Jawab Bersama. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia. Retrieved Juni 16, 2023, from
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2787/upaya-upaya-
pencegahan-praktik-sunat-perempuan-menjadi-tanggung-jawab-bersama
PPPA, K. (2021, Desember 9). Libatkan Anak dan Remaja Untuk Pemutus Mata Rantai
Praktek Sunat Perempuan. Kementeriang Pemberdayaan Perempuan Dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia. Retrieved Juni 16, 2023, from
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3566/libatkan-anak-dan-
remaja-untuk-pemutus-mata-rantau-praktek-sunat-perempuan
Sari, D. I. (2008). Kekuasaan Negara atas Tubuh Perempuan: Studi Kasus Female
Genital Mutilation di Sierra Leone. Jurusan Hubungan Internasional, 6.
Retrieved Juni 12, 2023, from
https://www.academia.edu/10291059/Kekuasaan_Negara_atas_Tubuh_Perempu
an_Studi_Kasus_Female_Genital_Mutilation_di_Sierra_Leone

14
Sulistyawati, F., & Hakim, A. (2022, Juni 1). Sunat Perempuan di Indonesia: Potret
terhadap Praktik Female Genital Mutilation (FGM). Jurnal Hawa: Studi
Pengarus Utamaan Gender dan Anak, IV, 35. Retrieved Juni 13, 2023, from
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/hawa/article/download/6753/3779
Sunat Perempuan: Indonesia Masuk Pantauan Radar FGM/C Global. (2017, April 10).
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan. Retrieved Juni 15, 2023, from
https://cpps.ugm.ac.id/sunat-perempuan-indonesia-masuk-pantauan-radar-fgmc-
global/
Supriatami, S. M., Alimi, R., & Nulhaqim, S. A. (2022, Juli 1). PELANGGARAN HAK
ASASI MANUSIA TERHADAP PRAKTIK FEMALE GENITAL
MUTILATION. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, I, 93-95. Retrieved Juni 12,
2023, from https://jurnal.unpad.ac.id/focus/article/view/40250
Suraiya, R. (2019, Juni). Sunat Perempuan Dalam Perspektif Sejarah, Medis Dan
Hukum Islam (Respon Terhadap Pencabutan Aturan Larangan Sunat Perempuan
Di Indonesia. Studi Keislaman, V, 63-64. Retrieved Juni 15, 2023, from
https://media.neliti.com/media/publications/291585-sunat-perempuan-dalam-
perspektif-sejarah-19775a45.pdf
WHO. (2023, January 31). Female Genital Mutilation. www.who.int. Retrieved April 8,
2023, from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/female-genital-
mutilation

15

Anda mungkin juga menyukai