Anda di halaman 1dari 8

MODUL

TUGAS MAKALAH
03 PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA DAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS

DISUSUN OLEH :
1. EFTA PARTA WIJAYA
2. NURSIA RUKMANA
3. RAHMADIA UTAMI (856793627)
4. JESIKA
5. LITA
6. ANDRESIA PITRI (856793738)

FKIP S1-PGSD BI
UNIVERSITAS TERBUKA
POKJAR PANGKALAN BALAI
TAHUN 2023.1
MODUL 03
TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA DAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS

KB 1
TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA

A. Bahasa dan Komponen Penyusunnya


Menurut KBBI, bahasa adalah sebuah system kata, symbol, atau lambang bunyi yang arbitrer yan
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Bahasa mencakup sesuatu yang abstrak, tetapi mengandung pesan
sehingga seseorang dapat menerjemahkan dan menangkap pesan tersebut.

1. Komponen Penyusun Bahasa


Terdapat lima buah komponen yaitu Fonologi, Morfologi, Sematik, Sintax, dan Pragmatik.
a. Fonologi
Fonologi adalah cabang dari linguistic atau ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Adapun
pembahasan yang dijelaskan dalam fonologi adalah mengkaji bunyi-bunyi bahasa sebagai
satuan terkecil dari ujaran beserta dengan gabungan antar bunyi yang membentuk silabel
atau suku kata (Chaer 2009:5). Dalam fonologi, terdapat dua pandangan dalam mempelajari
bunyi, yaitu fonetik dan fonemik.
- Fonetik adalah cabang fonologi yang membahas bunyi ujar tanpa memperhatikan fungsi
bunyi tersebut.
Contoh : kata “bebek” (ungags) dan kata “bebek” (rujan yang ditumbuk).
- Fonemik adalah cabang fnologi yang membahas bunyi dengan memperhatikan fungsi
bunyi tersebut sebagai pembeda makna.
Contoh : penggunaan bunyi “s” pada kata “sari”, dan bunyi “d” pada kata “dari”.
Perbedaan 1 bunyi akan membedakan arti.

b. Morfologi
Morfologi adalah cabang dari linguistic atau ilmu bahasa yang mengkaji pembentukan
kata atau morfem-morfem dalam suatu bahasa. Cabang ilmu ini tidak hanya menambah
bagaimana kata itu terbentuk, tetapi juga memabahas seluk beluk bentuk kata dan fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata.
Seperti yang sudah dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang membahas kata.
Dalam pembentukan kata, terdapat unsur terkecil yang disebut mprfem. Dalam bahasa
Indonesia. Morfem dapat ditemukan pada kata yang menggunakan imbuhan, seperti
membaca maka morfem dalam kata tersebut adalah “meN”; pada kata mempelajari, maka
morfem imbuhannya adalah awalan “meN” dan akhiran “I”.

c. Semantik
Semantik adalah cabang dari linguistic atau ilmu bahasa yang mengkaji makna yang
terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain representasi. Sematik akan memiliki
hubungan yang erat kaitannya dengan sintax dan pragmatic yang akan dibahas selanjutnya.

d. Sintax
Sintax adalah aturan dalam pembentukan kalimat agar mampu dimengerti dengan
benar. Sebagai contoh, Ani berkata kepada ibunya, “Aku sedang buah dan sayur makan”.
Kalimat tersebut tidak dituliskan ucapan dengan tata kata yang baik sehingga makna yang
akan disampaikan tidak ditangkap oleh orang lain. Maka dari itu, sintax berfungsi dalam
menata kata sehingga membentuk kalimat yang utuh.

e. Pragmatik
Pragmatik adlaah cabang dari linguistic atau ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan
bahasa yang dikaitkan dengan konteks pemakaiannya.
Haikal berkata “Lihat itu ada anjing”.
Secara tata kata, anak tersebut sudah mengatakannya dengan benar. Namun, jika
ditinjau dari konteks, kalimat tersebut salah karena seharusnya ia mengatakan bahwa
hewan digambar itu adalah sapi, bukan anjing.

2. Teori Perkebambangan Bahasa


a. Teori Empiris
Teori empiris atau biasa dikenal dengan belajar menunjukkan bahwa ketika bayi
dilahirkan, mereka dikelilingi oleh bahasa. Pada tahap awal, bayi akan mengikuti suara yang
sering mereka dengar, kemudian mereka belajar untuk menangkap makna kata dan meniru
peraturan tata bahasa berdasarkan apa yang mereka dengar.
Pencetus teori empiris menegaskan betapa pentingnya persetujuan orang tua dan
penghargaan positif kepada anak dala memengaruhi suara, kata dan kalimat yang akan
diproduksi oleh bayi nantinya.

b. Teori navitisme
Noam Chomsky adalah ahli bahasa terkemuka yang mengatakan bahwa manusia
terlahir dengan perangkat akuisisi bahasa atau language acquisition device (LAD). Chomsky
tidak mempercayai jika bayi belajar mengembangkan bahasa dengan cara mengikuti
perkataan orang dewasa sangat jarang berbicara dengan menggunakan tata bahasa yang
benar.
Perhatikan percakapan yang dilakukan oleh orang dewasa berikut :
Ika : Kamu lagi ngapain?
Sarah : Baca buku
Ika : Boleh gak pinjam?
Sarah : Gak karena ini buku aku seneng suka banget.
Percakapan diatas menggunakan kata-kata yang tidak perlu dan berlebihan. Sintax yang
membahas macam-macam kesalah yang dilakukan oleh anak-anak membuat mereka lebih
memahami penggunaan bahasa tersebut disbanding mereka belajar memperbaiki tata
kata. LAD menggambarkan bagian otak dan terdapat bukti bahwa ada bagian di otak
manusia yang bekerja untuk mengolah atau mengembangkan bahasa.
Dalam mengembangkan bahasa, terdapat 3 bagian otak yang digunakan yaitu :
- Broca yaitu seseorang akan memproduksi kemampuan berbahasa tau dikenal dengan
pusat bahasa.
- Motor context berfungsi untuk mengatur gerakan sadar.
- Wernicke yan berasar dari nama seorang psikiater dan ahli syaraf dari Jerman, dan
berfungsi untuk memahami bahasa yang kemudian digabungkan ke otak bagian broca
melalui syaraf.

c. Teori Interaksi
Teori ini menjelaskan antara perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, dan
kemampuan berpikir secara umum yang terkait mengenai teori kognitivitas dan piaget.
Menurut piaget, perkembangan kognitif adalah sebuah proses genetic yang didasarkan atas
mekanisme biologis perkembangan system syaraf. Berikut tahapannya :
Ada seseorang berbicara  didengar oleh orang lain  diingat oleh orang tersebut 
diingat kembali kata-kata yang dimiliki arti  terjadi proses berpikir  mengucapkan apa
yang telah disampaikan dalam ingatan.

B. TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA


1. Periode Pralinguistik
Tahap perkembangan bahasa sudah terjadi sejak bayi. Walaupun mereka belum dapat
bicara atau mengatakan apa yang mereka mau, mereka mengirimkan pesan dengan berbagai
cara, seperti ekspresi wajah dan suara (menangis, berteriak, tertawa, dan sebagainya).
2. Periode Holophrase
Tahap ini dikenal dengan one-word period atau tahap satu kata.
Contohnya : pada tahap pralinguistik, anak akan menangis jika ia haus. Namun pada tahap ini,
anak akan mulai membantu makna dari satu kata, seperti susu. Maka kemungkinan anak ingin
minum susu walaupun ia tidak mengatakan dengan kalimat yang lengkap. “Aku mau susu”.

3. Periode Telegrafis
Pada tahap telegrafis anak mencoba membentuk makna dengan mengombinasikan dua
kata.
Contoh : Anak mengatak “mam nasi” yang sebenarnya anak itu ingin sampaikan adalah ia
sedang makan nasi atau ia ingin makan nasi.
Namun, kemampuannya masih terbatas sehingga iya hanya mengatakan dua kata.

4. Perkembangan Bahasa Usia Dini, Kanak-Kanak, anak dan Remaja


Sebagai pendidik, penting untuk mengetahui tahap perkembangan bahasa anak. Selain
untuk berkomunikasi, bahasa juga digunakan sebagai alat pendeteksi gejala-gejala yang teradi
pada anak dalam proses perkembangannya. Sebagai contoh, anak dengan keterlambatan bicara
atau Speech delay dengan kondisi yang serius dapat menunjukkan adanya gangguan
pendengaran. Mereka sulit berkomunikasi dan mengekspresikan keinginannya. Oleh karena itu,
penting untuk anda mengetahui tahapan perkembangan bahasa pada anak agar tetap dapat
memahami kondisi peserta didik.
Menurut Banner (dalam Palupi, 2002), perkembangan bahasa dibagi menjadi empat
tahap.

No Tingkatan Usia Kemampuan

1. Prabicara Lahir s.d 1. Perkembangan suara (persepsi dan hasil)


10 bulan 2. Perkembangan isyarat.
3. Penambahan persepsi suara; bicara bayi merupakan hasil
menangis dan keributan; bermain dengan suara termasuk
mengulang bicara dengan orang lain yang dimulai usia 3
bulan; antara enam sampai dengan sepuluh bulan dapat
menggunakan konsonan dan huruf vocal terbatas.

2. Kata-Kata 10 s.d 13 1. Pengertian kata tunggal


Pertama bulan 2. Menghasilkan kata tunggal
pemunculan 3. Perbedaan individual dalam penggunaan kata tunggal
nama 4. Fungsi isyarat sebagai kata
5. Perhatian dapat diarahkan dengan nama objek (lihat anjing,
Ami, anjung);
Mulai 13 bulan menerima kosakata dari 17 sampai dengan
97 kata

3. Kombinasi kata 18 s.d 24 1. Penggunaan satu kata tunggal dengan arti kompleks untuk
bulan ungkapan multikata. Contoh “susu” (Artinya dapat minta
susu atau minta ASI)
2. Penggunaan kombinasi kata untuk kalimat, contoh : mama
kue (maksudnya mama minta kue)

4. Tata bahasa 20 s.d 30 1. Kecepatan memperoleh morfem


bulan 2. Perkembangan bahasa yang unik pada usia ini, seperti mulai
menggunakan kata ganti saya, kita, dia, kamu
3. Penggunaan kalimat dalam pola dan aturan yang teratur.
Shaffer dan Kipp (2014) juga mengategorikan kemampuan berbahasa berdasarkan
komponen penyusunnya.

Usia Fonologi Semantik Morfologi/Sintax Pragmatik


0–1 Menerima suara Mengisyaratkan Menekankan pada Memperhatikan keadaan
ucapan dan mulai ucapan orang lain asli bahasa sekitar, seperti objek di
bubbling sekeliling.
1–2 Menyederhanakan Muncul kata-kata Mulai Menggunakan isyarat dan
penucapan kata pertama memproduksi dua gerakan untuk memperjelas
kata pesan yang akan
disampaikan
3–5 Peningkatan dalam Kosakata Menyadari aturan Menyesuaikan saat
ucapan berkembang tata bahasa berbicara dengan orang
yang berbeda
6 – Pengucapan Pengembangan Mengoreksi tata Mampu mendeteksi dan
remaja menjadi seperti kosakata, bahkan bahasa yang salah memperbaiki pesan yang
orang dewasa kata abstrak dikirim serta menerima

C. BILINGUALISME
Elis (Maharani dan Astuti. 2018) berpendapat bahwa pembelajaran bahasa kedua akan lebih
mudah jika seseorang telah menguasai bahasa pertamanya dengan baik karena kemampuan bahasa
pertama dapat berguba dalam proses pembelajaran bahasa kedua.
Bambang Kaswanti Purwo (1989) meneliti pemerolehan bahasa kedua, khususnya bahasa inggris
oleh anak sekolah dasar (SD).
Dengan mengetahui perkembnagan bahasa kedua sesuai dengan umur dan kapasitas yang
ditonjolkan, anda diharapkan dapat menentukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan
siswa.
KEGIATAN BELAJAR 2
KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS

A. PANDANGAN TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS


1. Definisi Berpikir Matematis
Perkembangan pemikiran matematis pada anak memiliki kemiripandengan
perkembangan bahasa yang telah dibahas sebelumnya. Sebelum anak mampu berpikir
matematis, mereka harus mengetahui symbol dan makna dari simobol tersebut,
Menurut Fajri (2017), dalam orises berpikir matematis, pembelajaran yang dilaksanakan
tidak hanya berlangsung dalam arah (one way communication), tetapi harus melalui proses
interaksi yan gbersifat dua arah (two way communication), yaitu antara sesame siswa, siswa
dengan gurum serta siswa dengan lingkungan dan sumber belajar. dalam prosesnya,
pelaksanaan pembelajaran harus dapat memberikan tantangan bagi siswa untuk secara
kompleks terkait konsep materi yang sedang dipelajari.
Menurut Stolts (2000:14) dalam memecahkan masalah sebagai berikut :
a. Climbers merupakan sekelompok orang yang selalu berupaya mencapai puncak
kesuksesanm siap menghadapi rintangan yang ada, dan selalu membangkitkan dirinya pada
kesuksesan.
b. Campers merupakan sekelompok orang yang masih ada keinginan untuk menanggapi
tantangan yangada, tetapi tidak mencapai puncak kesuksesan dan mudah puas dengan apa
yang sudah dicapai.
c. Quitters merupakan sekelompok orang yang lebih memilih menghindar dan menolak
kesempatan yang ada, mudah putus asa, mudah menyerah cenderung menolak kesempatan
yang ada, mudah putus asam mudah menyerah, cenderung pasif, dan tidak bergairah untuk
mencapai puncak keberhasilan.

2. Memahami Konsep Bilangan


a. Memahami konsep bilangan cardinal
Bilangan cardinal adalah bilangan yangmenunjukkan sebuah kuantitas. Contoh 1, 2, 3,
4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan seterusnya. Beberapa peneliti (seperti Gelman dan Gallistel 1978)
mengatakan bahwa anak dikatakan paham tentang pengetahuan angka ketika mereka
dapat :
1) Menggunakan semua label nomor dengan urutan yang benar;
2) Menggunakan semua label nomor dengan objek yang mereka hitung;
3) Mengatakan angka ankhir dalam urutan perhitungan untuk mengatakan berapa banyak
benda dalam satu himpunan.

Namun, disisi lain Piaget (1952a) mengatajan, kita dapat mengecek kepahaman anak
mengenai konsep bilangan dengan mengetes kemampuan kesetaraan antar himpunan.
Contohnya, Sandra memiliki tiga buah pensil dan Heni memiliki tiga buah permen.
Kemudian ibu meminta Sandra dan Heni untuk saling bertukar barang yang mereka miliki.
Pada akhirnya, kita mengekspektasikan Sandra untuk mengetahui bahwa jumlah pensil dan
permen adalah sama tanpa menghitungnya.

b. Memahami konseo bilangan ordinal (asli)


Dalam memahami konsep bilangan ordinal, seorang anak harus mengenal terlebih
dahulu system numeric. System numeric adalah symbol atau kumpulan dari symbol yang
merepresentasikan sebuah bilangan. Bilangan ordinal atau yang biasa dikenal dengan
bilangan asli adalah bilangan yang digunakan untuk mengindikasikan aturan dalam satu
hubungan dengan hubungan yang lain.
Contoh Lima lebih besar dari tiga
Maka sebuah himpunan dengan lima buah permen atau lebih didalamnya akan selalu lenih
besar dari sebuah himpunan dengan tiga buah permen.
B. PANDANGAN TEORI KEMAMPUAN MATEMATIKA
1. Pandangan Teori Interaksi
Teori interaksi berpandangan tentang kemampuan matematika, seseorang dikatakan
paham mengenai numeri ketika ia dapat menyamakan antara angka dan jumlah.
Contoh : seorang ibu memberikan angka lima maka anaknya akan memberikan lima buah
jeruk.

2. Pandangan Teori Netivisme


Teori netivisme mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki system bawaan yang
memberi kita kemampuan untuk membuat perkiraan penilaian tentang jumlah angka.
Contohnya penggunaan angka pada jam.

3. Pandangan Teori Empirisme


Teori empirisme berpendapat bahwa hal yang harus diketahui oleh anak dalam belajar
matematika adalah membedakan antara angka dan jumlah.

C. PENALARAN DAN PENYELESAIAN MASALAH SECARA MATEMATIS


1. Penalaran Aditif
Penalaran adaitif adalah penalaran yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah
dalam operasi penjumlahan dan pengurangan pada matematika. Kata “penalaran aditif”
lebih dipilih daripada “penyelesaian penjumlahan dan pengurangan” karena banyaknya
kemungkinan untuk menyelesaikan permasalahan yangsama dengan menjumlahkan atau
mengurangi.

a. Cara memecahkan masalah matematis


Martin Hughes (1981) mengategorikan cara anak memecahkan masalah berdasarkan
umurnya/
1) Umur (1 – 2) memecahkan masalah dengan menggunakan benda yang nyata karena
pada umur tersebut anak masih membutuhkan stimulasi untuk memahami jumlah
benda.
2) Umur (3 – 4) memecahkan masalah dengan berimajinasi.
Contoh : seorang gutu berkata, “Bayangkan Luni memiliki lima buah kelereng dalam
sebuah kotak, kemudian ia masukkan dua buah kelereng. Berapa jumlah kelereng yang
ada dalam kontak tersebut?”
Cara ini lebih efektif untuk digunakan daripada menanyakan secara langsung (5+2=…).

Seiring dengan berjalannya waktu, semakin lama anak akan semakin berpikir untuk
menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih abstrak. Sebagai contoh, pada anak usia
sekolah menengah pertama (SMP), mereka tidak lagi belajar dengan menggunakan konkret
atau berimajinasi untuk menyelesaikan masalah. Akan tetapi, anak akan mulai belajar
memecahkan masalah yang lebih abstrak, seperti menyelesaikan soal aljabar, dan
sebagainya.

b. Proses berpikir penyelesaian masalah


Anak akan dapat menyelesaikan masalah matematis dengan memahami maksud dari
pertanyaan tersebut yang kemudian akan membentuk sebuah pola untuk
menyelesaikannya. Berikut adalah jenis-jenis permasalahan matematis yang penting untuk
diketahui oleh guru sehingga guru diharapkan dapat membantu anak untuk memecahkan
masalah tersebut.

1) Pengubahan (change problem)


Pada anak yang baru saja belajar penjumlahan dan pengurangan, mereka masih
meraba-raba konsep matematika tersebut.
2. Kombinasi (Combination problem)
Contoh dari permasalahan dalam matematika lainnya adalah masalah kombinasi. Pada jenis
permasalahan ini, anak tidak mengetahui jumlah benda yang akan digabungkan sehingga
anak harus mencari tahu dengan cara menjumlahkan. Jenis permasalahan kombinasi mirip
dengan permaslahan pengubahan. Bedanya dalam soal kombinasi, terdapat kuantitas yang
digabungkan.

3. Perbandingan
Soal matematika dengan perbandingan lebih sulit untuk dikerjakan. Hal tersebut disebabkan
soal dengan kategori perbandingan adalah soal yang membutuhkan pemahaman yang tinggi
atau biasa disebut dengan higher order thingking skill.

2. Penalaran Multiplikatif
Penalaran multiplikatif biasanya digunakan untuk menyelesaikan permasalahan operasi
perkalian atau pembagian. Jika penalaran aditif menggunakan satu variable, tetapi ini tidak
terjadi pada penalaran multiplikatif.
a. Proses berpikir penyelesaian masalah
Terdapat tiga jenis permasalahan yang terjadi pada penalaran multiplikatif.
1) Mengelompokkan (one-to-many correspondence)
Pada soal pembagian, anak dapat menyelesaikan masalah perkalian dengan
cara membagi sampai habis.
Contoh : Jamal memiliki delapan buah biscuit. Ia akan membagi biscuit itu kepada
empat orang temannya. Maka jamal akan membagikan biscuit tersebut satu per satu
dengan sama rata sampai semua biscuit itu habis. Proses penyelesaian masalah ini juga
dapat disebut sharing problem.

2) Membagikan (Sharing Problen)


Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa sharing problem adalah cara
menyelesaikan persoalan dalam pembagian dengan cara membagi variable dengan
rata.

3) Pemahaman Produk (Measurement of product)


Pemecahan masalah pada jenis ini biasanya dilakukan dengan jumlah variable yang
lebih dari satu.

Anda mungkin juga menyukai