Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan kesehatan jiwa (mental health nursing) adalah bentuk pelayanan


profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, menerapkan
teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik
sebagai kiatnya. Mata kuliah keperawatan kesehatan jiwa ini mempelajari tentang
konsep dan prinsip-prinsip serta trend dan isu kesehatan dan keperawatan jiwa. Dalam
mata kuliah ini dibahas tentang klien sebagai sistem yang adaptif dalam tentang
respons sehat jiwa sampai gangguan jiwa, psikodinamika, terjadinya masalah
kesehatan/keperawatan jiwa yang umum di Indonesia. Upaya keperawatan dalam
pencegahan primer, sekunder dan tertier terhadap klien dengan masalah
psikososial dan spiritual serta gangguan kesehatan jiwa pada semua tingkat
perkembangan manusia dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan,
termasuk hubungan terapeutik secara individu dan dalam koteks keluarga.
Pengalaman belajar ini akan berguna dalam memberikan pelayanan/asuhan
keperawatan jiwa dan integrasi keperawatan jiwa pada area keperawatan lainnya.

Praktik klinik keperawatan jiwa merupakan kegiatan belajar studi kasus yang
akan memungkinkan mahasiswa memperoleh kesempatan untuk melaksanakan
praktik pada situasi sebenarnya. mahasiswa diberi kesempatan mengaplikasikan mata
ajar keperawatan jiwa yang diperoleh selama mengikuti pendidikan perkuliahan, serta
menerapkan ketrampilan berkomunikasi dan terapi modalitas keperawatan jiwa yang
telah disimulasikan di laboratorium kelas. makalah ini sebagai acuan mahasiswa
secara komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan jiwa dari tinjauan teori dan praktik klinik, sehingga memudahkan untuk
dibaca dan dipahami. Pengetahuan dan ketrampilan yang didapat dalam makalah ini
diharapkan dapat menjadi dasar mahasiswa memasuki dunia keperawatan dan
menjadi seorang perawat professional dalam memberikan pelayanan keperawatan
jiwa pada pasien.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan keperawatan kesehatan jiwa?

1
2. Apa itu rentang sehat jiwa?
3. Bagaimana kriteria sehat jiwa?
4. Apa saja prinsip keperawatan kesehatan jiwa?
5. Bagaimana perkembangan keperawatan kesehatan jiwa?
6. Bagaimana model keperawatan kesehatan jiwa?
7. Bagaimana peran perawatan kesehatan jiwa?

C. Tujuan

1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan keperawatan kesehatan jiwa?


2. Menjelaskan apa itu rentang sehat jiwa?
3. Menjelaskan bagaimana kriteria sehat jiwa?
4. Menjelaskan apa saja prinsip keperawatan kesehatan jiwa?
5. Menjelaskan bagaimana perkembangan keperawatan kesehatan jiwa?
6. Menjelaskan bagaimana model keperawatan kesehatan jiwa?
7. Menjelaskan bagaimana peran perawatan kesehatan jiwa?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Keperawatan Kesehatan Jiwa

Kesehatan jiwa bagi manusia berarti terwujudnya keharmonisan fungsi jiwa dan
sanggup menghadapi problem, merasa bahagia dan mampu diri. Orang yang sehat jiwa
berarti mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
masyarakat, dan lingkungan. Manusia terdiri dari bio, psiko, sosial, dan spiritual yang
saling berinteraksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi.

Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan
dan diamati keadaannya. Orang ‘gemuk’ dianggap sehat dan orang yang mempunyai
keluhan dianggap tidak sehat. Faktor subjektifitas dan kultural mempengaruhi
pemahaman dan pengertian orang terhadap konsep sehat. World Health Organization
(WHO) merumuskan sehat dalam arti kata yang luas, yaitu keadaan yang sempurna baik
fisik, mental maupun social, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat.

Kesehatan fisik telah lama menjadi perhatian manusia, tetapi jangan dilupakan bahwa
manusia adalah mahluk yang holistic, terdiri tidak hanya fisik tapi juga mental dan social
yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara kesehatan fisik dengan mental dapat
dibuktikan oleh Hall dan Goldberg tahun 1984 (Notosoedirjo, 2005), bahwa pasien yang
sakit secara fisik menunjukkan adanya gangguan mental seperti depresi, kecemasan,
sindroma otak organik, dan lain-lain. Terdapat tiga kemungkinan hubungan antara sakit
secara fisik dan mental, pertama orang yang mengalami sakit mental karena sakit
fisiknya. Karena kondisi fisik tidak sehat, sehingga tertekan dan menimbulkan gangguan
mental. Kedua, sakit fisik yang diderita itu sebenarnya gejala dari adanya gangguan
mental. Ketiga, antara gangguan mental dan fisik saling menopang, artinya orang
menderita secara fisik menimbulkan gangguan secara mental, dan gangguan mental turut
memperparah sakit fisiknya.

B. Rentang Sehat Jiwa

3
Respon adaptif Respon maladaptif

Sehat jiwa Masalah Gangguan jiwa


psikososial

Pikiran logis Pikiran kadang waham


menyelimpang

Persepsi akurat ilusi halusinasi

Emosi konsisten Reaksi emosional Ketidak mampuan


mengendalikan emosi

Perilaku sesuai Perilaku kadang Kekacauan perilaku


tidak sesuai

Hubungan sosial memuaskan Menarik diri isolasi mandiri

C. Kriteria Sehat Jiwa

Ada berbagai pendapat tentang jiwa yang sehat, yaitu karena tidak sakit, tidak
jatuh sakit akibat stressor, sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungan,
dan mampu tumbuh berkembang secara positif (Notosoedirjo dan Latipun, 2005).

1. Sehat jiwa karena tidak mengalami gangguan jiwa


Kalangan klinisi klasik menekankan bahwa orang yang sehat jiwa adalah
orang yang tahan terhadap sakit jiwa, dan terbebas dari gangguan jiwa. Orang
yang mengalami neurosa atau psikosa dianggap tidak sehat jiwa. Oang itu dalam
keadaan sehat jika tidak ada sedikitpun gangguan psikis, dan sakit jika ada
gangguan. Dengan kata lain, sehat dan sakit itu bersifat nominal.

2. Sehat jiwa jika tidak sakit akibat adanya stressor


Orang yang sehat jiwa adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak
jatuh akibat stressor. Meskipun mengalami tekanan, orang tetap sehat. Pengertian
ini menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya. Setiap
orang mempunyai kerentanan (susceptibility) yang berbeda terhadap stressor
karena factor genetic, proses belajar, dan budaya. Selain itu terdapat perbedaan

4
intensitas stressor yang diterima seseorang, sehingga sangat sulit menilai apakah
dia tahan terhadap stressor atau tidak.

3. Sehat jiwa jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungan
Michael dan Kirk Patrick memandang bahwa individu yang sehat jiwa
jika terbebas dari gejala psikiatris dan berfungsi optimal dalam lingkungan
sosialnya. Seseorang yang sehat jiwanya jika sesuai dengan kapsitas diri sendiri,
dan dapat hidup selaras dengan lingkungannya.

4. Sehat jiwa karena tumbuh dan berkembang secara positif


Frank LK mengemukakan pengertian kesehatan jiwa lebih komprehensif.
Orang yang sehat jiwa mampu tumbuh, berkembang dan matang dalam
hidupnya, menerima tanggungjawab, menemukan penyesuaian dalam
berpartisipasi memelihara aturan social dan tindakan dalam budayanya.

a. Seseorang yang sehat mental menurut WHO mempunyai ciri sebagai berikut:
1) Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan
2) Memperoleh kepuasan dari usahanya
3) Merasa lebih puas memberi daripada menerima
4) Saling tolong menolong dan saling memuaskan
5) Menerima kekecewaan untuk pelajaran yang akan datang
6) Mengarahkan rasa bermusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif
7) Mempunyai kasih sayang.
b. Kriteria Sehat Jiwa menurut M. Jahoda:

1) Sikap positif terhadap diri


Menerima diri apa adanya, sadar diri, obyektif, dan merasa berarti.

2) Tumbuh, kembang dan aktualisasi


Berfungsi optimal dan adaptif

3) Integrasi
Keseimbangan antara ekspresi dan represi, ego yang kuat (Stress dan
koping) dan mampu menyeimbangkan konflik dan dorongan.

4) Otonomi

5
Tergantung dan mandiri seimbang, tanggung jawab terhadap diri
sendiri, menghargai otonomi oranglain, persepsi reality, mau berubah sesuai
dengan pengetahuan baru, empati dan menghargai sikap dan perasaan orang
lain.

5) Environment Mastery
Mampu untuk sukses, adaptif terhadap lingkungan, dan dapat
mengatasi kesepian, agresi dan frustasi.

c. Secara lengkap criteria sehat jiwa menurut Maslow sebagai berikut:


1) Adequate feeling of security
Rasa aman yang memadai dalam hubungannya dengan pekerjaan, social,
dan keluarganya.

2) Adequate self-evaluation

Kemampuan menilai diri sendiri yang cukup mencakup harga diri yang
memadai, memiliki perasaan berguna, yaitu perasaan yang tidak diganggu
rasa bersalah berlebihan, dan mampu mengenal beberapa hal secara social
dan personal dapat diterima oleh masyarakat.

3) Adequate spontanity and emotionality


Memiliki spontanitas dan perasaan yang cukup dengan orang lain
dengan membentuk ikatan emosional secara kuat, seperti persahabatan dan
cinta, kemampuan memberi ekspresi yang cukup pada ketidaksukaan tanpa
kehilangan control, kemampuan memahami dan membagi rasa kepada
oranglain, kemampuan menyenangi diri sendiri dan tertawa.
4) Efficient contact with reality
Mempunyai kontak yang efisien dengan realitas yang mencakup tiga
aspek yaitu dunia fisik, social, dan internal atau diri sendiri. Hal ini
ditandai dengan tiadanya fantasi yang berlebihan, mempunyai pandangan
yang realities dan luas terhadap dunia, disertai kemampuan menghadapi
kesulitan hidup sehari-hari, dan kemampuan untuk berubah jika situasi
eksternal tidak dapat dimodifikasi.

5) Adequate bodily desire and ability to gratify them

6
Keinginan jasmani yang cukup dan kemampuan untuk memuaskan,
yang ditandai dengan sikap yang sehat terhadap fungsi jasmani,
kemampuan memperoleh kenikmatan kebahagiaan dari dunia fisik seperti
makan, tidur, pulih kembali dari kelelahan. Kehidupan seksual yang wajar
tanpa rasa takut dan konflik, kemampuan bekerja, dan tidak adanya
kebutuhan yang berlebihan.

6) Adequate self-knowledge
Mempunyai pengetahuan diri yang cukup tentag motif, keinginan,
tujuan, ambisi, hambatan, kompensasi, pembelaan, perasaan rendah diri,
dan sebagainya. Penilaian diri yang realities terhadap kelebihan dan
kekurangan diri.

7) Integration and concistency of personality


Memiliki kepribadian yang utuh dan konsisten seperti cukup baik
perkembangan, kepandaian berminat dalam beberapa aktifitas, memiliki
moral dan kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan kelompok, mampu
berkonsentrasi, dan tidak adanya konflikkonflik besar dalam
kepribadiannya.

8) Adequate life goal


Memiliki tujuan hidup yang sesuai dan dapat dicapai, mempunyai
usaha yang cukup dan tekun mencapai tujuan, serta tujuan itu bersifat baik
untuk diri sendiri dan masyarakat.

9) Ability to learn from experience


Kemampuan untuk belajar dari pengalaman yang berkaitan tidak
hanya dengan pengetahuan dan ketrampilan saja, tetapi juga elastisitas dan
kemauan untuk menerima segala sesuatu yang menyenangkan maupun
menyakitkan.

10) Ability to satisfaction the requirements of the group


Kemampuan memuaskan tuntutan dari kelompok dengan cara
individu tidak terlalu menyerupai anggota kelompok lain yang dianggap
lebih penting, terinformasi dan menerima cara yang berlaku dalam
kelompok, berkemauan dan dapat menghambat dorongan yang dilarang

7
oleh kelompok, dapat menunjukkan usaha yang mendasar yang diharapkan
oleh kelompok, seperti ambisi, ketepatan, persahabatan, rasa
tanggungjawab, kesetiaan dan sebagainya.

11) Adequate emancipation from the group or culture


Mempunyai emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya,
seperti menganggap sesuatu itu baik dan yang lain jelek, bergantung dari
pandangan kelompok, tidak ada kebutuhan untuk membujuk, mendorong,
atau menyetujui kelompok, dan memiliki toleransi terhadap perbedaan
budaya.

Keadaan sehat atau sakit jiwa dapat dinilai dari keefektifan fungsi perilaku, yaitu:

a) Bagaimana prestasi kerja yang ditampilkan, baik prosesnya maupun hasil.


b) Bagaimana hubungan interpersonal di lingkungan individu berada.
c) Bagaimana individu menggunakan waktu senggangnya. Individu yang sehat jiwa
dapat menggunakan waktunya untuk hal-hal yang produktif dan positif bagi dirinya
dan lingkungannya.
D. Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa

Prinsip kesehatan jiwa dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan jiwa,
serta mencegah terjadinya gangguan jiwa meliputi:

1. Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, seperti:


a. Kesehatan dan penyesuaian jiwa tidak terlepas dari kesehatan fisik dan
integritas organisme.
b. Untuk memelihara kesehatan jiwa dan penyesuaian yang baik, perilaku manusia
harus sesuai dengan sifat manusia sebagai pribadi yang yang bermoral,
intelektual, religius, emosional dan social.
c. Kesehatan dan penyesuaian jiwa memerlukan integrasi dan pengendalian diri
yang meliputi pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.
d. Dalam pencapaian pemeliharaan kesehatan dan penyesuaian jiwa, diperlukan
perluasan pengetahuan tentang diri sendiri.
e. Kesehatan jiwa memerlukan konsep diri yang sehat yang meliputi penerimaan
diri dan usaha yang realistis terhadap status atau harga dirinya sendiri.

8
f. Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan untuk mencapai
kesehatan dan penyesuaian jiwa.
g. Stabilitas jiwa dan penyesuaian yang baik memerlukan pengembangan terus
menerus dalam diri seseorang mengenai kebijakan moral yang tinggi meliputi
hukum, kebijaksanaan, ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerendahan
hati, dan moral.
h. Mencapai dan memelihara kesehatan jiwa tergantung pada penanaman dan
perkembangan kebiasaan yang baik.
i. Stabilitas dan penyesuaian jiwa menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas untuk
mengubah situasi dan kepribadian.
j. Kesehatan jiwa memerlukan perjuangan yang continue untuk kematangan dalam
pemikiran, keputusan, emosionalitas, dan periaku.
k. Kesehatan jiwa memerlukan belajar mengatasi secara efektif dan sehat terhadap
konflik mental dan kegagalan serta ketegangan yang dihadapi.
2. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan lingkungannya, seperti:
a. Kesehatan dan penyesuaian jiwa tergantung pada hubungan interpersonal yang
sehat, khususnya kehidupan dalam keluarga.
b. Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung pada kecukupan dan
kepuasan kerja.
c. Kesehatan dan penyesuaian jiwa memerlukan sikap yang realistic yaitu
menerima realitas tanpa distorsi dan objektif.
3. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan, seperti:
a. Stabilitas jiwa memerlukan pengembangan kesadaran realitas terbesar dari
dirinya yang menjadi tempat bergantung pada setiap tindakan yang fundamental.
b. Kesehatan jiwa dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang konstan antara
manusia dan Tuhannya.

E. Perkembangan Keperawatan Kesehatan Jiwa

Dalam sejarah evolusi Keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model
keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa periode.
Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas
kesehatan (Custodial Care) (tidak oleh tenaga kesehatan). Perawatan bersifat isolasi dan

9
penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang
menjadi Primary Consistend of Custodial Care.

Baru sekitar tahun 1945-an fokus perawatan terletak pada penyakit, yaitu model
kuratif (model Curative Care). Perawatan pasien jiwa difokuskan pada pemberian
pengobatan. Baru tahun 1950 fokus perawatannya mulai befokus pada klien, anggota
keluarga tidak dianggap sebagai bagian dari tim perawatan. Obat-obat psychotropic
menggantikan Restrains dan seklusi (pemisahan). Deinstitutionalization dimulai, mereka
bukan partisipan aktif dalam perawatan dan pengobatan kesehatan mereka sendiri.
Hubungan yang terapetik mulai diterpakan dan ditekankan. Fokus utama pada preventiv
primer. Perawatan kesehatan jiwa diberikan di rumah sakit jiwa yang besar (swasta atau
pemerintah) yang biasanya terletak jauh dari daerah pemukiman padat.

Sekitar dekade berikutnya, pada saat terjadi Pergerakan Hak-Hak Sipil (The Civil
Rights) di 1960-an, penderita gangguan jiwa mulai mendapatkan hak-haknya. The
Community Mental Health Centers Act (1963) secara dramatis mempengaruhi
pemberian pelayanan kesehatan jiwa. Undang-Undang inilah yang menyebabkan fokus
dan pendanaan perawatan beralih dari rumah sakit jiwa yang besar ke pusat-pusat
kesehatan jiwa masyarakat yang mulai banyak didirikan.

Pada tahun 1970-1980, perawatan beralih dari perawatan rumah sakit jangka
panjang ke lama rawat yang lebih singkat. Fokus perawatan bergeser ke arah community
based care / service (Pengobatan berbasis komunitas). Pada tahun-tahun ini banyak
dilakukan riset dan perkembangan teknologi yang pesat. Populasi klien di rumah sakit
jiwa yang besar berkurang, sehingga banyak rumah sakit yang ditutup. Pusat-pusat
kesehatan komunitas jiwa sering tidak mampu menyediakan layanan akibat
bertambahnya jumlah klien. Tunawisma menjadi masalah bagi penderita penyakit mental
kronik persisten yang mengalami kekurangan sumber daya keluarga dan dukungan sosial
yang adekuat.

Baru pada akhir abad ke-20, biaya perawatan kesehatan yang tinggi dan kebutuhan
pembatasan biaya menjadi focus nasional. Pada saat ini sistem manajemen perawatan
mengatur hubungan antara pembayar, penyedia jasa, dan konsumen layanan kesehatan.
Sistem ini memantau distribusi pelayanan, tindakan penyedia jasa, dan hasil perawatan.
Tujuan dari sistem ini adalah mengurangi biaya sambil tetap meningkatkan mutu
pelayanan. Hubungan antara penyedia jasa dan pengguna layanan tidak lagi bersifat

10
primer. Manajer dan pihak asuransi kesehatan memantau hubungan antara penyedia jasa
dan konsumen layanan kesehatan.

Awal abad 21, fokus perawatan pada preventif atau pengobatan berbasis komunitas,
yang menggunakan berbagai pendekatan, antara lain melalui pusat kesehatan mental,
praktek, pelayanan di rumah sakit, pelayanan day care, home visite dan hospice care.
Pada saat ini banyak terjadi perubahan yang signifikan dalam perawatan kesehatan jiwa.
Managed care menghubungkan struktur dan layanan baru. Seorang manajer kasus
ditugaskan untuk mengkoordinasikan pelayanan untuk klien individu dan bekerja sama
dengan tim multidisipliner. Alat-alat manajemen klinis yang menunjukkan organisasi,
urutan dan waktu intervensi yang diberikan oleh tim perawatan untuk satu gangguan
yang teridentifikasi pada klien. Pemberian dan pemfokusan layanan pencegahan primer
(bukan hanya perawatan berbasis penyakit); mencakup identifikasi kelompok-kelompok
berisiko tinggi dan penyuluhan untuk mencegah gaya hidup guna mencegah penyakit.

Di Amerika, terdapat organisasi Disabilities Act (1990) yang membantu memastikan


bahwa penderita cacat, termasuk penderita gangguan jiwa, dapat berpatisipasi penuh
dalam kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Organisasi-organisasi seperti The
National Alliance of Mentally III, menghapus stigma gangguan jiwa dan member
dukungan komunitas setempat bagi penderita ganguan jiwa dan keluarganya. Organisasi
tersebut melakukan lobi untuk meningkatkan dana penelitian dan pengobatan gangguan
jiwa. Pengetahuan tentang struktur dan fungsi otak berkembang pesat. Tahun 1990-an
dianggap sebagai “Dekade Otak” karena pertumbuhan pesat pengetahuan tentang cara
kerja otak. Seiring dengan kemajuan genetika, pengetahuan yang dihasilhan telah
membentuk kembali pemahaman tentang penyebab dan pengobatan gangguan jiwa.

Meski dalam sejarah kesehatan jiwa banyak didominasi oleh dunia barat, namun
sesungguhnya dalam dunia Islam sejarah kesehatan jiwa justru sudah dimulai sejak jauh
sebelum Barat mengenal metode penyembuhan penyakit jiwa berikut tempat
perawatannya. Pada abad ke-8 M di Kota Baghdad. Menurut Syed Ibrahim B PhD dalam
bukunya berjudul “Islamic Medicine: 1000 years ahead of its times”, mengatakan, rumah
sakit jiwa atau insane asylums telah didirikan para dokter dan psikolog Islam beberapa
abad sebelum peradaban Barat menemukannya. Hampir semua kota besar di dunia Islam
pada era keemasan telah memiliki rumah sakit jiwa. Selain di Baghdad ibu kota
Kekhalifahan Abbasiyah Insane Asylum juga terdapat di kota Fes, Maroko. Selain itu,

11
rumah sakit jiwa juga sudah berdiri di Kairo, Mesir pada tahun 800 M. Pada abad ke-13
M, kota Damaskus dan Aleppo juga telah memiliki rumah sakit jiwa.

Lalu bagaimana peradaban Islam mulai mengembangkan pengobatan kesehatan


jiwa? Menurut Syed Ibrahim, berbeda dengan para dokter Non Muslim di abad
pertengahan yang mendasarkan sakit jiwa pada penjelasan yang takhayul, dokter Muslim
justru lebih bersifat rasional. Para dokter Muslim mengkaji justru melakukan kajian
klinis terhadap pasien-pasien yang menderita sakit jiwa. Tak heran jika para dokter
Muslim berhasil mencapai kemajuan yang signifikan dalam bidang ini. Mereka berhasil
menemukan psikiatri dan pengobatannya berupa psikoterapi dan pembinaan moral bagi
penderita sakit jiwa. Selain itu, para dokter dan psikolog Muslim juga mampu
menemukan bentuk pengobatan modern bagi penderita sakit jiwa seperti, mandi
pengobatan dengan obat, musik terapi dan terapi jabatan.

Konsep kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia
kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl
al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Makanan
untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan
jiwa. Ia pun sangat terkenal dengan teori yang dicetuskannya tentang kesehatan jiwa
yang berhubungan dengan tubuh. Menurut dia, gangguan atau penyakit pikiran sangat
berhubungan dengan kesehatan badan. Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan bisa
menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan penyakit kejiwaan, tutur al-Balkhi.

Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut
keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa ketidakseimbangan dalam
tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan,
ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan,
dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya.

Dia juga mengungkapkan dua macam penyebab depresi. Menurut dia, depresi bisa
disebabkan alasan yang diketahui, seperti mengalami kegagalan atau kehilangan. Ini bisa
disembuhkan secara psikologis. Kedua, depresi bisa terjadi oleh alasan-alasan yang tak
diketahui, kemukinan disebabkan alasan psikologis. Tipe kedua ini bisa disembuhkan
melalui pemeriksaan ilmu kedokteran.

12
Bagaimana perkembangan keperawatan jiwa di Indonesia? Perkembangan
keperawatan jiwa di Indonesia dimulai sejak zaman dulu kala, ketika gangguan jiwa
dianggap kerasukan, sehingga para dukun berusaha mengeluarkan roh jahat. Seiring
perkembangan keperawatan jiwa di dunia, perkembangan di Indonesia pun turut
berkembang. Hal ini dimulai sejak zaman Kolonial. Sebelum ada RSJ di Indonesia,
pasien gangguan jiwa ditampung di RS Sipil atau RS Militer di Jakarta, Semarang, dan
Surabaya, yang ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa berat. Kemudian,
mulailah didirikan beberapa rumah sakit jiwa.

F. Model Keperawatan Kesehatan Jiwa


1. Psychonalitycal

Proses terapi pada kasus ini adalah metode asosiasi bebas ( bebas melakukan
imajinasi persepsi menurut masing masing individu) dan analisis mimpi tranferen
untuk memperbaiki traumatik masa lalu.

2. Interpersonal (halusinasi)

Pada model kelainan jiwa ini seseorang biasa muncul akibat adanya ancaman
yang mana ancaman tersebut menimbulkan ansietas yang mana ansietas tersebut
timbul diakibatkan seseorang mengalami konflik saat berhubungan dengan orang
lain (interpersonal).

a. Peran perawat dalam hal ini adalah


1) Berupaya membangun rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang
lain seperti “ saya senang berbicara dengan anda , saya siap membantu anda,
anda sangat menyenangkan bagi saya”.
2) Berupaya berbagi (sharing) mengenai hal hal yang dirasakan klien
3) Menceritakan apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan
dengan orang lain
4) Berupaya bersikap empati
3. Sosial (isos)

Pada model ini seseorang akan mengalami gangguan atau mengalami


penyimpangan perilaku apabila terdapat banyak faktor sosial dan faktor
lingkungan yang akan memicu munculnya stress.

13
Prinsip terapinya adalah pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya
dukungan sosial, peran perawat adalah menggali sistem sosial klien seperti
suasana dirumah kantor, sekolah dan masyarakat.

4. Eksistensi (HDR)

Menurut model ini gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati
dirinya dan tujuan hidupnya yang menyebabkan individu tersebut tidak memiliki
kebanggaan terhadap jiwa.

a. Prinsip terapinya yaitu:


1) Mengupayakan individu untuk bergaul dengan orang lain
2) Mencari tahu aspek positif klien dan mengajak klien memahami riwayat
hidup orang lain yang dianggap sukses atau sebagai panutan.
3) Memperluas kesadaran diri dengan intropeksi diri untuk mendorong klien
menerima jati dirinya sendiri.
5. Supportive terapi

Penyebab gangguan pada konsep ini adalah faktor biopsikososial dan respon
maladaptif saat ini muncul akan berakumulasi menjadi satu.

Prinsip terapinya adalah menguatkan respon koping adaptif, individu


diupayakan mengenal terlebih dahulu kekuatan kekuatan pada dirinya, lalu nanti
kekuatan yang mana akan menjadi pemecahan masalah yang dihadapi.

6. Medikal

Gangguan jiwa model ini kecendrungan muncul akibat multifaktor yang


komplek meliputi :aspek fisik, genetik, lingkungan, dan faktor sosial sehingga
penatalaksanaannya adalah dengan pemeriksaan diagnostik terapi somatik,
farmakologis dan teknik interpersonal.

G. Peran Perawatan Kesehatan Jiwa

Perawatan jiwa memiliki peran dalam tingkat pelayanan kesehatan jiwa yaitu:

1. Peran dalam prevensi premier


a. Memberika penyuluhan tentang prinsip prinsip sehat jiwa

14
b. Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan, tingkat kemiskinan, dan
pendidikan
c. Memberikan pendidikan kesehatan
d. Melakukan rujukan yang sesuai sebelum gangguan jiwa terjadi
2. Peran dalam prevensi sekunder
a. Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa
b. Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan dirumah
c. Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di RSU
d. Menciptakan lingkungan klien yang mendapatkan pengobatan
e. Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri.
f. Memberikan konsultasi
g. Melaksanakan intervensi krisis
h. Memberikan psikoterapi individu, keluarga dan kelompok pada berbagai tingkat
usia.
i. Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yang telah teridentifikasi
masalah yang dialaminya
3. Peran dalam prevensi tersier
a. Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi
b. Mengorganisasi “after care” untuk klien yang telah pulang dari fasilitas
kesehatan jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah sakit komunitas
c. Memberikan edukasi manajemen stres dan meningkatkan koping yang adaptif
d. Penguatan (reinforcemen) pada kekuatan klien dan keluarga

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan jiwa bagi manusia berarti terwujudnya keharmonisan fungsi jiwa dan
sanggup menghadapi problem, merasa bahagia dan mampu diri. Orang yang sehat jiwa
berarti mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
masyarakat, dan lingkungan. Manusia terdiri dari bio, psiko, sosial, dan spiritual yang
saling berinteraksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi.

Ada berbagai pendapat tentang jiwa yang sehat, yaitu karena tidak sakit, tidak
jatuh sakit akibat stressor, sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungan,
dan mampu tumbuh berkembang secara positif (Notosoedirjo dan Latipun, 2005).

Dalam sejarah evolusi Keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model
keperawatan yang menjadi care keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa periode.
Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas
kesehatan (Custodial Care) (tidak oleh tenaga kesehatan). Perawatan bersifat isolasi dan
penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang
menjadi Primary Consistend of Custodial Care.

1. Perawatan jiwa memiliki peran dalam tingkat pelayanan kesehatan jiwa yaitu:
a. Peran dalam prevensi premier
b. Peran dalam prevensi sekunder
c. Peran dalam prevensi tersier

16
B. Saran

Penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan teliti dalam menjelaskan materi diatas dengan sumber sumber yang lebih
banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

Wati Farida, Kusuma dan Yudi Hartono. 2013. Buku Ajar Keperawatn Jiwa. Jakarta.
Selemba Medika.

Nasir, Abdul. 2011. Dasar Dasar Keperawatan Jiwa . Jakarta Selemba Medika.

Fitria. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Jakarta. Refika Aditama.

Herman. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta. Erlangga.

Dermawan. 2013. Keperawatan Jiwa. Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta. Gusyan .

Keliat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta. Selemba Medika.

17

Anda mungkin juga menyukai