Anda di halaman 1dari 9

A.

PENGAMBILAN SAMPEL
1. Penangkapan Tikus
Ada berbagai cara untuk menangkap tikus, baik secara jebakan hidup dan mati, menembak,
menjaring, memegang dengan tangan dan menggunakan hewan-hewan piaraan (kucing).
Kegiatan menangkap atau mengendalikan sering mengalami kendali karena tikus
merupakan binatang yang mempunyai mobilitas dan daya jelajah yang relatif luas.

Untuk keperluan penelitian di bidang biologi, ekologi dan pemantauan penyakit bersumber
tikus, binatang tersebut sebaiknya ditangkap dengan menggunakan perangkap.
Bermacam-macam perangkap tikus telah dibuat, antara lain :
● live trap (perangkap hidup, tikus yang tertangkap berada dalam keadaan hidup)
● break –back trap atau snap trap (perangkap mati, tikus yang tertangkap akan cepat
mati)
● sticky-board trap (perangkap berperekat, tikus yang tertangkap berada dalam
keadaan melekat pada dasar),
● gin trap (perangkap yang berupa jerat),
● pit fall trap (perangkap yang berupa lubang jebakan). Pit fall trap merupakan bentuk
awal perangkap yang biasa digunakan dalam studi populasi tikus.

Diantara berbagai bentuk dasar perangkap tersebut, live trap yang paling sering digunakan
untuk keperluan penelitian di bidang kesehatan. Adapun penangkapan dilakukan dengan
memasang perangkap pada sore hari mulai pukul 15.00-16.00 (pukul 4 sore). Kemudian
perangkap diambil esok harinya antara pukul 06.00 – 09.00. untuk penangkapan di dalam
rumah, diperlukan minimal dua perangkap. Untuk penangkapan di luar rumah, tiap area
luasnya 10 m2 cukup dipasang 2 perangkap dengan mulut perangkap saling bertolak
belakang atau satu perangkap dengan kedua sisi terbuka sebagai mulut perangkap. Tetapi
penangkapan tikus di luar rumah, seperti kebun, sawah atau ladang dapat digunakan linier
trap barrier system (multy trap).
Peletakan perangkap yang tepat juga penting untuk memperoleh hasil maksimal. Pada
dasarnya perangkap diletakkan di tempat yang diperkirakan sering dikunjungi tikus,
misalnya dengan melihat bekas telapak kaki, kotoran, rambut yang rontok. Di lingkungan
permukiman, perangkap dapat diletakkan di gudang, dapur, atap rumah, dan sebagainya.
Untuk lebih memikat masuknya tikus ke dalam perangkap, biasanya dipasang umpan
seperti kelapa bakar, ikan asin, mentega kacang. Bila umpan diperkirakan tidak menarik lagi,
jenis umpan perlu diganti. Dalam upaya penangkapan, rupanya perlu diingat bahwa tikus
dan mencit tergolong hewan yang berperilaku cerdik, sehingga perangkap dibiarkan di
tempat minimal 2–3 hari, tetapi setiap hari perangkap harus diperiksa. Seandainya yang
tertangkap binatang lain seperti cecurut, garangan, tupai dan lain-lain, perangkap harus
segera dicuci bersih dan disikat. Kadangkala binantang non target tersebut juga diperlukan,
sebab ada kemungkinan binatang ini juga berperan sebagai inang ektoparasit tertentu.

Selanjutnya perangkap yang telah berisi tikus diberi label yang mencamtumkan tanggal,
bulan, tahun, tempat (atap, dapur, kebun, jenis pohon, dan sebagainya) serta kode lokasi
daerah penangkapan. Setiap perangkap kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kantong
kain yang cukup kuat, agar ektoparasit yang lepas dari tubuh tidak banyak yang hilang
(tetap berada dalam kantong). Kantong kemudian dibawa ke laboratorium untuk diproses
tikusnya.
Kegiatan penangkapan tikus dalam suatu penelitian biasanya dilakukan selama lima hari
berturut-turut. Jumlah perangkap yang digunakan minimal 100-200 buah, buah untuk setiap
habitat tikus.

2. Uji Ketepatgunaan Perangkap


Setiap kali perangkap/jerat yang berumpan ataupun tidak berumpan dipasang, perlu untuk
mengetahui apakah umpan yang digunakan itu menarik, dan kapan perangkap/jerat
ditemukan oleh tikus pada jarak dekat. Bila tidak ada tangkapan yang didapat oleh jerat,
diperlukan untuk mengetahui apakah ketidak hadiran tangkapan disebabkan kesalahan
mekanis dari umpan pada saat tikus masuk perangkap, atau disebabkan oleh tidak adanya
tikus yang melintas dalam kawasan itu, atau apakah perangkap ditemukan namun tidak
dimasuki, karena umpannya tidak disukai. Bila pertanyaan tersebut dapat dijawab, Akan
mungkin untuk memiliki gagasan mengenai penggantian umpan atau pemindahan
perangkap/jerat.

Untuk mengetahui ketepatgunaan perangkap/jerat dan umpan dapat dilakukan kegiatan


sebagai berikut potong kertas kimograf menjadi potongan-potongan kecil. Asapi kertas
kimograf, sehingga kertas kemograf dapat merekam jejak tikus saat diinjak tikus. Pasang
kertas kemograf pada kerangka kayu atau papan yang lebih lebar dari ukuran perangkap
yang diuji. Selanjut letakkan papan yang ada kertas kemografnya dibawak perangkap/jerat.
Periksa perangkap/jerat selama 24 jam setelah dipasang. Periksalah kertas asap terhadap
jejak tikus. Catat jenis perangkap, umpan yang digunakan, dan jenis tikus yang ditangkap
pada kertas kemograf.

Interprestasi hasil. Tentukan persen pendekatan yang dihasilkan dalam penangkapan.


Srbagai contoh, bila 20 perangkap dipasang dan seluruhnya memperlihatkan jejak tikus
pada kertas namun hanya diperoleh lebih dari 10 tangkapan maka mengindikasikan bahwa
umpan dan perangkap yang dipasang telah sesuai. Tetapi bila tidak ditemukan jejak pada
kertas yang dipasang maka mengindikasikan bahwa daerah tersebut tidak dilewati oleh
tikus. Bila terdapat jejak namun perangkap kosong mungkin disebabkan oleh kesalahan
mekanis dari umpan atau ketidak sesuain umpan. Pada jumlah tangkapan sama dengan
jumlah jejak yang dibuat diperkirakan ukuran populasi berdasarkan tangkapan akan kurang
dari nilai sebenarnya. Teknik ini berguna dalam menilai kesahihan perkiraan populasi yang
dibuat berdasarkan jerat. Cara ini memiliki nilai optimal hanya dalam situasi kering atau
keadaan dalam ruangan, karena hujan dan angin cenderung mengaburkan pencatatan jejak
pada kertas yang diasapi. Bila perangkap berada di luar ruangan selama musim hujan,
maka pelindung kertas perlu dipasang agar kertas tidak basah.

3. Teknik Pengawetan Tikus


Spesimen tikus yang ada di dalam kantong kemudian dibius dengan kloroform. Apabila
dibutuhkan ektoparasit agar tetap hidup, cara mematikan tikus tidak diperkenankan
menggunakan zat pembius, tetapi dengan memegang kepala dan menarik ekor bersama
dengan kakinya sampai tikus menjadi lemas. Untuk mengambil ektoparasit, badan tikus
disisir (kepala, punggung, dan perut) berlawanan arah dengan arah rambutnya. Kantong
kain bekas tikus diperiksa secara seksama baik dalam dan luar kantong. Selanjutnya tikus
ditimbang, lalu diukur panjang total (PT), panjang ekot (PE), panjang telapak kakai belakang
(K), panjang telinga (T). Semua data yang diperoleh dicatat dengan teliti di tabel yang
tersedia.
Selain data tersebut di atas, yang merupakan tanda-tanda khusus spesimen, diperlukan
pula awetan spesimennya, sebagai voucher specimen. Spesimen awetan ini sangat penting
untuk dibandingkan dengan spesimen yang sudah teridentifikasi dengan benar sebagai
koleksi referensi yang tersimpan dimuseum.

Ada dua cara pengawetan koleksi tikus dan mencit, yaitu :


a. Pengawetan secara utuh, yaitu dengan cara merendam spesimen ke dalam
campuran larutan formalin 10 % atau alkohol 70 % sebanyak 1 000 ml volume atau
disesuaikan dengan besar tikus. Hal yang penting diperhatikan adalah seluruh badan
tikus termasuk ekor benar-benar terendam dalam larutan formalin atau alkohol.
Sebelum dimasukkan ke dalam campuran larutan tersebut, perut spesimen dibedah
agak lebar agar larutan pengawet merasuk ke dalamnya. Cara ini sering digunakan
untuk penelitian anotomi binatang atau identifikasi secara genetis dimasa depan.

b. Pengawetan kulit, yaitu awetan yang berupa kulit tikus. Cara pembuatan awetan kulit
diawali dengan badan tikus diletakan di baki/meja dengan sisi ventral menghadap ke
atas, kulit di bagian perut diiris membujur sepanjang 3-4 cm (Gambar 1a). Kemudian
kulit dibuka dengan hati-hati, sehingga daging perut bagian dalam terlihat.

Kulit yang menempel pada daging perut ditekan sedemikian rupa ke arah kiri atau kanan
bergantian sehingga daging paha kaki belakang dapat diangkat keluar (Gambar 1b). Kaki
belakang kiri dan kanan dikeluarkan secara bergantian dan tulang sebatas lutut dipotong
dengan gunting.
Daging yang melekat pada potongan kaki dibersihkan. (Gambar 1c). Selanjutnya kulit
dilepaskan dengan hati-hati ke arah ekor. Untuk mengurangi licinnya kulit bagian dalam,
digunakan serbuk gergaji.
Ekor dicabut keluar secara hati-hati (Gambar 3). Setelah ekor keluar pelepasan kulit
dilanjutkan ke arah kepala. Setelah sampai di bagian kaki depan tulang kaki depan di potong
sampai kepangkal pergelangan kaki depan (Gambar 4). Kemudian dilanjutkan pelepasan
kulit kearah kepala secara hati-hati, pada saat sampai ditelinga, pangkal telinga kanan dan
kiri dipotong dengan pisau yang tajam (skapel), demikian pula pada bagian mata (Gambar
5). Selanjutnya kulit ditarik kedepan secara perlahan-lahan sampai ujung hidung, pelepasan
kepala dilakukan dengan menggunakan skapel atau gunting kecil (Gambar 6).
Kulit dibersihkan dari semua daging yang menempel, kemudian kulit bagian dalam dilumuri
serbuk boraks untuk pengawetan. Mempersiapkan kapas yang disesuaikan dengan ukuran
badan tikus , yaitu lembaran kapas yang diperkirakan sesuai dengan ukuran tikus dipotong,
diguling sehingga membentuk bentuk padat lonjong sesuai dengan besar badan tikus
(Gambar 7). Mempersiapkan kawat kecil dengan ukuran panjang ekor tikus, tetapi panjang
kawat sebaiknya 3–4 cm lebih panjang dari ekor tikus. Kawat dilapisi seluruhnya dengan
kapas secara dipilin sedikit demi sedikit, dibentuk sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
ukuran dan volume ekor. Kawat dimasukkkan ke dalam ekor, hingga ekor menjadi padat
(Gambar 8).

Kapas yang dipadatkan dan dibentuk sesuai dengan kepala dan badan tersebut,
dimasukkan secara hati-hati ke dalam kulit tikus lewat mulut dengan menggunakan pinset.
Usahakan badan terisi penuh dengan kapas (Gambar 9).
Mulut dijahit dari sebelah dalam dengan menghubungkan ketiga potongan bibir dengan
benang dan diikat (Gambar 10). Gambar 10. Menjahit mulut tikus Tulang kaki depan dan
kaki belakang dibalut/diisi kapas dan dikembalikan seperti semula. Setelah badan tikus
terbentuk , bagian perut yang diiris dijahit kembali secara zigzag (Gambar 11). Gambar 11.
Menjahit badan tikus Tikus yang sudah berisi kapas diletakan pada papan triplek dengan sisi
ventral menghadap ke bawah dan ke dua pasang kaki di atur sedemikian rupa sehingga kaki
depan lurus ke depan dan kaki belakang lurus ke belakang sejajar dengan badan. Ujung –
ujung kaki dipaku sedang ujung ekor dijepit dengan dua paku di kanan kirinya. Spesimen
dikeringkan (Gambar 12). Gambar 12. Awetan tikus diletakkan di papan dengan posisi lurus
Kepala yang masih menyatu dengan badan tikus dipotong dengan menggunakan gunting
dan direbus (Gambar 13). Setelah dagingnya lunak dibersihkan dan disimpan di dalam
tabung plastik setelah diberi label berisi nomer, lokasi, tgl. dan kolektor Gambar 13.
Tengkorak tikus yang diberi label Awetan tikus yang telah terbentuk sempurna, sebelum
disimpan di dalam kantong plastik diberi label yang lengkap sebagai berikut

4. Teknik Pengambilan Darah Tikus


Tikus dalam kantong kain dipingsankan dengan dibius kloroform. Cara ini dapat diganti
dengan melemaskan tikus. Kapas beralkohol 70% dioleskan di bagian dada, selanjutnya
jarum suntik ditusukkan di bawah tulang pedang-pedangan (tulang rusuk) sampai masuk
lebih kurang 50 – 75 % panjang jarum. Posisi jarum membentuk sudut 450 terhadap badan
tikus yang dipegang tegak lurus. Setelah posisi jarum tepat mengenai jantung, secara
hati-hati darah dihisap diusahakan alat suntik terisi penuh. Pengambilan darah dari jantung
tikus dapat diulang maksimal 2 kali, karena apabila lebih dari 2 kali biasanya darah
mengalami hemolisis (Gambar 15). Penanganan darah tikus untuk pemeriksaan bakteriologi
atau serologi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu filter strip dan pengambilan
serum darah. Penggunaan filter strip, diawali dengan darah dalam alat suntik diteteskan
pada filter strip (kertas Nobuto) sebanyak lebih kurang 3 tetes atau dimasukkan ke dalam
tabung hampa udara yang telah diberi label sesuai dengan kode sampel tikus. Filter strip
yang telah ditetesi darah dikeringkan pada suhu kamar dan diletakan pada rak khusus.
Untuk mencegah kerusakan, kertas ini dihindarkan dari sinar matahari secara langsung atau
panas api. Filter strip yang telah kering ditempelkan sedemikian rupa pada karton 5 x 10 cm,
dimasukkan ke dalam amplop dan disimpan di dalam almari es sebelum pemeriksaan
serologi. Pengambilan serum darah, yaitu darah dalam jarum suntik dimasukkan dalam
tabung atau tabung hampa udara, maka didiamkan terlebih dahulu selama 2 – 3 jam, atau
disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit. Cara lain adalah jarum suntik berisi darah diletakkan secara terbalik dan di
diamkan selama 5 jam maka serum akan terpisah dengan sel darah. Serum yang telah
terpisah dari darah dihisap dengan pipet yang telah disucihamakan, kemudian dimasukkan
ke dalam tabung serum yang telah berlabel, disimpan di dalam termos es atau almari es
(freezer) sebelum pemeriksaan selanjutnya (serologi)
5. Teknik Pengambilan Ektoparasit
Tikus atau mencit yang telah lemas atau diambil darahnya, disikat atau disisir di atas
nampan putih. Ektoparasit yang terkumpul dinampan diseleksi jenisnya, dihitung dan dicatat
di tabel yang tersedia. Bila ektoparasit ini akan diisolasi rickettsia/virus yang dikandung
maka ektoparasit dibiarkan hidup terisolasi dan apabila tidak akan mengisolasi
rickettsia/virus, maka ektoparasit dimasukan ke dalam botol kecil berisi alkohol 70 % dan
ditutup rapat. Selanjutnya bila akan diidentifikasi, maka ektoparasit dimasukan ke dalam
larutan pembersih Kloral fenol (clearing solution). Setelah itu dengan medium tertentu
preparat di mounting.

6. Teknik Pengambilan Endoparasit


Spesimen tikus yang telah dikuliti dibedah, kemudian organ dalamnya dipisah dalam cawan
petri. Di bawah mikroskop, organ dicawan diamati endoparasitnya. Endoparasit yang
kemudian dimasukan botol dan direndam dengan larutan pengawet. Misalnya untuk
nematoda digunakan gliserin-alkohol 10 %, sedang untuk cacing lainnya dapat digunakan
formalin 10 %.

7. Teknik Penempatan, Penyusunan, Perawatan Koleksi Tikus

a. Penempatan, penyusunan dan perawatan koleksi tikus


Spesimen-spesimen awetan dalam suatu koleksi tikus secara sistematik harus disusun dan
dilindungi dari hama-hama, cahaya, dan kelembaban. Susunan yang umum dari suatu
koleksi akan tergantung terutama pada ukurannya, maksud dan tujuannya, serta cara yang
dipakai dalam mengawetkan spesimen tikus dna mencit tersebut misalnya awetan basah
dan awetan kering. Pada koleksi tikus, mencit dan ektoparasitnya untuk tujuan pendidikan,
pelatihan dan koleksi referensi di bidang kesehatan, pada umumnya dalam bentuk awetan
kering. Awetan kering tersebut dapat bertahan lama (lebih dari 10 tahun), mudah
perawatannya, tidak membutuhkan tempat yang banyak, mudah dibungkus saat pengiriman
dan bentuk relatif masih seperti aslinya, namun sering kali berubah warna karena jamur,
sehingga untuk menghindari hal tersebut perlu ditempatkan dalam kotak yang tertutup rapat
dan diberi kamper secukupnya. Awetan tikus dan mencit biasanya disimpan bersama
tengkoraknya yang berada dalam botol kecil di almari, rak, kotak atau dipajang di kotak kaca
(Gambar 85). Ukuran almari rak yang umum digunakan adalah 50 x 50 x 120 cm dengan rak
berukuran 45 x 45 x 10 cm atau tempat penyimpanan dapat disesuaikan dengan keinginan
kolektor. Kebanyakan lembaga-lembaga yang besar dan banyak kolektor-kolektor
menempatkan koleksi mereka dalam laci-laci museum yang seragam dan tertutup rapat.
Sistem satuan laci memudahkan pengembangan yang cepat dan penyusunan kembali
setelah menggunakan koleksi tersebut tanpa perlu memperlakukan spesimen individual
yang menghabiskan waktu dan dapat merusak spesimen. Setiap kotak, rak atau laci
biasanya disusun berdasarkan jenis tikus atau lokasi tempat ditemukan jenis tikus tersebut
dan setiap laci mempunyai nomor urut yang telah ditentukan. Awetan tikus perlu diperiksa
dan diganti atau ditambah kamper yang ada di dalam kotak atau almari penyimpanan
minimal 2 bulan sekali. Untuk awetan tikus yang terkena jamur maka perlu disikat secara
hati-hati untuk menghilangkan jamur tersebut dan apabila kelembaban ruang penyimpanan
relatif tinggi, di dalam kotak-kotak awetan perlu dilengkapi dengan desiccant (bahan
pengering) atau silica gel. Sebaiknya kotak penyimpan awetan tikus terhindar dari air. Hama
yang sering merusak awetan tikus dan mencit adalah semut. Serangga ini merusak telinga
awetan tikus dan mencit. Kucing atau anjing kadang-kadang merusak keseluruhan awetan
saat awetan dijemur atau disimpan ditempat yang tidak terlindung. Penyimpanan awetan
tikus dengan tujuan untuk dipamerkan maka, awetan tikus atau mencit tersebut dapat
disimpan dalam kotak-kotak yang tertutup kaca atau dalam kabinet-kabinet berpintu kaca.

b. Pengemasan dan pengiriman awetan Tikus

Awetan kulit tikus merupakan bahan yang tidak mudah rusak, tetapi untuk menjaga
keutuhannya dalam suatu pengiriman maka, kemasan awetan tersebut tetap perlu
diperhatikan. Awetan tikus yang akan dikirim sebaiknya dibungkus dalam plastik berisi
kamper yang tertutup rapat, semua keterangan tentang tikus dan mencit, seperti tengkorak,
label dan lain-lain harus berada di dalam plastik tersebut. Untuk menghindari benturan-
benturan yang menyebabkan bentuknya berubah, plastik berisi tikus tersebut dimasukkan
dalam kotak kemasan yang terbuat dari kotak kardus, plastik atau papan kayu yang tertutup
rapat.

c. Teknik Pengamatan Kepadatan Tikus

Tikus merupakan bianatang pengganggu dan sering merupakan vertebrata utama sebagai
reservoir beberapa penyakit, bahkan hampir semua kasus pes pada manusia berhubungan
dengan epizootik tikus. Program surveilans yang bersifat penelusuran, melakukan kegiatan
pemantauan penyakit bersumber tikus seperti pes pada populasi tikus rentan, merupakan
suatu kegiatan bagi petugas kesehatan di suatu daerah endemis penyakit tersebut.
Surveilans akan memberikan gambaran tentang peningkatan resiko penularan penyakit
bersumber tikus pada manusia, sehingga perlu mengambil tindakan cepat dan tepat dengan
melaksanakan program pencegahan dan pengendalian sebelum terjadi wabah. Identifikasi
penyakit bersumber tikus pada populasi tikus dan mencit di suatu tempat juga berperan
sebagai peringatan untuk siap mengobati kasus manusia yang mungkin terjadi.
Berdasarkanuraiantersebutmakamempelajaritikusdanmencitmerupakanhalyang penting
untuk menentukan jenis tikus dan ektoparasit yang berpotensi menyebarkan penyakit di
sekitar rumah, mengetahui dinamika kepadatan jenis tikus, serta ektoparasitnya, struktur
umur populasi tikus, habitat kesukaan tikus dan data distribusi setempat. Dari data tersebut
maka diperoleh secara memadai data dasar ekologi yang penting dalam menentukan
tindakan pengendalian tikus dan mencit di daerah tersebut. Pendugaan kepadatan absolut
populasi tikus dan mencit dapat menggunakan teknik tangkap-tanda-tangkap (T3), namun
kurang efisien untuk pengetahuan yang bersifat praktis dan dalam jangka pendek atau
hanya untuk lingkungan keluarga.

Cara yang mudah untuk mengetahui kepadatan populasi tikus di lingkungan rumah adalah
dengan menduga kepadatan relatif sebagai persentase keberhasilan penangkapan, yaitu
menentukan jumlah tikus tertangkap dibagi dengan jumlah periode penangkapan dibagi
dengan jumlah perangkap yang digunakan dikalikan 100. Tetapi untuk kebutuhan ilmiah di
bidang biologi, pertanian dan kesehatan terutama pada program surveilans untuk
pengendalian penyakit bersumber tikus dalam daerah yang luas dan waktu yang lama
maka, penelitian Tangkap -Tanda – Tangkap (Mark and Release studies) merupakan metode
yang sebaiknya digunakan. Ada beberapa model Tangkap -Tanda – Tangkap (T3) untuk
mengetahui kepadatan tikus yaitu metode T3 Petersen, Metode T3 Schanabel, MetodeT3
Jolly-Seber, metode T3 Eberhardt dan lain-lain. Dasar pemikiran dari metode T3 adalah
individu-individu tikus yang tertangkap adalah sebagai anggota sampel dari suatu populasi,
kemudian ditandai lalu dilepaskan, maka populasi tikus dalam suatu habitat yang diteliti
akan terdiri atas dua kategori individu yaitu yang bertanda pengenal dan yang tidak. Secara
rinci metode ini dibahas pada buku-buku ekologi kuantitatif. Untuk melengkapi data
kepadatan tikus di suatu habitat seorang peneliti tikus juga perlu mengetahui tentang
perhitungan parameter reproduksi tikus dan mencit, serta definisinya. Difinisi dan
penghitungan parameter reproduksi meliputi;
a. Seks Rasio (sex ratio) yaitu jumlah kelamin jantan per betina atau jumlah tikus jantan
dibagi dengan tikus betina.
b. Seks rasio kombinasi (Combined sex ratio) yaitu, seks ratio ditambah 1
c. Jumlah embrio (Embryo number ) yaitu, rata-rata embrio per anak tikus atau jumlah
embrio dibagi dengan baik jumlah betina bunting atau jumlah anak tikus yang
dihasilkan oleh betina yang bunting).
d. Angka kebuntingan (Rate of pregnancy) yaitu, proporsi betina hamil terhadap jumlah
betina yang tyerdapat dalam populasi.
e. Angka kebuntingan (Crude pregnancy rate) kasar yaitu, jumlah betina bunting dibagi
dengan seluruh jumlah betina yang tertangkap.
f. Angka penyesuaian kebuntingan (Adjusted pregnancy rate) yaitu, jumlah betina
bunting dibagi dengan jumlah betina dewasa.
g. Angka koreksi kebuntingan (Corrected pregnancy rate). Karena pada tikus genus
Rattus, penanaman embrio baru tidak terjadi sampai pada hari ke 6 atau ke 7
kebuntingan (jadi, kebuntingan tidak tampak pada pengamatan sampai saat ini),
sesungguhnya jumlah atau kehamilan tidak dapat diperkirakan. Agar dapat
memperhitungkan kebuntingan yang terlihat pada R. exulans, pengamatan angka
kebuntinggan digandakan dengan faktor koreksi 1, 3. Faktor ini adalah diperoleh dari
pembagian 23 hari (rata-rata panjang periode kebuntingan), dengan 17 hari
(rata-rata panjang kenampakan kebuntingan).
h. Angka embrio (Embryo rate) yaitu rata-rata jumlah embrio yang dihasilkan oleh 100
betina.
i. Angka emvbrio kasar (Crude embryo rate) yaitu, per 100 betina lebih besar daripada
umur menyusui (Jumlah embrio dikalikan dengan angka kebuntingan kasar).
j. Angka penyesuaian embrio (Adjusted embryo rate) yaitu per 100 betina dewasa
secara seksual (Jumlah embrio dikalikan dengan angka penyesuaian kebuntingan).
k. Angka reproduksi (Rate of reproduction) yaitu, rata-rata jumlah embrio yang dikalikan
oleh 100 tikus (baik jantan dan betina) pada suatu populasi
l. Angka reproduksi kasar (Crude rate of reproduction) yaitu, per 100 tikus dewasa
secara seksual lebih besar daripada tikus yang sedang menyusui (Angka
penyesuaian embrio dibagi kombinasi seks rasio)
m. Angka penyesuaian reproduksi (Adjusted rate of reproduction) yaitu, per 100 ekor
tikus dewasa seksual (Angka penyesuaian embrio dibagi dengan angka kombinasi
seks rasio).
n. Insidesi kebuntingan (Incidence of pregnancy). Perkiraan jumlah anak (contoh pada
kebuntingan per betina parous setiap tahun (angka kebuntingan, dinyatakan dalam
desimal, dikalikan dengan jumlah anak yang berpotensi dapat dihasilkan dalam satu
tahunnya). Jumlah anak yang berptensi untuk R. Exulans diperoleh dengan
pembagian lama hari dalam satu tahun (365 hari) dengan lama kebuntingan (23 hari)
hasilnya adalah 16.
o. Insidensi kebuntingan kasar (Incidence of pregnancy) yaitu per betina lebih besar
daripada umur yang menyusui (angka kebuntingan kasar dikalikan 16)
p. Angka penyesuaian insidensi kebuntingan (Adjusted incidence of pregnancy) yaitu,
per betina dewasa secara seksual (Angka penyesuaian kebuntingan dikalikan
dengan 16).
q. Produksi tahunan (Annual production) yaitu perkiraan rata-rata jumlah tikus muda
yang dihasilkan per betina porous setiap tahun (Jumlah embrio, dikalikan dengan
insidensi kebuntingan).
r. Angka produksi tahunan kasar (Crude annual production) yaitu per betina parous
lebih besar daripada umur menyesui (Jumlah embrio dikalikan dengan angka
insidensi kebuntingan kasar).
Angka penyesuaian produksi (Adjusted annual production) yaitu, per beyina dewasa parous
(Jumlah embrio dikalikan dengan angka penyesuaian insidensi kebuntingan). Parameter
tersebut untuk menduga perkembangan tikus tahunan. Pengetahuan tersebut berperanan
penting dalam meramalkan atau mendeteksi puncak kepadatan tikus dalam satu tahun,
sehingga dapat menentukan waktu pengendalian tikus secara tepat dan tindakan
pencegahan penyakit bersumber tikus dapat dilakukan secara dini.

Anda mungkin juga menyukai