Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN

A. Definisi
Keamanan merupakan keadaan dimana seorang individu terbebas dari
segala fisik psikologis yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang
harus dipenuhi (Berman, Kozier, & Snyder, 2014).
Menurut Kolcaba dalam Potter dan Penry (2005) dalam (Damita &
Adiptura, 2017) kenyamanan atau rasa nyaman ialah suatu keadaan dimana
telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti ; (1) kebutuhan
ketenteraman, yaitu suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-
hari, (2) kelegaan, yaitu telah terpenuhinya segala kbutuhan, dan (3)
transenden, yaitu keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri
(Damita & Adiptura, 2017).
Nyeri merupakan campuran dari reaksi fisik, emosi, dan tingkah.
Nyeri dapat dirasakan penderita jika reseptor nyeri menginduksi serabut
perifer aferen, yaitu serabut A-delta dan serabut C. Serabut A-delta memiliki
myelin yang menyampaikan impuls nyeri dengan cepat, menimbulkan
sensasi yang tajam, dan melokalisasi sumber nyeri serta mendeteksi
intensitas nyeri. Serabut C tidak memiliki myelin sehingga menyampaikan
impuls lebih lambat dan berukuran sangat kecil. Serabut A-delta dan serabut
C akan menyampaikan rangsangan dari serabut saraf perifer ketika
mediator-mediator biokimia yang aktif terhadap respon nyeri seperti
potassium dan prostaglandin dibebaskan akibat adanya jaringan yang rusak
(Potter & Perry, 2010).

B. Etiologi
1. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan
b) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
a) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali
b) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul salah satu proses yang progresif
c) Rakhitis
d) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
3. Mekanis
a) Trauma jaringan tubuh : Kerusakan jaringan, iritasi langsung pada
reseptor nyeri, peradangan
b) Perubahan dalam jaringan: Oedem (Pemekaan pada reseptor nyeri
bradykinin, merangsang reseptor nyeri)
c) Sumbatan pada saluran tubuh : distensi lumen saluran
d) Kejang otot : Rangsangan pada reseptor nyeri
e) Tumor (penekanan pada reseptor nyeri iritasi pada ujung-ujung
saraf)
4. Thermis
a) Panas/dingin yang berlebihan missal :luka bakar (Kerusakan
jaringan merangsang thermo sensitive reseptor nyeri)
5. Kimia
a) Iskemia jaringan mis: blok pada arteri coronary (Rangsangan pada
reseptor karena tertumpunya asam laktat/bradikinin dijaringan)
b) Kejang otot (Sekunder dari rangsangan mekanis menyebabkan
iskemia jaringan)
C. Faktor Risiko
1. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi nyeri, khususnya
anak-anak dan lansia. Perbedaan yang ditemukan di antara kelompok
usia ini dapat memengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri. Anak yang masih kecil memiliki kesulitan memahami
nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat, yang dapat menyebabkan
nyeri.
2. Jenis Kelamin
Secara umum jenis kelamin antara pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan
menganggap bahwa jenis kelamin dapat memengaruhi pengekspresian
nyeri, yaitu dikatakan bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam
keadaan yang sama.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki akan mempengaruhi
cara individu untuk mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini
meliputi bagaimana mereka bereaksi terhadap nyeri. Sosialisasi budaya
menentukan perilaku psikologis seseorang. Dapat disimpulkan bahwa hal
ini dapat memengaruhi pengeluaran fisiologis opiat endogen, sehingga
terjadilah persepsi nyeri.
4. Makna Nyeri
Makna seseorang yang berkaitan dengan nyeri memengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga
dikaitkan dengan latar belakang budaya seseorang tersebut. Seorang
individu akan mempersepsikan nyeri dengan berbeda-beda, apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan
tantangan. Derajat dan kualitas nyeri akan dipersepsikan pasien
berhubungan dengan makna nyeri yang dirasakan.
5. Perhatian
Tingkat seseorang memfokuskan perhatianya pada nyeri dapat
memengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi pasien pada stimulus lain, maka perawat
menempatkan nyeri pada kesadaran perifer.
6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan cemas (ansietas) bersifat kompleks. Ansietas
sering kali dapat meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan
bagian sistem limbik yang diyakini dapat mengendalikan emosi
seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbik dapat memproses reaksi
emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri.
7. Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dirasakan seseorang dapat meningkatkan
persepsi nyeri. Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri semakin
intensif dan menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan disertai
kesulitan tidur, persepsi nyeri dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri sering
kali lebih berkurang setelah individu tidur dengan lelap.
8. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya, namun hal ini
tidak selalu membuat individu tersebut akan menerima nyeri dengan
lebih mudah di masa yang akan datang. Apabila seorang pasien tidak
pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat menggangu
koping terhadap nyeri.
9. Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang mengakibatkan
pasien merasa kesepian. Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan,
baik sebagian maupun keseluruhan. Pasien sering kali menemukan
berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan
psikologis nyeri.
10. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang memengaruhi respon nyeri yaitu kehadiran orang-orang
terdekat dan bagaimana sikap dan perlakuan mereka terhadap pasien.
Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau
perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, sering kali
pengalaman nyeri menyebabkan pasien semakin tertekan.

D. Patofisiologi dan Pathway Clinic


Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit, bisa dengan
intensitas tinggi maupun rendah seperti perenggangan dan suhu, serta oleh
lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik akan merilis K+ dan protein
intraseluler. Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan menyebabkan
depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan
menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan atau
dikenal dengan istilah inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan
seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangsang
nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat
menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu, lesi juga
mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin
akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh
darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K+
ekstraseluler dan H+ yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin,
bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema
lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi perangsangan nosiseptor.
Bila nosiseptor terangsang, maka mereka melepaskan substansi peptida P
(SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang
proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh
vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain.
Perangsangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri (Bahrudin, 2017).
PATHWAY

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur femur

Diskontinuitas tulang femur Pergeseran fragmen tulang

Nyeri akut Deformitas

Gangguan fungsi
muskuloskletal

Hambatan rasa Hambatan


nyaman mobilitas fisik

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari nyeri akut ialah :
1) Nyeri terus menerus beratmbah berat hingga fragmen tulang
dimobilisasi, hematoma, dan edema
2) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya terjadi karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
4) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

F. Pemeriksaan Diagnostik (Penunjang)


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut (Sinda, Kati,
Pangemanan, & Sekeon, 2018) ialah ;
1) Foto rontgen kepala
2) Electroencephalography (EEG)
3) CT-SCAN
4) Arteriografi
5) Brain Scan Nuklire
6) Pemeriksaan laboratorium (tidak rutin atas indikasi)
7) Foro thorax dan tulang belakang
8) Elektromiografi (EMG)
9) Pemeriksaan priskologi

G. Penatalaksanaan
1. Distraksi
Metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan pasien
pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami.
2. Relaksasi
Metode untuk menghilangkan nyeri dengan teknik menarik nafas dalam
kemudian dihembuskan sambil dibiarkan tubuh kendor.
3. Kompres hangat atau dingin
Terapi kompres hangat dan dingin adalah salah satu cara meredakan
nyeri dan kekakuan pada sendi, misalnya untuk sendi lutut yang cedera
atau mengalami peradangan. Selain mudah, dan praktis, terapi ini juga
bisa diandalkan untuk membantu mengatasi nyeri yang ringan.
4. Stimulasi kulit
Stimulasi dapat dilakukan dengan cara pemberian kompres dingin,
balsam, analgetik, dan stimulasi kontra lateral (menstimulasi kulit pada
arah yang berlawanan).
5. Placebo
Suatu bentuk tindakan misalnya pengobatan atau tindakan keperawatan
yang mempunyai efek pada pasien akibat sugesti pada kandungan fisik
atau kimianya.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi analgetik
Analgetik adalah golongan obat berfungsi sebagai antidemam sekaligus
antinyeri. Obat golongan ini bisa digunakan untuk meredakan nyeri
akibat radang sendi dan cedera.
7. Farmakologis
Penanganan farmakologis yang sering digunakan ialah dengan
menggunakan obat analgesik non narkotik baik secara intravena maupun
intramuskuler. Pemberian secara intravena maupun intramuskuler
misalnya dengan merepidin 75-100mg atau dengan morfin sulfat 10-
15mg.
8. Non-farmakologis
Penatalaksanaan nyeri secara non-farmakologi dapat dilakukan dengan
cara terapi fisik (stimulasi kulit, pijata, kompres hangat maupun dingin,
TENS, akupuntur, dan akupresur) serta kognitif dan biobehavioral terapi
(latihan napas dalam, relaksasi progresif, rhytmic breathing, terapi
musik, bimbingan imajinasi, biofeedback, distraksi, sentuhan terapeutik,
meditasi, hipnosis, humor, dan magnet).

H. Komplikasi
Berdasarkan Ni Putu Wardani (2014), komplikasi nyeri ada 2, yaitu:
1. Gangguan pola istirahat tidur
2. Syok neurogenic

I. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agens cedera fisik
2) Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri
3) Nyeri akut b.d agen injury fisik
4) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berdasarkan dengan penyakit terkait
hambatan rasa nyaman b.d kurang kontrol situasi

J. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang memungkinkan digunakan , antara lain:
1. Nyeri akut b.d agens cedera fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri
akut dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Kontrol Nyeri, Hal 247 (1605)
a) Mengenali kapan nyeri terjadi
b) Menggunakan analgesik yang direkomendasikan

Status Kenyamanan: Fisik, Hal 529 (2010)

a) Kesejahteraan fisik
b) Relaksasi otot
c) Posisi yang nyaman
d) Perawatan pribadi dan kebersihan
e) Suhu tubuh
Pemberian Analgesik, Hal 247 (2210)
a) Monitor tanda vital sebelum dan sesudah memberikan control
b) Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang dapat
membantu relaksasi untuk memfasilitasi penurunan nyeri.
c) Ajarkan tentang penggunaan analgesik, strategi untuk menurunkan
efek samping, dan harapan terkait dengan keterlibatan dalam
keputusan pengurangan nyeri.
d) Kolaborasikan dengan dokter apakah obat, dosis, rute pemberian,
atau perubahan interval dibutuhkan, buat rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip analgesik.

2. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria :
Pergerakan Hal 452 (0208)
a) Keseimbangan
b) Cara berjalan
c) Gerakan otot
d) Gerakan sendi
e) Berjalan
f) Bergerak dengan mudah
Terapi Latihan: Mobilitas Sendi, Hal 440 (0224)
a) Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri dan
ketidaknyamanan selama pergerakan.
b) Inisiasi pengukuran kontrol nyeri sebelum memulai latihan sendi.
c) Bantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang optimal.
d) Bantu untuk melakukan pergerakan sendi yang ritmis dan teratur
sesuai kadar nyeri yang bisa ditoleransi, ketahanan, dan pergerakan
sendi.
e) Lakukan latihan ROM pasif sesuai indikasi.
f) Instruksikan pasien/keluarga cara melakukan ROM pasif.
g) Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan
sebuah program latihan.
3. Nyeri akut b.d agen injury fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam
diharapkan nyeri klien berkurang.
NOC (Moorhead, 2008):
1. Level nyeri
2. Kontrol nyeri
3. Level kenyamanan

Kriteria Hasil:

a) Mampu mengontrol nyeri


b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
c) Mampu mengenali nyeri
d) Menyatakan rasan yaman setelah nyeri berkurang

NIC (Bulecheck, 2008):

a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi,


karakteristik durasi, frekuensi, kualitas,dan faktor presipitasi)
Rasional: Melakukan observasi akan membantu untuk
menceritakan pengalaman nyeri yang dirasakannya
b) Gunakan intervensi nonfarmakologi jika memungkinkan Rasional:
Terapi komplementer seperti relaksasi, distraksi, dan hipnotis
memerankan peranan penting dalam manajemen nyeri secara
keseluruhan
c) Gunakan lingkungan, kebiasaan, dan terapi nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri Rasional: Intervensi pemberian terapi
farmakologi dengan keluhan nyeri akan optimal dengan
mensinergikannya
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berdasarkan dengan penyakit terkait
hambatan rasa nyaman b.d kurang kontrol situasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 gangguan
rasa nyaman (nyeri) jam dapat teratasi, dengan kriteria:
NOC
a) Ansiety
b) Tingkat ketakutan
c) Kurang tidur
d) Comfort, Readines for Enchanced
Kriteria Hasil :
a) Mampu mengontrol kecemasan
b) Status lingkungan yang nyaman
c) Mengontrol nyeri
d) Kualitas tidur dan istirahat adekuat
e) Agresi pengendalian diri
f) Respon terhadap pengobatan
g) Kontrol gejala
h) Status kenyaman
i) Dapat ketakutan
j) Support social
k) Keinginan untuk hidup
Anxiety Reduction (Penurunan Kecemasan)
a) Gunakan pendekatan yang menyenangkan
b) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
c) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
d) Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress
e) Temani pasien untuk untuk memberikan keamanan dan mengurangi
takut
f) Instruksikan pasien dengan menggunakan teknik relaksasi
g) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
h) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

K. Indikasi
Manajemen nyeri:
Berdasarkan penyebabnya, nyeri dibagi menjadi dua macam yaitu nyeri
nosiseptik dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptik timbul dikarenakan
adanya suatu rangsangan yang berpotensi berbahaya, yang dideteksi oleh
indera perasa nyeri pada tubuh. Gejala-gejala tubuh yang mengalami nyeri
antara lain:
1) Rasa sakit yang menusuk
2) Kaku
3) Lemah
4) Kesemutan
Nyeri neuropatik muncul dikarenakan adanya kerusakan pada jaringan saraf,
sehingga muncul nyeri secara tiba-tiba. Gejala-gejala yang timbul adalah:
1) Rasa terbakar pada bagian yang mengalami nyeri
2) Nyeri yang muncul secara tiba-tiba
3) Sulit tidur dan beristirahat dikarenakan nyeri
4) Gangguan emosi akibat nyeri kronis
L. Kontraindikasi
Sebelum menjalani pengobatan nyeri menggunakan obat-obatan, pasien
diharapkan berhati-hati bila mengalami kondisi ini:
1) Hemofilia
2) Anemia
3) Kekurangan vitamin K
4) Penurunan jumlah keping darah (trombosit)
5) Penyakit ginjal
6) Gangguan kerja hati
7) Adanya ulkus (tukak) pada lambung atau usus

M. Tahapan Proses Pelaksanaan


1) Fase Pra-Interaksi
a. Persiapan perawat
b. Persiapan alat
c. Pesiapan lingkungan
2) Fase Orientasi
a. Beri salam sambil berjabat tangan
b. Perkenalkan diri perawat
c. Tanyakan nama klien
d. Sampaikan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
e. Kontrak waktu dan tempat
3) Fase Kerja
a. Mengatur posisi klien agar tetap rileks, tanpa ada beban fisik. Posisi
klien duduk atau jika tidak mampu duduk boleh berbaring di tempat
tidur
b. Instruksikan klien untuk menarik atau menghirup napas dalam dari
hidung sehingga rongga paru-paru terisi oleh udara melalui hitungan
1, 2, 3, 4 kemudian ditahan sekitar 3-4 detik
c. Instruksikan klien untuk menghembuskan napas, hitung sampai 3
secara perlahan melalui mulut
d. Instruksikan klien untuk berkonsentrasi supaya rasa cemas yang
dirasakan bisa berkurang (bisa dengan memejamkan mata)
e. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga kecemasan pasien
berkurang
f. Ulangi sampai 10 kali, dengan diselingi istirahat singkat setiap 5 kali
g. Lakukan maksimal 5-10 menit
4) Fase Terminasi
a. Evaluasi respon subjektif dan objektif klien
b. Berikan reinforcement positif
c. Tentukan rencana tindak lanjut
d. Beri salam terapeutik
5) Dokumentasi
Dokumentasikan dengan cara mencatat tindakan yang sudah dilakukan
kepada klien berupa hasil dan responnya.
N. Daftar Pustaka / Referensi

Bahrudin, M. (2017). Patofisiologi Nyeri (Pain). Jurnal UMM, 7-13.

Berman, A., Kozier, B., & Snyder, S. (2014). Fundamentals Of Nursing: Concept,
Process, and Practice. Jakarta: EGC.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta:
Salemba Medika.

Bulechek, G. B. (2013). Edisi Keenam Nursing Interventions Classification (NIC)


Edisi Bahasa Indonesia. United Kingdom, Oxford: ELSEVIER.

Damita, M. P., & Adiptura, I. P. (2017). Penggunaan Pakaian Dinas Harian


Belengan Pendek Dapat Meningkat Kenyamanan dan Kinerja Radiografer
Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Jurnal Ergonomi
Indonesia, 48-54.

Herdman, T. H. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.

Moorhead, S. J. (2013). Edisi Kelima Nursing Outcomes Classification (NOC)


Pengukuran Outcomes. United Kingdom Oxford: Elsevier.

Sinda, T. I., Kati, R. K., Pangemanan, D. M., & Sekeon, S. A. (2018). Mixed
Pain. Jurnal Sinaps, 59-69.

Anda mungkin juga menyukai