Anda di halaman 1dari 15

BAYI TABUNG DAN INSEMINASI DALAM HUKUM ISLAM

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Masailul Fiqiyah

Dosen Pengampu : Dr. Saprijal, SH. M. Ag.

Disusun Oleh :

Kelompok 3

SITI ROPIAH ( 2001010172 )

SRI RIKA SAFITRI

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PRODI PAI C NON REGULER

UNIVERSITAS AL WASHLIYAH UNIVA MEDAN

T.A. 2021-2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik.

Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta


kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari
mata kuliah “Masailul Fiqiyah ”.

Harapan kami semoga makalah yang kami bentuk maupun isinya yang
sederhana ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini

Penulis, 12 November 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 2

A. Pengertian Bayi Tabung.................................................................. 2


B. Pandangan Hukum Islam mengenai Bayi Tabung.......................... 4

BAB III PENUTUP ................................................................................ 10

A. Kesimpulan .................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern di bidang
kedokteran dan biologi sangat pesat maka muncullah inseminasi buatan yang di
sebut dengan bayi tabung sehingga teknologi yang canggih ini jika ditangani
oleh orang – orang yang tidak beriman maka dikhawatirkan akan merusak
peradaban manusia, merusak tatanan sosial, norma budaya bangsa bahkan
sampai pada kerusakan nilai agama serta akibat-akibat negatif lainya yang tidak
terbayangkah oleh kita saat ini sebab apa yang di hasilkan oleh teknologi belum
tentu baik menurut agama, etika dan hukum yang ada di masyarakat.
Menciptakan teknologi yang disebut bayi tabung/inseminasi buatan.
Dengan cara inseminasi buatan inilah pasangan yang telah menikah bertahun-
tahun dapat menggunakan inseminasi sebagai solusi untuk mendapatkan
keturunan (anak). Pada dasarnya orang-orang memuji pada bidang teknologi
tersebut. Namun mereka belum tahu pasti apakah produk-produk teknologi yang
dipergunakan tersebut dapat dibenarkan menurut pandangan islam. Oleh karena
hal tersebut diatas, untuk mengetahui lebih banyak mengenai bayi
tabung/inseminasi menurut pandangan Islam.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa Pengertian Bayi Tabung / Inseminasi ?
b. Bagaimana Pandangan Hukum Islam mengenai Bayi Tabung ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Pengertian Bayi Tabung / Inseminasi
2. Untuk mengetahui Pandangan Hukum Islam mengenai Bayi Tabung

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BAYI TABUNG


Inseminasi Buatan dalam Bahasa Inggris, yaitu Artificial
Insemination. Dalam bahasa Arab disebut dengan al-Talqih Al-Shina‘iy.
Dalam bahasa Indonesia, orang menyebutnya dengan inseminasi buatan,
pembuahan buatan, atau penghamilan buatan. Istilah ilmiahnya, bayi
tabung dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk mengadakan
pembuahan dengan sebuah tabung gelas. Proses pembuahan seperti ini
disebut dengan in vivo, sedangkan proses pembuahan secara alamiah
disebut dengan in Vitro.
Menurut Djamalin Djannah, bayi tabung inseminasi buatan adalah
“suatu pekerjaan memasukkan mani ke dalam rahim (kandungan) dengan
menggunakan alat khusus dengan maksud terjadinya pembuahan”. Ali
Akbar mendefinisikan” memasukkan sperma ke dalam alat kelamin
perempuan tanpa persetubuhan untuk membuahi telur atau ovum wanita.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diambil pengertian
bahwa inseminasi buatan adalah suatu cara atau teknik untuk memperoleh
kehamilan tanpa harus melalui hubungan seks (persetubuhan). Adapun
proses kerja inseminasi buatan yang dilakukan untuk menghasilkan anak
yang dilakukan tanpa melakukan persetubuhan, adalah:
1) Fertilisasi In Vitro (FIV), yaitu dengan mengambil sperma suami
dan ovum istri, kemudian diproses di Vitro (tabung) dan setelah
terjadi pembuahan, lalu ditransfer ke wanita. Teknik ini dikenal
dengan bayi tabung atau pembuahan di luar tubuh.
2) Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT), dengan cara mengambil
sperma suami dan ovum istri, setelah dicampur, terjadi pembuahan,

2
maka segera ditanam dan di salurkan telur (tuba fallopi), atau
dengan kata

3
3

lain, mempertemukan sel benih (gamet), yaitu sperma dan ovum


dengan cara menyemprotkan campuran sel benih itu memakai
kanul tuba ke dalam ampulla, namun teknik ini bukan merupakan
bayi tabung. Teknik kedua ini lebih alamiah dibanding teknik
pertama, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba fallopi
si ibu sendiri setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan seksual.

Munculnya teknologi bayi tabung ini, bertujuan untuk membantu


pasangan suami-istri yang sulit mendapatkan keturunan. Sedangkan yang
menjadi alasan diadakan-Nya bayi tabung ialah:
1. untuk mengembangbiakkan manusia secara cepat
2. Untuk percobaan ilmiah.
3. Solusi bagi pasangan yang mandul.
4. Mengembangkan teknologi kedokteran
5. Menolong pasangan suami-istri yang kesulitan mendapatkan anak.
Jadi, inseminasi buatan posisinya sebagai solusi atas berbagai masalah
yang dialami oleh pasangan suami istri yang telah menikah secara sah. Karena
keturunan (anak) bukan hanya sebagai pelanjut generasi dan kebanggaan bagi
orang tuanya, melainkan juga sebagai “investasi” akhirat bagi kedua ibu
bapaknya, maka banyak pasangan suami-istri yang terus berupaya mendapatkan
solusi untuk memperoleh keturunan, termasuk dengan cara inseminasi. Anak
diharapkan memelihara orang tua nya ketika usia lanjut atau ketika udzur serta
mendoakannya, baik ketika masih hidup maupun setelah meninggalnya. Adapun
alasan lain yaitu sesuai dengan hadis jalur Abu Hurairah yang berbunyi:
Artinya : Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
apabila seseorang telah mati, maka putuslah dari segala amalnya,
kecuali dari tiga hal yaitu shadaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat, atau
anak Sholeh yang mendoakannya.
4

Salah satu aspek yang terdapat dalam hadis tersebut, yaitu memiliki
generasi yang saleh khususnya anak biologis sendiri. Keberadaan keturunan
adalah Anugrah, sehingga banyak pasangan suami-istri yang berupaya
memperoleh keturunan meskipun harus menggunakan biaya yang sangat besar.
Bahkan, salah satu argumen dibolehkannya berpoligami yang dapat diterima
syarak atau undang-undang adalah karena istri dipastikan mandul atau tidak bisa
memberi keturunan. Alasan untuk memperoleh keturunan seringkali dipandang
oleh Islam sebagai alasan darurat, sehingga menjadi salah satu alasan
dibolehkan bagi laki-laki berpoligami demi memperoleh keturunan dan
mencegah terjadinya perceraian. Inseminasi sebagai solusi terhadap kesulitan
memperoleh keturunan secara normal.

B. BAYI TABUNG MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM


Manfaat Dan Akibat Bayi Tabung Bisa membantu pasangan suami istri
yang keduanya atau salah satu nya mandul atau ada hambatan alami pada suami
atau istri, menghalangi bertemunya sel sperma dan sel telur. Misalnya karena
tuba falopii terlalu sempit atau ejakulasinya terlalu lemah. Akibat(mafsadah)
dari bayi tabung Percampuran Nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian /
kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan
kemahraman (siapa yang halal dan haram dikawini) dan kewarisan.
1. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
2. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/ zina karena terjadi
percampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah.
3. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik
didalam rumah tangga terutama bayi tabung dengan bantuan donor
merupakan anak yang sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan
sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan bapak ibunya.
5

4. Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya


terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada
anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal dan nasabnya.
5. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami terutama pada
bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya pada
pasangan suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak
terjalin hubungan keibuan antara anak dengan ibunya secara alami. Surat
Al Luqman ayat 14 yang berbunyi:
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫َو َو َّصْيَنا اِاْل ْنٰس َن ِبَو ا ِلَد ْيِهۚ  َح َم َلْتُه ُاُّم ٗه َو ْهًنا َع ٰل ى َو ْهٍن َّو ِفٰص ُلٗه ِفْي َعا َم ْيِن َاِن اْشُك ْر ِلْي َو ِلـَو ا ِلَد ْيَك ۗ  ِاَلَّي‬
‫اْلَم ِص ْيُر‬

Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu. 1
Mengenai status anak hasil inseminasi dengan donor sperma atau ovum
menurut hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil
prostitusi. UU Perkawinan pasal 42 No.1/1974:”Anak yang sah adalah anak
yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka
memberikan pengertian bahwa bayi tabung dengan bantuan donor dapat
dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan yang sah.
Masalah tentang bayi tabung ini memunculkan banyak pendapat, boleh
atau tidak? Misalnya Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun
1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat
oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga

1
Kementerian Agama RI, AlQur’an dan Terjemahannya (Sinergi Pusaka Indonesia: Jakarta, 2002), h. 903.
6

Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman


tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan
membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari istri
sendiri.2

1. Pengambilan sel telur


Pengambilan sel telur dilakukan dengan dua cara, cara pertama: indung
telur di pegang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang
berisi sel telur di periksa di mikroskop untuk ditemukan sel telur. Sedangkan
cara kedua (USG) folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui
vagina kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti
pengisapan laparoskopi.
2. Pengambilan sel sperma
Untuk mendapatkan sperma laki- laki dapat ditempuh dengan cara :
a. Istimna’ ( onani)
b. Azl ( senggama terputus)
c. Dihisap dari pelir ( testis)
d. Jima’ dengan memakai kondom
e. Sperma yang ditumpahkan kedalam vagina yang disedot tepat dengan
spuit
f. Sperma mimpi malam.
Diantara kelima cara diatas, cara yang dipandang baik adalah dengan cara
onani (mastrubasi) yang dilakukan di rumah sakit.
Menurut Pendapat para ulama :
1. Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah, mengharamkan secara multak
berdasarkan Al-Qur’an surat Al- Mu’minun ayat 5-7, dimana Allah telah
memerintahkan manusia untuk menjaga kehormatan kelamin dalam
setiap keadaan, kecuali terhadap istri dan budak.
2
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah (Jakarta: Toko Gunung Agung:1997), h.20
7

2. Ulama Hanabilah mengharamkan onani, kecuali khawatir berbuat zina


atau terganggu kesehatannya, sedang ia tidak punya istri atau tidak
mampu kawin.
3. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa istimna’ pada prinsipnya
diharamkan, namun istimna’ diperbolehkan dalam keadaan tertentu
bahkan wajib, jika dikhawatirkan jatuh kepada perbuatan zina. Hal ini
didasari oleh kaidah Ushul adalah :
Maksudnya:
Menghindari mudarat (bahaya) harus didahulukan atas mencari/menarik
Maslahah/kebaikan.

Jumhur ulama menghukumnya haram. Karena sama hukumnya dengan


zina yang akan mencampur adukkan nasab dan sebagai akibat, hukumnya anak
tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang
melahirkannya.
Sesuai firman Allah dalam surat (At-Tiin: 4) adalah:
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫َلَقْد َخ َلْقَنا اِاْل ْنَس ا َن ِفْۤي َاْح َس ِن َتْقِو ْيٍم‬


Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya 3

Surat Al-Isra ayat 70 :


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
‫َو َلـَقْد َك َّر ْم َنا َبِنْۤي ٰا َد َم َو َح َم ْلٰن ُهْم ِفى اْلَبِّر َو ا ْلَبْح ِر َو َر َز ْقٰن ُهْم ِّم َن الَّطِّيٰب ِت َو َفَّض ْلٰن ُهْم َع ٰل ى َك ِثْيٍر ِّمَّم ْن َخ َلْقَنا َتْفِض ْياًل‬

Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut


mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik
3
Kementerian Agama RI, Alqur’an dan Terjemahanya, h 394
8

dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.4
Agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa
AlQur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam.
Namun, kajian masalah mengenai bayi tabung ini sebaiknya menggunakan
pendekatan Multi disipliner oleh para ulama dan cendekiawan muslim dari
berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan
Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air
telah menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dalam fatwanya pada tanggal 13 Juni 1979 menetapkan 4
keputusan terkait masalah bayi tabung, di antaranya :
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah
hukumnya mubah (boleh), sebab ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan
kaidah agama. Asal keadaan suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena
dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh
anak.
2. Para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan
suami istri yang dititipkan di rahim perempuan lain dan itu hukumnya
haram, karena dikemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang
rumit dalam kaitannya dengan warisan (khususnya antara anak yang
dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung
kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi Tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah
meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sad az-zari’ah.
Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik baik kaitannya
dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan.

4
Kementerian Agama RI, AlQur’an dan Terjemahannya (Sinergi Pusaka Indonesia: Jakarta, 2002), h. 903.
9

4. Bayi Tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-
istri yang sah hal tersebut juga hukumnya haram. Alasannya, statusnya
sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis diluar pernikahan yang
sah alias perzinahan.

Dengan demikian bahwa bayi tabung yang merupakan usaha di bidang


kesehatan untuk mendapatkan keturunan bagi pasangan suami istri yang tidak
dapat mendapat anak dalam islam ada yang haram ada yang halal tergantung
pada prosesnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara hukum, bayi yang dihasilkan dari inseminasi ini memiliki dua macam
yakni diperbolehkan dengan catatan sperma yang diambil merupakan sperma
yang berasal dari suami istri yang sah, dan ditanam dalam rahim istri tersebut
(bukan rahim orang lain) dan tidak diperbolehkan, jika sperma yang diambil
berasal dari laki-laki lain begitu pula dari wanita lain.
bayi tabung bahwa boleh saja asalkan sperma yang diambil merupakan
sperma yang berasal dari suami istri yang sah, dan ditanam dalam rahim istri
tersebut (bukan rahim orang lain) dan juga yang menanganinya dahlah dokter
yang ahli dari kaum wanita tidak boleh dan lawan jenis (laki – laki).

10
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Abdul Hamid. Mabadiul Awwaliyah. Jakarta: Sa’adiyah Fitra: 1996.


Kementerian Agama RI, AlQur’an dan Terjemahannya (Sinergi Pusaka
Indonesia: Jakarta, 2002), h. 903.
Khotib, Romadhon, dkk. NU Menjawab Problematika Umat (keputusan Bahtsul
Masail Syuriyah Nahdatul Ulama Wilayah Jawa Timur), Cet.I, Khalitsa.Zuhdi,
Masjfuk. Masail Fiqiyah. Cet. IX; Jakarta: PT. Toko Gunung Agung,1987.
Mahsifuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah. Edisi II. Cet.VIII; Mas Agung: 1994 Jakarta.
_______, Masail Fiqhiyyah. Jakarta: Toko Gunung Agung:1997.

11

Anda mungkin juga menyukai